1

loading...

Tuesday, October 31, 2017

FIQH KONTEMPORER

BUNGA BANK
A.    Latar Belakang
Sejak dekade 1960-an, perbincangan mengenai larangan riba bunga bank semakin memanas saja. Setidaknya ada dua pendapat mendasar yang membahas masalah tentang riba. Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha tentang riba sebagaimana yang tertuang dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa larangan riba dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi, yang secara ekonomis menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat. Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang hidup di masyarakat
Terdapat dua pendapat mendasar yang membahas masalah tentang riba. Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha tentang riba sebagaimana yang tertuang dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa larangan riba dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi, yang secara ekonomis menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat. Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang hidup di masyarakat.
Dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank konvensional merupakan sesuatu yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun 2003 lalu. Namun, wacana ini masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan beragam argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba. Walaupun Al-Quran dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba.
Dan riba hukumnya adalah haram. Untuk mendudukan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan pemahaman yang mendalam baik tentang seluk beluk bunga maupun dari akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistim bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba mengulas tentang bunga bank dalam pandangan Islam secara lebih dalam.


B.     Pengertian Bunga Bank
Secara sederhana, bunga dapat diartikan sebagai bentuk imbalan jasa atau kompensasi atas pinjaman yang diberikan oleh suatu pihak. Bank adalah badan yang memberikan jasa penyimpanan uang, pengiriman uang, serta permintaan dan penawaran kredit.
Bunga bank merupakan balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual sebuah produknya. Selain hal tersebut bunga juga dapat diartikan harga yang harus dibayar kepada seorang nasabah yang memiliki sebuah simpanan dengan harus dibayar oleh nasabah bank yaitu nasabah yang memperoleh pinjaman.
Dalam melakukan kegiatan perbankan sehari-hari terdapat dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu sebgai berikut:
1.      Bunga Simpanan
Bunga ini merupakan bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau sebgai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Arti dari bunga simpanan tersebut adalah harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya seperti jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.
2.      Bunga Pinjaman
Maksud dari bunga ini adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh seorang nasabah peminjam kepada bank. Seperti bunga kredit.
Perlu kita ketahui dua macam bunga ini merupakan sebuah komponen utama faktor dari biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman adalah pendapatan yang diterima dari nasabah. Bunga simpanan dan bunga pinjaman mempunyai keterkaitan yang masing-masing saling mempengaruhi. Contohnya adalah bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga akan terpengaruh ikut naik dan juga sebaliknya.
Yusuf Qardawi menyamakan suku bunga dengan riba. Ia menyatakan “bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.”[1] Ia menambahkan: “apa  yang  diambil seseorang   tanpa   melalui   usaha  perdagangan  dan  tanpa berpayah-payah sebagai tambahan atas  pokok  hartanya,  maka yang  demikian  itu  termasuk  riba.”
Bunga menurut Maulana Muhammad Ali adalah tambahan pembayaran atas jumlah pokok pinjaman.Sedangkan menurut Al-Jurjani, bunga adalah: “kelebihan/ tambahan pembayaran tanpa ada ganti rugi/ imbalan yang disaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang berakad (bertransaksi)”[2]
C.    Hukum Bunga Bank
           Hukum Bunga Bank dalam Pandangan Islam Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja. Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman:
1.      Al- Quran QS Al Baqarah (2): 275

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ     وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
  “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275].

2.         Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw
دِرْهَمُرِبَايَأْكُلُهُالرَّجُلُوَهُوَيَعْلَمُأَشَدُّمِنْسِتٍّوَاثِيْنَزِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.”(H.R Muslim)
3.      Fatwa - fatwa
Berbagai fatwa majelis fatwa ormas Islam, baik di Indonesia maupun dunia internasional telah melahirkan suatu asumsi umum bahwa bunga bank sama dengan riba.Berikut ini adalah keputusan – keputusan penting yang berkaitan dengan pengharaman bunga bank yang dikeluarkan oleh beberapa majelis fatwa ormas Islam:
a.    Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Beberapa isi Fatwa MUI no. 1 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1)        Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
2)        Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan olehBank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

