MAKALAH MENGENAL KITAB-KITAB HADIST DAN PENYUSUNAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadist
merupakan sebagai rujukan Islam yang kedua,dan memiliki sejarah yang unik, dibandingkan
dengan Al-Quran. Jika Al-Quran sebagi rujukan pertama, maka tak heran jika
penjgaan nya sangat lah serius dan signifikan mulai dari di wahyukan sampai
dengan sekarang. Beda Hal nya dngan Al-Hadits, yang pertama nya kurang terkesan
mendapatkan perhatian, terutama ditinjau dari segi penulisannya. Karena memang
pada awal-awal Islam, penulisan hadits akan mengakibatkan terjadinya
pencampuran atau kesamaran dngan ayat-ayat Al-Quran, Hal ini memang masuk akal,
dikarenakan umat islam pada awal-awal Islam masih terbilan sedikit yang hafal
Al-Quran. Namun akan jaggal ketika alasan itu akan tetap dipertahankan, ketika
umat Islam sudah banyak yang hafal Al-Quran dan para ahli Qiraah sudah tidak
terhiting jumlah nya.
Keadaan
ini akan seperti itu terus berlanjut hingga akhir abad pertama. Para Ulama pun
mulai merasa khawatir, ketika Al-Hadits tidak dilestarikan atau
dikodifikasikan. Maka muncullah khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang sebagai
pelopor pertama yang mengkodifikasikan Al-Hadits secara resmi.
A.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Al-hadist?
2. Apa
saja kah acam-macam Al-Hadits?
3. Bagaimana
kah mengenal Kitab-kitab Hadits dan penyusunannya?
B.
Tujuan
1. mengenal
Al-hadits
2. mengenal
macam-macam dari hadits
3. mengenal
kitab-kitab hadits dan penyusunan nya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Hadits
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits
yang bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits. ‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua
kata, yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk
jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan
Ulama Hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari
perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah
ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Sekitar
pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin mulai merintis ilmu ini
dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya.
Diantara mereka adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim,
Imam At-Turmidzi dan lain-lain.
Adapun perintis pertama yang
menyusun ilmu ini secara fak (spesialis) dalam satu kitab khusus ialah Al-Qandi
Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360 H) yang diberi nama dengan Al-Muhaddisul Fasil
Bainar Wari Was Sami’. Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah an-Naisaburi
(321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulumil Hadits. Usaha
beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab
kaidah periwayatan hadits yang diberi nama Al-Kifayah dan Al-Jam’u Liadabis
Syaikhi Was Sami’ yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadits.
B.
Macam-Macam Kitab Hadist
Imam
Az-Zahabi, mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab
yang tinggi nilainya dan paling baik, setelah Alquran. Di antara sederet kitab
hadis yang ditulis para ulama sejak abad ke-2 Hijriah, para ulama lebih banyak
merujuk pada enam kitab hadis utama atau Kutub As-Sittah. Keenam kitab hadis
yang banyak digunakan para ulama dan umat Islam di seantero dunia itu adalah
Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan
An-Nasai, serta Sunan Ibnu Majah.
1.
Sahih al-Bukhari
Kitab hadis
ini disusun oleh Imam Bukhari. Sejatinya, nama lengkap kitab itu adalah Al-Jami
Al-Musnad As-Sahih Al-Muktasar min Umur Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassallam
wa Sunanihi. Kitab hadis nomor satu ini terbilang unggul, karena
hadis-hadis yang termuat di dalamnya bersambung sanadnya sampai kepada
Rasulullah SAW.
‘’Sekalipun ada hadis yang sanadnya terputus
atau tanpa sanad sekali, namun hadis itu hanya berupa pengulangan,’’ tulis
Ensiklopedi Islam. Karena kualitas hadisnya yang teruji, Imam Az-Zahabi,
mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab yang tinggi
nilainya dan paling baik, setelah Alquran.
Dengan penuh ketekunan
dan semangat yang sangat tinggi, Imam Bukhari menghabiskan umurnya untuk
menulis Shahih Al-Bukhari. Ia sangat prihatin dengan banyaknya kitab hadis,
pada zaman itu, yang mencampuradukan antara hadis sahih, hasan, dan dhaif –
tanpa membedakan hadis yang diterima sebagai hujah (maqbul) dan hadis yang
ditolak sebagai hujah (mardud).
