1

loading...

Friday, August 30, 2019

MAKALAH MENGENAL KITAB-KITAB HADIST DAN PENYUSUNAN


MAKALAH MENGENAL KITAB-KITAB HADIST DAN PENYUSUNAN

BAB I
PENDAHULUAN

    A.    Latar Belakang
Hadist merupakan sebagai rujukan Islam yang kedua,dan memiliki sejarah yang unik, dibandingkan dengan Al-Quran. Jika Al-Quran sebagi rujukan pertama, maka tak heran jika penjgaan nya sangat lah serius dan signifikan mulai dari di wahyukan sampai dengan sekarang. Beda Hal nya dngan Al-Hadits, yang pertama nya kurang terkesan mendapatkan perhatian, terutama ditinjau dari segi penulisannya. Karena memang pada awal-awal Islam, penulisan hadits akan mengakibatkan terjadinya pencampuran atau kesamaran dngan ayat-ayat Al-Quran, Hal ini memang masuk akal, dikarenakan umat islam pada awal-awal Islam masih terbilan sedikit yang hafal Al-Quran. Namun akan jaggal ketika alasan itu akan tetap dipertahankan, ketika umat Islam sudah banyak yang hafal Al-Quran dan para ahli Qiraah sudah tidak terhiting jumlah nya.
Keadaan ini akan seperti itu terus berlanjut hingga akhir abad pertama. Para Ulama pun mulai merasa khawatir, ketika Al-Hadits tidak dilestarikan atau dikodifikasikan. Maka muncullah khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang sebagai pelopor pertama yang mengkodifikasikan Al-Hadits secara resmi.
A.    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Al-hadist?
2.      Apa saja kah acam-macam Al-Hadits?
3.      Bagaimana kah mengenal Kitab-kitab Hadits dan penyusunannya?

B.          Tujuan
1.      mengenal Al-hadits
2.      mengenal macam-macam dari hadits
3.      mengenal kitab-kitab hadits dan penyusunan nya

BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Pengertian Ulumul Hadits
      Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits. ‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata, yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin mulai merintis ilmu ini dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmidzi dan lain-lain.
Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara fak (spesialis) dalam satu kitab khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360 H) yang diberi nama dengan Al-Muhaddisul Fasil Bainar Wari Was Sami’. Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah an-Naisaburi (321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulumil Hadits. Usaha beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab kaidah periwayatan hadits yang diberi nama Al-Kifayah dan Al-Jam’u Liadabis Syaikhi Was Sami’ yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadits.
B.     Macam-Macam Kitab Hadist
Imam Az-Zahabi, mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab yang tinggi nilainya dan paling baik, setelah Alquran. Di antara sederet kitab hadis yang ditulis para ulama sejak abad ke-2 Hijriah, para ulama lebih banyak merujuk pada enam kitab hadis utama atau Kutub As-Sittah. Keenam kitab hadis yang banyak digunakan para ulama dan umat Islam di seantero dunia itu adalah Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan An-Nasai,  serta Sunan Ibnu Majah.
1.      Sahih al-Bukhari
Kitab hadis ini disusun oleh Imam Bukhari. Sejatinya, nama lengkap kitab itu adalah Al-Jami Al-Musnad As-Sahih Al-Muktasar min Umur Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassallam wa Sunanihi.  Kitab hadis nomor satu ini terbilang unggul, karena hadis-hadis yang termuat di dalamnya bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.
 ‘’Sekalipun ada hadis yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sekali, namun hadis itu hanya berupa pengulangan,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Karena kualitas hadisnya yang teruji, Imam Az-Zahabi, mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab yang tinggi nilainya dan paling baik, setelah Alquran.
Dengan penuh ketekunan dan semangat yang sangat tinggi, Imam Bukhari menghabiskan umurnya untuk menulis Shahih Al-Bukhari. Ia sangat prihatin dengan banyaknya kitab hadis, pada zaman itu, yang mencampuradukan antara hadis sahih, hasan, dan dhaif – tanpa membedakan hadis yang diterima sebagai hujah (maqbul) dan hadis yang ditolak sebagai hujah (mardud).
Imam Bukhari makin giat mengumpulkan, menulis, dan membukukan hadis, karena pada waktu itu hadis palsu beredar makin meluas. Selama 15 tahun, Imam Bukhari berkelana dari satu negeri ke negeri lain untuk menemui para guru hadis dan meriwayatkannya dari mereka. Dalam mencari kebenaran suatu hadis, Imam Bukhari akan menemui periwayatnya di mana pun berada, sehingga ia betul-betul yakin akan kebenarannya. Beliau pun sangat ketat dalam meriwayatkan sebuah hadis. ‘’Hadis yang diterimanya adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai ke Rasulullah SAW.’’
Tak hanya itu. Ia juga memastikan bahwa hadis itu diriwayatkan oleh orang yang adil dan kuat ingatan serta hafalannya. Tak cukup hanya itu. Imam Bukhari juga akan selalu memastikan bahwa antara murid dan guru harus benar-benar bertemu. Contohnya, apabila  rangkaian sanadnya terdiri atas Rasulullah SAW – sahabat – tabiin –tabi at tabiin – A –B – Bukhari, maka beliau akan menemui B secara langsung dan memastikan bahwa B menerima hadis dan bertemu dengan A secara langsung.

