MAKALAH AKIDAH DAN AKHLAK KONSEP BAIK DAN BURUK
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baik dan buruk adalah
persoalan yang pertama kali muncul di kalangan para filsuf Yunani. Persoalan
ini pula yang menjadi pembicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu
estetika. Sebelum membahas lebih dalam tentang baik dan buruk alangkah baiknya
untuk memahami kedua istilah tersebut yaitu baik dan buruk. Istilah baik dan buruk
merupakan dua kata yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia.
Bahkan, setiap filsuf
hampir mebicarakan persoalan ini, terutama para filsuf dari kalangan Marxisme.
Di kalangan para teolog, persoalan ini memunculkan perdebatan yang sengit
diantara aliran – aliran. Mu’tazilah, umpanya, berpendapat bahwa akal manusia
mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Ini berbeda dengan aliran Ahlus
Sunnah wa Jamaah, diantaranya Asy’ariyyah. Mereka berpendapat bahwa penentu baik
dan buruk mutlak merupakan otoritas wahyu, bukan domain akal.
Pembicaraan mengenai
baik dan buruk penting karena dua alasan. Pertama, persoalan ini menjadi
pembahasan utama ilmu akhlak sekaligus menjadi inti keberagaman seseorang.
Kedua, mengetahui pandangan Islam tentang persoalan ini di tengah maraknya
berbagai aliran yang memperbincangkan persoalan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian baik dan buruk ?
2. Apa saja aliran baik dan buruk ?
3. Bagaimana sifat baik dan buruk ?
4.
Apa saja ruang lingkup baik dan
buruk ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian baik dan
buruk.
2. Untuk mengetahui aliran baik dan buruk.
3. Untuk mengetahui sifat baik dan buruk.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup baik dan
buruk.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BAIK DAN BURUK
Pengertian
baik secara bahasa adalah terjemahan dari kata khoir dalam bahasa Arab, atau
good dalam bahasa Inggris. Louis Ma`luf dalam kitab Munjid, mengatakan bahwa
yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan[1].
Selanjutnya, yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran
atau nilai yang diharapkan dan memberikan kepuasan. Yang baik itu juga sesuatu
yang sesuai dengan keinginan.[2] Dan yang disebut baik itu adalah sesuatu yang
mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Adapula pendapat
bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, diusahakan
dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, apabila hal
tersebut menuju kesempurnaan manusia. Sedangkan kebaikan disebut nilai (value),
apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkrit.
Dari
beberapa kutipan diatas, menggambarkan bahwa yang disebut baik adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan
disukai manusia. Dengan mengetahui sesuatu yang baik, maka akan mempermudah
dalam mengetahui yang buruk. Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan
istilah syarr. Dan diartikan dengan sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai,
keji jahat, tidak bermoral dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma
masyarakat yang berlaku. Dengan demikian
yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik.
Definisi
diatas, memberikan kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif
sekali, karena tergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang
merumuskan. Dengan demikian nilai baik atau buruk menurut pengertian tersebut
bersifat relatif dan subyektif, karena bergantung kepada individu yang
menilainya.[3]
Dalam
mendefinisikan baik buruk, setiap orang pasti berbeda- beda. Sebab sumber
penentu baik dan benar, yaitu Tuhan dan manusia, wahyu dan akal, agama dan
filsafat.
B. Beberapa Aliran Baik dan Buruk
Perkembangan
pemikiran manusia selalu berubah, begitu juga patokan yang digunakan orang
untuk menentukan baik dan buruk manusia. Keadaan yang demikian ini menurut
Poedjawijatna terpengaruh oleh pandangan
filsafat tentang manusia yaitu antropologia metafisika. Beliau
menyebutkan sejumlah pandangan filsafat yang digunakan dalam menilai baik dan
buruk, yaitu hedonisme, utilitarianisme, vitalisme, sosialisme, religiosisme
dan humanisme.[4] Sedangkan Asmaran As. Menyebutkan ada empat aliran
filsafat yaitu adat kebiasan, hedonisme,
intuisi, dan evolusi[5].
