1

loading...

Thursday, November 8, 2018

MAKALAH INFAQ DAN SHADAQAH (PENGERTIAN, RUKUN, PERBEDAAAN DAN HIKMAH)

MAKALAH INFAQ DAN SHADAQAH (PENGERTIAN, RUKUN, PERBEDAAAN DAN HIKMAH)

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala umat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu umat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan bahwa umat Islam kini jauh dari kondisi ideal. adalah akibat belum mampu mengubah apa yang dianugerahkan Allah pada umat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama. tentu diperoroleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama , jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dana pendayagunaan infaq dan shadaqah dalam arti yang seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya dizaman-zaman Islam.
Berkenaan dengan latar belakang diatas, maka pada kesempatan ini kami akan membahas beberapa permasalahan berkenaan dengan infaq dan shadaqah yang akan kami bahas pada bab selanjutnya. 

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu infaq dan shadaqah?
2.      Apa Rukun infaq dan shadaqah?
3.      Apa perbedaan infaq dan shadaqah?
4.      Apa hikmah infaq dan shadaqah?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud infaq dan shadaqah?
2.      Untuk mengetahui rukun infaq dan shadaqah?
3.      Untuk mengetahui perbedaan infaq dan shadaqah?
4.      Untuk mengetahui hikmah infaq dan shadaqah?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Infaq dan Shadaqah
1.      Pengertian Infaq
Infaq  berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.[1]
Infaq adalah mengeluarkan harta dengan suka rela yang di lakukan seseorang. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan, setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya.[2]
Ada pula pendapat yang mengatakan, secara bahasa Infaq bermakna: keterputusan dan kelenyapan, dari sisi leksikal infaq bermakna: mengorbankan harta dan semacamnya dalam hal kebaikan. Dengan demikian, kalau kedua makna ini di gabungkan maka dapat dipahami  bahwa harta yang dikorbankan atau didermakan pada kebaikan itulah yang mengalami keterputusan atau lenyap dari kepemilikan orang yang mengorbankannya.
Menurut istilahnya, infaq berarti :

إِخْرَاجُ الْمَالِ الطَّيِّبِ فِيْ الطَّاعَاتِ وَالْمُبَاحَاتِ
“Mengeluarkan harta yang thayib (baik) dalam ketaatan atau hal-hal yang dibolehkan”.

Infaq juga di artikan pengeluaran sukarela yang di lakukan seseorang, setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya. Selanjutnya yang dimaksud dengan mengeluarkan atau membelanjakan harta. Tentunya, hal ini berbeda dari pemahaman-pemahaman masyarakat terhadap pengertian infaq. Hal ini dikarenakan pengertian infaq secara etimologi yang berasal dari kata Arab masih sangatlah umum, apakah yang dimaksud mengeluarkan atau membelanjakan harta dalam hal kepeluan diri sendiri atau untuk kepentingan umum.
a.       Membelanjakan Harta
Al-Anfal ayat 63 :
 لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِى الۡاَرۡضِ جَمِيۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوۡبِهِمۡ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ اَلَّفَ بَيۡنَهُمۡؕ                      
Artinya : Walaupun kamu membelanjakan semua yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka”.

Oleh karena itu, infaq dalam arti membelanjakan harta bukan untuk keperluan diri sendiri, akan tetapi untuk keperluan bersama.

b.      Memberi Nafkah
Kata infaq ini juga berlaku ketika seorang suami membiayai belanja keluarga atau rumah tangganya. Dan istilah baku dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan nafkah. Kata nafkah tidak lain adalah bentukan dari kata infaq. Dan hal ini juga disebutkan di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 34 :

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوۡنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعۡضَهُمۡ عَلٰى بَعۡضٍ وَّبِمَاۤ اَنۡفَقُوۡا مِنۡ اَمۡوَالِهِمۡ ؕ

Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Berdasarkan pengertian di atas, maka setiap pengorbanan (pembelanjaan) harta dan semacamnya pada kebaikan disebut al-infaq. Dalam infaq tidak di tetapkan bentuk dan waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya.  Tetapi infaq biasanya identik dengan harta atau sesuatu yang memiliki nilai barang yang di korbankan. Infaq adalah jenis kebaikan yang bersifat umum, berbeda dengan  zakat. Jika seseorang ber-infaq, maka kebaikan akan kembali pada dirinya, tetapi jika ia tidak melakukan hal itu, maka tidak akan jatuh kepada dosa, sebagaimana orang yang telah memenuhi syarat untuk berzakat, tetapi ia tidak melaksanakannya.