Menurut Ibnu hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397 hadis, termasuk yang ditulis ulang. Imam Bukhari menghafal sekitar  600 ribu  hadis. Ia menghafal hadis itu dari 90 ribu perawi. Hadis itu dibagi dalam bab-bab yang yang terdiri dari akidah, hukum, etika makan dan minum, akhlak, perbuatan baik dan tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi SAW.
2.      Sahih Muslim
Menurut Imam Nawawi,  kitab Sahih Muslim memuat 7.275 hadis, termasuk yang ditulis ulang. Berbeda dengan Imam Bukahri, Imam Muslim hanya menghafal sekitar 300 ribu hadis atau separuh dari yang dikuasai Imam Bukhari. ‘’Jika tak ada pengulangan, maka jumlah hadis dalam kitab itu mencapai 4.000,’’ papar Ensiklopedi Islam.
Imam Muslim meyakni, semua hadis yang tercantum dalam kitab yang disusunnya itu adalah sahih, baik dari sisi sanad maupun matan. Seperti halnya Shahih Bukhari, kitab itu disusun dengan sistematika fikik dengan topiknya yang sama.
Sang Imam, tergerak untuk mengumpulkan,  menulis, dan membukukan hadis karena pada zaman itu ada upaya dari kaum zindik (kafir), para ahli kisah, dan sufi yang berupaya menipu umat dengan hadis yang mereka buat-buat sendiri. Tak heran, jika saat itu umat islam sulit untuk menilai mana hadis yang benar-benar dari Rasulullah SAW dan bukan.
Soal syarat penetapan hadis sahih, ada perbedaan antara Imam Bukhari dan Imam Muslim.  Shahih Muslim tak menerapkan syarat terlalu berat. Imam Muslim berpendapat antara murid (penerima hadis) dan guru (sumber hadis) tak harus bertemu, cukup kedua-duanya hidup pada zaman yang sama.
3.      Sunan Abi Dawud
Kitab ini memuat 5.274 hadis, termasuk yang diulang. Sebanyak 4.800 hadis yang tercantum dalam kitab itu adalah hadis hukum. ‘’Di antara imam yang kitabnya masuk dalam Kutub as-Sittah,  Abu Dawud merupakan imam yang paling fakih,’’ papar Ensiklopedi Islam.