Beberapa
kutipan tersebut diatas saling melengkapi dan dapat disimpulkan bahwa diantara
aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk ini
adalah aliran adat istiadat, hedonisme, intuisisme (humanisme),
utilitarianisme, vitalisme, religiousisme, dan evolusisme. Dari berbagai
kutipan tersebut diatas beberapa aliran filsafat yang mempengaruhi pemikiran
akhlak dapat dikemukakan secara ringkas berikut ini.;
1. Baik dan Buruk Menurut Aliran Adat
Istiadat (Sosialisme)
Baik
dan buruk menurut aliran ini ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku
dan dipegangi oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada
adat dipandang baik, dan orang yang menentang tidak mengikuti adat-istiadat
dipandang buruk dan mendapat hukuman secara adat. Adat istiadat selanjutnya
dipandang sebagai pendapat umum. Ahmad Amin mengatakan bahwa tiap bangsa atau
daerah mempunyai adat tertentu mengenai baik dan buruk.
Di
masyarakat akan kita jumpai adat-istiadat yang berkenaan dengan cara
berpakaian, makan, minum dan sebagainya. Orang yang mengikuti cara yang
demikian itulah yang dianggap orang baik, dan orang yang mengingkarinya adalah
orang yang buruk. Kelompok yang menilai baik dan buruk menurut adat ini dalam
pandangan filsafat di kenal dengan aliran sosialisme. Paham ini muncul dari
anggapan karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka masyarakatlah yang
menentukan nilai baik dan buruk
perbuatan manusia itu sendiri. Karena hakikat dari adat itu sendiri sebenarnya
adalah produk budaya manusia yang sifatnya nisbi dan relatif, maka nilai baik
dan buruk tersebut juga sangat relatif juga.
2. Baik & Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Aliran
ini adalah aliran filsafat yang bersumber pada pemikiran filsafat Yunani Kuno.
Terutama pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), kemudian dikembangkan oleh
Cyrenics, berikutnya dikembangkan oleh Freud.[7] Menurut paham ini, bahwa
perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan,
kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
Aliran
ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan ada
pula yang mendatangkan kepedihan atau kesengsaraan. Epicurus sebagai peletak
dasar paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan
semua manusia hidup didunia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan
dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Sedangkan akhlak adalah berbuat
untuk menghasilkan kelezatan, kemulyaan, dan kebahagiaan. Keutamaan tidak
mempunyai nilai tersendiri, melainkan nilainya terletak pada kelezatan yang
mengiringinya.
Disini,
Epicurus lebih mementingkan kelezatan akal dan rohani daripada kelezatan badan.
Yang dapat merancang dan merencanakan kelezatan itu adalah akal dan jiwa
(rohani). Oleh karena itu kelezatan akal dan jiwa lebih lama dan lebih kekal
daripada kelezatan badan. Tahap berikutnya, paham Hedonisme ada dua corak,
yaitu pertama individual, kedua, universal. Pertama, berpendapat bahwa yang
dipentingkan terlebih dahulu adalah mencari kelezatan dan kepuasan
sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri (individualistik). Kedua, memandang
bahwa perbuatan yang baik itu adalah yang mementingkan kebahagiaan untuk
kebutuhan sesama manusia atau orang banyak bahkan semua makhluk yang
berperasaan. Sejalan dengan paham ini, maka perbuatan yang dianggap baik dan
utama apabila perbuatan itu menghasilkan kebahagiaan bersama. Berlaku benar
misalnya menjadi utama karena ia menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat dan
kita dapat mempercayai orang lain, karena orang tersebut menunjukkan sikap yang
benar.
3. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme
(Humanisme)
Intuisi
adalah kekuatan batik yang dapat menetukan sesuatu baik atau buruk dengan
sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atau suara hati
adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada pada diri
manusia. Paham ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting
batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan
batin kadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa, tempat dan lingkungan.
Akan tetapi dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Misal, apabila
ia melihat suatu perbuatan, maka ia mendapat semacam ilham atau petunjuk yang
dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan
buruknya. Oleh karena itu, manusia sepakat tentang keutamaan seperti benar, dermawan,
berani. Mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang salah,
pendusta, dan pengecut.
