MAKALAH PANCASILA " SISTEM PEMERINTAHAN"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan
tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara
sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap
memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai
fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu
akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu
menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun
minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan,
ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan
demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan
sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya
sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga
kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku
reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Agar
perumusan masalah ini tidak meluas maka penulis perlu membatasi ruang lingkup
masalah Sistem Pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa
Pengertian Sistem Pemerintahan ?
2.
Bagaimana
Sistem Pemerintahan dan sejarah politik di indonesia ?
3.
Bagaimana
Periodesasi Sistem Pemerintahan Indonesia ?
4.
Apa
saja Lembaga-lembaga Negara ?
5.
Bagaimana
Hubungan antara Lembaga-lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945 ?
6.
Bagaimana
Sistem Pemilu sebagai sarana Demokrasi ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian Sistem
Pemerintahan
2.
Untuk
Mengetahui Sistem Pemerintahan dan
sejarah politik di indonesia
3.
Untuk
Mengetahui Periodesasi Sistem
Pemerintahan Indonesia
4.
Untuk
Mengetahui Lembaga-lembaga Negara
5.
Untuk
Mengetahui Hubungan antara
Lembaga-lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945
6.
Untuk
Mengetahui Sistem Pemilu sebagai sarana
Demokrasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri
dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional terhadap keseluruhan.
Dengan demikian dalam usaha ilmiah sistem adalah suatu tatanan atau susunan
yang berupa suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian atau komponenyang
berkaitan antara satu dengan lainnya secara teratur dan terencana untuk
mencapai suatu tujun. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah segala
bentuk kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh
organ-organ negara yang mempunyai otoritas atau kewenangan untuk menjalankan
kekuasaan. Pengertian pemerintahan seperti ini mencakup kegiatan atau aktifitas
penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah aktivitas atau kegiatan
yang diselenggarakan oleh fungsi eksekutif, presiden ataupun perdana menteri,
sampai dengan level birokrasi yang paling rendah tingkatannya. Dari dua
pengertian tersebut, maka dalam melakukan pembahasan mengenai pemerintahan
negara titik tolak yang dipergunakan adalah dalam konteks pemerintahan dalam
arti luas. Yaitu meliputi pembagian kekuasaan dalam negara, hubungan antar
alat-al[1]at
perlengkapan negara yang menjalankan kekuasaan tersebut.
Dengan demikian, jika pengertian
pemerintahan tersebut dikaitkan dengan pengertian sistem, maka yang dimaksud
dengan sistem pemerintahan adalah suatu tatanan atau susunan pemerintahan yang
berupa suatu struktur yang terdiri dari organ-organ pemegang kekuasaan di dalam
negara dan saling melakukan hubungan fungsional di antara organ-organ tersebut
baik secara vertikal maupun horisontal untuk mencapai suatu tujuan yang
dikehendaki. Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya
lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga
negaradalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Tujuan
pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosia
B.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Sistem
pemerintahan merupakan serangkaian cara yang digunakan suatu negara untuk
mengatur segala yang berhubungan dengan kepemerintahan dan kenegaraan. Aturan
pemerintahan yang masuk dalam sistem berkaitan dengan sekumpulan aturan dasar
tentang pola kepemerintahan, pola pengambilan kebijakan, pola pengambilan
keputusan, dan lainnya.
Semua negara memiliki sistem tertentu
untuk menjalankan roda kepemerintahan. Hal itu bertujuan agar segala sesuatunya
menjadi jelas dan terarah, suatu negara yang dibentuk tanpa sistem tertentu,
jelas tidak mungkin, karena mengatur negara dan kepemerintahan memang butuh
aturan yang mengikat antara yang satu dengan yang lainnya.[2]
1)
Sistem
Pemerintahan Indonesia Menurut Konstitusi RIS
Sistem Pemerintahan Indonesia menurut
konstitusi RIS adalah sistem Pemerintah Parlementer yang tidak murni. Pasal 118
konstitusi RIS antara lain:
a)
Presiden
tidak dapat di ganggu gugat
b)
Menteri-menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
Ketentuan pasal tersebut menunjukkan bahwa RIS mempergunakan sistem pertanggung jawaban menteri.
