Nama :
Prodi :
Kelas :
ARISTOTLE ONASSIS
Di
kota yang penuh hingar-bingar ia hidup. Tetapi ia berada pada keluarga miskin
yang tidak memiliki harta ataupun tahta. Kesengsaraan dunia selalu ia hadapi,
dan terkadang ia merasa hidupnya terus
terlunta-lunta. Jangankan untuk melihat emas, untuk melihat nasi pun mereka
harus memeras keringat terlebih dahulu.
Ketika
sang fajar telah menampakkan sinarnya, itu menandakan aktifitas ayah dan ibunya
dimulai, dari pintu ke pintu ayahnya mulai menjajakan dagangannya. Dan si ibu
melakukan rutinitasnya sebagai pembantu rumah tangga, disitulah nampak sapu pel
yang tak berhenti bergoyang kesana-kemari, dan dapur yang terus berkukus , yang
menandakan ibu mengerjakan segalanya. Tetesan keringat membasahi tubuh sang ibu.
Cemoohan dan hina’an terus mencakar jiwa lemahnya.
Kerasnya
hidup tak membuatnya bermalas-malasan untuk tetap sekolah. Bukan hanya satu
atau dua sekolah saja yang telah ia
jelajahi, tetapi hampir semua sekolah di Yunani ia datangi. Tingkahnya yang
selalu memancing keributan, dan ia pun seringkali menjadi biang keladi atas
kegegeran yang timbul di sekolah itu. Ketika guru menjelaskan di depan kelas,
ia sibuk sendiri dengan ulah-ulah jailnya, tak heran jika otaknya selalu
kosong. Hampir setiap hari guru-guru disekolah itu mengeluarkan amarah yang
berapi-api terhadapnya. Seketika itu ia selalu dikeluarkan dari sekolah.
Kemudian,
ketika ia beranjak dewasa dan hanya hidup bersama pamannya, ia mulai
menunjukkan kemampuannya dalam menemukan hal-hal baru yang sangat membanggakan.
Kesuksesan pun telah di depan mata, menjadi seorang filsuf terkenal di Barat
telah ia raih. Hidupnya bergelimang harta, semua orang memujanya. Berawal dari
mimpinya, dan keberuntungan hidupnya seperti bintang yang jatuh di bumi.
No comments:
Post a Comment