Kekuatan
batin adalah merupakan kekuatan yang telah ada dalam diri jiwa manusia. Kita
telah diberi kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk, sebagaimana kita
diberi mata untuk melihat dan telingat untuk mendengar. Paham ini berpendapat
bahwa yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan
oleh hati nurani. Sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati
nurami dipandang buruk. Paham ini dikenal dengan paham humanisme.[8]Penentuan
baik dan buruk perbuatan melalui hatinurani yang dibimbing oleh ilham atau
intuisi ini banyak dianut dan
dikembangkan oleh para pemmikir akhlak
dari kalangan Islam.
4. Baik dan Buruk Menurut Paham
Utilitarianisme
Secara
bahasa utilis berarti berguna. Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah
yang berguna. Kalau ukuran ini berlaku bagi perorangan disebut individual, dan
jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial. Paham ini mendapatkan
perhatian dizaman sekarang. Di abad sekarang ini, kemajuan dibidang teknologi
meningkat tajam, dan kegunaanlah yang menentukan segala sesuatunya.
Kelemahannya paham ini adalah hanya melihat kegunaan dari sudut materialistik.
Misal, orang tua jumpo semakin kurang mendapatkan penghargaan, karena secara
material sudah tidak lagi kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap berguna
untuk dimintai nasihat, doa dan pengalaman masa lalu yang sangat berharga.
Paham
ini juga menjelaskan arti kegunaan tidak hanya yang berhubungan dengan materi,
melainkan melalui sifat rohani yang bisa diterima akal. Dan kegunaan bisa
diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi
orang lain. Disini Nabi juga menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang
banyak memberi manfaat kepada orang lain (HR. Bukhari)
5. Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Paham
ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap
sebagai yang baik. Paham ini lebih cenderung pada sikap binatang, dan berlaku
hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik. Paham ini pernah
dipraktekkan oleh para penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah, tertindas
dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, ia dapat mengembangkan
pola hidup feodalisme, kolonialisme dan diktator. Kekuatan dan kekuasaan
menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan aturan
yang dikeluarkan menjadi pegangan masyarakat meskipun salah.
Dalam
masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sudah banyak
dikuasai oleh masyarakat, maka paham vitalisme tidak akan mendapatkan tempat
lagi, kemudian beralih dengan sifat demokratis.
6.
Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Paham
ini berpendapat bahwa yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan. Paham ini, terhadap keyakinan teologis yaitu keimanan
kepada Tuhan sangat memegang peranan penting. Karena tidak mungkin orang
berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, apabila yang melakukan tidak beriman
kepada-Nya.
Perlu
diketahui, bahwa di dunia ini ada bermacam-macam agama yang dianut, dan masing-masing agama
menentukan baik buruk menurut ukurannya agama masing-masing. Agama Hindu,
Budha, Yahudi, Kristen dan Islam, masing-masing agama tersebut memiliki
pandangan dan tolok ukur tentang baik dan buruk antara yang satu dengan lainnya
berbeda-beda dan juga ada persamaannya.
7. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi
Paham
ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi,
yaitu berkembang dari apa adanya sampai pada kesempurnaan. Paham seperti ini
tidak hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia dan
tumbuh-tumbuhan, akan tetapi juga berlaku pada benda yang tidak dapat dilihat
dan diraba oleh indra, seperti moral dan akhlak.
Salah
seorang ahli filsafat Inggris bernama Herbert Spencer (1820-1903) berpendapat
bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur-angsur
meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai
tujuan. Perbuatan itu baik apabila dekat dengan cita-cita tersebut, dan buruk
apabila jauh daripada cita-cita tersebut. Adapun tujuan manusia dalam hidup ini
ialah untuk mencapai cita-cta tujuan atau mendekatinya.
Paham
ini, bahwa cita-cita manusia dalam hidup adalah untuk mencapai kesenangan dan
kebahagiaan. Kebahagiaan disini berkembang menurut keadaan yang mengitarinya.