Ketentuan pasal tersebut menunjukkan bahwa RIS mempergunakan sistem pertanggung jawaban menteri.
2)
Sistem
Pemerintahan Indonesia menurut UUDS 1950
UUDS 1950 masih tetap mempergunakan bentuk
sistem pemerintahan seperti yang diatur dalam konstitusi RIS. Di dalam pasal 83
UUDS 1950 dinyatakan :
a)
Presiden
dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
b)
Menteri-menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama
untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
3)
Sistem
Pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum diamandemen:
1)
Kekuasaan
tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2)
DPR
sebagai pembuat UU.
3)
Presiden
sebagai penyelenggara pemerintahan.
4)
DPA
sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5)
MA
sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6)
BPK
pengaudit keuangan.
4)
Sistem
Pemerintahan setelah amandemen
1)
MPR
bukan lembaga tertinggi lagi.
2)
Komposisi
MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
3)
Presiden
dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4)
Presiden
tidak dapat membubarkan DPR.
5)
Kekuasaan
Legislatif lebih dominan.
Negara indonesia adalah negara yang berbentuk republik.
Pemerintahan republik adalah suatu pemerintahan dimana seluruh atau sebagian
rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi di dalam negara. Oleh karena itu,
kadaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang
dasar.
C.
Periodesasi Sistem Pemerintahan Indonesia
1)
Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Ø Bentuk Negara : Kesatuan
Ø Bentuk Pemerintahan : Republik
Ø Sistem Pemerintahan : Presidensial
Ø Konstitusi : UUD 1945
Ø Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Ø Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
Syafruddin
Prawiranegara (ketua PDRI) (19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan
Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan
dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak
Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14
November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan
Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan
ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di
Belanda. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 November
1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif
dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan
lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945.
Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang
semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi
dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.[3]
2)
Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Ø Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Ø Bentuk Pemerintahan : Republik
Ø Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi
Parlementer)
Ø Konstitusi : Konstitusi RIS
Ø Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Ø Presiden dan Wapres :
1.
Ir. Soekarno = presiden
RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
2.
Assaat = pemangku
sementara jabatan presiden RI (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949
dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI
dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg)
dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van
Harseveen. Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan
persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan
pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik
Indonesia Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan
Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat
dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam
Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu
jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD
1945 karena :
1)
Konstitusi RIS
menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara
bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2
Konstitusi RIS).
2)
Konstitusi RIS
menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan
demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3)
Mukadimah Konstitusi
RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi
sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD
1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no.
XX/MPRS/1996). Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan
kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan
bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber
segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
3) Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Ø Bentuk Negara : Kesatuan
Ø Bentuk Pemerintahan : Republik
Ø Sistem Pemerintahan : Parlementer
Ø Konstitusi : UUDS 1950
Ø Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Ø Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara
Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden
5 Juli 1959 . UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950
tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak
ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini
dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu
terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi
baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis,
namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dekrit
Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai
bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958
belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan
masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam
menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan
sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali
ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.
Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun
yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,
karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan
pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga
gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses
yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959 pukul
17. 00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara
resmi di Istana Merdeka. Isi dekrit presiden 5 Juli 1959.[4]
4) Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966
(Demokrasi Terpimpin)
Ø Bentuk Negara : Kesatuan
Ø Bentuk Pemerintahan : Republik
Ø Sistem Pemerintahan : Presidensial
Ø Konstitusi : UUD 1945
Ø Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Ø Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno
mengeluarkan Dekrit Presiden. Latar belakang dikeluarkannya dekrit ini adalah:
1) Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya
kabinet dan persaingan partai politik yang semakin menajam.
2) Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang dasar
3) Terjadinya gangguan keamanan berupa pemberontakan bersenjata di
daerah-daerah
Berikut
Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959:
1. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
2. Pembubaran Badan Konstitusional
3. Membentuk DPR sementara dan DPA sementara
Pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin
1. Bentuk pemerintahan Presidensial Ir. Soekamo sebagai Presiden dan Perdana
menteri dengan kabinetnya dinamakan Kabinet Kerja.