Karenanya, Sunan Abi Dawud  dikenal sebagai  kitah hadis hukum, para ulama hadis dan fikih mengakui bahwa seorang mujtahid cukup merujuk pada kitab hadis itu dan Alquran. Ternyata, Abu Dawud menerima hadis itu dari dua imam hadis terdahulu yakni Imam Bukhari dan Muslim. Berbeda dengan kedua kitab yang disusun kedua gurunya itu,  Sunan Abi Dawud mengandung hadis hasan dan dhaif.Kitab hadis tersebut juga banyak disyarah oleh ahli hadis sesudahnya.
4.      Sunan At-Tirmizi
Kitab ini juga dikenal dengan nama Jami’ At-Tirmizi.  Karya Imam At-Tirmizi ini mengandung 3.959 hadis, terdiri dari yang sahih, hasan, dan dhaif. Bahkan, menurut Ibnu Qayyim al-Jaujiyah, di dalam kitab itu tercantum sebanyak 30 hadis palsu. Namun, pendapat itu dibantah oleh ahli hadis dari Mesir, Abu Syuhbah.
‘’Jika dalam kitab itu terdapat hadis palsu, pasti Imam At-Tirmizi pasti akan menjelaskannya,’’ tutur Syuhbah. Menurut dia,  At-Tirmizi selalu memberi komentar terhadap kualitas hadis yang dicantumkannya.
5.      Sunan An-Nasa’i
Kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba. An-Nasa’I menyusun kitab itu setelah menyeleksi hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang juga ditulisnya berjudul As-Sunan Al-Kubra  yang masih mencampurkan antara hadis sahih, hasan, dan dhaif. Sunan An-Nasa’I  berisi 5.671 hadis, yang menurut Imam An-Nasa’I adalah hadis-hadis sahih.
Dalam kitab ini, hadis dhaif terbilang sedikit sekali. Sehingga, sebagian ulama ada yang meyakini kitab itu  lebih baik dari Sunan Abi Dawud dan Sunan At-Tirmizi. Tak heran jika, para ulama menjadikan kitab ini rujukan setalah Sahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
6.      Sunan Ibnu Majah
Kitab ini berisi 4.341 hadis. Sebanyak 3.002 hadis di antaranya terdapat dalam Al-Kutan Al-Khasah  dan 1.339 hadis lainnya adalah hadis yang diriwaytkan Ibnu Majah. Awalnya, para ulama tak memasukan kitab hadis ini kedalam jajaran Kutub As-Sittah, karena di dalamnya masih bercampur antara hadis sahih, hasan dan dhaif. Ahli hadis pertama yang memasukan kitab ini ke dalam jajaran enam hadis utama adalah Al-Hafiz Abu Al-fadal Muhammad bin Tahir Al-Maqdisi (wafat 507 Hijiriah)
C.      Memgenal Kitab-Kitab Hadist Dan Penyusunan Nya
1.      Kitab-kitab Hadis yang Disusun Berdasarkan Bab

       Dalam kitab-kitab ulama terdahulu jenis ini disebut dengan al-Asnāf. Teknik penyusunan kitab jenis ini adalah mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema yang sama menjadi satu judul umum yang mencakupnya; seperti Kitāb as-Salāh, Kitāb az-Zakāh, dan Kitāb al-Buyū’. Kemudian hadis-hadisnya dibagi-bagi menjadi beberapa bab. Masing-masing bab mencakup satu atau beberapa hadis yang berisi masalah juz’iyyah. Setiap bab diberi judul yang menunjukkan temanya, seperti bab Miftāh as-Salāh at-Tahūr. Para muhaddisin menyebut judul bab itu dengan tarjamah.

Keistimewaan kitab-kitab jenis ini mudah dijadikan sebagai kitab sumber, sehingga menjadi tumpuan utama bagi para penuntut ilmu dan para peneliti. Bagi orang yang ingin mencari hadis-hadis tentang masalah tertentu, kitab ini akan sangat membantunya, mencari hadis-hadis yang ia perlukan. Bagi orang yang ingin mencari sumber hadis-hadis, judul-judul yang telah didapatkan kitab jenis ini merupakan petunjuk untuk mendapatkan hadis-hadis yang ia cari .
Penyusun kitab-kitab berdasarkan bab itu ditempuh dengan berbagai cara, diantaranya:
1. Al-Jawāmi’
Kata Kitāb al-Jawāmi’ adalah bentuk dari jamak dari kata al-Jāmi’. Kitab Jāmi’ menurut istilah para Muhaddisin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis berbagai sendi ajaran Islam dan sub-subnya. Secara garis besar bab-babnya mencakup tentang aqidah, ibadah muamalah, perjalanan hidup Nabi saw, perbudakan, fitnah, dan berita hari kiamat.
Kitab Jāmi’ itu sangat banyak, yang termahsyur diantaranya adalah: al-Jāmi’ as-Sahīh karya al-Bukhari, al-Jāmi’ as-Sahīh karya Imam Muslim. . Dan al-Jāmi’ karya Imam at-Turmudzi atau yang dikenal dengan Sunan at-Turmudzi. kitab ini disebut Sunan karena ia lebih menonjolkan hadis-hadis hukum.
2. As-Sunan
Kitab Sunan adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis hukum yang marfu’ dan disusun berdasarkan bab-bab fiqh. Kitab jenis ini hanya memuat hadis-hadis tertentu bukan semua aspek ajaran Islam. Kitab sunan memuat hadis sahih, hasan dan daif. Kitab-kitab sunan yang masyhur adalah sunan Abi Dāwud, Sunan At-Turmudzi, Sunan An-Nasā’i, dan Sunan Ibnu Mājah
3. Al-Musannafāt
Kata al-Musannāf mengandung makna yang sama dengan muwatta’āt yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh akan tetapi mencakup hadis mawqūf, hadis maqtū’, disatukan dengan hadis marfū’, karena kitab-kitab jenis ini umumnya disusun pada awal pembukuan hadis.[7] Kitab musannaf yang terkenal adalah musannaf Abdur Razzāq bin Hammām as-Sahanī. Dan musannaf Abū Bakar bin Abū Syaibah.
4. Al-Mustadrakāt
Kata Al-Mustadrakāt bentuk jamak dari mustadrak. Al-Mustadrakāt merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang tidak dimuat dalam kitab-kitab tertentu yang sebenarnya hadis-hadis tersebut memenuhi syarat yang dipegangi oleh penulis kitab tersebut.[8] Kitab al-Mustadrak yang terkenal adalah kitab al-Mustadrak ‘alā As-Sahīhaini karya Al-Hakim Al-Naisaburi (321-405 H) dan Kitab Al-Ilzamāt karya Al-Dar Quthni (306-385 H).

