Nama :
Nim :
Kelas :
Fak/Prodi :
M.K :
RESUME KELOMPOK PEMBELAJARAN SKI DI SEKOLAH
“Karakteristik
Pembelajaran Usia Tingkat MI dan Implikasinya dalam Pembelajaran SKI”
A. Pengertian Karakteristik Siswa
Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah “bawaan,
hati, jiwa, kpribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas, sifat, tabiat,
tempramen, watak”. Dengan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
karakteristik siswa adalah seluruh kondisi atau keadaan watak yang nyata dan
timbul dalam suatu tindakan siswa dalam kehidupannya setiap saat dalam
kehidupan sehari-hari. Sehinga dengan demikian karena watak dan perbuatan
manusia tidak akan lepas dari kodrat dan dsifat, serta bentuknya yang
berbeda-beda antara seorang dengan lainnya, maka tidak heran jika bentuk dan
karakter siswa juga berbeda-beda.
B. Pengertian
Madrasah Ibtidaiyah(MI)
Madrasah
ibtidaiyah merupakan lembaga pendidkan setingkat dengan sekolah dasar (SD). Di
madrasah ibtidaiyah santri yang memasuki pendidikan formal harus memenuhi
persyaratan untuk persyaratan. Persyaratan dari sisi hukum adalah berusia 6
tahun. Persyaratan secara psikologi adalah kematangan untuk memasuki
pendidikan. Artinya santri yang akan memasuki pendidikan dasar haruslah matang
pada tahap perkembangan santri-santri.
C. Karakteristik
Siswa Usia Madrasah Ibtidaiyah/MI
1.
Karakteristik siswa usia madrasah ibtidaiyah secara umum
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun
pengetahuan dan pemahamannya mengenai realitas. Rata-rata umumnya perkembangan
kognisi anak usia MI berkisar antara 6-13 tahun mulai dari kelas satu sampai
kelas enam. Masa ini diidentifikasi oleh piaget sebagai period ke-3 dari empat
periode schemata kognisi. Keempat priode tersebut adalah:
a.
Periode sensorimotor (usia 0-2 tahun)
b.
Periode praoperasional (usia 2-7 tahun)
c.
Periode operasional konkrit (usia 7-11 tahun)
d.
Periode operasional formal (usia 11 tahun smpai dewasa)
Periode inilah
yang dekat dan identik dengan usia MI. Pada usia ini siswa mampu menggunakan
logika yang memadai. Kemampuan logika yang mereka kuasai berupa pemikiran
operasional konkrit, yang meliputi:
1. Pengurutan
2. Klasifikasi
3. Decentering
(pelebaran perspektif)
4. Reversibility
(mengembalikan bentuk semula)
5. Konservasi[1]
Masa sekolah tingkat SD/MI bisa dibagi menjadi dua fase, yaitu:
1)
Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah sekitar
enam tahun sampai dengan usia sekitar delapan tahun. Karakteristiknya yaitu:
a.
Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan-peraturan
permainan yang tradisional.
b.
Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan
prestasi sekolah.
c.
Ada kecenderungan memuji diri sendiri dan masih ada sifat
egosentris.
d.
Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain untuk untuk
meremehkan anak lain.
e.
Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu
dianggapnya tidak penting.
f.
Pada masa ini anak menghendaki nilai dan angka rapor yang baik
tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
g.
Kemampuan mengingat dan berbahasa berkembang sangat cepat dan
mengagumkan.
h.
Hal-hal yang bersifat konkrit lebih mudah dipahami daripada yang
abstrak.
i.
Kehidupan adalah bermain.
2)
Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu kira-kira sembilan
sampai kira-kira usia dua belas. Karekteristiknya yaitu:
a.
Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
b.
Amat realistic, ingin tahu dan ingin belajar.
c.
Ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus.
d.
Anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk
menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya.
e.
Pada masa ini anak memandang nilai, terutama angka rapor sebagai
ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya.
f.
Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya.
g.
Peran manusia idola sangat
penting.
2.
Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik yang lain
a.
Senang bermain.
Karakteristik ini
menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan
permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model
pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya.
b. Senang bergerak.
Orang dewasa dapat
duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama
sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi
untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
c. Anak senang bekerja
dalam kelompok.