2. Pembentukkan MPR sementara dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 583 anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan
daerah dan 200 wakil-wakil golongan.
3. Pembentukkan DPR sementara berdasarkan penetapan Presiden No. 3 tahun 1959
yang diketuai oleh Prcsiden dengan 45 orang anggotanya.
4. Pembentukkan Front Nasional melalui penetapan Prcsiden No. 13 tahun 1959.
tertanggal 31 Desember 1959. Tujuan Front Nasional adalah: a. Menyelesaikan
Revolusi Nasional b. Melaksanakan pembangunan semesta nasional c. Mengembalikan
Irian Barat dalam wilayah RI. Front Nasional banyak dimanfaatkan oleh PKI dan
simpatisannya sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya.
5. Pembentukkan DPRGR Presiden Soekarno pada 5 Maret 1959 melalui penetapan
Presiden No. 3 tahun 1959 membubarkan DPR hasil Pemilu sebagai gantinya melalui
penetapan Presiden No. 4 tahun I960 Presiden membentuk DPRGR yang
keanggotaannya ditunjuk oleh Soekarno.
6. Manipol USDEK Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol) adalah isi
pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959. Atas usul DPA Manipol
dijadikan GBHN dengan Ketetapan MPRS No. 1 MPRS/I960, Menurut Presiden Soekano
intisari dari Manipol ada lima yaitu : UUD 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia. Disingkat
menjadi USADEK. Berkembang pula ajaran Presiden Soekano yang dikenal dengan
NASAKOM (Nasionalisme, Agama dan Komunis).
7. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 200 dan 201 tahun 1960 Presiden
membubarkan Partai Masyumi dan PSI dengan alasan para pemimpin partai tersebut
mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.
Keadaan Ekonomi Mengalami
Krisis, terjadi kegagalan produksi hampir di semua sektor. Pada tahun 1965
inflasi mencapai 65 %, kenaikan harga-harga antara 200-300 %. Hal ini
disebabkan oleh
1. penanganan dan penyelesaian masalah ekonomi yang tidak rasional, lebih bersifat
politis dan tidak terkontro.
2. adanya proyek merealisasikan dan kontroversi.
Pada masa demokrasi terpimpin ini, terdapat berbagai
penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
1.
Presiden mengangkat
Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri
Negara
2.
MPRS menetapkan
Soekarno sebagai presiden seumur hidup
3.
Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
5) Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998
(Orde Baru)
Ø Bentuk Negara : Kesatuan
Ø Bentuk Pemerintahan : Republik
Ø Sistem Pemerintahan : Presidensial
Ø Konstitusi : UUD 1945
Ø Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Ø Presiden dan Wapres :
1. Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
2. Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
3. Soeharto dan Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
4. Soeharto dan Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
5. Soeharto dan Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
6. Soeharto dan Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
7. Soeharto dan Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
8. Soeharto dan BJ Habiebie (10 Maret 1998– 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan
akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun
pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,
terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban
rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak
swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita. Pada masa Orde Baru, UUD 1945
juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui
sejumlah peraturan:
1)
Ketetapan MPR Nomor
I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD
1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
2)
Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR
berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat
melalui referendum.
3)
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor
IV/MPR/1983.
6) Sistem Pemerintahan Periode 1998 –
sekarang
Ø Bentuk Negara : Kesatuan
Ø Bentuk Pemerintahan : Republik
Ø Sistem Pemerintahan : Presidensial
Ø Konstitusi : UUD 1945
Ø Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang
Ø Presiden dan
Wapres :
1) B. J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
2) Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999 – 23 Juli
2001)
3) Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
4) Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2004 – 20
Oktober 2009)
5) Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (20 Oktober 2009 – 2014)
6) Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019)
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya
perubahan (amandemen) terhadapUUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD
1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR
(dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar
pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat
menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentangsemangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan
perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanannegara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara
demokrasi dannegara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhanbangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya
tidak mengubah PembukaanUUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan
(staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan
presidensial.
