HUKUM ARBITRASE SYARIAH
“ Prosedur Beracara Arbitrase”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbeda dengan
sidang perdata di tingkat pengadilan negeri, dalam proses arbitrase didahului
dengan pengajuan permohonan arbitrase disertai dengan permohonan penunjukkan
arbitrer yang akan dipilih oleh pemohon untuk menangani sengketa di arbitrase
hingga bukti-bukti yang akan diajukan oleh pemohon untuk mendukung permohonannya
(statement of claim). Arbitrase
sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat menjatuhkan
putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang
menyelesaikan sengketa di arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke
pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan arbitrase. Walaupun hanya berupa quasi judicial,
lembaga arbitrase akan lebih efektif dipilih untuk menyelesaikan sengketa
bisnis, sepanjang dilakukan secara sukarela dan dengan itikad baik. Karena secara
prinsip, para pihak memilih arbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu
alasannya karena sifat tertutup arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan kasus
mereka.
B. TUJUAN PENULISAN
A.
Bagimanakah
hukum acara arbitrase?
B.
Bagaimanakah
prosedur beracara arbitrase menurut uu No 30 tahun 1999?
C.
Seperti apakah Prosedur
beracara arbitrase di BANI
?
D.
Bagaimanakah Prosedur beracara arbitrase melalui BASYARNAS ?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui hukum acara arbitrase
2.
Untuk
mengetahui beracara arbitrase menurut uu No 30 tahun 1999
3.
Untuk
mengetahui Prosedur beracara arbitrase di BANI
4.
Untuk mengetahui Prosedur
beracara arbitrase melalui BASYARNAS
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hukum Acara Arbitrase
Arbitrase merupakan
salah satu alternative penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan diberlakukannya RV (Reglement op
de Burgerlijke Rechtvordering) tahun 1847. Semula arbitrase diatur dalam
pasal 615 – 651 RV, namun setelah dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ketentuan tersebut sudah tidak
diberlakukan lagi. Arbitrase mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Merupakan cara penyelesaian sengketa secara prifat atau di luar pengadilan
2. Atas dasar perjanjian tertulis dari para pihak
3. Untuk mengantisipasi sengketa yang mungkin akan terjadi atau telah terjadi
4. Dengan melibatkan pihak ketiga (arbiter) yang berwenang mengambil sengketa
5. Sifat putusannya adalah final dan mengikat.
B. Prosedur Beracara Arbitrase
Pada dasarnya proses
pemeriksaan perkara dalam arbitrase tidak jauh berbeda dengan proses
pemeriksaan perkara perdata. Hukum acara yang berlaku dalam pemeriksaan
arbitrase diatur dalam pasal 27 sampai 51 UU No. 30 Tahun 1999. Para pihak
diberi kebebasan untuk menentukan sendiri acara dan proses pemeriksaan perkara
yang mereka kehendaki. Kehendak tersebut harus disebutkan secara tegas dan
tertulis serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang – Undang.
Terdapat beberapa hal penting yang diatur dalam Undang – Undang dalam proses
pemeriksaan perkara, diantaranya :
a. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup
b. Menggunakan bahasa Indonesia
c. Mendengar para pihak
d. Bebas menentukan
arbiter dan ketentuan beracara
e. Pemeriksaan harus secara tertulis
f. Pemeriksaan harus
selesai paling lama 180 hari.
Secara lebih rinci,
prosedur beracara arbitrase terbagi tiga yaitu:
1.
Prosedur Beracara Arbitrase Menurut UU No. 30 Tahun 1999 :
a.
Persetujuan arbitrase
harus dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani para pihak yang bersengketa.
b.
Jumlah arbiter harus
ganjil.
c.
Pengajuan permohonan
arbitrase harus secara tertulis dengan cara menyampaikan surat tuntutan kepada
arbiter yang memut sekurang – krangnya nama lengkap an tempat tinggal, uraian
singkat tentang duduk perkara, da nisi tuntutan yang jelas.
d.