Kalau perbuatan manusia sesuai dengan keadaan yang diharapkan yaitu lezat dan
bahagia, maka hidupnya akan bahagia dan senang, begitu juga sebaliknya. Paham
ini yang menjadikan ukuran perbuatan baik manusia adalah merubah diri sesuai
dengan keadaan yang berlaku. Paham ini juga sesuai dengan pendapat Darwin
(1809-1882). Dia menjelaskan bahwa perkembangan alam didasari oleh ketentuan
alam, perjuangan hidup, dan kekal bagi yang lebih pantas.
Herbert
Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat
evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana,
kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita
yabg dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita
itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini
ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedikit mungkin.
Cita-cita manusia dalam hidup ini –
menurut paham ini – adalah untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan.
Kebahagiaan di sini berkembang menurut keadaan yang mengelilinginya. Dapat
dilihat bahwa perbuatan manusia terkadang sesuai dengan keadaan yang
mengelilinginya, maka hidupnya akan senang dan bahagia. Oleh karena itu menjadi
keharusan untuk mengubah dirinya menurut keadaan yang ada di sekelilingnya,
sehingga dengan demikian sampailah ia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan yang
menjadi tujuannya.
Tampaknya bahwa Spencer menjadikan
ukuran perbuatan manusia itu ialah mengubah diri sesuai dengan keadaan yang
mengelilinginya. Suatu perbuatan dikatakan baik bila menghasilkan lezat dan
bahagia dan ini bisa terjadi bila cocok dengan keadaan di sekitarnya.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin
( 1809-1882 ) adalah seorang ahli pengetahuan yang paling banyak mengemukakan
teorinya. Dia memberikan penjelasan tentang paham ini dalam bukunya The Origin
of Species. Dikatakan bahwa perkembangan alam ini didasari oleh
ketentuan-ketentuan berikut :
1) Ketentuan alam ( selection of nature )
2) Perjuangan hidup ( struggle for life )
3) Kekal bagi yang lebih pantas ( survival
for the fit test )
Yang
dsimaksud dengan ketentuan alam adalah bahwa ala mini menyaring segala yang
maujud (ada) mana yang pantas dan bertahan akan terus hidup, dan mana yang
tidak pantas dan lemah tidak akan bertahan hidup.
Berdasarkan cirri-ciri hokum alam
yang terus berkembang ini dipergunakan untuk menentukan baik dan buruk. Namun
ikut sertanya berubah dan berkembangnya ketentuan baik buruk sesuai dengan perkembangan ala mini akan
berakibat menyesatkan, karena ada yang dikembangkan itu boleh jadi tidak sesuai
dengan morma yang berlaku secara umum dan telah diakui kebenarannya.
8. Deontologi
Menurut
aliran ini, suatu tindakan dianggap baik bukan berdasarkan tujuan atau dampak
perbuatan itu, tetapi berdasarkan tindakan itu sendiri. Dengan kata lain,
perbuatan tersebut bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan
kewajiban yang memang harus dilaksanakan, terlepas dari tujuan atau akibat dari
tindakan itu.
C. Sifat Baik dan Buruk
Sifat
baik dan buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat adalah sesuai dengan
sifat dari filsafat itu sendiri, yaitu berubah, relatif nisbi dan tidak
universal. Dengan demikian sifat baik buruk yang dihasilkan berdasarkan melalui
pemikiran filsafat tersebut menjadi relatif dan nisbi, yaitu dapat terus
berubah. Sifat baik buruk tersebut yang dikemukakan sifatnya subyektif, lokal
dan temporal. Oleh karena itu nilai baik buruk juga sifatnya relatif.
Perlu
ada ketentuan batasan baik dan buruk yang didasarkan pada nilai-nilai
universal, yaitu pandangan intuisisme. pendapat yang demikian itu tetap berguna
yaitu untuk menjabarkan ketentuan baik buruk yang terdapat dalam ajaran akhlak
yang bersumber dari ajaran Islam.