Dari pergaulannya
dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses
sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia
kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar
menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat
(sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar
dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Guru dapat meminta siswa
untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau
menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
d. Senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori
perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Berdasar
pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis
kelamin, moral, dan sebagainya. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang
arah mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian
menunjuk langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah
akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
D. Implikasi Karakteristik Siswa Usia MI Dalam Pembelajaran SKI
Karakteristik peserta didik tingkat Madrasah Ibtidaiyah yang
dilihat dari berbagai teori berimplikasi pada proses pembelajaran secara
menyeluruh. Hal ini dikarenakan oleh
gagasan bahwa peserta didik tidak hanya dianggap belajar dari dorongan
internal dan kognitifnya saja tapi juga dari faktor ekternal sosial yang
ada di sekelilingnya.
1.
Implikasi Terhadap Perubahan Paradigma Pembelajaran
Mengingat bahwa peserta didik adalah subyek pembelajar utama dalam
kelas, maka perlu juga dilakukan perubahan paradigma pembelajaran dari teachercentered
menjadi learner centered.
Implikasi pada perubahan paradigma ini tidak menafikan fungsi dan peran
guru dalam proses pembelajaran. Bahkan peran guru bisa bertambah besar tanpa
mengurangi aktivitas peserta didik di kelas. Cara seperti ini yang dinamakan
win-win solution (keduanya menang). Artinya, guru bisa menjadi model bagi
siswa-siswanya untuk mengembangkan potensinya. Melalui pembelajaran sosial
seseorang dapat belajar melalui pengamatan (observation learning) terhadap
suatu model.
Dengan paradigma learner centered, guru lebih banyak
memperlihatkan keadaan dan kebutuhan peserta didik dari pada untuk memikirkan
materi yang diajarkan. Berikut ini adalah implikasi-implikasi lainnya:
a)
Orientasi pembelajaran SKI bukan sekedar pada hasilnya.
Pembelajaran SKI lebih dipusatkan pada proses berfikir atau proses mental. Di
samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak
sehingga sampai pada jawaban itu.
b)
Pembimbingan peserta didik dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan dapat dilaksanakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk menampilkan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk menampilkan perannya dalam berinisiatif sendiri dan
keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
c)
Pemakluman akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan diperlukan dalam pembelajaran SKI.
d)
Implikasi teori Vigotsky terhadap pembimbingan peserta
didik dalam belajar SKI adalah bahwa tugas guru adalah menyediakan dan mengatur
lingkungan belajar bagi siswa dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan,
serta memberikan dukungan yang dinamis, sedemikian sehingga setiap siswa
berkembang secara maksimal dalam zona perkembangan proksimal masing-masing.
e)
Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik
tidak diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang
dimilikinya.
f)
Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannnya.
g)
Untuk memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus
bekerja sama dengan peserta didik yang lain.
h)
Guru harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur
pengetahuanna berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya.
2.
Implikasi Terhadap Pemilihan Model Pembelajaran
Model pembelajaran juga dipahami sebagai bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.
Dalam model pembelajran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Joyce dan Weil mengklasifikasi
model-model pembelajaran menjadi empat kelompok. Pembagian ini didasarkan pada cara
dan karakter belajar dan proses
pengembangan pribadi manusia. Keempat model pembelajaran adalah Model
Pemrosesan Informasi, Model Pengembangan Pribadi, Model Interaksi Sosial, dan
Model Tingkah Laku. Quantum Learning juga ditambahkan sebagai model pembelajaran
yang menggunakan basis pengembangan otak peserta didik.[2]
E. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Karakteristik Belajar Usia MI
1.
Faktor Internal
Factor internal ini dipengaruhi oleh unsur kognitif dan fisiologis otak.
Asfek kognitif merupakan sisi internal yang bertanggungjawab atas proses
pembelajaran. Dengan kemampuan kognitif ini anak dipandang sebagai individu
yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang duniaFaktor internal lain dari dalam diri siswa digambarkan oleh Teori Quantum
Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia
melakukan penelitian yang disebutnya suggestology. Prinsipnya adalah
bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar. Teori yang
akhirnya dikembangkan oleh DePorter ini menunjukkan bahwa siswa punya modal
tinggi untuk mempelajari banyak hal dengan mengandalkan apa yang ada di antara
telinga kanan dan kiri, yaitu otak. Teori ini juga mengidentifikasi
kecenderungan belajar siswa yang berbeda-beda. Perbedaan kecenderungan gaya
belajar itu antara lain:
a.
Kinestetik/somatik : Belajar dengan bergerak dan berbuat
b.
Auditori : Belajar dengan berbicara dan mendengar
c.