D.
Lembaga-Lembaga Negara
1)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR tugas wewenangnya adalah mengubah dan
menetapkan UUD 1945, disamping itu wewenang dan tugas lainnya adalah melantik
Presiden dan Wakil presiden berdasar hasil pemilu.
2)
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR adalah salah satu lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih
melalui pemilihan umum. DPR dianggap sebagai salah satu lembaga yang paling
korup di Indonesia.
3)
Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
Sebelum 2004 disebut Utusan Daerah, adalah
lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya
merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
DPD memiliki fungsi:
DPD memiliki fungsi:
a)
Pengajuan
usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan
bidang legislasi tertentu
b)
Pengawasan
atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
4)
Presiden
dan Wakil Presiden
Sebagai konsekuensi dari sistem pemerintahan
Indonesia yang menganut presidensiil , maka presiden memiliki dua kekuasaan
sekaligus yaitu sebagai kepala pemerintahan (eksekutif) dan sebagai kepala
negara.
Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
a)
Sebagai
kepala pemerintahan (UUD 1945 pasal 4 ayat 1)
b)
Mengangkat
menteri
5)
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPKadalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh
Presiden.Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan
DPRD.
6)
Mahkamah
Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh
cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Menurut Undang-Undang
Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
a)
Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
b)
Mengajukan
3 orang anggota Hakim Konstitusi
c)
Memberikan
pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi.
7)
Komisis
Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang
dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku
hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Komisi Yudisial berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Tugas
Komisi Yudisial = Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama:
a)
Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung
b)
Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung
c)
Menetapkan
calon Hakim Agung
d)
Mengajukan
calon Hakim Agung ke DPR
e)
Menjaga
dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim.
8)
Mahkamah
Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945
menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, Mahkamah
Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif,
yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan
ketentuan UUD 1945.
9)
Bank
Sentral
Bank Sentral Indonesia adalah Bank Indonesia
(BI), yang merupakan lembaga negara independent, bebas dari campur tangan
pemerintah dan pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Tujuan Bank Sentral
adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. BI memiliki wewenang :
a)
Menetapkan
sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi
b)
Melakukan
pengendalian moneter
c)
Melaksanakan
kebijakan nilai tukar
d)
Mengelola
cadangan devisa
10)
Komisi
Pemilihan Umum (KPU)
Lembaga ini berfungsi sebagai penyelenggara
pemilihan umum, bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Terdiri dari KPU pusat,
KPU provinsi, dan KPU kota. Anggota KPU pusat sebanyak 7 orang, KPU provinsi 5
orang, dan KPU kabupaten juga 5 orang. Masa jabatan KPU semua jenjang 5 tahun
terhitung sejak mengucapkan sumpah atau janji.
E.
Hubungan antara Lembaga-lembaga Negara berdasarkan UUD 1945 Dalam
kehidupan kenegaraan kita dan sesuai dengan ketentuan-ketentun dalam UUD 1945,
kita tidak menganut ajaran Trias politica dengan adanya pemisahan kekuasaan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan penjelasannya, pemegang kekuasaan itu
di Negara kita adalah sebagai berikut:[5]
Ø Kekuasaan eksekutif, dipegang oleh presiden
Ø Kekuasaan legislatif, dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR
Ø Kekuasaan yudikatif, dipegang oleh Mahkamah agung dan badan-badan
peradilan lainnya
1.
Hubungan
Antara MPR dan Presiden
Majelis
Permusyawaratan Rakyat adalah majelis yang memegang kekuasaan Negara yang
tertinggi, sedang presiden sebagai mandataris DPR yaitu penyelenggara
pemerintahan tertinggi di bawah majelis yang harus menjalankan ghaluan Negara
menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR.
2.