Salinan surat tuntutan
tersebut disampaikan kepada termohon dengan disertai perintah bahwa termohon
harus menanggapi dan memberikan jawaban secara tertulis dalam waktu paling lama
14 hari sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut. Bersamaan dengan itu,
arbiter memerintahkan para pihak untuk hadir di muka sidang paling lama 14 hari
sejak dikeluarkannya perintah.
e.
Penyelesaian sengketa
melalui arbitrase dapat juga melalui lembaga arbitrase nasional atau
internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.
f.
Pemeriksaan arbitrase
harus dilakukan secara tertulis terkecuali disetujui oleh para pihak. Semua
pemeriksaan dilakukan secara tertutup.
g.
Dalam sidang pertama,
arbiter terlebih dahulu mengusahakan damai kepada para pihak. Bila berhasil,
maka arbiter membuat akta perdamaian dan memerintahkan untuk memenuhi
perdamaian tersebut. Bila tidak berhasil, maka pemeriksaan sengketa
dilanjutkan.
h.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu 180 hari sejak
majelis arbitrase dibentuk dan dapat diperpanjang dengan persetujuan para pihak.
i.
Atas perintah arbiter
atau permintaan para pihak dapat diminta keterangan dari para saksi atau saksi
ahli.
j.
Putusan arbiter diambil
berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan. Putusan
tersebut harus diucapkan paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup.
k.
Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.
l.
Selanjutnya putusan
tersebut didaftarkan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dengan
diberikan catatan dan tanda tangan dibagian akhir oleh Panitia PN dan arbiter
yang menyerahkan.
2.
Prosedur beracara arbitrase di BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) Prosedur beracara di
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang diatur dalam Anggaran
Dasar dan Peraturan Prosedur Arbitrase adalah sebagai berikut :
a. Permohonan arbitrase
Sebelum memulai
arbitrase, terlebih dahulu diajukan surat permohonan arbitrase yang didaftarkan
dalam register BANI. Surat itu harus memuat :
a. nama lengkap dan tempat tinggal kedua belah pihak
b. uraian singkat tentang duduk perkaranya
c. apa yang dituntut
Selain itu, pada surat
tersebut harus dilampirkan salinan naskah atau akta perjanjian yang secara
khusus menyerahkan pemutusan yang memuat klausul arbitrase. Apabila surat
permohonan tersebut diajukan oleh kuasa dari para pihak, maka surat kuasa
khusus untuk mengajukan permohonan tersebut harus dilampirkan. Pemohon dapat
menunjuk seorang arbiter atau menyerahkan kepada Ketua BANI.
b.
Tempat Arbitrase
Secara umum, apabila
para pihak tidak menentukan tempat berlangsungnya sidang, maka hal itu akan
ditentukan oleh aturan arbitrase yang dipilih oleh para pihak.
c.
Hukum dan bahasa
pengantar
Para pihak dapat
menyepakati hukum apa yang akan dipakai sebagai ketentuan dalam memutus
sengketa serta bahasa apa yang akan digunakan sebagai bahan komunikasi antara
para pihak.
d.
Pemilihan arbiter
Pada asasnya, cara
pengangkatan arbiter ditentukan oleh para pihak sendiri. Namun apabila para
pihak tidak menentukan arbiter, maka Ketua BANI akan menunjuk arbiter untuk
menangani sengketa tersebut. Penunjukan arbiter tersebut harus dilakukan secara
tertulis.
e.
Kewenangan arbitrase
Apabila para pihak
telah sepakat dalam perjanjian untuk menyelesaikan sengketa di arbitrase, maka
sengketa tersebut harus diselesaikan di forum arbitrase. PN wajib menolak
perkara dan tidak campur tangan dalam perkara yang dalam perjanjiannya sudah
menyatakan arbitrase sebagai forum penyelesaian persengketaan.
f.