Imam Bukhari
makin giat mengumpulkan, menulis, dan membukukan hadis, karena pada waktu itu
hadis palsu beredar makin meluas. Selama 15 tahun, Imam Bukhari berkelana dari
satu negeri ke negeri lain untuk menemui para guru hadis dan meriwayatkannya
dari mereka. Dalam mencari kebenaran suatu hadis, Imam Bukhari akan menemui
periwayatnya di mana pun berada, sehingga ia betul-betul yakin akan
kebenarannya. Beliau pun sangat ketat dalam meriwayatkan sebuah hadis. ‘’Hadis
yang diterimanya adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai ke Rasulullah
SAW.’’
Tak hanya
itu. Ia juga memastikan bahwa hadis itu diriwayatkan oleh orang yang adil dan kuat
ingatan serta hafalannya. Tak cukup hanya itu. Imam Bukhari juga akan selalu
memastikan bahwa antara murid dan guru harus benar-benar bertemu. Contohnya,
apabila rangkaian sanadnya terdiri atas Rasulullah SAW – sahabat – tabiin
–tabi at tabiin – A –B – Bukhari, maka beliau akan menemui B secara langsung
dan memastikan bahwa B menerima hadis dan bertemu dengan A secara langsung.
Menurut Ibnu
hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397 hadis,
termasuk yang ditulis ulang. Imam Bukhari menghafal sekitar 600
ribu hadis. Ia menghafal hadis itu dari 90 ribu perawi. Hadis itu dibagi
dalam bab-bab yang yang terdiri dari akidah, hukum, etika makan dan minum,
akhlak, perbuatan baik dan tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi SAW.
2.
Sahih Muslim
Menurut Imam
Nawawi, kitab Sahih Muslim memuat 7.275 hadis, termasuk yang ditulis
ulang. Berbeda dengan Imam Bukahri, Imam Muslim hanya menghafal sekitar 300
ribu hadis atau separuh dari yang dikuasai Imam Bukhari. ‘’Jika tak ada
pengulangan, maka jumlah hadis dalam kitab itu mencapai 4.000,’’ papar
Ensiklopedi Islam.
Imam Muslim
meyakni, semua hadis yang tercantum dalam kitab yang disusunnya itu adalah
sahih, baik dari sisi sanad maupun matan. Seperti halnya Shahih Bukhari, kitab
itu disusun dengan sistematika fikik dengan topiknya yang sama.
Sang Imam,
tergerak untuk mengumpulkan, menulis, dan membukukan hadis karena pada
zaman itu ada upaya dari kaum zindik (kafir), para ahli kisah, dan sufi yang
berupaya menipu umat dengan hadis yang mereka buat-buat sendiri. Tak heran,
jika saat itu umat islam sulit untuk menilai mana hadis yang benar-benar dari
Rasulullah SAW dan bukan.
Soal syarat
penetapan hadis sahih, ada perbedaan antara Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Shahih Muslim tak menerapkan syarat terlalu berat. Imam Muslim berpendapat
antara murid (penerima hadis) dan guru (sumber hadis) tak harus bertemu, cukup
kedua-duanya hidup pada zaman yang sama.
3.
Sunan Abi Dawud
Kitab ini
memuat 5.274 hadis, termasuk yang diulang. Sebanyak 4.800 hadis yang tercantum
dalam kitab itu adalah hadis hukum. ‘’Di antara imam yang kitabnya masuk dalam
Kutub as-Sittah, Abu Dawud merupakan imam yang paling fakih,’’ papar
Ensiklopedi Islam.
Karenanya,
Sunan Abi Dawud dikenal sebagai kitah hadis hukum, para ulama hadis
dan fikih mengakui bahwa seorang mujtahid cukup merujuk pada kitab hadis itu
dan Alquran. Ternyata, Abu Dawud menerima hadis itu dari dua imam hadis
terdahulu yakni Imam Bukhari dan Muslim. Berbeda dengan kedua kitab yang
disusun kedua gurunya itu, Sunan Abi Dawud mengandung hadis hasan dan
dhaif.Kitab hadis tersebut juga banyak disyarah oleh ahli hadis sesudahnya.
4.
Sunan At-Tirmizi
Kitab ini
juga dikenal dengan nama Jami’ At-Tirmizi. Karya Imam At-Tirmizi ini
mengandung 3.959 hadis, terdiri dari yang sahih, hasan, dan dhaif. Bahkan,
menurut Ibnu Qayyim al-Jaujiyah, di dalam kitab itu tercantum sebanyak 30 hadis
palsu. Namun, pendapat itu dibantah oleh ahli hadis dari Mesir, Abu Syuhbah.
