1

loading...

Rabu, 29 Mei 2019

MAKALAH MENUMBUHKAN JIWA KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN


MAKALAH MENUMBUHKAN JIWA KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN 

BAB I
PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang
Semua orang pasti ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kerja saat ini sangat terbatas dan tidak berbanding lurus dengan lulusan lembaga pendidikan baik dasar. Oleh sebab itu semua pihak harus terus berpikir dan mewujudkan karya nyata dalam mengatasi kesenjangan antara lapangan kerja dengan lulusan institusi pendidikan. Kesenjangan ini merupakan penyebab utama peningkatan angka pengangguran. Sedangkan pengangguran adalah salah satu permasalahan pembangunan yang sangat kritis khususnya di negara Indonesia termasuk didaerah-daerah di pelosok nusantara. Salah satu solusinya adalah dengan mencetak lulusan lembaga pendidikan yang memiliki potensi untuk mengembangkan keterampilannya menjadi usaha mandiri. Selain menjadi solusi bagi dirinya, seringkali usaha mandiri inimendatangkan berkah bagi orang lain yang direkrut sebagai karyawan ataupun buruh pada usaha yang dirintisnya.
Adapun alasan-alasan seseorang tertarik untuk berwirausaha adalah sebagai berikut:
·         Alasan keuangan, untuk mencari nafkah, kaya, pendapatan tambahan
·         Alasan sosial, untuk memperoleh gengsi/status untuk dapat dikenal, dihormati dan bertemu orang banyak
·         Alasan pelayanan, memberi pekerjaan pada masyarakat
·         Alasan pemenuhan diri, untuk menjadi mandiri, lebih produktif dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.
Semua alasan itulah yang mendorong seseorang untuk melakukan terobosan dan memilih berwirausaha. Namun demikian pada prakteknya tidaklah mudah memulai suatu usaha. Rasa takut yang berlebihan akan kegagalan dan kerugian seringkali menghantui jiwa seseorang ketika akan memulai usahanya. Keberanian untuk memulai merupakan modal utama yang harus dimilki seseorang untuk terjun dalam dunia usaha.. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat suatu tema kewirausahaan yang berjudul: “Menumbuhkan Jiwa dan Kompetensi Kewirausahaan.”
B. Rumusan Masalah
: Bagaimanakah menumbuhkan jiwa dan kompetensi kewirausahaan ?”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Inti dan Hakikat Kewirausahaan
Kewirausahaan (Suryana: 2003) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan inovatif. Suryana (2003) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda melalui :
·         Pengembangan teknologi baru
·         Penemuan pengetahuan ilmiah baru
·         Perbaikan produk barang dan jasa yang ada
    Penemuan cara-cara baru untuk menghasilkan barang lebih banyak dengan sumber daya lebih efisien Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang. Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang. Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda, sedangkan inovasi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru dan berbeda.
B. Jiwa dan Sikap Kewirausahaan
Meredith et al.. (2002), mengemukakan nilai hakiki penting dari wirausaha adalah:
a.       Percaya diri (self confidence)
Merupakan paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan, yang bersifat internal, sangat relatif dan dinamis dan banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Kepercayaan diri akan mempengaruhi gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja, kegairahan berkarya. Kunci keberhasilan dalam bisnis adaalh untuk memahami diri sendiri. Oleh karena itu wirausaha yang sukses adalahwirausaha yang mandiri dan percaya diri.
b.      Berorientasi tugas dan hasil
Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan kerja keras. Dalam kewirausahaan peluang hanya diperoleh apabila ada inisiatif. Perilaku inisiatif biasanya diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman bertahun-tahun dan pengembangannya diperoleh dengan cara disiplin diri, berpikir kritis, tanggap, bergairah dan semangat berprestasi.