Hubungan
Antara MPR dan DPR
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi
tindakan-tindakan Presiden, dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden
sungguh-sungguh melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang Dasar atau Majelis Permusyawaran Rakyat, maka Majelis itu dapat
diundang untuk persidangan istimewa agar supay bisa minta pertanggungan jawab
kepada Presiden.
3.
Hubungan
Antara DPR dan Presiden
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-undang (pasal 5 ayat
1,20 dan 21) dan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (pasal
23 ayat 1)
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan,berarti juga Presiden tidak tergantung kepada dewan.
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan,berarti juga Presiden tidak tergantung kepada dewan.
4.
Hubungan
Antara DPR dengan Menteri-Menteri
Menteri
Negar tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Menteri-menteri
tidak dapat dijatuhkan dan atau diberhentikan oleh DPR, akan tetapi dikarenakan
kedududkan Presiden harus memperhatikan suara DPR,maka menteri-menteri pun
tidak terlepas dari keberatan-keberatan DPR, yang berakibat di berhentikannya
menteri oleh Presiden.
5.
Hubungan
Antara Presiden dengan Menteri-menteri
Menteri-menteri
adalah pembantu Presiden. Presiden mengangkat dan memberhentikan
Menteri-menteri,kedudukannya tergantung pada Presiden ( pasal 17 ayat 1 dan 2).
Menteri-menteri sebagai pemimpin Departemen (pasal 17 ayat 3). Para menteri
mempunyai pengaruh besar terhadap presiden dalam menuntun politik Negara yang
menyangkut departemennya.
6.
Hubungan
Antara Mahkamah Agung dengan Lembaga Negara Lainnya
Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan kehakiman
menurut susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman tersebut diatur menetapkan
hubungan antara Mahkamah Agung dengan Lembaga-lembaga lainnya (pasal 24 ayat 1
UUD 1945). Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan
serta kekuatan lainnya. Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara dalam
bidang kehakiman dari tingkat yang lebih tinggi, berwenang menyatakan tidak sah
peraturan perundangan dari tingkat yang lebih tinggi.
7.
Hubungan
Antara BPK dengan DPR
Badan
Pemeriksa Keungan (BPK) bertugas memeriksa langsung tanggung jawab tentang
keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya itu diberitahukan kepada DPR, DPD dan
DPRD (pasal 23E ayat 2) untuk mengikuti dan menilai kebijaksanaan ekonomis
finansial pemerintah yang dijalankan oleh aparatur administrasi Negara yang
dipimpin oleh pemerintah.
Jadi, BPK bertugas memeriksa pertanggungjawaban pemerintah tentang keuangan Negara dan memeriksa semua pelaksanaan APBN yang hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR< Dewan Perwakilan Daerah dan DPRD.
Jadi, BPK bertugas memeriksa pertanggungjawaban pemerintah tentang keuangan Negara dan memeriksa semua pelaksanaan APBN yang hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR< Dewan Perwakilan Daerah dan DPRD.
F.
Sistem Pemilu dan Berdasarakan Demokrasi
Pemilihan umum adalah suatu cara untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang duduk di
lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warganegara
di bidang politik. Untuk itu sudah menjadi keharusan suatu pemerintahan dengan
sistem politik demokrasi untuk melaksanakan pemilihan umum dalamwaktu-waktu
yang telah ditentukan. Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:[6]
Ø Cara langsung berarti rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya
yang akanduduk dibadanbadan perwakilan rakyat, contonya: pemuli di Indonesiauntuk
memilih anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR.
Ø Cara bertingkat berarti rakyat memilih dulu wakilnya (senat),
kemudian wakilnyaitulah yang akan memilih wakil rakyat yang akan duduk
dibadan-badanperwakilan rakyat. Dalam pemilihan umum diharapkan wakil-wakil
yang dipilih benar-benar sesuai dengan aspirasi dan keinginan dari rakyat yang
memilihnya. Oleh sebab itu dalam ilmu politik serta teoritis dikenal cara atau
sistem memilih wakil rakyat agar mewakili rakyat yang memilihnya.
Berdasarkan
kondisi tersebut di atas terdapat 3 (tiga) sistem pemilihan umum yaitu :
1.