‘’Jika dalam
kitab itu terdapat hadis palsu, pasti Imam At-Tirmizi pasti akan
menjelaskannya,’’ tutur Syuhbah. Menurut dia, At-Tirmizi selalu memberi
komentar terhadap kualitas hadis yang dicantumkannya.
5.
Sunan An-Nasa’i
Kitab ini
juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba. An-Nasa’I menyusun kitab itu setelah
menyeleksi hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang juga ditulisnya berjudul
As-Sunan Al-Kubra yang masih mencampurkan antara hadis sahih, hasan, dan
dhaif. Sunan An-Nasa’I berisi 5.671 hadis, yang menurut Imam An-Nasa’I
adalah hadis-hadis sahih.
Dalam kitab
ini, hadis dhaif terbilang sedikit sekali. Sehingga, sebagian ulama ada yang
meyakini kitab itu lebih baik dari Sunan Abi Dawud dan Sunan At-Tirmizi.
Tak heran jika, para ulama menjadikan kitab ini rujukan setalah Sahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
6.
Sunan Ibnu Majah
Kitab ini
berisi 4.341 hadis. Sebanyak 3.002 hadis di antaranya terdapat dalam Al-Kutan
Al-Khasah dan 1.339 hadis lainnya adalah hadis yang diriwaytkan Ibnu
Majah. Awalnya, para ulama tak memasukan kitab hadis ini kedalam jajaran Kutub
As-Sittah, karena di dalamnya masih bercampur antara hadis sahih, hasan dan
dhaif. Ahli hadis pertama yang memasukan kitab ini ke dalam jajaran enam hadis
utama adalah Al-Hafiz Abu Al-fadal Muhammad bin Tahir Al-Maqdisi (wafat 507
Hijiriah)
C. Memgenal
Kitab-Kitab Hadist Dan Penyusunan Nya
1. Kitab-kitab Hadis yang Disusun
Berdasarkan Bab
Dalam kitab-kitab ulama terdahulu jenis
ini disebut dengan al-Asnāf. Teknik penyusunan kitab jenis ini adalah
mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema yang sama menjadi satu judul umum yang
mencakupnya; seperti Kitāb as-Salāh, Kitāb az-Zakāh, dan Kitāb al-Buyū’.
Kemudian hadis-hadisnya dibagi-bagi menjadi beberapa bab. Masing-masing bab
mencakup satu atau beberapa hadis yang berisi masalah juz’iyyah. Setiap bab
diberi judul yang menunjukkan temanya, seperti bab Miftāh as-Salāh at-Tahūr.
Para muhaddisin menyebut judul bab itu dengan tarjamah.
Keistimewaan kitab-kitab jenis ini
mudah dijadikan sebagai kitab sumber, sehingga menjadi tumpuan utama bagi para
penuntut ilmu dan para peneliti. Bagi orang yang ingin mencari hadis-hadis
tentang masalah tertentu, kitab ini akan sangat membantunya, mencari
hadis-hadis yang ia perlukan. Bagi orang yang ingin mencari sumber hadis-hadis,
judul-judul yang telah didapatkan kitab jenis ini merupakan petunjuk untuk
mendapatkan hadis-hadis yang ia cari .
Penyusun kitab-kitab berdasarkan bab
itu ditempuh dengan berbagai cara, diantaranya:
1. Al-Jawāmi’
Kata Kitāb al-Jawāmi’ adalah bentuk
dari jamak dari kata al-Jāmi’. Kitab Jāmi’ menurut istilah para Muhaddisin
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis
berbagai sendi ajaran Islam dan sub-subnya. Secara garis besar bab-babnya
mencakup tentang aqidah, ibadah muamalah, perjalanan hidup Nabi saw,
perbudakan, fitnah, dan berita hari kiamat.
Kitab Jāmi’ itu sangat banyak, yang
termahsyur diantaranya adalah: al-Jāmi’ as-Sahīh karya al-Bukhari, al-Jāmi’
as-Sahīh karya Imam Muslim. . Dan al-Jāmi’ karya Imam at-Turmudzi atau yang
dikenal dengan Sunan at-Turmudzi. kitab ini disebut Sunan karena ia lebih
menonjolkan hadis-hadis hukum.
2. As-Sunan
Kitab Sunan adalah kitab-kitab yang
menghimpun hadis-hadis hukum yang marfu’ dan disusun berdasarkan bab-bab fiqh.