Putusan arbitrase
Arbiter mengambil keputusan
berdasarkan ketentuan hukum, keadilan dan kepatutan yang disepakati oleh para
pihak. Suatu putusan arbitrase harus ditetapkan jangka waktu pelaksanaannya
serta tidak boleh dipublikasikan. Putusan arbitrase bersifat final dan
mengikat.
g. Biaya arbitrase
Arbiter memiliki hak dan kebijaksanaan penetapan jumlah biaya untuk
penyelesaian sengketa. Biaya tersebut meliputi honorarium arbiter, biaya
perjalanan dan lainnya yang dikeluarkan oleh arbiter, biaya saksi atau saksi
ahli dan biaya administrasi. Biaya tersebut dibebankan kepada pihak yang kalah.
Namun apabila permohonan hanya dikabulkan sebagian, maka biaya dibebankan
kepada para pihak secara seimbang.
3.
Prosedur beracara arbitrase melalui BASYARNAS
Selain BANI, BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) juga mempunyai
tata cara pemeriksaan yang hampir sama dengan UU No. 30 Tahun 1999, yaitu :
a. Mulai dengan didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase
oleh sekretaris dalam register BASYARNAS yang harus memuat nama lengkap dan
tempat tinggal para pihak, uraian singkat duduk perkara dan apa yang dituntut
(petitum). Dalam surat permohonan tersebut harus dilampirkan salinan dari
naskah kesepakatan yang secara khusus menyerahkan pemutusan sengketa kepada
BASYARNAS.
b. Apabila perjanjian yang menyerahkan pemutusan kepada BASYARNAS dianggap
telah mencukupi, maka Ketua BASYARNAS akan segera menetapkan arbiter yang akan
memeriksa perkara tersebut.
c. Arbiter tersebut memerintahkan untuk mengirim salinan permohonan kepada
termohon serta perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dengan memberikan
jawaban selambat – lambatnya dalam waktu 30 hari. Setelah itu, arbiter
memerintahkan mengirim salinan jawaban kepada pemohon serta memerintahkan para
pihak untuk menghadap di muka sidang pada tanggal yang ditetapkan dalam kurun
waktu 14 hari setelah dikeluarkannya perintah itu.
d. Pada prinsipnya, pemeriksaan arbitrase dilakukan secara langsung dan
tertulis, namun atas kesepakatan para pihak pemeriksaan dapat dilakukan secara
lisan. Tahap pemeriksaan terdiri atas tanya jawab (replik – duplik),
pembuktian dan tahap putusan. Baik tuntutan konvensi, rekonvensi maupun
additional claim akan diperiksa dan diputus oleh arbiter bersama – sama dan
sekaligus dalam satu putusan.
e. Arbiter terlebih dahulu mengusahakan perdamaian diantara para pihak. Bila
usaha tersebut berhasil, maka arbiter membuat akta perdamaian dan memerintahkan
kepada para pihak untuk menaatinya. Namun apabila usaha tersebut gagal, maka
pemeriksaan sengketa dilanjutkan.
f. Seluruh proses pemeriksaan sampai dengan diucapkannya putusan dilaksanakan
dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak perintah pertama kepada para pihak
untuk menghadiri sidang pertama.
g. Bila pemeriksaan telah dianggap cukup, arbiter menutup pemeriksaan dan
menetapkan hari untuk mengucapkan putusan. Putusan diucapkan dihadapan para
pihak. Bila para pihak telah dipanggil secara patut namun ada pihak yang tidak
hadir maka putusan tetap diucapkan.
h. Dalam putusan tersebut harus memuat alasan – alasan serta diputus
berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aquo et bono). Setiap putusan
harus dimulai dengan “Bismillahirrahmanirrahim” dan “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Prosedur beracara arbitrase dari ketiga
lembaga arbitrase tersebut hampir sama satu sama lain, yaitu :
a.