Sistem
Distrik
Sistem distrik merupakan sistem pemilu
yang paling tua dan didasarkan kepada kesatuan goegrafis, dimana satu
kesatuan geografis mempunyai satu wakil diparlemen. Sistem distrik sering
dipakai dalam negara yang mempunyai system dwi partai, seperti Inggris
serta bekas jajahannya (India dan Malaysia) dan Amerika. Namun, sistem
distrik juga dapat dilaksanakan pada satu negara yang menganut sistem
multi partai, seperti di Malaysia. Disini sistem distrik secara alamiah
mendorong partai-partai untuk berkoalisi, mulai dari menghadapi pemilu.
Sistem distrik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut :
ü Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal
oleh penduduk distrik itu, hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.
Wakil tersebut lebih condong untuk memperjuangkan kepentingan distrik.
Wakil tersebut lebih independen terhadap partainya karena rakyat
lebihmemberikan pertimbangan untuk memilih wakil tersebut karena
faktor integritas pribadi sang wakil. Namun demikian, wakil tersebut juga
terikat dengan partainya, seperti untuk kampanye dan lain-lain.
ü Sistem ini lebih cenderung kearah koalisi partai-partai
karena kursi yang diperebutkan dalam satu daerah, distrik hanya satu.
Sehingga mendorong partai menonjolkan kerja sama dari perbedaan,
setidak-tidaknya menjelang pemilu, melalui stembus record.
ü Fragmentasi partai atau kecendrungan untuk membentuk partai
barudapat terbendung, malah dapat melakukan penyederhanaan partai secara
alamiah tanpa paksa. Di Inggris dan Amerika Serikat sistem ini
menunjang bertahannya sistem dwi partai.
ü Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan
mayoritas dalam parlemen, tidak perlu diadakan koalisi partai lain,
sehingga mendukung stabilitas nasional.
ü Sistem ini sederhana dan serta mudah untuk dilaksanakannya.
Disamping keuntungan dari sistem distrik ini, terdapat juga
beberapa kelemahannya, yaitu sebagai berikut :
ü Kurang memperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apabila
golongan tersebut terpencar dalam beberapa distrik.
ü Kurang representatif, dimana partai yang kalah dalam suatu
distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Dengan demikian,
suara tersebut tidak diperhitungkan lagi. Kalau sejumlah partai ikut dalam
setiap distrik akan banyak jumlah suara yang hilang, sehingga dianggap
kurang adil oleh partai atau golongan yang dirugikan.
ü Ada kecendrungan si wakil lebih mementingkan kepentingan
daerah pemilihannya dari pada kepentingan nasional.
ü Umumnya kurang efektif bagi suatu masyarakat heterogen.
2.
Sistem
Proporsional
Sistem perwakilan proporsional adalah
presentasi kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilihan umum, khusus di daerah
pemilihan. Jadi, jumlah kursi yang diperoleh satu golongan atau partai adalah
sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam masyarakat. Untuk
keperluan itu kini ditentukan satu pertimbangan, misalnya 1 (satu) orang wakil
: 400.000 penduduk. Sistem proporsional ini sering dikombinasikan dengan
beberapa prosedur lain, seperti sistem daftar (list system), dimana partai
mengajukan daftar calon dan si pemilih memilih satu partai dengan semua
calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang
diperebutkan.
Sistem
proporsional memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut :
·
Sistem
proporsional dianggap lebih demokratis, dalam arti lebihegalitarian, karena
asas one man one vote dilaksanakan secara penuh tanpa ada suara yang hilang.
·
Sistem
ini dianggap representatif, karena jumlah kursi partai dalamparlemen sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakatdalam pemilu.