Kitab jenis ini hanya memuat hadis-hadis tertentu bukan semua aspek ajaran
Islam. Kitab sunan memuat hadis sahih, hasan dan daif. Kitab-kitab sunan yang
masyhur adalah sunan Abi Dāwud, Sunan At-Turmudzi, Sunan An-Nasā’i, dan Sunan
Ibnu Mājah
3. Al-Musannafāt
Kata al-Musannāf mengandung makna
yang sama dengan muwatta’āt yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab
fiqh akan tetapi mencakup hadis mawqūf, hadis maqtū’, disatukan dengan hadis
marfū’, karena kitab-kitab jenis ini umumnya disusun pada awal pembukuan
hadis.[7] Kitab musannaf yang terkenal adalah musannaf Abdur Razzāq bin Hammām
as-Sahanī. Dan musannaf Abū Bakar bin Abū Syaibah.
4. Al-Mustadrakāt
Kata Al-Mustadrakāt bentuk jamak
dari mustadrak. Al-Mustadrakāt merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis
yang tidak dimuat dalam kitab-kitab tertentu yang sebenarnya hadis-hadis tersebut
memenuhi syarat yang dipegangi oleh penulis kitab tersebut.[8] Kitab
al-Mustadrak yang terkenal adalah kitab al-Mustadrak ‘alā As-Sahīhaini karya
Al-Hakim Al-Naisaburi (321-405 H) dan Kitab Al-Ilzamāt karya Al-Dar Quthni
(306-385 H).
5. Al-Mustakhrajāt
Kata Al-Mustakhrajāt merupakan
bentuk jama dari kata al-Mustakhraj. Al-Mustakhrajāt merupakan kitab hadis yang
memuat hadis-hadis yang diambil dari kitab hadis lain yang oleh penulisnya
diriwayatkan dengan sanad sendiri, bukan dengan sanad yang serupa dengan sanad
kitab semula. Kitab Al-Mustakhraj yang masyhur adalah kitab Mustakhraj atas
sahihain atau salah satunya. Kitab yang paling banyak dibuat kitab
mustkharajnya ialah sahīh bukhārī dan sahīhmuslim.
1. Kitab-Kitab Hadis Yang Disusun
Berdasarkan Urutan Nama-Nama Sahabat
Yaitu kitab-kitab yang menghimpun
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat ditempat yang khusus dan
mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkannya. Teknik penyusunan seperti ini
sangat membantu dalam mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh
para sahabat dari Nabi saw. Dan mempermudah pengecekannya; lebih-lebih
keberadaan kitab seperti ini merupakan kitab yang sangat berfaidah bagi
pencarian sumber hadis yang telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya,
serta faidah-faidah lain yang berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadis.
Kitab-kitab
hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat ini ada dua macam, yaitu:
1. Kitab Musnad
Kitab musnad
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat. Urutan sahabat
itu ada kalanya disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah, ada kalanya
berdasarkan urutan waktu masuk islamnya, dan ada kalanya berdasarkan keluhuran
nasabnya.
Jumlah kitab Musnad ini sangat banyak, yang
paling masyhur dan paling tinggi martabatnya adalah Al-Musnad karya Al-Imam
Ahmad bin Hanbal, kemudian Musnad karya Abi Ya’la Al-Mushili.
2. Al-Atrāf
Kata Atrāf
adalah jama’ dari tharf yang berarti bagian dari sesuatu. Tharf hadis adalah
bagian hadis yang dapat menunjukkan hadis itu sendiri, atau pernyataan yang
dapat menunjukkan hadis, seperti hadis innama al-a’mālu bi An-niyyāt.
Kitab al-Atrāf adalah kitab-kitab
yang disusun untuk menyabutkan bagian hadis yang menunjukkan keseluruhannya,
biasanya di dalamnya dituliskan pangkal-pangkal hadis saja. lalu disebutkan
sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan
sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya.
Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap, dan bagian hadats yang
dimuat pun tidak pasti bagian dalam arti tekstual.
2. Al-Ma‘ājim
Kata al-Ma‘ājim adalah bentuk jamak
dari kata al-mu’jam. Kitab mu’jam menurut istilah para muhaddisin adalah kitab
hadis yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang kebanyakan
disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah (alfabetis). Beberapa kitab mu’jam
yang terkenal adalah tiga buah kitab mu’jam karya Al-Muhaddis al-Hafizh
al-Kabir Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (W.360 H). Ketiga kitab
mu’jam itu adalah: al-Mu’jam al-Sagīr, al-Mu’jam al-Ausat, dan al-Mu’jam
Al-Kabīr. Dua mu’jam yang pertama disusun berdasarkan urutan nama guru-gurunya,
sedangkan mu’jam yang terakhir disusun berdasarkan urutan nama para sahabat
menurut urutan huruf mu’jam.
