1

loading...

Kamis, 21 Januari 2016

MAKALAH Perkembangan Obligasi dan Saham


MAKALAH
“ Laporan Tentang Obligasi dan Saham ”


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Selama berabad-abad lamanya kita mengenal bahwa Bank Umum atau Bank Konvensional telah memegang peranan yang amat penting dalam membantu dan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara. Bahkan posisinya amat strategis dalam menggerakkan roda perekonomian. Di Indonesia, sejak awal kemerdekaannya, Bank telah memainkan peranan yang amat menentukan bagi pengaturan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat termasuk produksi dan perdagangan di semua sektor ekonomi. Salah satu upaya bank konvensional dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara adalah berupa investasi-investasi yang dilakukannya, baik di pasar modal maupun di segala bentuk usaha yang dianggap berkompeten di bidangnya.
Pasar modal di Indonesia, sementara ini mempunyai obyek investasi yang diperdagangkan berupa surat-surat berharga seperti saham, obligasi dan sertifikat PT. Danareksa. Sama halnya dengan investasi di bidang lain, untuk melakukan investasi di pasar modal selain diperlukan dana, diperlukan pengetahuan yang cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek atau surat berharga mana yang akan dibeli, yang mana yang akan dijual, dan efek mana yang tetap dipegang (hold). Bagi calon investor yang tidak mempunyai keterampilan untuk melakukan hal itu, mereka dapat meminta pendapat kepada lembaga penunjang pasar modal, seperti pedagang efek (dealer) atau perantara perdagangan efek (broker). Kedua lembaga ini, di samping melakukan jual beli efek, juga melakukan investasi yang baik dan akan menunjukkan efek-efek yang dapat dipilih untuk dibeli.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :
1.      Apakah yang dimaksud dengan Obligasi dan Saham ?
2.      Perbedaan Obligasi dan Saham ?
3.     

1
 
Bagaimanakah perkembangan Obligasi dan saham di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Obligasi dan Saham
1.      Obligasi
Obligasi adalah surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindah tanggankan dan berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentuakan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
a.      Pengelompokan Jenis Obligasi
Beberapa jenis obligasi dapat ditinjau dari sisi penerbit, sistem pembayaran bunga, hak penukaran/ opsi, dan sisi jaminan/ collateral. Penjelasan atas jenis obligasi adalah sebagai berikut:
1)      Di tinjau dari Sisi Penerbit
a)      Corporate bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik berbentuk badan usaha mikik negara (BUMN) maupun badan usaha swasta.
b)      Government bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.
c)      Municipal bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
2)      Di tinjau dari sistem Pembayaran Bunga
a)      Zero coupn bonds, yaitu obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara periodik.
b)      Coupon bonds, yaitu obligasi dengan kupon yang dapt diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya.
c)     

2
 
Fixed coupon bonds, yaitu obligasi dengan tingkat kopun bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan acuan (benchamark)
d)     Floating coupon bonds, yaitu obligasi dengan tingkat bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan acuan (ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga eposito bank pemerintah dan swasta.
3)      Di tinjau dari Hak Penukaran / Opsi.
a)      Convertible bonds, yaitu obligasi yang membeikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut kedalam sejumlah saham milik penerbitnya.
b)      Exchangable bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
c)      Callable bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
d)     Putable bonds, yaitu obligasi yang menberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
4)      Di tinjau dari Segi Jaminan/ Collateral.
a)      Secured bonds, yaitu obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu milik penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga.
b)      Unsecured bonds, yaitu obligasi yang tidak dijamin dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.
b.      Mekanisme Penerbitan Obligasi
Proses atau mekanisme penerbitan obligasi terdiri dari empat, yaitu sebagai berikut:
1)      Tahap Persiapan, untuk memenuhi persyaratan pendaftaran emisi obligasi sampai dengan penjualan. Perusahaan yang akan menerbitkan obligasi terlebih dahulu harus melakukan persiapan internal, seperti menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan pemegang saham mengenai rencana penerbitan obligasi. Setelah disetujui dalam RUPS, dilakukan penunjukan penjamin emisi, lembaga dan profesi penunjang pasar modal yang terkait, persiapan dokumen emisi, penyelenggarakan due dili gence meeting, penandatanganan kontrak pendahuluan engan bursa efek.
2)      Tahap Pengajuan, yaitu pengajuan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam sampai dengan pernyataan pendaftaran menjadi efektif.
3)      Tahap Penawaran Umum Perdana Obligasi, yaknisetelah dinyatakan efektif maka obligasi mulai ditawarkan kepada umum di pasar modal.
4)      Tahap Pencatatan dan Perdagangan, setelah kegiatan di pasar perdana selesai, obligasi tersebut dicatatkan di bursa efek dan untuk selanjutnya dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
c.       Indeks Obligasi Pemerintah
Indeks Obligasi Pemerintah pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004, sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan obligasi pemerintah.
1)      Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:
a)      Sebagai barometer dalam melihat perubahan yang terjadi di pasar obligasi.
b)      Sebagai alat analisa teknikal untuk pasar obligasi pemerintah.
c)      Benchmark dalam mengukur kinerja portofolio obligasi.
d)     Analisa pengembangan instrumen obligasi pemerintah.