5. Al-Mustakhrajāt
Kata Al-Mustakhrajāt merupakan bentuk jama dari kata al-Mustakhraj. Al-Mustakhrajāt merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang diambil dari kitab hadis lain yang oleh penulisnya diriwayatkan dengan sanad sendiri, bukan dengan sanad yang serupa dengan sanad kitab semula. Kitab Al-Mustakhraj yang masyhur adalah kitab Mustakhraj atas sahihain atau salah satunya. Kitab yang paling banyak dibuat kitab mustkharajnya ialah sahīh bukhārī dan sahīhmuslim.

1.      Kitab-Kitab Hadis Yang Disusun Berdasarkan Urutan Nama-Nama Sahabat
Yaitu kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat ditempat yang khusus dan mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkannya. Teknik penyusunan seperti ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi saw. Dan mempermudah pengecekannya; lebih-lebih keberadaan kitab seperti ini merupakan kitab yang sangat berfaidah bagi pencarian sumber hadis yang telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya, serta faidah-faidah lain yang berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadis.

Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat ini ada dua macam, yaitu:
1. Kitab Musnad
    Kitab musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat. Urutan sahabat itu ada kalanya disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah, ada kalanya berdasarkan urutan waktu masuk islamnya, dan ada kalanya berdasarkan keluhuran nasabnya.
     Jumlah kitab Musnad ini sangat banyak, yang paling masyhur dan paling tinggi martabatnya adalah Al-Musnad karya Al-Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Musnad karya Abi Ya’la Al-Mushili.
2. Al-Atrāf
    Kata Atrāf adalah jama’ dari tharf yang berarti bagian dari sesuatu. Tharf hadis adalah bagian hadis yang dapat menunjukkan hadis itu sendiri, atau pernyataan yang dapat menunjukkan hadis, seperti hadis innama al-a’mālu bi An-niyyāt.
Kitab al-Atrāf adalah kitab-kitab yang disusun untuk menyabutkan bagian hadis yang menunjukkan keseluruhannya, biasanya di dalamnya dituliskan pangkal-pangkal hadis saja. lalu disebutkan sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya. Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap, dan bagian hadats yang dimuat pun tidak pasti bagian dalam arti tekstual.
2.      Al-Ma‘ājim
Kata al-Ma‘ājim adalah bentuk jamak dari kata al-mu’jam. Kitab mu’jam menurut istilah para muhaddisin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang kebanyakan disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah (alfabetis). Beberapa kitab mu’jam yang terkenal adalah tiga buah kitab mu’jam karya Al-Muhaddis al-Hafizh al-Kabir Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (W.360 H). Ketiga kitab mu’jam itu adalah: al-Mu’jam al-Sagīr, al-Mu’jam al-Ausat, dan al-Mu’jam Al-Kabīr. Dua mu’jam yang pertama disusun berdasarkan urutan nama guru-gurunya, sedangkan mu’jam yang terakhir disusun berdasarkan urutan nama para sahabat menurut urutan huruf mu’jam.
3.      Kitab-kitab Yang Disusun Berdasarkan Urutan Awal Hadis
Yaitu kitab-kitab hadis yang menyebutkan beberapa kata awal setiap hadis yang disusun berdasarkan urutan mu’jam . Jadi dimulai dengan hadis yang diawali dengan huruf alif, lalu hadis yang diawali dengan huruf ba’, dan seterusnya.
Kitab seperti ini memberikan banyak kemudahan bagi orang yang menelaahnya. Akan tetapi, terlebih dahulu harus diketahui dengan pasti huruf awal setiap hadis yang dicari sumbernya itu. Bila tidak, maka akan sia-sialah upaya pencariannya itu. Kitab-kitab hadis yang disusun dengan cara seperti ini ada dua macam antara lain:
a) Kitab Majami’, yaitu kitab-kitab yang merupakan himpunan hadis dari berbagai kitab hadis.
b) Kitab-kitab tentang hadis-hadis yang sering diucapkan oleh orang umum.
4.      Kitab-kitab Himpunan Hadis 
Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun hadis dari sejumlah kitab sumber hadis. Kitab-kitab jenis ini disusun dengan dua cara yaitu:
1. Kitab Hadis yang berdasarkan urutan bab
     Diantara kitab jenis ini yang terpenting adalah: a). Jami’ al-Ushūl min Ahadīs ar-Rasūl karya Ibnul Atsir al-Mubarak ditulis tanpa disertai sanad. Setiap hadis diberi penjelasan ringkas tentang lafal-lafal yang asing. Namun tidak disertai dengan penjelasan tentang derajad hadis-hadis sunan, bahkan ia tidak menyebutkan komentar al-Turmudzi terhadap hadis-hadis yang diriwayatkannya, sehingga hal ini membuat para pembacanya membutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengetahiunya. b). Kanzul ‘Ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karya al-Syaikh Al-Muhaddis Ali bin Hisam al-Muttaqi al-Hindi(W.975 H), merupakan sembilan puluh tiga buah kitab hadis, menurut hasil perhitungan, sehingga ia tampil sebagai kitab hadis yang komplit dan tidak ada duanya.
2. Hadis-hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf-huruf pertama pada mu’jam
    Di antara kitab jenis ini yang terpenting adalah: a) Al-Jami’ al-Kabīr atau Jam’ul Jawami’ karya Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini merupakan cikal bakal kitab Kanzul Ummal. b) Al-Jami’ as-Sagīr li Ahadis al-Basyir an- Nazir karya As-Suyuthi pula. Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al-Jami’ al-Kabīr.
a. Kitab az-Zawā’id
    Az-Zawāid merupakan kitab –kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang tidak terdapat pada kitab hadis yang lain, yakni selain hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab yang diperbandingkan itu. Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab az-Zawā’id ini, sebagian yang terkenal adalah: 1) Majma’ az-Zawā’id wa Manba’ al-Fawā’id oleh al-Hafizh Nuruddin Ali bin Abu Bakar al-Haitsami. 2) Al-Matālib al-‘Aliyah bi Zawā’id al-Masānid as-samāniyah karya al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Atsqalani. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang melebihi al-Kutub al-Sittah.
b. Kitab-Kitab Takhrīj
    Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di antara kitab takhrij yang penting adalah: 1) Nashbu Ar-Rāyah li Ahādis al-Hidāyah karya Jamaluddin Abu Muhammad Abdillah bin Yusuf al-Zaila’i al- Hanafi. Kitab ini merupakan takhrij hadis-hadis kitab Hidayah, sebuah kitab fiqh mazhab Hanafi, yang disusun oleh Ali bin Abu Bakar al-Maghinani. 2) Al-Mughni ‘an Haml al-Asfār fi al-Asfār fi Takhrīj Mā fi al-Ihya’ min al-Akhbār karya Imam Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi. Kitab ini merupakan kitab takhrij hadis-hadis dalam kitab Ihya ‘Ulūm al-Dīn karya Imam Al-Gzālī.                  
c. Al-Ajzā’
    Al-Juz’ merupakan kitab yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan dari seorang perawi, baik dari kalangan sahabat maupun generasi setelahnya.[21] seperti Juz’ Hadis Abi Bakar dan Juz’ Hadis Malik. Pengertian lain menjelaskan bahwa al-Juz’ adalah kitab hadis yang membahas sanad-sanad sebuah kalimat seperti Ikhtiyar al-Aulani Hadis Ikhtisham al-Mala’I al-A’la karya al-Hafiz Ibnu Rajab.
d. Al-Masyikhat
    Al-Masyikhat adalah kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun nama guru-guru penyusunnya, hadis atau kitab yang mereka terima beserta sanadnya, berikut para penyusunnya. Di antara kitab semacam ini yang paling masyhur adalah agenda pengajian hadis yang ditulis oleh al-Ra’aini yang diberi judul al-Nubdzat al-mustafad minal riwayat wa al-isnad.