3. Kitab-kitab Yang Disusun Berdasarkan
Urutan Awal Hadis
Yaitu kitab-kitab hadis yang menyebutkan
beberapa kata awal setiap hadis yang disusun berdasarkan urutan mu’jam . Jadi
dimulai dengan hadis yang diawali dengan huruf alif, lalu hadis yang diawali
dengan huruf ba’, dan seterusnya.
Kitab seperti ini memberikan banyak
kemudahan bagi orang yang menelaahnya. Akan tetapi, terlebih dahulu harus
diketahui dengan pasti huruf awal setiap hadis yang dicari sumbernya itu. Bila
tidak, maka akan sia-sialah upaya pencariannya itu. Kitab-kitab hadis yang
disusun dengan cara seperti ini ada dua macam antara lain:
a) Kitab Majami’, yaitu kitab-kitab yang merupakan
himpunan hadis dari berbagai kitab hadis.
b) Kitab-kitab tentang hadis-hadis yang sering
diucapkan oleh orang umum.
4. Kitab-kitab Himpunan Hadis
Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk
menghimpun hadis dari sejumlah kitab sumber hadis. Kitab-kitab jenis ini disusun
dengan dua cara yaitu:
1. Kitab Hadis yang berdasarkan urutan bab
Diantara
kitab jenis ini yang terpenting adalah: a). Jami’ al-Ushūl min Ahadīs ar-Rasūl
karya Ibnul Atsir al-Mubarak ditulis tanpa disertai sanad. Setiap hadis diberi
penjelasan ringkas tentang lafal-lafal yang asing. Namun tidak disertai dengan
penjelasan tentang derajad hadis-hadis sunan, bahkan ia tidak menyebutkan
komentar al-Turmudzi terhadap hadis-hadis yang diriwayatkannya, sehingga hal
ini membuat para pembacanya membutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengetahiunya.
b). Kanzul ‘Ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karya al-Syaikh Al-Muhaddis Ali
bin Hisam al-Muttaqi al-Hindi(W.975 H), merupakan sembilan puluh tiga buah
kitab hadis, menurut hasil perhitungan, sehingga ia tampil sebagai kitab hadis
yang komplit dan tidak ada duanya.
2. Hadis-hadis yang disusun berdasarkan urutan
huruf-huruf pertama pada mu’jam
Di antara
kitab jenis ini yang terpenting adalah: a) Al-Jami’ al-Kabīr atau Jam’ul
Jawami’ karya Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini merupakan cikal
bakal kitab Kanzul Ummal. b) Al-Jami’ as-Sagīr li Ahadis al-Basyir an- Nazir
karya As-Suyuthi pula. Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al-Jami’ al-Kabīr.
a. Kitab az-Zawā’id
Az-Zawāid merupakan kitab –kitab hadis yang
disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang tidak terdapat pada kitab hadis yang
lain, yakni selain hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab yang
diperbandingkan itu. Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab az-Zawā’id
ini, sebagian yang terkenal adalah: 1) Majma’ az-Zawā’id wa Manba’ al-Fawā’id
oleh al-Hafizh Nuruddin Ali bin Abu Bakar al-Haitsami. 2) Al-Matālib al-‘Aliyah
bi Zawā’id al-Masānid as-samāniyah karya al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar
al-Atsqalani. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang melebihi al-Kutub
al-Sittah.
b. Kitab-Kitab Takhrīj
Yaitu
kitab-kitab yang disusun untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di antara
kitab takhrij yang penting adalah: 1) Nashbu Ar-Rāyah li Ahādis al-Hidāyah
karya Jamaluddin Abu Muhammad Abdillah bin Yusuf al-Zaila’i al- Hanafi. Kitab
ini merupakan takhrij hadis-hadis kitab Hidayah, sebuah kitab fiqh mazhab
Hanafi, yang disusun oleh Ali bin Abu Bakar al-Maghinani. 2) Al-Mughni ‘an Haml
al-Asfār fi al-Asfār fi Takhrīj Mā fi al-Ihya’ min al-Akhbār karya Imam
Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi. Kitab ini merupakan kitab takhrij
hadis-hadis dalam kitab Ihya ‘Ulūm al-Dīn karya Imam Al-Gzālī.
c. Al-Ajzā’
Al-Juz’
merupakan kitab yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan
dari seorang perawi, baik dari kalangan sahabat maupun generasi setelahnya.[21]
seperti Juz’ Hadis Abi Bakar dan Juz’ Hadis Malik. Pengertian lain menjelaskan
bahwa al-Juz’ adalah kitab hadis yang membahas sanad-sanad sebuah kalimat
seperti Ikhtiyar al-Aulani Hadis Ikhtisham al-Mala’I al-A’la karya al-Hafiz
Ibnu Rajab.
d. Al-Masyikhat
Al-Masyikhat
adalah kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun nama guru-guru penyusunnya,
hadis atau kitab yang mereka terima beserta sanadnya, berikut para penyusunnya.