Formula yang digunakan dalam pengembangan informasi Indeks Obligasi Pemerintah:
                                                i.     Price (Performance) Index.
                                              ii.     Yield Index.
                                            iii.     Total Return Index
Saham adalah tanda pernyataan atau kepemilikan seseorang atau badan tertentu pada perusahaan penerbit saham bersangkutan. Bentuk fisik saham berupa selembar kertas yang menjelaskan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Pemilik saham mendapatkan keuntungan dari pernyataan dari perusahaan tersebut, namun hal tersebut sangat tergantung pada perkembangan perusahaan penerbit saham. Jika perusahaan penerbit saham dapat menghasilkan laba yang besar, para pemegang saham akan mendapatkan keuntungan melalui dividen.      
2.      Saham
Saham adalah tanda pernyataan atau kepemilikan seseorang atau badan tertentu pada perusahaan penerbit saham bersangkutan. Bentuk fisik saham berupa selembar kertas yang menjelaskan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Pemilik saham mendapatkan keuntungan dari pernyataan dari perusahaan tersebut, namun hal tersebut sangat tergantung pada perkembangan perusahaan penerbit saham. Jika perusahaan penerbit saham dapat menghasilkan laba yang besar, para pemegang saham akan mendapatkan keuntungan melalui dividen.
Pemilik saham juga dapt memperoleh capital gain atau kelebihan harga jual diatas harga beli. Untuk memdapat capital gain, pemilik perusahaan harus memiliki strateg, diantaranya mengetahui waktui yang tepat kapan membeli dan kapan menjualnya kembali. Umumnya pemilik saham akan membeli pada saat harga rendah dan menjualnya kembali pada saat harga meningkat atau tinggi. Selain mendapat keuntungan, pemilik sahan juga memiliki risiko. Misalnya pada saat perusahaan tersebut harus tutup karena menderita kerugian. Dalam hal ini hak klaim pemegang saham memepati posisi terakhir. Selain itu risiko lainnya adalah capital loss, yaitu penurunan harga jual di bawah harga beli.
a.      Pengelompokkan Saham
1)      Saham Biasa.
Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagaian pendapatan tetap / deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan.
Orang yang memiliki saham suatu perusahaan memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak suara yang dimilikinya berdasarkan besar kecil saham yang dipunyai. Semakin banyak prosentase saham yang dimiliki maka semakin besar hak suara yang dimiliki untuk mengontrol operasional perusahaan.
2)      Saham Preferen.
Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan berusahan sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.