D. Ruang Lingkup Baik dan Buruk dalam Islam
Ajaran
Islam bersumber dari wahyu Allah SWT berupa al-Qur`an yang dalam penjabarannya
dicontohkan oleh Sunah Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam ajaran Islam
mendapatkan perhatian besar. Istilah baik dan buruk menurut Islam harus
didasarkan pada petunjuk al-Qur`an dan al-Hadis. Kalau kita perhatikan, istilah
baik dan buruk dapat kita jumpai dalam Qur`an maupun Hadis, seperti al-hasanah,
thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, al-birr, dan azizah.
Al-hasanah
menurut al-Raghib al-Afahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Kemudian al-hasanah
dibagi menjadi tiga bagian. Yaitu, pertama; hasanah dari segi akal, kedua,
hasanah dari segi hawa nafsu atau keinginan dan ketiga, hasanah dari segi
pancaindra, sedangkan Lawan dari al-hasanah adalah al-sayyiah . Yang termasuk
al-hasanah adalah keuntungan, kelapangan rezeki, dan kemenangan. Adapun yang
termasuk al-sayyiah seperti kesempitan, kelaparan, dan keterbelakangan.
Adapun
kata at-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikam
kelezatan kepada panca indra dan jiwa. Seperti makanan pakaian, tempat tinggal
dan sebagainya. Adapun lawannya adalah al-qabihah yang artinya buruk[13].
Berikutnya, kata al-khoir digunakan untuk menunjukkan suatu yang baik oleh
seluruh umat manusia. Seperti berakal, adil, keutamaan dan semua yang
bermanfaat bagi manusia. Lawan dari al-khoir adalah as-syarr. Seperti pada
ayat[14]QS.al-Baqarah, 2 : 158.
Adapun
kata al-mahmudah dipakai untuk sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan
sesuatu yang disukai Allah SWT. Kata mahmudah lebih cenderung pada arti yang
bersifat bathin dan spiritual. Seperti ayat.[15]QS.al-Isra`,17:79.
Berikutnya,
kata al-karimah digunakan untuk perbuatan dan akhlak terpuji yang dimunculkan
dalam realitas kehidupan sehari-hari.[16] Kata al-karimah biasa digunakan untuk
perbuatan yang terpuji dalam sekala besar. Seperti menafkahkan hartanya dijalan
Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua dan lainnya.
Selanjutnya,
adalah kata al-birr,[17] dipakai untuk menunjuk pada upaya memperluas atau
memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut bisa dipakai untuk
sifat Allah dan bisa untuk sifat manusia. Kalau kata tersebut dipakai untuk
sifat Allah, maka maksudnya bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar.
Kemudian kalau dipakai untuk manusia,
maka yang dimaksud adalah untuk ketaatan dan ketundukan seorang hamba.
Seperti pada ayat[18]QS. Al-Baqoroh, 2:177
Penjelasan
al-birr dalam hadis juga disebutkan, yaitu ada salah seorang sahabat Nabi SAW
bernama Wabishah bin Ma`bad berkunjung kepada Nabi SAW. Beliau menyapa dengan
bersabda:
Engkau
datang menanyakan tentang al-birr (kebaikan) ? ” Benar, wahai Rasul” jawab
Wabishah, “Tanyailah hatimu!” al-birr adalah sesuatu yang tenang terhadap jiwa,
dan yang tentram terhadap hati, sedangkan dosa adalah yang mengacaukan hati dan
membimbangkan dada, walaupun setelah orang memberimu fatwa.
Dalam hadis lain, Nabi menjelaskan al-birr
dengan sabdanya:
Al-birr
adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang beredar dihatimu dan kamu
tidak suka orang lain mengetahuinya. (HR. Ahmad)
Dalam
hadis tersebut kata al-birr dihubungkan dengan ketenangan jiwa dan akhlak
terpuji, ini merupakan kebalikan dari dosa.[19] Jadi al-birr artinya akhlak
yang mulia. Dari berbagai istilah kebaikan yang telah disebutkan dalam al-hadis
maupun al-Qur`an adalah menunjukkan bahwa penjelasan tentang kebaikan menurut
ajaran Islam lebih lengkap dibandingkan
dengan arti kebaikan yang disebutkan sebelumnya. Seperti firman Allah
[20]QS. Al-Bayyinah, 98:5.