Di antara kitab semacam ini yang paling masyhur adalah agenda pengajian hadis
yang ditulis oleh al-Ra’aini yang diberi judul al-Nubdzat al-mustafad minal
riwayat wa al-isnad.
e. Al-‘Ilal
Al-‘Ilal
adalah kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang
memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab
sejenis ini merupakan puncak prestasi kerja penyusunnya, karena pekerjaan ini
membutuhkan ketekunan, kerja keras dan waktu yang panjang untuk meneliti sanad
, memusatkan pengkajian dan mengulang-ngulanginya untuk mendapat kesimpulan.
Dari segi
jumlah, koleksi dari berbagai macam (tipe) tersebut sangatlah berlimpah dan
sulit dipastikan. Pada abad pertama (Hijriah) saja, M. Azami (1977) berani
menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar. Kemudian
bila ditambah seratus tahun berikutnya (abad ke-2 H) akan lebih sulit lagi
memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang muncul. Bahkan,
katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya mencapai ribuan. Dari ribuan
koleksi itu, hanya sejumlah kecil yang masih bisa dijumpai. Mengenai hal ini,
Azami(1977) mengajukan dua hipotesis, pertama, perkiraannya tentang jumlah
koleksi yang sampai ratusan (bahkan ribuan) tadi adalah salah total. Hipotesis
kedua, koleksi-koleksi tersebut pada suatu waktu memang ada, namun semakin
punah.
Hipotesisnya yang terakhir ini memang
memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua karena ketelodoran
para ahli hadis atau mereka merasa tidak memerlukan literatur hadis sehingga
tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini
hipotesisnya yang kedua adalah tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut
tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para ahli
hadis yang kemudian. Oleh karenanya, ketika kitab-kitab (tipe) ensiklopedik
tersusun, para ahli hadis merasa tidak perlu lagi memelihara kitab-kitab
ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.
Adapun
mengenai kitab koleksi hadisnya siapa yang lebih dulu muncul, juga muncul
perbedaan pendapat. Sebagai contoh, Muhammad Rasyid Rida, seperti yang dikutip
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (1989), berpendapat bahwa pada kurun awal dari
kalangan tabiin, ahli yang pertama kali mencatat hadis dan membukukannya
menjadi sebuah koleksi (Musannāf) adalah Khalid ibn Ma‘dan al-Lahmasi (w. 103/4
H). Ibn Syihab al-Zuhri, kata Rida, terkenal sebagai yang pertama karena
melakukannya atas dasar perintah khalifah Umayyah. Sementara al-Khatib sendiri berpendapat
bahwa penulisan hadis yang bersifat perorangan (berbentuk koleksi pribadi)
sudah ada sejak periode sahabat dan tabi‘in. Ia mencontohkan Ibn ‘Amr (w.
63/682) dan Hammam ibn Munabbih (w. 101/719) yang mempunyai koleksi sahifah.
Sedangkan, kalau koleksi yang bersifat resmi (atas perintah khalifah ‘Umar ibn
‘Abd al-‘Aziz) adalah Abu Bakar. Ibn Hazm dan al-Zuhri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikianlah
maka Ulumul
Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang bahasa
Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits. ‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata, yaitu
‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari
‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits
berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari perkataan,
perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu
yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Sekitar pertengahan abad
ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin mulai merintis ilmu ini dalam garis-garis
besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka
adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmidzi
dan lain-lain
B. Saran
Demikianlah
Ulumul Hadist ini kami susun dengan
sebaik-baik nya, semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat memberikan pengetahuan tentang Kitab-Kitab Hadist dan
Penyusunan nya. Kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami sangat membuthkan kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun, supaya makalah kami ke depan nya menjadi lebih
baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfatih Surya Dilaga, dkk, Ulumul Hadits, TERAS, Tahun 2010.
Ramli
Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits,
Bandung,, Cita Pustaka Media, Tahun 2011