c.       Keberanian mengambil risiko
Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk mencapai kesuksesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang menantang. Wirausaha menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada tantangan dan menjauhi situasi risiko yang tinggi karena ingin berhasil. Pada situasi ini ada dua alternatif yang harus dipilih yaitu alternatif yang mengangung risiko dan alternatif yang konservatif . Pilihan terhadap risiko tergantung pada :
·         Daya tarik setiap alternative
·         Kesediaan untuk rugi
·         Kemungkinan relatif untuk sukses atau gagal
Selanjutnya kemampuan untuk mengambil risiko tergantung dari :
·         Keyakinan pada diri sendiri
·         Kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam mencari peluang dan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan
·         Kemampuan untuk menilai situasi risiko secara realitis
d.      Kepemimpinan
Seorang wirausaha harus memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan. Ia selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga ia menjadi pelopor baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Dan selalu memanfaatkan perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai. Berorientasi ke masa depan. Wirausaha harus memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan, kuncinya  dengan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang ada sekarang.
C. Kompetensi Kewirausahaan
Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi yaitu : seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan.
Keterampilan yang harus dimiliki Suryana (2003) :
·         Managerial skill
·         Conceptual skill
·         Human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi)
·         Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan)
·         Time managerial skill ( keterampilan mengatur dan menggunakan waktu) Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu yang langsung berpengaruh pada kinerja, Kinerja bagi wirausaha merupakan tujuan yang ingin dicapai.
D. Menumbuhkan Jiwa Wirausaha
Mungkin kita pernah mendengar bahwa keluarga yang kaya akan memunculkan anak-anak yang kaya karena mereka terbiasa kaya. Begitu pula ada yang menganggap bahwa seseorang menjadi pengusaha karena memang bapak ibunya, kakek-neneknya, dan sebagian besar keluarganya adalah keturunan pengusaha. Anggapan seperti ini menurut hemat penulis merupakan pemikiran yang keliru. Tidak bisa dipungkiri memang, ada banyak pengusaha yang lahir dari keluarga atau keturunan pengusaha. Tetapi bukan berarti diturunkan secara genetis. Mungkin hal ini terjadi karena aspek lingkungan pengusaha yang cukup kuat mempengaruhi jiwa orang tersebut untuk menjadi pengusaha. Menjadi wirausaha (entrepreneur) tentu saja merupakan hak azasi semua kita. Jangan karena mentang-mentang kita tidak punya turunan pengusaha sehingga menutup peluang untuk menjadi wirausaha. Langkah awal yang kita lakukan apabila berminat terjun ke dunia wirausaha adalah menumbuhkan jiwa kewirausahaan di diri kita. Banyak cara yang dapat dilakukan misalnya:
·         Melalui pendidikan formal. Kini berbagai lembaga pendidikan baik menengah maupun tinggi menyajikan berbagai program atau paling tidak mata kuliah kewirausahaan
·         Melalui seminar-seminar kewirausahaan. Berbagai seminar kewirausahaan seringkali diselenggarakan dengan mengundang pakar dan praktisi kewirausahaan sehingga melalui media ini kita akan membangun jiwa kewirausahaan di diri kita
·         Melalui pelatihan. Berbagai simulasi usaha biasanya diberikan melalui pelatihan baik yang dilakukan dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan outdoor). Melalui pelatihan ini, keberanian dan ketanggapan kita terhadap dinamika perubahan linghkungan akan diuji dan selalu diperbaiki dan dikembabngkan.

