LOCAL KNOWLEDGE MASYARAKAT MADURA:
Sebuah Strategi Pemanfaatan
Ekologi
Tegal Di Madura
Dari
hasil jurnal antropologi pembangunan masyarakat madura sebuah strategi
pemanfaatan ekologi tegal di madura maka disimpulkan bahwa. Indonesia merupakan
negara agraris, karena mayoritas penduduk menggantungkan pada usaha di bidang
pertanian. Dalam sebuah negara agraris, seperti Indonesia, Kondisi alam
Madura yang tandus, kurangnya curah hujan, dan irigasi yang tidak mencukupi,
memaksa masyarakat Madura untuk memilih jenis-jenis tanaman yang adaptif.
Karenanya, respon masyarakat Madura yang akhirnya membentuk local knowledge
dalam memanfaatkan kurangnya ekologis pada alamnya penting untuk
dicatat. Terdapat tiga jenis
tanaman, yang secara umum, ditanam oleh orang-orang
dengan cara rotasi setiap tahunnya,
yakni jagung, padi, dan tembakau, Jagung merupakan tanaman terpenting yang
ditanam di lahan tegalan. Ia menjadi bahan makanan pokok di Madura, terutama di
Madura Timur. Karenanya, tanaman jagung merupakan jenis tanaman yang lebih
dominan ditanam oleh masyarakat Madura. Ia
biasanya ditanam sebelum menanam
padi atau secara bersamaan dengan
sistem tumpang sari.
Penanaman jagung di Madura merupakan hasil dari
serangkaian pengamatan, percobaan, dan akhirnya pemilihan masyarakat Madura
atas berbagai alternatif tanaman adaptif di ekologi tegalan. Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa
jagung memang cocok untuk ditanam di ekologi tegal, karena jenis tanaman ini
memerlukan kondisi tanah yang agak kering. Pada lahan yang tidak beririgasi,
pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung berkisar antara 21-34 derajat C, akan
tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara
23-27 derajat C.3
Local
knowledge penanaman jagung tersebut kemudian
diwariskan secara
turun-temurun. Data statistik
menunjukkan bahwa luas tanaman ini selalu mengalami peningkatan. Data statistik
kolonial pada 1920 menunjukkan bahwa total penanaman penanaman jagung seluas
371.900 ha. Pada 1940, penanaman jagung mengalami peningkatan yang sangat besar
menjadi 309.700 ha. Peningkatan jenis
tanaman tersebut juga terjadi pada tahun 2000, yakni menjadi seluas 377.800 ha.
Dengan semakin merosotnya ketahanan pangan nasional seperti ditunjukkan oleh
adanya import beras akhir-akhir ini. Tanaman penting lainnya di Madura adalah
padi. Penanaman padi di lahan tegalan hanya mungkin dilakukan pada musim hujan.
Pola
penanaman ini disebut gagaranca. Pola gagaranca ini dapat
dikerjakan melalui satu atau dua cara, yaitu: Pertama, cara panjak, yakni
benih padi terlebih dahulu ditabur di persemaian. Setelah berselang kira-kira
satu bulan, tunas padi itu dipindahkan ke lahan yang sudah diolah. Kedua,
cara tektek, yakni benih padi langsung ditebarkan di lahan yang belum
diolah. Cara kedua ini paling banyak dipraktikkan di lahan tegalan. Budi daya
kedua jenis tanaman di atas, jagung dan padi, pada dasarnya untuk mencukupi kebutuhan
mereka sendiri. Mereka menganut prinsip safetyfirst (dahulukan
selamat)36 dalam mengelola usaha tani. Pola semacam ini merupakan ciri khas
dari petani subsistensi, yakni mengelola lahan pertanian untuk penenuhan
kebutuhan keluarga. Petani menjadi bahagia dan merasa sejahtera apabila
kebutuhan keluarga bisa terpenuhi.
Percobaan
penanaman tembakau di Madura, pertama kali diadakan pada
tahun 1830. Namun residen Surabaya
segera memberitahukan kepada Gubernur Jenderal, bahwa Madura sama sekali tidak
cocok untuk penanaman tembakau. Lahan-lahannya yang rendah penuh dengan
batu-batu dan tanah yang tinggi mengandung terlalu banyak kapur. Selain itu,
lahan-lahannya sangat kekurangan air, sehingga semua budidaya tanaman yang
membutuhkan pengairan atau kelembaban, tidak akan berhasil di sana. Karena
ekspremen
dengan tanaman-tanaman lain juga
tidak berhasil, pada waktu itu Madura selamat dari tanaman paksa yang dilakukan
oleh pemerintah Kolonial. Tetapi orang-orang Madura mengenal penanaman tembakau
dengan cara lain. Banyak orang Madura dalam waktu singkat atau lama memeroleh
pekerjaan di budidaya tembakau gubernemen di Jawa.
Eksperimen
penanaman tembakau di Madura, baik oleh para migran di Jawa
maupun oleh raja Sumenep dan
pengusaha Belanda menjadi local knowledge yang kemudian
membangkitkan keberanian orang Madura untuk berusaha dan menjadikan tembakau
sebagai tanaman komersial yang terus meningkat. Perkembangan ini, tentu saja,
sangat menarik. Kemungkinan besar ia disebabkan oleh kemampuan tanaman ini beradaptasi
dengan lahan kering. Selain itu, tanaman
ini lambat laun menjadi tanaman
primadona dalam meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat.
No comments:
Post a Comment