e. Al-‘Ilal
    Al-‘Ilal adalah kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini merupakan puncak prestasi kerja penyusunnya, karena pekerjaan ini membutuhkan ketekunan, kerja keras dan waktu yang panjang untuk meneliti sanad , memusatkan pengkajian dan mengulang-ngulanginya untuk mendapat kesimpulan.
    Dari segi jumlah, koleksi dari berbagai macam (tipe) tersebut sangatlah berlimpah dan sulit dipastikan. Pada abad pertama (Hijriah) saja, M. Azami (1977) berani menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar. Kemudian bila ditambah seratus tahun berikutnya (abad ke-2 H) akan lebih sulit lagi memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang muncul. Bahkan, katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya mencapai ribuan. Dari ribuan koleksi itu, hanya sejumlah kecil yang masih bisa dijumpai. Mengenai hal ini, Azami(1977) mengajukan dua hipotesis, pertama, perkiraannya tentang jumlah koleksi yang sampai ratusan (bahkan ribuan) tadi adalah salah total. Hipotesis kedua, koleksi-koleksi tersebut pada suatu waktu memang ada, namun semakin punah.
   Hipotesisnya yang terakhir ini memang memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua karena ketelodoran para ahli hadis atau mereka merasa tidak memerlukan literatur hadis sehingga tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini hipotesisnya yang kedua adalah tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para ahli hadis yang kemudian. Oleh karenanya, ketika kitab-kitab (tipe) ensiklopedik tersusun, para ahli hadis merasa tidak perlu lagi memelihara kitab-kitab ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.
   Adapun mengenai kitab koleksi hadisnya siapa yang lebih dulu muncul, juga muncul perbedaan pendapat. Sebagai contoh, Muhammad Rasyid Rida, seperti yang dikutip Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (1989), berpendapat bahwa pada kurun awal dari kalangan tabiin, ahli yang pertama kali mencatat hadis dan membukukannya menjadi sebuah koleksi (Musannāf) adalah Khalid ibn Ma‘dan al-Lahmasi (w. 103/4 H). Ibn Syihab al-Zuhri, kata Rida, terkenal sebagai yang pertama karena melakukannya atas dasar perintah khalifah Umayyah. Sementara al-Khatib sendiri berpendapat bahwa penulisan hadis yang bersifat perorangan (berbentuk koleksi pribadi) sudah ada sejak periode sahabat dan tabi‘in. Ia mencontohkan Ibn ‘Amr (w. 63/682) dan Hammam ibn Munabbih (w. 101/719) yang mempunyai koleksi sahifah. Sedangkan, kalau koleksi yang bersifat resmi (atas perintah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz) adalah Abu Bakar. Ibn Hazm dan al-Zuhri.

BAB III
PENUTUP
     A.    Kesimpulan
Demikianlah maka Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits. ‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata, yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin mulai merintis ilmu ini dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmidzi dan lain-lain

    B.     Saran
Demikianlah Ulumul Hadist  ini kami susun dengan sebaik-baik nya, semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan pengetahuan tentang Kitab-Kitab Hadist dan Penyusunan nya. Kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat membuthkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, supaya makalah kami ke depan nya menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
 Alfatih Surya Dilaga, dkk, Ulumul Hadits, TERAS, Tahun 2010.

Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, Bandung,, Cita Pustaka Media, Tahun 2011

No comments:

Post a Comment