2.      Pengertian Shadaqah
Secara etimologi, kata shodaqoh berasal dari bahasa Arab ash- shadaqah. Pada awal pertumbuhan Islam, shodaqoh diartikan dengan pemberian yang disunahkan (sedekah sunah). Sedangkan secara terminologi shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala dari Allah Swt.[3]
Shodaqoh lebih utama apabila diberikan pada hari-hari mulia, seperti pada hari raya idul adha atau idul fitri. Juga yang paling utama apabila diberikan pada-pada tempat-tempat yang mulia, seperti di Mekkah dan Madinah.[4]
Shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan[5]. Shadaqah atau yang dalam bahasa Indonesia sering di tuliskan dengan sedekah memiliki makna yang lebih luas lagi dari zakat dan infaq.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri berkata,  Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang muslim itu apabila memberikan nafkah kepada keluarganya dan dia mengharapkan pahala darinya, maka nafkahnya itu sebagai sedekah”.[6]
Sedekah dalam bahasa Arab disebut shadaqoh berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu'(sedekah secara spontan dan sukarela).
Shadaqah juga di artikan:
مَاتُعْطَى عَلَى وَجْهِ التَّقَرُّبِ إِلَى اللهِ تَعَالَى
“Sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala”.

Shadaqah dapat dimaknai dengan satu tindakan yang dilakukan karena membenarkan adanya pahala / balasan dari Allah SWT. Sehingga shadaqah dapat kita maknai dengan segala bentuk / macam kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena membenarkan adanya pahala / balasan dari Allah SWT. Shadaqah dapat berbentuk harta seperti zakat atau infaq, tetapi dapat pula sesuatu hal yang tidak berbentuk harta. Misalnya seperti senyum, membantu kesulitan orang lain, menyingkirkan rintangan di jalan, dan berbagai macam kebaikan lainnya.
Seperti halnya infaq, dalam shadaqah tidak di tetapkan bentuknya, bisa berupa barang, harta maupun satu sikap yang baik. Jika ia berupa harta atau barang, maka shadaqah tidak di tetapkan waktunya, dan jumlahnya.
Shadaqah adalah jenis kebaikan yang sifatnya lebih luas dari zakat dan infaq, maka seringkali kita menemukan kata shadaqah ini di artikan dengan zakat atau dengan infaq. Dan shadaqah seringkali juga di gunakan untuk ungkapan kejujuran seseorang pada agama / keimanan seseorang. Ketika seseorang ber-shadaqah maka ia akan mendapatkan balasan dari apa yang ia lakukan, tetapi jika ia tidak melakukan hal ini, maka ia tidak berdosa seperti ia tidak membayar zakat hanya saja ia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pahala.
Shadaqah  ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi, misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya dsb. Dan shadaqah adalah ungkapan kejujuran (shiddiq) iman seseorang.[7]

B.     Rukun dan Syarat Infaq-Shadaqah
1.      Rukun dan Syarat Infaq
Rukun infaq ada empat, yaitu :
a.       Pemberi infaq ( muwafiq)
b.      Penerima infaq ( muwafiq Lahu )
c.       Barang yang diinfaqkan .
d.      Penyerahan ( Ijab Qabul )
Infaq dapat dianggap syah apabila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima. Jika Infaq itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka yang demikian itu belum termasuk Infaq. Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta kembali kecuali orang yang memberi itu orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya
Syarat  menurut ulama Hanabilah ada 11 :
a.       Infaq dari harta yang boleh di tasharrufkan
b.      Terpilih dan sungguh-sungguh
c.       Harta yang diperjualbelikan
d.      Tanpa adanya pengganti
e.       Orang yang sah memilikinya
f.       Sah menerimanya
g.      Walinya sebelum pemberi dipandang cukup waktu
h.      Menyempurnakan pemberian
i.        Tidak disertai syarat waktu
j.        Pemberi sudah dipandang mampu tasharruf (merdeka, dan   mukallaf)
k.      Mauhub harus berupa harta yang khusus untuk dikeluarkan.[8]
Syarat-syarat barang yang di infaqkan adalah :
a.        Barang yang di infaq itu jelas terlihat wujudnya,
b.      Barang yang di hibahkan adalah barang yang memiliki nilai atau harga.
c.       Barang yang di hibahkan itu adalah betul-betul milik orang yang memberikan hibah dan berpindah status pemiliknya dari tangan pemberi hibah ke tangan penerima hibah.