BAB III
PENUTUP
     A.    Kesimpulan
Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan inovatif. Suryana (2003) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda melalui :
·         Pengembangan teknologi baru
·         Penemuan pengetahuan ilmiah baru
·         Perbaikan produk barang dan jasa yang ada
Kompetensi kewirausahaan itu harus memiliki keterampilan seperti:
·         Managerial skill
·         Conceptual skill
·         Human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi)
·         Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan)
·         Time managerial skill ( keterampilan mengatur dan menggunakan waktu) Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu yang langsung berpengaruh pada kinerja, Kinerja bagi wirausaha merupakan tujuan yang ingin dicapai.
         B.     Saran
Tentunya penyusun menyadari bahwa apa yang ada dalam makalah ini masih sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penyusun berharap kepada para pembaca dan penyimak makalah ini untuk bersedia memberikan kritik ataupun saran yang sifatnya konstruktif untuk kemudian bisa lebih memperbaiki lagi dalam penysunan makalah serupa yang akan datang.

 DAFTAR PUSTAKA

Buchari Alma. 2003. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.
Longenecker, Justin G., et al. 2000. Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil.Jakarta : Salemba Empat Meredith, Geoffrey G. 2002. Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta : PPM
Moh. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

MAKALAH TEORI CLIENT-CENTER KONSELING


MAKALAH  TEORI CLIENT-CENTER

KONSELING

BAB I
PENDAHULUAN
     
     
      A.    LATAR BELAKANG
             Indonesia sebagai bangsa yang multikultural terdiri dari suku-suku dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Banyaknya kelompok dalam masyarakat tidak bisa dipungkiri lagi akan timbulnya masalah-masalah yang bersumber dari latar belakang kelompok dan budaya yang berbeda-beda. Dalam hal ini sangat diperlukan adanya bimbingan dan konseling yang dapat menyatukan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Salah satunya yakni dengan menggunakan bimbingan dan konseling kelompok.Layanan kelompok memberikan manfaat kepada sejumlah individu. Kemanfaatan yang lebih meluas inilah yang paling menjadi perhatian semua pihak berkenaan dengan layanan kelompok tersebut. Apalagi pada zaman sekarang ini, zaman yang menekankan perlunya efisiensi, perlunya perluasan pelayanan jasa yang mampu menjangkau lebih banyak konsumen secara tepat dan cepat, layanan kelompok semakin menarik. Dalam layanan kelompok interaksi antarindividu anggota kelompok merupakan suatu yang khas, yang tidak mungkin terjadi pada konseling perseorangan.
             Dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling kelompok memerlukan teknik-teknik atau cara-cara agar proses konseling tidak berjalan di luar jalur yang sudah ditentukan. Setiap layanan konseling tentunya memiliki teknik atau cara yang berbeda-beda. Bimbingan dan konseling kelompok memiliki beberapa teknil layanan yang akan diterapkan pada klien. Salah satunya yakni dengan teknik client-centered.Client-centered merupakan teknik dalam bimbingan dan konseling yang biasa digunakan oleh para konselor sebagai pemahaman terhadap klien. Pada kesempatan ini akan dibahas secara lebih rinci mengenai teknik client-centered dalam konseling kelompok.
       B.     RUMUSAN MASALAH
                    1.      Apa yang dimaksud dengan client-centered counseling ?
                    2.      Ciri-ciri apa saja yang melekat pada teknik client-centered counseling ?
                    3.      Bagaimana langkah-langkah dalam teknik client-centered counseling ?
4.      Teknik apa saja yang diperlukan dalam client-centered counseling ?                 5.      Bagaimana peran seorang konselor dalam teknik client-centered counseling ?
6.      Bagaimana penerapan teknik client-centered counseling dalam bimbingan dan konseling kelompok ?

      C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian atau definisi dari client-centeredcounseling secara mendalam.
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri client-centered counseling  dalam penerapannya.
3.      Untuk mengetahui secara sistematis langkah-langkah yang harus ditempuh dalam teknik client-centered counseling.
4.      Untuk mengetahui teknik-teknik yang diterapkan dalam client-centered counseling .
5.      Untuk mengetahui secara mendetail peran konselor dalam client-centered counseling.
6.      Untuk mengetahui bagaimana penerapan teknik client-centered counseling dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok.

 BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Konseling Client center
Client-Centered Counseling (konseling yang berpusat pada klien)
dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers, salah seorang psikolog klinis yang sangat menekuni bidang konseling dan psikoterapi.
Menurut Roger, dalam Mc.Loed client-centered counceling merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi.
Hal ini memberikan pengertian bahwa peran konselor dalam teknik ini hanya sebatas mengarahkan,mempengaruhi dan memberikan dorongan kepada klien agar klien dapat memikirkan sendiri dan mencari solusi permasalahannya sendiri.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sukardi yang biasa menyebut clien-centered counseling sebagai konseling non-direktif dalam bukunya Pengantar Bimbingan dan Konseling, menyatakan bahwa clien-centeredcounseling adalah suatu teknik dalam bimbingan dan konseling yang menjadi pusatnya adalah klien dan bukan konselor.
Carl Roger berpendapat dalam teorinya bahwa setiap individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah-masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.Menurut Roger manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak – kanak seperti yang diajukan oleh aliran freudian, pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
B.     Hakekat  Manusia Menurut Client-Center
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik.
Beberapa konsepsi Rogers tentang hakekat manusia (human being) adalah sebagai berikut:
a. Manusia tumbuh melalui pengalamannya, baik melalui perasaan, berfikir, kesadaran ataupun penemuan.
b. Hidup adalah kehidupan saat ini dan lebih dari pada perilaku-perilaku otornatik yang ditentukan oleh kejadian-kejadian masa lalu, nilai-nilai kehidupan adalah saat ini dari pada masa lalu, atau yang akan datang.
c. Manusia adalah makhluk subyektif, secara, esensial manusia hidup dalam pribadinya sendiri dalam dunia subjektif
d. Keakraban hubungan manusia merupakan salah satu cara seseorang paling banyak memenuhi kebutuhannya.
e. Pada umumnya. setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk bebas, spontan, bersama-sama dan saling berkomunikasi.
f. Manusia memiliki kecenderungan ke arah aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk mengembangkan keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi pemeliharaan dan mempertinggi aktualisasi diri. Dimana, Rogers mengemukakan beberapa pendapatnya sebagai berikut:
- Kecenderungan aktualisasi diri merupakan motivasi pertahanan utama dari organisme manusia.
- Merupakan fungsi dari keseluruhan organisme.
- Merupakan konsepsi luas dari motivasi, termasuk pernenuhan kebutuhan dan motif-motifnya.
- Kehidupan adalah suatu proses aktif dan memiliki kapasitas untuk aktualisasi diri mereka sendiri.
- Manusia adalah makhluk yang baik, konstruktif atau reliable, dan menjadi bijaksana karena kemampuan intelektualnya.
C. Kepribadian Manusia Menurut Client-center
Dalam teori kepribadian, Rogers memandang bahwa:
a. Setiap manusia berada dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah dengan sendiri sebagai pusatnya.
b. Reaksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya sebagai hal yang dialami dan diterima. Lapangan yang dipersepsi ini bagi individu adalah suatu realitas.
c. Perilaku organisme pada dasamya diarahkan oleh usaha-usaha organisme untuk memperoleh kepuasan terdapat kebutuhannya.
d. Pemahaman perilaku terbaik hanya akan diperoleh melalui atau berdasarkan Frame Of Reference individu itu sendiri.
e. Cara terbaik dalam mengadopsi perilaku adalah berdasarkan pada konsistensi terhadap self concept-nya.
f. Perilaku pertahanan (diri) menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara organisme dengan self consep.
g. Penyesuaian yang optimal atau pribadi yang berfungsi sepenuhnya hanya akan terjadi bila self concept adalah kongruen dengan pengalamannya, dan tindakannya
merupakan tendensi aktualisasi diri yang juga merupakan aktualisasi diri yang juga merupakan aktualisasi dari self 
D. Contoh Kasus
Contoh kasus beserta teori
Seseorang akan menghadapi persoalan jika diantara unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri timbul konflik dan pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self). Berbagai pengalaman hidup menyadarkan orang akan keadaan dirinya yang tidak selaras itu, kalau keseluruhan pengalaman nyata itu sungguh diakui dan tidak di sangkal. Berikut ini ada contoh kasus yang biasa ditangani oleh pendekatan Person-centered. Misalnya, seorang mahasiswi mengira bahwa dia adalah seorang mahasiswi yang pintar dan tidak pernah menyontek, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan tingkah lakunya yang bertentangan dengan fikiran itu, karena ternyata dia berkali-kali mencoba menyontek dan jarang mengerjakan tugas-tugas kuliah. Padahal, seharusnya sebagai mahasiswa ia tidak boleh bertindak begitu. Pengalaman yang nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. Bilamana mahasiswi mulai menyadari kesenjangan dan mengakui pertentangan itu, dia menghadapi keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang masih samar-samar akan kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan cemas serta dalam evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless). Mahasiswi ini siap untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses konseling untuk menutup jurang pemisah antara dua kutub di dalam dirinya sendiri, serta akhirnya menemukan dirinya kembali sebagai orang yang pantas (person of worth).
F. Tujuan Client-center
Secara umum tujuan konseling dapat dikelompokkan menjadi dua, ialah
- Tujuan-tujuan personality grow type

Termasuk dalam hal ini misalnya pertumbuhan gaya hidup secara positif pengintegrasian kepribadian, atau pengurangan konflik-konflik intrapsikis.
- Cure type atau tujuan-tujuan yang lebih spesifik, misalnya reduksi simptom-simpton rasa sakit, menjadi lebih tegas membuat keputusan vokasional yang efektif