Visual : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan
d.
VAK : Gabungan dari ketiga gaya belajar di atas.
2.
Faktor Eksternal
Factor external ini bisa berupa stimuli dari luar dirinya. “Menurut
Bandura, anak usia tingkat MI cenderung belajar dengan cara modeling, yaitu
mencontoh perilaku orang lain. Melalui interaksi social anak dapat belajar
melalui pengamatan (observation learning).”Maka teori ini dikenal dengan nama
Operant Conditioning. Ada empat elemen penting yang menurut Bandura perlu diperhatikan dalam
pembelajaran melalui pengamatan yaitu:
a.
Atensi
b.
Retensi
c.
Reproduksi
d.
Motivasi
KELOMPOK 2
“Kajian
Kurikulum SKI”
A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Untuk Satuan
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah
Kata kurikulum berasal dari satu kata bahasa latin yang berarti “jalur
pacu” dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu (ibarat
jalan) bagi kebanyakan orang (Zais, 1976:6). Lebih lanjut Zais mengumakakan
berbagai pengertian kurikulum, yakni:
1)
kurikulum sebagai program pelajaran
2)
kurikulum sebagai isi pelajaran
3)
kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan
4)
kurikulum sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab
sekolah
- Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan untuk Madrasah Ibtidaiyah
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengetahuan
mengenal tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai
pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Sejak tahun 2006 sampai sekarang, sistem penyelenggaraan pendidika
nasional Indonesia menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum ini merupakan pengembangan dari kurikum sebelumnya yaitu Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan seperti ini sangat dibutuhkan untuk
mendapatkan perubahan dan penyempurnan kurikulum yang lebih baik dari perode ke
periode.
a.
Kebijakan pengembangan kurikulum di
Indonesia
Kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia
tercantum dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI), Peraturan menteri pendidikan nasional no. 23 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan peraturan meteri pendidikan
nasional No. 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL. Semua perturan
tersebut menjadi acuan atau pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan nasional
baik dilihat dari jenjang maupun jenisnya.[4]
b.
Standar nasional pendidikan
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c.
Standar isi
1) Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2) Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan kalender pendidikan/ akademik.
d.
Pelaksanaan SI dan SKL
Sudah dibahas pada awal, yaitu hal yang menjadi dasar
dalam melaksanakan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah
permendiknas no. 24 tahun 2006[5]
- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
a. Pengertian KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri atas tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
b. Prinsip-prinsip pengembangan KTSP
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah, berikut beberapa prinsip pengembangan
KTSP:
1)
pusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan
dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2)
Beragam dan terpadu.
3)
Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
4)
Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5)
Menyeluruh dan berkesinambungan.
6)
Belajar sepanjang hayat.
7)
Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah.
c. Komponen KTSP
1) Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dirumuskan
dan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut :
a)
Tujuan pendidikan tingkat dasar
b) Tujuan pendidikan menengah
c) Tujuan pendidikan menengah kejuruan[6]
B. Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD) Sejarah Kebudayaan
Islam Madrasah Ibtidaiyah
Sebelum merencanakan pembelajaran di kelas, seorang guru harus mengetahui
dan memahami acuan uang dipakai untuk perencanaan pembelajaran yaitu Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI). Setandar Kompetensi Lulusan
(SKL) yang diharapkann pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di tingkat
Madrasah Ibtidaiyah (MI) menekankan pada kemampuan mengambil ibrah/pelajaran
dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meladani Tokoh-tokoh berpretasi
dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan
lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. [7]
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Mata Pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Mengenal, mengidentifikasi, meneladani dan mengambil
ibrah/pelajaran dari sejarah Arab pra-Islam, Sejarah Rasulullah SAW,
Khulafaurrasyidin, serata perjuangan tokoh-tokoh agama Islam di daerah
masing-masing.
2. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
Standar Kompetensi (SK) adalah kecakapan untuk hidup
dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik
melalui pengalaman belajar, sedangkan Kompetensi Dasar (KD) adalah pertanyaan
minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah siswa
menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata pelajaran tertentu.
Dengan demikian, yang dimaksud Standar Kompetensi
Sejarah Kebudayaan Islam adalah keterampilan hidup yang diperoleh siswa melalui
pengalaman belajar SKI. Sedangkan untuk Kompetensi Dasar Sejarah Kebudayaan
Islam secara umum dipahami bahwa kemampuan siswa berupa bentuk gagasan atau
sikap yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu.