Disamping segi-segi politif atau keuntungan tersebut, sistem
proporsional juga mempunyai kelemahan, yaitu sebagai berikut :
v Mempermudah fragmentasi (pembentukan partai baru). Jika terjadi
konflik intern partai, anggota yang kecewa cendrung membentuk partai
baru,sehingga peluang untuk bersatu kurang. Bahkan, ada kecendrungan
partai bukan diletakkan pada landasan ideologi atau asas, melainkan
kepentingan untuk memperebutkan jabatan atau kursi diparlemen.
v Sistem ini lebih memperbesar perbedaan yang ada dibandingkan
dengan kerjasama sehingga ada kecendrungan untuk memperbanyak jumlah
partai,seperti di Indonesia setelah reformasi 1998
v Sistem ini memberikan peranan atau kekkuasaan yang sangat
kuat kepada pemimpin partai, karena kepemimpinan menentukan orang-orang yang
akan dicalonkan menjadi wakil rakyat. Bahkan ada kecendrungan wakil
rakyat lebih menjaga kepentingan dewan pimpinan partainya dari pada
kepentingan rakyat. Pada zaman orde baru sistem ini dapat digunakan oleh
pimpinan partai untuk merecall anggotanya yang vokal atau tidak
sejalan dengan haluan partai diparlemen.
v Wakil yang dipilih renggang ikatannya dengan warga yang telah
memilihnya, karena saat pemilihan umum yang lebih menonjol adalah
partainya dan wilayah pemilihan sangat besar (sebesar propinsi). Peranan partai
lebih menonjol dari pada kepribadian sang wakil. Di Indonesia banyak
kritikan pada sistem ini dengan sebutan seperti memilih “kucing dalam
karung”,artinya rakyat memilih tanda gambar peserta pemilu, tetapi siapa wakil
yang dipilih kurang diketahui rakyat pemilih.
v Karena banyaknya partai bersaing sulit bagi suatu
partai untuk meraih mayoritas (50 % + 1) dalam parlemen
3.
Sistem
Gabungan
Sistem gabungan merupakan sistem yang
menggabungkan sistem distrik dengan proporsional. Sistem ini membagi
wilayah negara dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa suara pemilih tidak
hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi.
Sistem gabungan ini diterapkan diIndonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam
memilih anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II. Sistem ini disebut juga sistem
proporsional berdasarkan stelsel daftar.
Pemilihan umum (pemilu)
di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga
perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang
semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat
sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian
dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah
masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu
legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun
sekali.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara
menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling
berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara.
Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi
pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu,
terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan
menteri.
Secara sederhana lembaga negara adalah
badan-badan yang membentuk sistem dan menjalankan pemerintahan negara. Kita
tahu, dalam suatu negara modern terdapat pembuat peraturan-peraturan
(undang-undang). Dalam negara modern juga ada kepala negara yang menjalankan
pemerintahan. Tentu dalam negara modern ada pula yang mengadili ketika terjadi
berbagai macam bentuk pelanggaran negara. Nah, yang membuat peraturan-peraturan
yang menjalankan pemerintahan, dan yang mengadili pelanggaran-pelanggaran
tersebut biasanya dijalankan lembaga-lembaga negara.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara
itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem
pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip
yang berbeda.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak
kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat lah penulis harapkan terutama
dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua
dan menambah wawasan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Assosiasi Ilmu Politik Indonesia,“Jurnal Ilmu Politik”, Gramedia,
1986
C.S.T.Kansil,
S.H, dan Cristine S,T.Kansil, S.H., M.H. 2006. Sistem Pemerintahan Indonesia.
Yogyakarta ; Bumi Aksara
Mariam Budiarjo, dkk,“Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia,
2003
Muthali’in,
Achmad 2012.Bahan Ajar PLPG Pendalaman Materi Bidang Studi PKN.
Surakarta
Setiadi,
M.Elly.2005.Penddikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Syafie, Ilmu
Kencana.2011.Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
[1] Setiadi, M.Elly.2005.Penddikan
Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
[2]
C.S.T.Kansil, S.H, dan Cristine S,T.Kansil, S.H., M.H. 2006. Sistem
Pemerintahan Indonesia. Yogyakarta ; Bumi Aksara
[3] Syafie,
Ilmu Kencana.2011.Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
[5] Mariam
Budiarjo, dkk,“Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003