1

loading...

Wednesday, January 20, 2016

SKRIPSI POLA ASUH ANAK DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU


SKRIPSI POLA ASUH ANAK  DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU  YAYASAN SWASTA MANDIRI BENGKULU PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)  BENGKULU 2015 (BAB 1)



BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang Masalah
Pembinaan sumber daya manusia atau human resources development adalah usaha untuk memperbesar kemampuan berproduksi seseorang baik dalam pekerjaan, seni dan kegiatan lainnya yang dapat memperbaiki, baik bagi dirinya sendiri atau orang lain[1]. Dengan demikian ada peningkatan kemampuan berproduksi bagi setiap orang, sehingga manusia Indonesia tidak menjadi beban negara, tetapi menjadi pendukung yang dapat diarahkan dalam rangka pencapaian arah pembangunan.
Untuk meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya insani bagi pembangunan nasional perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangan generasi muda.  Mereka harus dipersiapkan dan diarahkan menjadi kader penerus bangsa dan manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, dengan cara meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan YME, menanamkan dan menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara, memperluas wawasan ke masa depan, memperkokoh kepribadian dan disiplin, memupuk kesegaran jasmani dan daya kreasi, mengembangkan kemandirian, ilmu, keterampilan dan semangat kerja keras. Untuk itu pembinaan dan pengembangan generasi muda perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Penciptaan generasi muda yang berkualitas sangat tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan anak karena anak merupakan cikal bakal generasi muda di masa yang akan datang dan anak merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Mereka adalah penerus perjuangan bangsa yang akan menerima estafet kepemimpinan di kemudian hari.  Sebagai pewaris perjuangan  kemerdekaan, anak akan tumbuh menjadi generasi muda yang pada akhirnya bertugas mengisi kemerdekaan, memikul tanggung jawab masa depan terhadap maju mundurnya suatu negara.  Agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas melanjutkan estafet kepemimpinan dan pembangunan dari generasi pendahulunya, maka anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, baik rohaniah, jasmaniah maupun sosial.
Negara menjamin dan harus memenuhi hak-hak anak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989.   Dalam kaitan ini, negara dan Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989 dan hal ini telah diimplementasikan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak[3]. Undang-undang ini berisi tentang pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Kondisi seperti digambarkan di atas menjadi idaman/dambaan suatu bangsa yang ingin maju dan dinamis.  Tetapi kenyataan, yang ada di masyarakat,  tidak semua anak dapat terpenuhi kebutuhannya.  Diantara mereka ada yang tidak memperoleh hah-haknya dan menghadapi berbagai hambatan sehingga menjadi terlantar.  Hal ini terjadi antara lain pada anak yang lahir dari keluarga yang mengalami perpecahan dan keluarga miskin yang hidupnya serba kekurangan atau anak yang telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.
Akibatnya, kebutuhan akan makan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, perlindungan, kasih sayang dan hubungan sosial yang harmonis sulit mereka dapatkan.  Dengan masih tingginya jumlah anak terlantar, berarti tidak semua anak dapat memperoleh kehidupan yang layak sebagai seorang anak yang seharusnya tumbuh wajar sesuai dengan dunianya. Sungguh sangat memprihatinkan apabila proses pembangunan yang telah menghasilkan manfaat, namun pada prosesnya ternyata mengabaikan dunia anak-anak.  
Anak-anak terlantar merupakan masalah nasional yang perlu segera mendapat perhatian dengan cara pembinaan mental dan pengetahuan agar dalam diri mereka dapat tergali dan termanfaatkan dalam proses pembangunan bangsa.  Pembinaan dan bimbingan terhadap anak-anak terlantar mutlak diperlukan agar terbentuk pribadi-pribadi yang utuh untuk terciptanya kualitas Sumber Daya Manusia seutuhnya, sehingga dapat berperan dalam pembangunan.  Pembinaan terhadap anak terlantar telah dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta sebagai bentuk pertanggungjawaban moral terhadap kelangsungan bangsa.  Ketika situasi keterlantaran anak yatim piatu dan anak dari keluarga bermasalah tersebut dibiarkan tanpa ada usaha penanggulangannya, dikhawatirkan anak akan frustasi.  Mereka tidak mustahil akan merasa hina dan berontak terhadap keadaan. Sebagai negara yang berkeadilan sosial, pemerintah bertanggung jawab terhadap kondisi anak-anak terlantar. Seperti disebutkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. 
Adapun realisasi tanggung  jawab terhadap anak-anak telantar diupayakan bersama antara negara, dan seluruh masyarakat Indonesia.  Hal inilah yang menjadi dasar bagi usaha pembinaan anak sebagai tunas bangsa senantiasa dikedepankan oleh pemerintah. Karena usaha mencapai kesejahteraan anak yang lebih baik tidak mungkin diupayakan oleh mereka sendiri. Kesempatan pemeliharaan hanya akan dapat dilaksanakan dan diperoleh apabila usaha kesejahteraan anak terjamin, agar anak dapat menerima hak-haknya secara penuh dan dapat melaksanakan kewajibannya dengan didasari atas kesadaran dan tanggung jawab yang ia peroleh dari bimbingan, pembinaan/asuhan yang intensif, terprogram dan berkesinambungan.   Kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi merupakan hak anak secara universal. 
Di Indonesia pengaturan hak anak secara tersurat ditegaskan melalui Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979  tentang Kesejahteraan Anak[4].  Undang-undang ini menekankan bahwa orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak baik secara jasmani, rohani maupun sosial.  Namun persoalannya tidak semua orang tua mampu melaksanakan tugas tersebut.
Salah satu pasal yang di dalamnya mencakup Hak Anak termuat pada BAB II pasal 2, yang menyatakan bahwa anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya.  Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.  Anak juga berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. 
Mengasuh anak bukan hanya merawat atau mengawasi anak saja, melainkan lebih dari itu, yakni meliputi: pendidikan, sopan santun, membentuk dan melatih tanggung jawab, pengetahuan pergaulan dan sebagainya, yang bersumber pada pengetahuan kebudayaan yang dimiliki orang tuanya.  Banyak anak yang dalam proses pembentukannya bukan hanya diasuh oleh orang tua (ayah-ibu) yang merupakan basis dalam proses pengasuhan melainkan juga oleh individu-individu lain dan atau lembaga pendidikan baik formal maupun informal yang ada disekitarnya.[5] Untuk pelaksanaan usaha kesejahteraan anak,  termuat pada Bab II Pasal 4 Ayat 1, yang menyatakan bahwa ”Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara, organisasi maupun badan-badan”.[6]
Dalam rangka pemenuhan hak anak dalam kaitannya dengan upaya memecahkan masalah keterlantaran anak maka diperlukan lembaga pengganti fungsi orang tua yang memiliki peran dan posisi sejenis.  Salah satu lembaga tersebut adalah Panti Asuhan Yatim Piatu yang pada dasarnya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menggantikan posisi orang tua dan memberikan berbagai hak anak-anak yang dititipkan dilembaga mereka Panti Asuhan,  idealnya dikembangkan sebagai lembaga pelayanan profesional dan menjadi pilihan untuk memberikan pelayanan kesejahteraan anak. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga pelayanan profesional yang bertanggung jawab memberikan pengasuhan dan pelayanan pengganti fungsi orang tua kepada anak terlantar.   Adapun tujuan didirikannya Panti Asuhan adalah:
1.    Terwujudnya hak atau kebutuhan anak yaitu kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi.
2.    Terwujudnya kualitas pelayanan atas dasar standar profesional:
a.    Dikelola oleh tenaga pelaksana yang memenuhi standar profesi.
b.    Terlaksananya manajemen kasus sebagai pendekatan pelayanan yang memungkinkan anak memperoleh pemenuhan kebutuhan yang berasal dari keanekaragaman sumber.
c.    Meningkatnya kualitas kehidupan sehari-hari di lingkungan panti yang memungkinkan anak berintegrasi dengan masyarakat secara serasi dan harmonis.
d.   Meningkatnya kepedulian masyarakat sebagai relawan sosial.
3.    Terwujudnya jaringan kerja dan sistem informasi pelayanan kesejahteraan anak secara berkelanjutan baik secara horizontal maupun vertikal [7].
Sesuai dengan tujuan Panti Asuhan  sebagai lembaga kesejahteraan sosial, bahwa lembaga ini tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan fisik semata namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak-anak terlantar.  Dengan terpenuhinya semua tujuan ini diharapkan nantinya mereka dapat hidup secara mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene masih mempunyai orang tua serta berkecukupan.
Dengan demikian, pelayanan bagi anak terlantar dalam panti asuhan merupakan suatu sistem, karena di dalam prakteknya terdapat keterikatan-keterikatan berbagai unsur pelayanan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Unsur-unsur pelayanan yang ada dalam panti asuhan merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga tidak adanya satu unsur saja dapat mempengaruhi proses pelayanan. 
Salah satu lembaga Panti Asuhan di Provinsi Bengkulu adalah Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri Bengkulu yang berdiri sebagai wujud usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim piatu dan anak dari keluarga miskin. Anak-anak yang ditampung dalam panti asuhan tersebut adalah anak-anak yang tidak mempunyai ayah, ibu atau keduanya dan anak-anak dari keluarga miskin yang kehidupanya kurang layak, yang berjumlah 58 orang, dengan rentang usia antara 1 – 19 tahun.   Berdasarkan survey panti asuhan Yatim Piatu yayasan Swata Mandiri ini sudah berdiri sekitar 11 tahun.  Panti asuhan ini berfungsi sebagai lembaga sosial dimana anak-anak dicukupi kebutuhan sehari-harinya, diajar, dilatih, dibimbing, diarahkan, diberi kasih sayang, dan diberi keterampilan-keterampilan sebagai bekal untuk kehidupanya kelak dikemudian hari.Panti asuhan tersebut bertujuan memberikan pelayanan kesejahteraan kepada anak-anak yatim piatu dan miskin dengan memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial agar kelak mereka mampu bersosialisasi dan hidup layak di tengah-tengah masyarakat,  dalam pola asuh anak pada panti asuhan sebagaimana dikemukakan di atas, membuat peneliti tertarik untuk mengkaji tentang  Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian
a.    Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini pada permasalahan berikut:
1)   Bagaimana Pola Asuh Anak yang diterapkan di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu ?.
2)   Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
b.   Batasan Masalah Penelitian
Seperti tergambar dalam rumusan masalah, permasalahan utama  yang akan diketahui dan dipahami dalam penelitian ini adalah tentang Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.  Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti, baik segi akademis, tenaga, biaya, dan waktu, maka penelitian ini dibatasi pada :
1.    Pola asuh yang diteliti mencakup pola komunikasi, cara mendidik dan menanamkan nilai, melatih kemandirian dan cara menerapkan aturan dan memberikan sanksi atau hukuman kepada anak asuh.
2.    Pola asuh anak yang diteliti dibatasi pada pola asuh anak kelompok usia 1-6 tahun dan 7-14 tahun.

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah ;
1.    Untuk mengetahui bagaimana pola asuh anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
2.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.

1.4. Manfaat Penelitian
a.    Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada Pemerintah propinsi Bengkulu khususnya untuk Dinas Sosial Propinsi bengkulu, mengenai Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi secara teoritis terhadap khasanah ilmu pengetahuan, teruta pengetahuan yang berhubungan dengan pengasuh, pendidikan anak dan kesejateraan sosial anak.



b.        Manfaat secara praktis
1)   Bagi peneliti, merupakan pasilitas untuk lebih mengembangkan wawasan tentang pola asuh anak di panti asuhan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2)   Bagi pimpinan panti asuhan, sebagai acuan dalam memberikan pembinaan terhadap anak asuh, dalam rangka meningkatkan proses pola asuh anak, sehingga dapat mengidentifikasi kekurangannya untuk dicarikan pemecahan yang terbaik, maupun keunggulan yang terus di tingkatkan, serta tersusunnya model pola pengasuhan anak berbasis perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
3)   Bagi masyarakat, sebagai pendukung pendidikan demi tercapainya panti asuhan baik dan bermutu.

1.5.  Sistematika Penelitian
Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi proposal skripsi ini, maka disajikan beberapa garis sistematika proposal skripsi dengan bagian-bagian yaitu 1) Bagian awal proposal skripsi, 2) Bagian isi proposal skripsi 3) Bagian akhir proposal skripsi. Bagian awal proposal skripsi terdiri atas judul proposal skripsi, sari (abstrak) proposal skripsi, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. Bagian isi proposal skripsi terdiri atas lima bab, yang dapat dirinci sebagai berikut :
Bab pertama pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian terhadap penelitian terdahulu dan sistematika penelitian skripsi.
Bab dua landasan teori, berisi teoritis mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
Bab tiga Metode Penelitian, bab ini terdiri atas metode dan jenis penelitian, sumber data, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik pemeriksaan keabsahan data.
Bab empat hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi gambaran lokasi penelitian, temuan penelitian dan pembahasan.
Bab lima penutup terdiri dari simpulan hasil penelitian dan saran- saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian. Sedangkan bagian akhir dari proposal skripsi ini berisi daftar pusataka dan lampiran-lampiran.

1.6.     Penelitian Yang Terdahulu
Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian tentang Pola Asuh Anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.  Penelitian yang ada hubungannya baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini relevansinya adalah sebagai berikut :
1.        Taufik Hidayat. (2009).
Pola Pengasuhan di Panti Asuhan Darul Hadlanah Nahdlatul Ulama’ Kota Salatiga Tahun 2009.  Hasil studi menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang diterapkan di panti asuhan Darul Hadlanah menggunakan pendekatan kekeluargaan.  Daya dukung dalam pengasuhan adalah adanya rasa kekeluargaan yang harmonis di lingkungan panti, rasa tanggung jawab sosial pendidikan dalam diri pengurus dan pengasuh, kepercayaan masyarakat untuk menitipkan anaknya di panti, dukungan dari masyarakat dan pemerintah sebagai donatur tidak tetap, dukungan materiil maupun moril dari pengurus PCNU kota Salatiga sebagai donatur tetap. Faktor penghambat meliputi kondisi anak yang kurang baik, kurangnya peran serta keluarga, keterbatasan dana, keterbatasan tenaga pengasuh.
2.        Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd (2010)
Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Anak dalam setting keluarga keberhasilan pembentukan karakter pada anak ini salah satunya dipengaruhi oleh model orang tua dalam melaksanakan pola asuh.Pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga macam yaitu otoriter, permisif, dan otoritatif.Masing-masing pola asuh ini mempunyai dampak bagi perkembangan anak.Pola asuh otoritatif menjadi jalan terbaik dalam pembentukan karakter anak. Karena pola asuh otoritatif ini bercirikan orang tua bersikap demokratis, menghargai dan memahami keadaan anak dengan kelebihan kekurangannya sehingga anak dapat menjadi pribadi yang matang, supel, dan bias menyesuaikan diri dengan baik


[1]Soeroto, Strategi,  Pembangunan   dan   Perencanaan   Tenaga   Kerja,  (Yogyakarta: Gajah Mada University  Press, 1986), hal.53-57.
[2]M. Taqiyuddin, Pendidikan Untuk semua (Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah), (Cirebon: STAIN Cirebon Press 2005), hal. 6-7.
[3]Undang-undang Nomor 23, Tentang Perlindungan Anak, (Jakarta2002).
[4]Undang-undang Nomor 4, Tentang Kesejahteraan Anak,  (Jakarta  Tahun 1979).
[5]Supanto, dkk,   Pola Pengasuhan   Anak   Secara   Tradisional  Daerah   Istimewa, (Yogyakarta: Departemen P dan K,  Jakarta, 1990),  hal. 1-2.
[6]Supanto, dkk,   Pola Pengasuhan   Anak   Secara   Tradisional  Daerah   Istimewa, (Yogyakarta:  Departemen P dan K. Jakarta, 1990),  hal.  3.
Supanto, dkk,   Pola  Pengasuhan  Anak   Secara   Tradisional   Daerah   Istimewa, (Yogyakarta Departemen P dan K  Jakarta, 1990), hal. 12-14.

No comments:

Post a Comment