KELOMPOK 3
“Pengembangan
Silabus Mata Pelajaran SKI Madrasah Ibtidaiyah (MI)
A. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan
atau kelompok mata pelajaran tema tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar materi, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembeljaran,
indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian.[8]
B. Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus
Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang harus dipegang
oleh guru ketika melakukan pengembangan silabus:
1.
Ilmiah
2.
Relevan
3.
Sistematis
4.
Konsisten
5.
Memadai
6.
Aktual dan
konstektual
7.
Flexibel
8.
Menyeluruh
C. Unit Waktu Silabus
1.
Silabus mata
pelajaran disusun berdasarkan seluruh lokasi waktu yang disediakan untuk mata
pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan.
2.
Penyusunan
silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan persemester, per-ahun, dan
alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3.
Implementasi
pembelajaran per-semester, menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang
tersedia pada struktur kurikulum.[9]
D. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru
secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah,
kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada ata Pusat Kegiatan Guru
(PKG) dan Dinas Pendidikan.
1.
Disusun
secara mandiri oleh guru apabila guru bersangkutan mampu mengenali
karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya.
2.
Apabila guru
mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus
secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok
guru mata pelajaran untuk engembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah
tersebut.
3.
Di SD/MI
semua guru kelas dari kelas I sampai dengan VI, menyusun silabus secara
bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara
bersama oleh guru yang terkait.
4.
Sekolah yang
belum mampu mengembangkan sillabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan
sekolah-sekolah melalui forum MGMP?PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus
yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lngkup MGMP/PKG setempat.
5.
Dinas
Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk
sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya
masing-masing.[10]
E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1.
Mengisi
kolom identifikasi
Menuliskan nama sekolah, mata
pelajaran, kelas/semester, Standar kompetensi. Kompetensi dasar, dan alokasi
waktu.
2.
Mengkaji
Standar Kompotensi dan Kompetensi Dasar.
Mengkaji standar kompetensi dan
kompotensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar isi, dengan
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a.
Urutan
standar hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi tidak
harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi
dasar dalam mata pelajaran.
c.
Keterkaitan
antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
3.
Mengidentifikasi
Materi Pokok/ Pembelajaran
a.
Potensi
peserta didik
b.
Relevansi
dengan karakteristik daerah
c.
Tingkat
perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.
d.
Kebermanfaatan
bagi peserta didik.
e.
Struktur
keilmuan
f.
Aktualisasi,
kedalaman, dn keluasan mata pembelajaran.
g.
Relevansi
dengan kebutuhan peserta didik oleh tuntutan lingkungan
h.
Alokasi
4.
Mengembangkan
Kegiatan Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Kegiatan
pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
b.
Kegiatan
pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik
secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
c.
Penentuan
urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi
pembelajaran
d.
Rumusan
pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri
yang mencerminkan pengolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan
materi.\
5.
Merumuskan
Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik
peserta didik, mata pelajaran , satuan pendidikan, potensi daerah dan
dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan atau dapat diobservasi
indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
6.
Penentuan
Jenis Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah
sebagai berikut:
a.
Penilaian
diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi
b.
Penilaian
menggunakan kriteria
c.
Sistem yang
direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan
d.
Hasil
penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut
e.
Sistem
penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh daam proses
pembelajaran. Misalnya, pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus
diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya tekhnik wawancara,
maupun produk/hasil melakukan observasi lapanganyang berupa informasi yang
dibutuhkan.
7.
Menentukan
Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setup kompetensi dasar
didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per
minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman,
tingkat kesulitan dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
8.
Menentukan
Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek, dan atu bahan
yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang berupa media cetak dan
elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan
sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator.[11]
F. Komponen dan Format Silabus
Komponen
silabus terdiri atas :
1.
Identifikasi
2.
Standar
Kompetensi
3.
Kompetensi
Dasar
4.
Materi Pokok
5.
Pengalaman
belajar
6.
Indikator
7.
Penilaian
8.
Alokasi
waktu
[1] Hanafi, Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2013). h,34-36.
[2]Hanafi, Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2013). h, 46-48.
[3]
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan
Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015). h. 264
[4]
Hanafi, Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2013). h. 66
[5] Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Komptensi,
(Jakarta: Kencana, 2003). h. 94
[6] Madrsah, D.P, Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Ibtidaiyah. (Jakarta:
Departemen Agama, 2007). h. 87
[7]
Hanafi, Pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama RI,
2013). h. 84
No comments:
Post a Comment