Client Centered Therapy pada dasarnya memiliki tujuan konseling yang termasuk personality growth type karena tujuan utamanya adalah reorganisasi self, sedangkan pada tujuan-tujuan tipe problem solving tidak mengandung unsur reorganisasi self, Dinyatakan pula bahwa tujuan konseling pendekatan ini adalah meningkatkan keterbukaan pengalaman sehingga akan meningkatkan self konsep dengan pengalaman-pengalamannya, sehingga akan tumbuh menjadi Morefullyfunction person. Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengembangkan agar klien bisa memahami hal-hal yang berada di balik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan. dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh di hadapan orang lain dan dalam usahanya untuk menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.
Apabila dinding itu runtuh selama proses terapeutik, orang macam apa yang muncul di balik kepura-puraan itu? Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:
1. Keterbukaan terhadap pengalaman
2. Kepercayaan terhadap organisme sendiri
3. Tempat evaluasi internal
4. Kesediaan untuk menjadi suatu proses

Tujuan-tujuan terapi yang telah diuraikan di atas adalah tujuan-tujuan yang luas, yang menyajikan suatu kerangka umum untuk memahami arah gerakan terapeutik. Terapis tidak memilih tujuan-tujuan yang khusus bagi klien, tonggak terapi client centered adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yang menunjang. Memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Bagaimanapun, banyak konselor yang mengalami kesulitan dalam memperbolehkan klien untuk menetapkan sendiri tujuan-tujuannya yang khusus dalam terapi. Meskipun mudah untuk berpura-pura terhadap konsep "klien menernukan jalan sendiri", ia menuntut terhadap respek terhadap klien dan keberanian pada terapis untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahnya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan-pilihan yang diharpkan oleh terapis. 
 G. Teknik Yang Digunakan Dalam Client-center
Pendekatan yang berpusat  pada klien menggunakan sedikit teknik, akan tetapi menekankan sikap konselor.
Rogers (dalam Corey, 1986) menekankan bahwa yang terpenting dalam proses konseling ini adalah filsafat dan sikap konselor, bukan pada teknik yang didesain untuk membuat klien “berbuat sesuatu”.
Teknik dasar adalah mencakup mendengar dan menyimak secara aktif, refleksi, klarifikasi, ”being here” bagi klien.
Dengan adanya perkembangan yang menekankan filsafat dan sikap ini maka ada perubahan-perubahan di dalam frekuensi penggunaan bermacam teknik misalnya: bertanya, penstrukturan, interpretasi, memberi saran atau nasihat.
Keberhasilan terapi bergantung kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.
Sebagai cara untuk mewujudkan dan mengkomunikasikan acceptance, understanding, menghargai, dan mengusahakan agar klien mengetahui bahwa konselor berusaha mengembangkan internal frame of reference klien dengan cara konselor mengikuti fikiran, perasaan dan eksplorasi klien, yang merupakan teknik pokok untuk menciptakan dan memelihara hubungan konseling.
Teknik-teknik dalam pendekatan ini antara lain adalah :
                  a.       acceptance (penerimaan)
                  b.      respect (rasa hormat)
                  c.       understanding (pemahaman)
                  d.      reassurance (menentramkan hati)
                  e.       encouragementlimited questioning(pertanyaan terbatas
                  f.       reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan)                                  Melaluipenggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat:
                   (1)      Memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik
                   (2)      Mengambil keputusan yang tepat
                   (3)      Mengarahkan diri
                   (4)      Mewujudkan dirinya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknik client-centered counseling merupakan salah satu teknik bimbingan dan konseling yang lebih menekankan pada aktivitas klien dan tanggung jawab klien sendiri. Sebagian besar proses konseling diletakkan dipundak klien sendiri dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dan konselor hanya berperan sebagai partner dalam membantu untuk merefleksikan sikap dan peran-perannya untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahkan masalah klien.

B. Saran
1.      Dalam teknik client-centered counseling konselor tidak boleh begitu saja melepaskan tanggung jawab dalam membimbing klien meskipun klien sudah dapat menemukan solusi dari permasalahannya namun konselor masih harus memantau perkembangan klien.
2. Konselor tidak memberikan batasan apapun kepada klien, dengan kata lain konselor memberikan kebebasan pada klien untuk mengutarakan keluhan-keluhan dan masalahnya agar supaya klien merasa lega setelah melakukan proses konseling ini.
3.      Konselor tetap melakukan pengawasan dan perhatian kepada klien atas perkembangan apa saja yang sudah dicapai oleh klien.
 DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling & Psokoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Prayitno, Erman Amti. 1999. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta.