SKRIPSI POLA ASUH ANAK DI PANTI ASUHAN YATIM PIATU YAYASAN SWASTA MANDIRI BENGKULU PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU 2015 (BAB 1)
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Masalah
Pembinaan sumber daya manusia atau human resources
development adalah usaha
untuk memperbesar kemampuan berproduksi seseorang baik dalam pekerjaan, seni
dan kegiatan lainnya yang dapat memperbaiki, baik bagi dirinya sendiri atau
orang lain[1]. Dengan demikian ada peningkatan kemampuan berproduksi bagi setiap
orang, sehingga manusia Indonesia tidak menjadi beban negara, tetapi menjadi
pendukung yang dapat diarahkan dalam rangka pencapaian arah pembangunan.
Untuk meneruskan cita-cita perjuangan
bangsa dan sumber daya insani bagi pembangunan nasional perlu ditingkatkan
pembinaan dan pengembangan generasi muda.
Mereka harus dipersiapkan dan diarahkan menjadi kader penerus bangsa dan
manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, dengan cara meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan YME, menanamkan dan menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
memperluas wawasan ke masa depan, memperkokoh kepribadian dan disiplin, memupuk
kesegaran jasmani dan daya kreasi, mengembangkan kemandirian, ilmu, keterampilan
dan semangat kerja keras. Untuk itu pembinaan dan pengembangan generasi muda
perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
Pada hakekatnya dalam pembinaan dan
pengembangan generasi muda tercakup di dalamnya pendidikan baik formal maupun
informal. Pendidikan adalah sebuah
proses penyempurnaan semua individu sebagai peserta didik, baik potensi
intelektual atau kognitif, mental, rasa, karsa maupun kesadaran martabat
kemanusiaannya. Artinya, pendidikan selalu bertujuan untuk membina kepribadian
manusia menjadi lebih ‘manusiawi’ dan mengembangkan serta mengutuhkan potensi
kemanusiaannya yang masih terpendam dengan mengedepankan suasana yang penuh
cinta-kasih, kedamaian dan keadilan serta mengesampingkan perilaku yang
menindas serta diskriminatif. [2]
Penciptaan generasi muda yang
berkualitas sangat tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan anak karena anak
merupakan cikal bakal generasi muda di masa yang akan datang dan anak merupakan
aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Mereka adalah penerus perjuangan
bangsa yang akan menerima estafet kepemimpinan di kemudian hari. Sebagai pewaris perjuangan kemerdekaan, anak akan tumbuh menjadi
generasi muda yang pada akhirnya bertugas mengisi kemerdekaan, memikul tanggung
jawab masa depan terhadap maju mundurnya suatu negara. Agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas
melanjutkan estafet kepemimpinan dan pembangunan dari generasi pendahulunya,
maka anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara wajar, baik rohaniah, jasmaniah maupun sosial.
Negara menjamin dan harus memenuhi
hak-hak anak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989. Dalam kaitan ini, negara dan Pemerintah
Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989 dan hal
ini telah diimplementasikan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak[3]. Undang-undang ini berisi tentang pemenuhan hak-hak anak agar mereka
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera.
Kondisi seperti digambarkan di atas
menjadi idaman/dambaan suatu bangsa yang ingin maju dan dinamis. Tetapi kenyataan, yang ada di
masyarakat, tidak semua anak dapat
terpenuhi kebutuhannya. Diantara mereka
ada yang tidak memperoleh hah-haknya dan menghadapi berbagai hambatan sehingga menjadi
terlantar. Hal ini terjadi antara lain
pada anak yang lahir dari keluarga yang mengalami perpecahan dan keluarga
miskin yang hidupnya serba kekurangan atau anak yang telah kehilangan salah
satu atau kedua orang tuanya.
Akibatnya, kebutuhan akan makan,
pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, perlindungan, kasih sayang dan
hubungan sosial yang harmonis sulit mereka dapatkan. Dengan masih tingginya jumlah anak terlantar,
berarti tidak semua anak dapat memperoleh kehidupan yang layak sebagai seorang
anak yang seharusnya tumbuh wajar sesuai dengan dunianya. Sungguh sangat
memprihatinkan apabila proses pembangunan yang telah menghasilkan manfaat,
namun pada prosesnya ternyata mengabaikan dunia anak-anak.
Anak-anak terlantar merupakan masalah
nasional yang perlu segera mendapat perhatian dengan cara pembinaan mental dan
pengetahuan agar dalam diri mereka dapat tergali dan termanfaatkan dalam proses
pembangunan bangsa. Pembinaan dan
bimbingan terhadap anak-anak terlantar mutlak diperlukan agar terbentuk
pribadi-pribadi yang utuh untuk terciptanya kualitas Sumber Daya Manusia
seutuhnya, sehingga dapat berperan dalam pembangunan. Pembinaan terhadap anak terlantar telah
dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta sebagai bentuk
pertanggungjawaban moral terhadap kelangsungan bangsa. Ketika situasi keterlantaran anak yatim piatu
dan anak dari keluarga bermasalah tersebut dibiarkan tanpa ada usaha
penanggulangannya, dikhawatirkan anak akan frustasi. Mereka tidak mustahil akan merasa hina dan
berontak terhadap keadaan. Sebagai negara yang berkeadilan sosial, pemerintah
bertanggung jawab terhadap kondisi anak-anak terlantar. Seperti disebutkan
dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: ”Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Adapun realisasi tanggung jawab terhadap anak-anak telantar diupayakan
bersama antara negara, dan seluruh masyarakat Indonesia. Hal inilah yang menjadi dasar bagi usaha
pembinaan anak sebagai tunas bangsa senantiasa dikedepankan oleh pemerintah.
Karena usaha mencapai kesejahteraan anak yang lebih baik tidak mungkin
diupayakan oleh mereka sendiri. Kesempatan pemeliharaan hanya akan dapat
dilaksanakan dan diperoleh apabila usaha kesejahteraan anak terjamin, agar anak
dapat menerima hak-haknya secara penuh dan dapat melaksanakan kewajibannya
dengan didasari atas kesadaran dan tanggung jawab yang ia peroleh dari
bimbingan, pembinaan/asuhan yang intensif, terprogram dan
berkesinambungan. Kelangsungan hidup, tumbuh
kembang, perlindungan dan partisipasi merupakan hak anak secara universal.
Di Indonesia pengaturan hak anak secara
tersurat ditegaskan melalui Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak[4]. Undang-undang ini menekankan
bahwa orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan anak baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Namun persoalannya tidak semua orang tua
mampu melaksanakan tugas tersebut.
Salah satu pasal yang di dalamnya
mencakup Hak Anak termuat pada BAB II pasal 2, yang menyatakan bahwa anak
berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan
kemampuan dan kehidupan sosialnya. Anak
berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun
sesudah dilahirkan. Anak juga berhak
atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
Mengasuh anak bukan hanya merawat atau
mengawasi anak saja, melainkan lebih dari itu, yakni meliputi: pendidikan,
sopan santun, membentuk dan melatih tanggung jawab, pengetahuan pergaulan dan
sebagainya, yang bersumber pada pengetahuan kebudayaan yang dimiliki orang
tuanya. Banyak anak yang dalam proses
pembentukannya bukan hanya diasuh oleh orang tua (ayah-ibu) yang merupakan
basis dalam proses pengasuhan melainkan juga oleh individu-individu lain dan
atau lembaga pendidikan baik formal maupun informal yang ada disekitarnya.[5] Untuk pelaksanaan usaha kesejahteraan anak, termuat pada Bab II Pasal 4 Ayat 1, yang
menyatakan bahwa ”Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan
oleh negara, organisasi maupun badan-badan”.[6]
Dalam rangka pemenuhan hak anak dalam
kaitannya dengan upaya memecahkan masalah keterlantaran anak maka diperlukan
lembaga pengganti fungsi orang tua yang memiliki peran dan posisi sejenis. Salah satu lembaga tersebut adalah Panti
Asuhan Yatim Piatu yang pada dasarnya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
menggantikan posisi orang tua dan memberikan berbagai hak anak-anak yang
dititipkan dilembaga mereka Panti Asuhan,
idealnya dikembangkan sebagai lembaga pelayanan profesional dan menjadi
pilihan untuk memberikan pelayanan kesejahteraan anak. Panti Sosial Asuhan Anak
adalah suatu lembaga pelayanan profesional yang bertanggung jawab memberikan
pengasuhan dan pelayanan pengganti fungsi orang tua kepada anak terlantar. Adapun tujuan didirikannya Panti Asuhan
adalah:
1.
Terwujudnya hak atau
kebutuhan anak yaitu kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan
partisipasi.
2.
Terwujudnya kualitas
pelayanan atas dasar standar profesional:
a.
Dikelola oleh tenaga
pelaksana yang memenuhi standar profesi.
b.
Terlaksananya manajemen
kasus sebagai pendekatan pelayanan yang memungkinkan anak memperoleh pemenuhan
kebutuhan yang berasal dari keanekaragaman sumber.
c.
Meningkatnya kualitas
kehidupan sehari-hari di lingkungan panti yang memungkinkan anak berintegrasi
dengan masyarakat secara serasi dan harmonis.
d.
Meningkatnya kepedulian
masyarakat sebagai relawan sosial.
3.
Terwujudnya jaringan kerja
dan sistem informasi pelayanan kesejahteraan anak secara berkelanjutan baik
secara horizontal maupun vertikal [7].
Sesuai dengan tujuan Panti Asuhan sebagai lembaga kesejahteraan sosial, bahwa
lembaga ini tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan
fisik semata namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak-anak terlantar. Dengan
terpenuhinya semua tujuan ini diharapkan nantinya mereka dapat hidup secara
mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene masih mempunyai
orang tua serta berkecukupan.
Dengan demikian, pelayanan bagi anak
terlantar dalam panti asuhan merupakan suatu sistem, karena di dalam prakteknya
terdapat keterikatan-keterikatan berbagai unsur pelayanan yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Unsur-unsur pelayanan yang ada dalam
panti asuhan merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga tidak adanya satu
unsur saja dapat mempengaruhi proses pelayanan.
Salah satu
lembaga Panti Asuhan di Provinsi Bengkulu adalah Panti
Asuhan Yatim Piatu
Yayasan Swasta Mandiri Bengkulu yang berdiri sebagai wujud
usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim piatu dan
anak dari keluarga miskin. Anak-anak yang ditampung dalam panti asuhan tersebut
adalah anak-anak yang tidak mempunyai ayah, ibu atau keduanya dan anak-anak dari
keluarga miskin yang kehidupanya kurang layak, yang berjumlah 58 orang, dengan
rentang usia antara 1 – 19 tahun. Berdasarkan survey panti asuhan Yatim Piatu
yayasan Swata Mandiri ini sudah berdiri sekitar 11 tahun. Panti asuhan ini berfungsi sebagai
lembaga sosial dimana anak-anak dicukupi kebutuhan sehari-harinya, diajar,
dilatih, dibimbing, diarahkan, diberi kasih sayang, dan diberi keterampilan-keterampilan
sebagai bekal untuk kehidupanya kelak dikemudian hari.Panti asuhan tersebut
bertujuan memberikan pelayanan kesejahteraan kepada anak-anak yatim piatu dan
miskin dengan memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial agar kelak mereka
mampu bersosialisasi dan hidup layak di tengah-tengah masyarakat, dalam pola asuh anak
pada panti asuhan sebagaimana dikemukakan di atas, membuat peneliti tertarik
untuk mengkaji tentang
Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan
Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
1.2. Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian
a. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian pada latar
belakang di atas, maka fokus penelitian ini pada permasalahan berikut:
1)
Bagaimana Pola Asuh Anak
yang diterapkan di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM)
Bengkulu ?.
2)
Faktor-faktor apa saja yang
mendukung dan menghambat pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan
Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
b. Batasan Masalah Penelitian
Seperti
tergambar dalam rumusan masalah, permasalahan utama yang akan diketahui dan dipahami dalam
penelitian ini adalah tentang Pola Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta
Mandiri (YSM) Bengkulu. Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti,
baik segi akademis, tenaga, biaya, dan waktu, maka penelitian ini dibatasi pada
:
1. Pola asuh
yang diteliti mencakup pola komunikasi, cara mendidik dan menanamkan nilai,
melatih kemandirian dan cara menerapkan aturan dan memberikan sanksi atau
hukuman kepada anak asuh.
2. Pola
asuh anak yang diteliti dibatasi pada pola asuh anak kelompok usia 1-6 tahun dan 7-14 tahun.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
uraian-uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada
penelitian ini adalah ;
1.
Untuk
mengetahui bagaimana pola asuh anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta
Mandiri (YSM) Bengkulu.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat pengasuhan anak di
Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada Pemerintah
propinsi Bengkulu khususnya untuk Dinas Sosial Propinsi bengkulu, mengenai Pola
Asuh Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi secara teoritis terhadap
khasanah ilmu pengetahuan, teruta pengetahuan yang berhubungan dengan pengasuh,
pendidikan anak dan kesejateraan sosial anak.
b.
Manfaat secara praktis
1)
Bagi
peneliti, merupakan pasilitas untuk lebih mengembangkan wawasan tentang pola
asuh anak di panti asuhan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2)
Bagi
pimpinan panti asuhan, sebagai acuan dalam memberikan pembinaan terhadap anak
asuh, dalam rangka meningkatkan proses pola asuh anak, sehingga dapat
mengidentifikasi kekurangannya untuk dicarikan pemecahan yang terbaik, maupun
keunggulan yang terus di tingkatkan, serta tersusunnya model pola pengasuhan
anak berbasis perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak di Panti Asuhan
Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
3)
Bagi masyarakat, sebagai pendukung pendidikan
demi tercapainya panti
asuhan baik dan bermutu.
Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi
proposal skripsi ini, maka disajikan beberapa garis sistematika proposal
skripsi dengan bagian-bagian yaitu 1) Bagian awal proposal skripsi, 2) Bagian
isi proposal skripsi 3) Bagian akhir proposal skripsi. Bagian awal proposal
skripsi terdiri atas judul proposal skripsi, sari (abstrak) proposal skripsi,
halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar
tabel dan daftar lampiran. Bagian isi proposal skripsi terdiri atas lima bab,
yang dapat dirinci sebagai berikut :
Bab pertama pendahuluan terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kajian terhadap penelitian terdahulu dan sistematika penelitian skripsi.
Bab dua landasan teori, berisi teoritis mengenai
masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
Bab tiga Metode Penelitian, bab ini terdiri atas metode dan jenis penelitian,
sumber data, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data
dan teknik pemeriksaan keabsahan data.
Bab empat hasil penelitian dan pembahasan yang
meliputi gambaran lokasi penelitian, temuan penelitian dan pembahasan.
Bab lima penutup terdiri dari simpulan hasil
penelitian dan saran- saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian.
Sedangkan bagian akhir dari proposal skripsi ini berisi daftar pusataka dan
lampiran-lampiran.
1.6. Penelitian Yang Terdahulu
Sejauh
ini peneliti belum menemukan penelitian tentang Pola Asuh
Anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Yayasan Swasta Mandiri (YSM) Bengkulu.
Penelitian yang ada hubungannya baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan penelitian ini relevansinya adalah sebagai berikut :
1.
Taufik Hidayat. (2009).
Pola
Pengasuhan di Panti Asuhan Darul Hadlanah Nahdlatul Ulama’ Kota Salatiga Tahun
2009. Hasil studi menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang diterapkan di
panti asuhan Darul Hadlanah menggunakan pendekatan kekeluargaan. Daya dukung dalam pengasuhan adalah adanya rasa
kekeluargaan yang harmonis di lingkungan panti, rasa tanggung jawab sosial
pendidikan dalam diri pengurus dan pengasuh, kepercayaan masyarakat untuk
menitipkan anaknya di panti, dukungan dari masyarakat dan pemerintah sebagai
donatur tidak tetap, dukungan materiil maupun moril dari pengurus PCNU kota
Salatiga sebagai donatur tetap. Faktor penghambat meliputi kondisi anak yang
kurang baik, kurangnya peran serta keluarga, keterbatasan dana, keterbatasan tenaga
pengasuh.
2.
Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd (2010)
Pola Asuh Otoritatif Sebagai
Sarana Pembentukan Karakter Anak dalam setting keluarga keberhasilan pembentukan
karakter pada anak ini salah satunya dipengaruhi oleh model orang tua dalam
melaksanakan pola asuh.Pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga macam yaitu otoriter,
permisif, dan otoritatif.Masing-masing pola asuh ini mempunyai
dampak bagi perkembangan anak.Pola asuh otoritatif menjadi jalan terbaik
dalam pembentukan karakter anak. Karena pola asuh otoritatif ini
bercirikan orang tua bersikap demokratis, menghargai dan memahami keadaan anak
dengan kelebihan kekurangannya sehingga anak dapat menjadi pribadi yang matang,
supel, dan bias menyesuaikan diri dengan baik
[1]Soeroto, Strategi, Pembangunan
dan Perencanaan Tenaga
Kerja, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1986), hal.53-57.
[2]M. Taqiyuddin, Pendidikan Untuk semua (Dasar dan
Falsafah Pendidikan Luar Sekolah), (Cirebon: STAIN Cirebon Press 2005), hal. 6-7.
[5]Supanto, dkk, Pola
Pengasuhan Anak Secara
Tradisional Daerah Istimewa, (Yogyakarta: Departemen P dan K, Jakarta, 1990), hal. 1-2.
[6]Supanto, dkk, Pola
Pengasuhan Anak Secara
Tradisional Daerah Istimewa, (Yogyakarta:
Departemen P dan K. Jakarta, 1990), hal. 3.
No comments:
Post a Comment