b.      Pemilik Saham Individu / Perorangan dan Organisasi / Perusahaan.
Pemilik saham individu adalah orang perorangan non badan usaha yang menanamkan sejumlah uang ang dimilikinya ke pasar modal dengan ekspektasi mendapatkan laba keuntungan yang lebih tinggi daripada menabung di bank. Sedangkan pemilik saham organisasi, instansi atau perusahaan adalah badan usaha yang mengelola sebagian atau sekuluh modal yang dimilikinya untuk dikelola di pasar modal untuk mendapatkan keuntungan yang besar secara profesional.
1)      Persyaratan Umum Pencatatan di BEI
Calon emiten bisa mencatatkan sahamnya di Bursa, apabila telah memenuhi syarat berikut:
a)      Pernyataan Pendaftaran Emisi telah dinyatakan Efektif oleh BAPEPAM-LK.
b)      Calon emiten tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan.
c)      Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
d)     Khusus calon emiten pabrikan, tidak dalam masalah pencemaran lingkungan (hal tersebut dibuktikan dengan sertifikat AMDAL) dan calon emiten industri kehutanan harus memiliki sertifikat ecolabelling (ramah lingkungan).
e)      Khusus calon emiten bidang pertambangan harus memiliki ijin pengelolaan yang masih berlaku minimal 15 tahun; memiliki minimal 1 Kontrak Karya atau Kuasa Penambangan atau Surat Ijin Penambangan Daerah; minimal salah satu Anggota Direksinya memiliki kemampuan teknis dan pengalaman di bidang pertambangan; calon emiten sudah memiliki cadangan terbukti (proven deposit) atau yang setara.
f)       Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan ijin pengelolaan (seperti jalan tol, penguasaan hutan) harus memiliki ijin tersebut minimal 15 tahun.
g)      Calon emiten yang merupakan anak perusahaan dan/atau induk perusahaan dari emiten yang sudah tercatat (listing) di BEI dimana calon emiten memberikan kontribusi pendapatan kepada emiten yang listing tersebut lebih dari 50% dari pendapatan konsolidasi, tidak diperkenankan tercatat di Bursa.
h)      Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan Auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan.
Calon Perusahaan Tercatat akan dicatatkan untuk pertama kalinya di Papan Utama apabila memenuhi persyaratan berikut:
1)      Telah memenuhi persyaratan umum pencatatan saham.
2)      Sampai dengan diajukannya permohonan pencatatan, telah melakukan kegiatan operasional dalam usaha utama (core business) yang sama minimal 36 bulan berturut-turut.
3)      Laporan Keuangan telah diaudit 3 tahun buku terakhir, dengan ketentuan Laporan Keuangan Auditan 2 tahun buku terakhir dan Laporan Keuangan Auditan interim terakhir (jika ada) memperoleh pendapat Wajar Tanpa Pengecualian(WTP).
4)      Berdasarkan Laporan Keuangan Auditan terakhir memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Asset) minimal Rp 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah)
5)      Jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang bukan merupakan Pemegang Saham Pengendali (minority shareholders) setelah Penawaran Umum atau perusahaan yang sudah tercatat di Bursa Efek lain atau bagi Perusahaa Publik yang belum tercatat di Bursa Efek lain dalam periode 5 (lima) hari bursa sebelum permohonan pencatatan, sekurang-kurangnya 100.000.000 (seratus juta) saham atau 35% dari modal disetor (mana yang lebih kecil).
6)      Jumlah pemegang saham paling sedikit 1.000 (seribu) pemegang saham yang memiliki rekening Efek di Anggota Bursa Efek, dengan ketentuan:
-          Bagi Calon Perusahaan Tercatat yang melakukan penawaran umum, maka jumlah pemegang saham tersebut adalah pemegang saham setelah penawaran umum perdana.
-          Bagi Calon Perusahaan Tercatat yang berasal dari perusahaan publik, maka jumlah pemegang saham tersebut adalah jumlah pemegang saham terakhir selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum mengajukan permohonan pencatatan.
-          Bagi Calon Perusahaan Tercatat yang tercatat di Bursa Efek lain, maka jumlah pemegang saham tersebut adalah dihitung berdasarkan rata-rata per bulan selama 6 (enam) bulan terakhir. 
2)       Indeks Harga Saham
Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.
Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.
Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula.
Di Bursa Efek Indonesia terdapat 6 (enam) jenis indeks, antara lain:
a.       Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
b.      Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
c.       Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.
d.      Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
e.       Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti :
-          Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
-          Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
-          Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
-          Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
-          Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.
Indeks KOMPAS 100. merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham dengan proses penentuan sebagai berikut :
a.       Telah tercatat di BEJ minimal 3 bulan.
b.      Saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).
c.       Berdasarkan pertimbangan faktor fundamental perusahaan dan pola perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkan saham tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham.
d.      Masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekwensi transaksi serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar Reguler, selama 12 bulan terakhir.
e.       Dari sebanyak 150 saham tersebut, kemudian diperkecil jumlahnya menjadi 60 saham dengan mempertimbangkan nilai transaksi terbesar.
f.       Dari sebanyak 90 saham yang tersisa, kemudian dipilih sebnyak 40 saham dengan mempertimbangkan kinerja: hari transaksi dan frekwensi transaksi serta nilai kapitalisasi pasar di pasar reguler, dengan proses sebagai berikut :
i.      Dari 90 sisanya, akan dipilih 75 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler.
ii.    Dari 75 saham tersebut akan dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler.
iii.  Dari 60 saham tersebut akan dipilih 40 saham berdasarkan Kapitalisasi Pasar.
g.      Daftar 100 saham diperoleh dengan menambahkan daftar saham dari hasil perhitungan butir (e) ditambah dengan daftar saham hasil perhitungan butir.
h.      Daftar saham yang masuk dalam KOMPAS 100 akan diperbaharui sekali dalam 6 bulan, atau tepatnya pada bulan Februari dan pada bulan Agustus.
B.     Perbedaan antara Saham dan Obligasi
1.      Saham.
a.       Merupakan bukti kepemilikan.
b.      Diterbitkan atas nama.
c.       Jangka waktu dan umur saham.
d.      Pendapatan diperoleh dari hak atas pembayaran dividen dan jumlahnya tergantung pada keuntung perusahaan.
e.       Dividen dibayar dari keuntungan perusahaan, potensi laba saham sulit diprediksi dan umumnya masih berupa etimasi.
f.       Harga saham lebih berfluktuasi, sangat sensitif terhadap kondisi mikro dan makro ekonomi.
g.      Pemegang saham memiliki hak suara atau hak menentukan perkembangan usaha.
h.      Jika terjadi likuidasi maka hak klaim pemegang saham pada posisi teakhir.


2.      Obligasi
a.       Merupakan bukti pengakuan utang.
b.      Diterbitkan atas unjuk.
c.       Jangka waktu terbatas, tanggal jatuh tempo ditentukan pada saat emisi.
d.      Pendapat berasal dari tingkat bunga dan pokok periopde pembayaran telah di tetapkan terlebih dahulu.
e.       Dalam keadaan untung atau rugi, perusahaan tetap harus membayar bunga dan pokok pada tanggal jatuh tempo.
f.       Harga obligasi relatif stabil namun sangat sensitif terhadap tingkat suku bunga dan inflasi.
g.      Pemegang obligasi tidak memiliki hak suara atau hak untuk menentukan perkembangan usaha.
h.      Pemegang obligasi memiliki hak klaim terlebih dahulu atas aktiva apabila terjadi likuidasi.
Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad ke-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreninging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880. Pada tanggal Desember 1912, Amserdamse Effectenbeurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua keempat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo. Aktivitas yang sekarang diidentikkan sebagai aktivitas pasar midal sudah sejak tahun 1912 di Jakarta. Aktivitas ini pada waktu itu dilakukan oleh orang-orang Belanda di Batavia yang dikenal sebagai Jakarta saat ini. Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar midal. Setelah mengadakan persiapan akhirnya berdiri secara resmi pasar midal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Verreninging voor den Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan. Efek yang dperdagangkan pada saat itu adalah saham dan obligasi perusahaan milik perusahaan Belanda serta obligasi pemerintah Hindia Belada. Bursa Batabia dihentikan pada perang dunia yang pertama dan dibuka kembali pada tahun 1925 dan menambah jangkauan aktivitasnya dengan membuka bursa paralel di Surabaya dan Semarang. Aktivitas ini terhenti pada perang dunia kedua.
Setahun setelah pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkan senagai Undang-undang No. 15 tahun 1952, setelah terhenti 12 tahun. Adapun penyelenggarannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bangk negara dan beberapa makelar efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.
Menjelang akhir era 50-an, terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga begara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan tersebyut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia denan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958. Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasonialisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua efek dari perusahaan Belanda yangberoperasi di Indonesia, termasuk semua efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan efek di Indonesia.
Pada tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), institusi baru di bawah Departemen Keuangan. Unuk merangsang perusahan melakukan emisi, pemerintah memberikan keringanan atas pajak persetoan sebesar 10%-20% selama 5 tahun sejak perusahaan yang bersangkutan go public. Selain itu, untuk investor WNI yang membeli saham melalui pasar midal tidak dikenakan pajar pendapatan atas capital gain, pajak atas bunga, dividen, royalti, dan pajak kekayaan atas nilai saham/bukti penyertaan modal.
Pada tahun 1988, pemerintah melakuka deregulasi di sektor keuangan dan perbankan termasuk pasar midal. Deregulasi yang memengaruhi perkembangan pasar midal antara  lain Pakto 27 tahun 1988 dan Pakses 20 tahun 1988. Sebelum itu telah dikeluarkan Paker 24 Desember 1987 yang berkaitan dengan usaha pengembangan pasar modal meliputi pokok-pokok:
a.       Kemudahan syarat go public antar lain laba tidak harus mencapai 10%.
b.      Diperkenalkan Bursa Paralel.
c.       Penghapusan pungutan seperti fee pendaftaran dan pencatatan di bursa yang sebelumya dipungut oleh Bapepam.
d.      Investor asing boleh membeli saham di perusahaan yang go public.
e.       Saham boleeh dierbitkan atas unjuk.
f.       Batas fluktuasi harga saham di bursa efek sebesar 4% dari kurs sebelum ditiadakan.
g.      Proses emisi sudah diselesaikan Bapepem dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dilengkapinya persyaratan.
Pada tanggal 13 Juli 1992, bursa saham dswastanisasi menjadi PT Bursa Efek Jakarta. Swastanisasi bursa saham menjadi PT BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Bahwa obligasi ditinjau dari beberapa sisi :
      a.   Penerbit                      
      b.   Sistem Pembayaran Bunga
      c.   Hak Penukaran / Opsi
      d.   Segi Jaminan/ Collateral
            Saham dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu :
      a.   Saham Biasa
      b.   Saham Preferen                                                                        
      c.   Pemilik Saham Individu / Perorangan dan Organisasi / Perusahaan
            Bahwa antara saham dan obligasi terdapat beberapa perbedaan.
B.     Saran
Dalam Pembuatan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kontribusi para pembaca dalam bentuk kritik dan saran demi kesempurnaa makalah ini. Kritik dan saran tersebut akan diterima dan dijadikan sarana untuk penyusunan makalah yang akan datang agar lebih baik.


SKRIPSI POLA ASUH ANAK DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU


SKRIPSI POLA ASUH ANAK  DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU  YAYASAN SWASTA MANDIRI BENGKULU PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)  BENGKULU 2015 (BAB 1)



BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang Masalah
Pembinaan sumber daya manusia atau human resources development adalah usaha untuk memperbesar kemampuan berproduksi seseorang baik dalam pekerjaan, seni dan kegiatan lainnya yang dapat memperbaiki, baik bagi dirinya sendiri atau orang lain[1]. Dengan demikian ada peningkatan kemampuan berproduksi bagi setiap orang, sehingga manusia Indonesia tidak menjadi beban negara, tetapi menjadi pendukung yang dapat diarahkan dalam rangka pencapaian arah pembangunan.
Untuk meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya insani bagi pembangunan nasional perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangan generasi muda.  Mereka harus dipersiapkan dan diarahkan menjadi kader penerus bangsa dan manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, dengan cara meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan YME, menanamkan dan menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara, memperluas wawasan ke masa depan, memperkokoh kepribadian dan disiplin, memupuk kesegaran jasmani dan daya kreasi, mengembangkan kemandirian, ilmu, keterampilan dan semangat kerja keras. Untuk itu pembinaan dan pengembangan generasi muda perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Penciptaan generasi muda yang berkualitas sangat tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan anak karena anak merupakan cikal bakal generasi muda di masa yang akan datang dan anak merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Mereka adalah penerus perjuangan bangsa yang akan menerima estafet kepemimpinan di kemudian hari.  Sebagai pewaris perjuangan  kemerdekaan, anak akan tumbuh menjadi generasi muda yang pada akhirnya bertugas mengisi kemerdekaan, memikul tanggung jawab masa depan terhadap maju mundurnya suatu negara.  Agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas melanjutkan estafet kepemimpinan dan pembangunan dari generasi pendahulunya, maka anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, baik rohaniah, jasmaniah maupun sosial.
Negara menjamin dan harus memenuhi hak-hak anak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989.   Dalam kaitan ini, negara dan Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989 dan hal ini telah diimplementasikan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak[3]. Undang-undang ini berisi tentang pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Kondisi seperti digambarkan di atas menjadi idaman/dambaan suatu bangsa yang ingin maju dan dinamis.  Tetapi kenyataan, yang ada di masyarakat,  tidak semua anak dapat terpenuhi kebutuhannya.  Diantara mereka ada yang tidak memperoleh hah-haknya dan menghadapi berbagai hambatan sehingga menjadi terlantar.  Hal ini terjadi antara lain pada anak yang lahir dari keluarga yang mengalami perpecahan dan keluarga miskin yang hidupnya serba kekurangan atau anak yang telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.
Akibatnya, kebutuhan akan makan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, perlindungan, kasih sayang dan hubungan sosial yang harmonis sulit mereka dapatkan.  Dengan masih tingginya jumlah anak terlantar, berarti tidak semua anak dapat memperoleh kehidupan yang layak sebagai seorang anak yang seharusnya tumbuh wajar sesuai dengan dunianya. Sungguh sangat memprihatinkan apabila proses pembangunan yang telah menghasilkan manfaat, namun pada prosesnya ternyata mengabaikan dunia anak-anak.  
Anak-anak terlantar merupakan masalah nasional yang perlu segera mendapat perhatian dengan cara pembinaan mental dan pengetahuan agar dalam diri mereka dapat tergali dan termanfaatkan dalam proses pembangunan bangsa.  Pembinaan dan bimbingan terhadap anak-anak terlantar mutlak diperlukan agar terbentuk pribadi-pribadi yang utuh untuk terciptanya kualitas Sumber Daya Manusia seutuhnya, sehingga dapat berperan dalam pembangunan.  Pembinaan terhadap anak terlantar telah dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta sebagai bentuk pertanggungjawaban moral terhadap kelangsungan bangsa.  Ketika situasi keterlantaran anak yatim piatu dan anak dari keluarga bermasalah tersebut dibiarkan tanpa ada usaha penanggulangannya, dikhawatirkan anak akan frustasi.  Mereka tidak mustahil akan merasa hina dan berontak terhadap keadaan. Sebagai negara yang berkeadilan sosial, pemerintah bertanggung jawab terhadap kondisi anak-anak terlantar. Seperti disebutkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. 
Adapun realisasi tanggung  jawab terhadap anak-anak telantar diupayakan bersama antara negara, dan seluruh masyarakat Indonesia.  Hal inilah yang menjadi dasar bagi usaha pembinaan anak sebagai tunas bangsa senantiasa dikedepankan oleh pemerintah. Karena usaha mencapai kesejahteraan anak yang lebih baik tidak mungkin diupayakan oleh mereka sendiri. Kesempatan pemeliharaan hanya akan dapat dilaksanakan dan diperoleh apabila usaha kesejahteraan anak terjamin, agar anak dapat menerima hak-haknya secara penuh dan dapat melaksanakan kewajibannya dengan didasari atas kesadaran dan tanggung jawab yang ia peroleh dari bimbingan, pembinaan/asuhan yang intensif, terprogram dan berkesinambungan.   Kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi merupakan hak anak secara universal. 
Di Indonesia pengaturan hak anak secara tersurat ditegaskan melalui Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979  tentang Kesejahteraan Anak[4].  Undang-undang ini menekankan bahwa orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak baik secara jasmani, rohani maupun sosial.  Namun persoalannya tidak semua orang tua mampu melaksanakan tugas tersebut.
Salah satu pasal yang di dalamnya mencakup Hak Anak termuat pada BAB II pasal 2, yang menyatakan bahwa anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya.  Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.  Anak juga berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. 
Mengasuh anak bukan hanya merawat atau mengawasi anak saja, melainkan lebih dari itu, yakni meliputi: pendidikan, sopan santun, membentuk dan melatih tanggung jawab, pengetahuan pergaulan dan sebagainya, yang bersumber pada pengetahuan kebudayaan yang dimiliki orang tuanya.  Banyak anak yang dalam proses pembentukannya bukan hanya diasuh oleh orang tua (ayah-ibu) yang merupakan basis dalam proses pengasuhan melainkan juga oleh individu-individu lain dan atau lembaga pendidikan baik formal maupun informal yang ada disekitarnya.[5] Untuk pelaksanaan usaha kesejahteraan anak,  termuat pada Bab II Pasal 4 Ayat 1, yang menyatakan bahwa ”Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara, organisasi maupun badan-badan”.[6]
Dalam rangka pemenuhan hak anak dalam kaitannya dengan upaya memecahkan masalah keterlantaran anak maka diperlukan lembaga pengganti fungsi orang tua yang memiliki peran dan posisi sejenis.  Salah satu lembaga tersebut adalah Panti Asuhan Yatim Piatu yang pada dasarnya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menggantikan posisi orang tua dan memberikan berbagai hak anak-anak yang dititipkan dilembaga mereka Panti Asuhan,  idealnya dikembangkan sebagai lembaga pelayanan profesional dan menjadi pilihan untuk memberikan pelayanan kesejahteraan anak. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga pelayanan profesional yang bertanggung jawab memberikan pengasuhan dan pelayanan pengganti fungsi orang tua kepada anak terlantar.   Adapun tujuan didirikannya Panti Asuhan adalah:
1.    Terwujudnya hak atau kebutuhan anak yaitu kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi.
2.    Terwujudnya kualitas pelayanan atas dasar standar profesional:
a.    Dikelola oleh tenaga pelaksana yang memenuhi standar profesi.
b.    Terlaksananya manajemen kasus sebagai pendekatan pelayanan yang memungkinkan anak memperoleh pemenuhan kebutuhan yang berasal dari keanekaragaman sumber.
c.    Meningkatnya kualitas kehidupan sehari-hari di lingkungan panti yang memungkinkan anak berintegrasi dengan masyarakat secara serasi dan harmonis.
d.   Meningkatnya kepedulian masyarakat sebagai relawan sosial.
3.    Terwujudnya jaringan kerja dan sistem informasi pelayanan kesejahteraan anak secara berkelanjutan baik secara horizontal maupun vertikal [7].
Sesuai dengan tujuan Panti Asuhan  sebagai lembaga kesejahteraan sosial, bahwa lembaga ini tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan fisik semata namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak-anak terlantar.  Dengan terpenuhinya semua tujuan ini diharapkan nantinya mereka dapat hidup secara mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene masih mempunyai orang tua serta berkecukupan.
Dengan demikian, pelayanan bagi anak terlantar dalam panti asuhan merupakan suatu sistem, karena di dalam prakteknya terdapat keterikatan-keterikatan berbagai unsur pelayanan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Unsur-unsur pelayanan yang ada dalam panti asuhan merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga tidak adanya satu unsur saja dapat mempengaruhi proses pelayanan. 
Salah satu lembaga Panti Asuhan di Provinsi Bengkulu adalah Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri Bengkulu yang berdiri sebagai wujud usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim piatu dan anak dari keluarga miskin. Anak-anak yang ditampung dalam panti asuhan tersebut adalah anak-anak yang tidak mempunyai ayah, ibu atau keduanya dan anak-anak dari keluarga miskin yang kehidupanya kurang layak, yang berjumlah 58 orang, dengan rentang usia antara 1 – 19 tahun.   Berdasarkan survey panti asuhan Yatim Piatu yayasan Swata Mandiri ini sudah berdiri sekitar 11 tahun.  Panti asuhan ini berfungsi sebagai lembaga sosial dimana anak-anak dicukupi kebutuhan sehari-harinya, diajar, dilatih, dibimbing, diarahkan, diberi kasih sayang, dan diberi keterampilan-keterampilan sebagai bekal untuk kehidupanya kelak dikemudian hari.Panti asuhan tersebut bertujuan memberikan pelayanan kesejahteraan kepada anak-anak yatim piatu dan miskin dengan memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial agar kelak mereka mampu bersosialisasi dan hidup layak di tengah-tengah masyarakat,  dalam pola asuh anak pada panti asuhan sebagaimana dikemukakan di atas, membuat peneliti tertarik untuk mengkaji tentang  Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian
a.    Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini pada permasalahan berikut:
1)   Bagaimana Pola Asuh Anak yang diterapkan di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu ?.
2)   Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
b.   Batasan Masalah Penelitian
Seperti tergambar dalam rumusan masalah, permasalahan utama  yang akan diketahui dan dipahami dalam penelitian ini adalah tentang Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.  Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti, baik segi akademis, tenaga, biaya, dan waktu, maka penelitian ini dibatasi pada :
1.    Pola asuh yang diteliti mencakup pola komunikasi, cara mendidik dan menanamkan nilai, melatih kemandirian dan cara menerapkan aturan dan memberikan sanksi atau hukuman kepada anak asuh.
2.    Pola asuh anak yang diteliti dibatasi pada pola asuh anak kelompok usia 1-6 tahun dan 7-14 tahun.

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah ;
1.    Untuk mengetahui bagaimana pola asuh anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
2.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.

1.4. Manfaat Penelitian
a.    Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada Pemerintah propinsi Bengkulu khususnya untuk Dinas Sosial Propinsi bengkulu, mengenai Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi secara teoritis terhadap khasanah ilmu pengetahuan, teruta pengetahuan yang berhubungan dengan pengasuh, pendidikan anak dan kesejateraan sosial anak.



b.        Manfaat secara praktis
1)   Bagi peneliti, merupakan pasilitas untuk lebih mengembangkan wawasan tentang pola asuh anak di panti asuhan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2)   Bagi pimpinan panti asuhan, sebagai acuan dalam memberikan pembinaan terhadap anak asuh, dalam rangka meningkatkan proses pola asuh anak, sehingga dapat mengidentifikasi kekurangannya untuk dicarikan pemecahan yang terbaik, maupun keunggulan yang terus di tingkatkan, serta tersusunnya model pola pengasuhan anak berbasis perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
3)   Bagi masyarakat, sebagai pendukung pendidikan demi tercapainya panti asuhan baik dan bermutu.

1.5.  Sistematika Penelitian
Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi proposal skripsi ini, maka disajikan beberapa garis sistematika proposal skripsi dengan bagian-bagian yaitu 1) Bagian awal proposal skripsi, 2) Bagian isi proposal skripsi 3) Bagian akhir proposal skripsi. Bagian awal proposal skripsi terdiri atas judul proposal skripsi, sari (abstrak) proposal skripsi, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. Bagian isi proposal skripsi terdiri atas lima bab, yang dapat dirinci sebagai berikut :
Bab pertama pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian terhadap penelitian terdahulu dan sistematika penelitian skripsi.
Bab dua landasan teori, berisi teoritis mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
Bab tiga Metode Penelitian, bab ini terdiri atas metode dan jenis penelitian, sumber data, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik pemeriksaan keabsahan data.
Bab empat hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi gambaran lokasi penelitian, temuan penelitian dan pembahasan.
Bab lima penutup terdiri dari simpulan hasil penelitian dan saran- saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian. Sedangkan bagian akhir dari proposal skripsi ini berisi daftar pusataka dan lampiran-lampiran.

1.6.     Penelitian Yang Terdahulu
Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian tentang Pola Asuh Anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.  Penelitian yang ada hubungannya baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini relevansinya adalah sebagai berikut :
1.        Taufik Hidayat. (2009).
Pola Pengasuhan di Panti Asuhan Darul Hadlanah Nahdlatul Ulama’ Kota Salatiga Tahun 2009.  Hasil studi menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang diterapkan di panti asuhan Darul Hadlanah menggunakan pendekatan kekeluargaan.  Daya dukung dalam pengasuhan adalah adanya rasa kekeluargaan yang harmonis di lingkungan panti, rasa tanggung jawab sosial pendidikan dalam diri pengurus dan pengasuh, kepercayaan masyarakat untuk menitipkan anaknya di panti, dukungan dari masyarakat dan pemerintah sebagai donatur tidak tetap, dukungan materiil maupun moril dari pengurus PCNU kota Salatiga sebagai donatur tetap. Faktor penghambat meliputi kondisi anak yang kurang baik, kurangnya peran serta keluarga, keterbatasan dana, keterbatasan tenaga pengasuh.
2.        Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd (2010)
Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Anak dalam setting keluarga keberhasilan pembentukan karakter pada anak ini salah satunya dipengaruhi oleh model orang tua dalam melaksanakan pola asuh.Pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga macam yaitu otoriter, permisif, dan otoritatif.Masing-masing pola asuh ini mempunyai dampak bagi perkembangan anak.Pola asuh otoritatif menjadi jalan terbaik dalam pembentukan karakter anak. Karena pola asuh otoritatif ini bercirikan orang tua bersikap demokratis, menghargai dan memahami keadaan anak dengan kelebihan kekurangannya sehingga anak dapat menjadi pribadi yang matang, supel, dan bias menyesuaikan diri dengan baik


[1]Soeroto, Strategi,  Pembangunan   dan   Perencanaan   Tenaga   Kerja,  (Yogyakarta: Gajah Mada University  Press, 1986), hal.53-57.
[2]M. Taqiyuddin, Pendidikan Untuk semua (Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah), (Cirebon: STAIN Cirebon Press 2005), hal. 6-7.
[3]Undang-undang Nomor 23, Tentang Perlindungan Anak, (Jakarta2002).
[4]Undang-undang Nomor 4, Tentang Kesejahteraan Anak,  (Jakarta  Tahun 1979).
[5]Supanto, dkk,   Pola Pengasuhan   Anak   Secara   Tradisional  Daerah   Istimewa, (Yogyakarta: Departemen P dan K,  Jakarta, 1990),  hal. 1-2.
[6]Supanto, dkk,   Pola Pengasuhan   Anak   Secara   Tradisional  Daerah   Istimewa, (Yogyakarta:  Departemen P dan K. Jakarta, 1990),  hal.  3.
Supanto, dkk,   Pola  Pengasuhan  Anak   Secara   Tradisional   Daerah   Istimewa, (Yogyakarta Departemen P dan K  Jakarta, 1990), hal. 12-14.