Dalam
hadis juga disebutkan berikut ini,
Segala
amal perbuatan akan sah kalau diserta dengan niat, dan semua perbuatan seorang
itu dinilai sesuai dengan niatnya. (HR. Buhkari Muslim)
Perbuatan
yang dinilai baik dalam Islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk
Qur`an dan Sunnah. Seperti taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berbuat baik kepada
kedua orang tua, saling menolong dan mendoakan dalam kebaikan, menepati janji, menyayangi anak yatim, amanah, jujur,
ikhlas, ridho dan sabar merupakan perbuatan yang baik. Sedangkan perbuatan
buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan Qur`an dan Sunnah. Seperti
bersikap membangkang terhadap perintah agama, durhaka kepada ibu bapak, saling
bertengkar, dendam, mengingkari janji, curang, khianat, riya, sombong, putus
asa dan lain sebagainya[21].Namun demikian al-Quran dan al-Sunnah bukanlah
sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup. Kedua sumber tadi bersikap terbuka
untuk menghargai bahkan menampung pendapat akal pikiran, adat istiadat dan
sebagainya yang dibuat oleh manusia dengan catatan semua itu tetap sejalan
dengan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Ketentuan baik dan buruk yang
didasarkan pada logika dan filsafat dengan berbagai aliran sebagaimana
disebutkan diatas, dan tertampung dalam istilah etika atau ketentuan baik dan buruk
yang didasarkan pada istilah adat istiadat tetap dihargai dan diakui
keberadaannya. Ketentuan baik buruk yang terdapat dalam etika dan moral dapat
digunakan sebagai sarana atau alat untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk
yang ada dalam al-Qur’an.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Baik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat,
menyenangkan dan disukai manusia. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu
adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik. Aliran-aliran filsafat
yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk ini adalah aliran adat
istiadat, hedonisme, intuisisme (humanisme), utilitarianisme, vitalisme,
religiousisme, dan evolusisme.
Baik
atau buruk itu relatif sekali, karena tergantung pada pandangan dan penilaian
masing-masing yang merumuskan. Dengan demikian nilai baik atau buruk menurut
pengertian tersebut bersifat relatif dan subyektif, karena bergantung kepada
individu yang menilainya.
Ajaran
Islam bersumber dari wahyu Allah SWT berupa al-Qur`an yang dalam penjabarannya
dicontohkan oleh Sunah Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam ajaran Islam
mendapatkan perhatian besar. Istilah baik dan buruk menurut Islam harus
didasarkan pada petunjuk al-Qur`an dan al-Hadis. Kalau kita perhatikan, istilah
baik dan buruk dapat kita jumpai dalam Qur`an maupun Hadis, seperti al-hasanah,
thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, al-birr, dan azizah.
B. SARAN
Dalam
menjalani kehidupan sekarang ini pembaca disarankan dalam menentukan baik
buruknya segala sesuatu berpegang pada Al – qur’an dan As- sunnah karena Al –
Quran sebagai pedoman hidup yang berlaku sepanjang masa dan As- Sunnah sebagai
penjelas dan penguat Al Qur’an.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Rosihon. Akhlak Tasawuf.Bandung : Pustaka Setia.2010
Hidayat,
Nur.Bahan Ajar Akhlak Tasawuf.Yogkarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Uin
Sunan Kalijaga.2012
Nur
Hidayat.2011.http://arrifaiahmad.blogspot.com/2018/10/hand-out-akhlaq-tasawuf-oleh-nur.html.
Diakses pada tanggal 1 November 2013.
Abdurrahman.2011.http://abdurrahmanteh.blogspot.com/2018/10/baik-dan-buruk-menurut-perspektif.html.
Diakses pada tanggal 14 oktober 2018.
Rifki
Isma Risma.2013.http://rifkiismarismailblog.wordpress.com/2018/10/14/mengurai-landasan-pengetahuan-filsafat-ontologi/.
No comments:
Post a Comment