Adanya pengajuan
permohonan (claim) secara tertulis dari pihak pemohon (claimant).
UNCITRAL menentukan bahwa setiap gugatan harus dilampiri dengan salinan akta
perjanjian dan salinan perjanjian arbitrase apabila klausula arbitrase tidak
tercantum dalam perjanjian pokok.
b.
Permohonan harus
didaftarkan terlebih dahulu kepada sekretaris jendral lembaga terkait, kemudian
salinan permohonan disampaikan kepada termohon (responden) disertai
perintah untuk memberikan jawaban. Jawaban tersebut disampaikan kepada claimant
dalam jangka waktu 45 hari.
c.
Pemeriksaan dilakukan
secara tertutup, mulai dari pemeriksaan sampai tahap putusan.
d.
Putusan arbitrase
diambil berdasarkan aturan hukum yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Apabila para pihak tidak menentukan aturan hukum, maka arbiter menentukan
putusan berdasarkan aturan hukum dari Negara peserta konvensi.
e.
System pengambilan
keputusan menganut system “party arbitrase” yaitu system mayoritas dalam
pengambilan keputusan (ICSID). Putusan harus memuat uraian dasar – dasar
pertimbangan dan amar putusan serta dapat melampirkan pendapat – pendapat
arbiter.
f.
UNCITRAL berbeda versi
dalam pengambilan keputusan, dimana keputusan diambil dengan didasarkan pada 2
sistem yang digabung secara “prioritas” yang berskala “alternatif”, yaitu prioritas
pertama mendasarkan pada system mayoritas, apabila tidak tercapai, putusan
dapat diambil dengan system umpire, dimana ketua majelis arbitrase dapat
memutus sendiri atas nama mahkamah arbitrase.
g.
Putusan tersebut harus
memuat pertimbangan yang cukup serta memenuhi syarat formal diantaranya putusan
harus dalam bentuk tertulis, ditandatangani, mencantumkan tanggal dan tempat
dijatuhkannya putusan serta mencantumkan putusan sela yang pernah diambil.
h.
Putusan bersifat final
and binding, artinya putusan tersebut langsung menjadi putusan tingkat
pertama dan terakhir serta mengikat para pihak. Terhapa putusan tersebut
tertutup upaya banding dan kasasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya prosedur
beracara di badan arbitrase hampir sama dengan prosedur beracara dalam perkara
perdata. Para pihak diberi kebebasan untuk menentukan sendiri acara dan proses
pemeriksaan perkara yang mereka kehendaki. Kehendak tersebut harus disebutkan
secara tegas dan tertulis serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
Undang – Undang. Terdapat beberapa hal penting yang diatur dalam Undang –
Undang dalam proses pemeriksaan perkara, diantaranya :
a.
Pemeriksaan dilakukan
secara tertutup
b.
Menggunakan bahasa
Indonesia
c.
Mendengar para pihak
d.
Bebas menentukan
arbiter dan ketentuan beracara
e.
Pemeriksaan harus
secara tertulis
f.
Pemeriksaan harus
selesai paling lama 180 hari.
g.
Putusan bersifat final
dan mengikat
B. SARAN
Dengan adanya
pembahasan tentang prosedur beracara arbitrase ini, pemakalah
berharap nantinya makalah ini dapat berguna bagi pemakalah pada khususnya dan
pembaca pada umumnya. Pemakalah juga berharap
agar pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai prosedur beracara
arbitrase. Untuk kesempurnaan makalah ini pemakalah sangat mengharapkan kritik
dan saran dari kalian semua.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sutiyoso. 2008. Hukum
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yogyakarta:
Gama Media.
Harahap, M. Yahya. 2004. Arbitrase
(Hukum Acara Perdata). Jakarta: Sinar Grafika.
http://iethafairuz.blogspot.com/2015/06/hukum-acara-arbitrase.html
No comments:
Post a Comment