2.      Rukun dan Syarat Shadaqah
Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :
a.       Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasharrufkan ( memperedarkannya )
b.      Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi kepada.anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu
c.       Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian.
d.      Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijual.[9]
Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah berfirman dalam surat AI Baqarah ayat 264:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. AI Baqarah : 264)[10]

Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.[11]

C.     Perbedaan Infaq dan Shadaqah
Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah (boleh).
Perbedaan shadaqah dengan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pada waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.[12]



D.     Hikmah Infaq dan Shadaqah
1.      Hikmah Berinfaq
Adapun  hikmah Infaq bagi seorang muslim antara lain:
Infaq merupakan bagian dari keimanan dari seorang muslim. Orang yang enggan berinfaq adalah orang yang menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Di dalam ibadah terkandung hikmah dan manfaat besar.
Hikmah dan manfaat infaq adalah sebagai realisasi iman kepada Allah, merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan umat Islam, menolong dan membantu kaum du’afa. Kaum Du’afa Adalah sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang tertindas.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :
تَهَادُوْافَإِنَّ الْهَدِيَّةَتُذْهِبُ وَحَرَّالصَّدْرِ (رواه ابو يعلى(
Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan kedengkian” (HR. Abu Ya’la).

عَلَيْكُمْ بِالْهَدَايَافَاِنَّهَاتُورِثُ الْمَوَدَّةَوَتُذْهِبُ الضَّغَائِنَ (رواه الديلمى(
“Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan danmenghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).

Adapun dalil yang menguatkan adalah QS. Ali-Imran: 38
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
Artinya: “Zakaria berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa."

2.      Hikmah Shadaqah
a.       Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
b.      Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c.       Akan dicintai Allah SWT



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat.
Infaq ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup yang memberi. Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Adapun mengenai rukun dan syarat ialah sama seperti yang telah dibahas di atas.
Perbedaan shadaqah dengan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pada waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Apabila ada kesalahan dari segi isi maupun dalam penulisan, itu merupakan kelemahan serta kekurangan kami sebagai insan biasa.
Hikmah dan manfaat infaq adalah sebagai realisasi iman kepada Allah, merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan umat Islam, menolong dan membantu kaum du’afa. Sedangkan hikmah shadaqah antara lain : Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah, Dapat menghindarkan dari berbagai bencana dan Akan dicintai Allah SWT.

B.     Kritik dan Saran
Kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan dan penyajian makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini kedepannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.
  
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhuddin, Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq Dan Shadaqah. Jakarta: Gema Insani.
Haroen Nasrun. 2000. Fiqh Muamalah. cet ke-1. Jakarta: Radar Jaya Pratama.
Muhammad Noor, dkk., 1996. al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha Putra.
Mujieb, M. Abdul, dkk., 1994. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Sayyid Sabiq. 2012. Fiqih Sunnah. jilid 2, Bandung: Madina Adipustaka.
Syafe’i, Rachmat. 2006. Fiqh Muamalahcet.3. Bandung : Pustaka Setia.
Yunus, Mahmud. 1936. Al Fiqhul Wadhih Juz II. Padang: Maktabah As Sa’diyah Putra.



[1] Yunus, Mahmud, Al Fiqhul Wadhih Juz II, Maktabah As Sa’diyah Putra, Padang, 1936, hal 33
[2] M. Abdul Mujieb, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994). Hal 53.
[3] Haroen Nasrun, Fiqih Muamalah, (Jakarta, PT:Gaya Media pratama, 2000), Hal 88-89.
[4] Syafei Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung, CV: Pustaka Setia), 2006, Hal 125.
[5] Yunus, Mahmud, Ibid.,Hal 34
[6]  Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 2, Bandung: Madina Adipustaka, 2012, Hal. 24.
[7] Sayyid Sabiq, Ibid., hlm. 25
[8] Rachmat Syafe’i, 2006, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, cet. 3, hal. 242-246
[9] Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq Dan Shadaqah, (Jakarta: Gema Insani, 1998), Hal. 197.
[10] Muhammad Noor, dkk.,al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya (Semarang: CV. Toha Putra, 1996). Hal 33.
[11] Rachmat Syafe’i, Ibid.,
[12] Sayyid Sabiq, Ibid, Hal.570

No comments:

Post a Comment