b.    Majelis Tarjih Muhammadiyah
Tarjih Muhammadiyah Sidoarjo (1986) memutuskan: [3]
a)   Riba hukumnya haram sesuai dengan dalil al-Quran dan Sunnah
b)   Bank dengan sistem bunga hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
c)   Bunga yang diberikan oleh bank – bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara mutasyabihat
c.    Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Sidang yang dilakukan di Karachi, Pakistan pada Desember 1970, telah menyepakati 2 (dua) hal utama, yaitu:
1)        Praktik bank dengan sistem bunga tidak sesuai dengan syariah Islam
2)        Perlu segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
4.    Ijma
a.       Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’ sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank.
b.      Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak. Namun yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.
D.    Pendapat yang Mengharamkan Bunga Bank
Muhammad abu zahrah, abul a’la al-maududi, muhammad abdul al-arobi, dan muhammad neja tulloh siddiqi adalah kelompok yeng mengharamkan bunga bank, baik yang mengambilnya maupun yang mengeluarkannya.
Alasan-alasan bunga diharamkan menurut muhammad Neta-Jullah Siddiqi adalah sebagai berikut :
bunga bersifat menindas (dzolim) yang menyangkut pemerasan. Dalam pinjaman konsumtif seharusnya yang lemah (kekurangan) di tolong oleh yang kuat (mampu) tetapi bunga bank pada awalnya orang lemah ditolong kemudian diharuskan membayar bunga, itu tidak titolong, tetapi memeras. Hal ini dapat dikatakan bahwa yang kuat menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Dalam pinjaman produktif dianggap pinjaman tidak adil, mengingat bunga yang harus dibyar sudah ditentukan dalam meminjam, sementara keuntungan dalam usaha belum pasti.
Bunga memindahkan kekayaan dari orang miskin (lemah) kepada orang kaya (kuat) yang kemudian dapat menciptakan ketidakseimbanagan kekayaan. Ini bertentangan dengan kepentingan sosial dan berlawanan dengan kehendak Allah yang menghendaki pnyebaran pendapat dan kekayaan yang adil. Islam menganjurkan kerja sama dan persaudaraan dan bunga bertentangan dengan itu.
Bunga dapat menciptakan kondisi manusia penganggur, yaitu para penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan dari bunga-bunga modalnya sehingga nereka tidak bekerja untuk menutupi kebutuhannya. Cara seperti ini berbahaya bagi masyarakat juga bagi pribadi orang tersebut.
Muhammad abu zahrah menegaskan bahwa rente (bunga) bank termasuk Riba nas’iah yang diharamkan dalam agama Islam oleh Allan dan Rasul-Nya.
Anwar Iqbal Qureshi dalam buku Islam dan teori pembungaan uang , menegaskan bahwa beliau sepakat dengan pendapat Muhammad al-Fakhri yang menyatakan bahwa: Bunga pada dasarnya bertentangan dengan prinsip liberal Islam yang merupakan dasar pokok susunan masyarakat islam;
Sangat salah suatu pandangan yang mengatakan bahwa Islam tidak melarang bunga bias, tetapi hanya melarang bunga yang berlipat ganda. Sebetulnya dalam ajaran Islam setiap jenis bunga betapapun kecilnya dinyatakan terlarang;
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa bank menolong industri dan transaksi-transaksi dagang sehingga pemungutan bunga diijiankan pendapat ini ternyata keliru, yang jelas bunga bank sama dengan bunga yang diambil oleh sahukar, yaitu seorang yahudi tua yang pekerjaannya memberikan pinjaman uang dan mengambil bunganya;
Untuk mencoba membenarkan bahwa bunga bank bertentangan dengan pandangan islam, maka kewajiban umat islam untuk mengemukakan perinsip-prinsip dasar ajaran islam yang berhubungan dengan hal itu dan bukan menyembunyikan kelemahan-kelemahan dengan cara membenarkan pengambilan bunga bank tersebut.
E.     Pendapat yang Menghalalkan Bunga Bank
Pendapat yang ketiga adalah pendapat yang menghalalkan pengambilan atau pembayaran bunga di bank yang, baik bank negara maupun bank swasta. Pendapat ini dipelopori oleh A.Hassan yang juga dikenal dengan Hasan Bandung, meskipun sudah bertahun-tahun tingal di Pesantren Bngil (persis). Alasan yang digunakan adalah firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda... (Ali-imran: 130)
 Jadi, yang termasuk riba menurut A. Hassan adalah bunga yang berlipat ganda. Bila bunga hanya dua persen dari modal pinjaman itu, itu tidak berlipat ganda sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh agama Islam.
Pendapat A. Hasan ini dibantah oleh fuad mohd. Fachruddin dalam bukunya yang berjudul riba dalam bank, koperasi, perseroan dan asuransi. Menurut fuad mohd. Fachruddin dalam surat al-imran ayat 130 dijelaskan riba yang berlipat ganda atau riba jahiliyah, sedangkan bunga tidak berlipat ganda. Hal ini tidak berarti bahwa bunga yang berlipat ganda itu boleh, adh’afah mudha’afah adalah sebagai qayid, mafhum mukhalafah ditolak apa biala ada qayid yang mengatakan suatu kejadian. Jadi, adh’afan mudha’afah adalah menjelaskan kejadian yang sedemikian hebatnya riba di Zaman Jahiliyah. Hal ini sesuai dengan kaidah: “Asal pada qayid adalah mejelaskan suatu kejadi”
F.     Macam Macam Buanga Bank
1.      Riba Fadhl, yaitu jual beli dengan cara tukar barang sejenis namun dengan kadar atau takaran yang berbeda untuk tujuan mencari keuntungan. Misalnya cincin emas 24 karat seberat 5 gram ditukar dengan emas 24 karat namun seberat 4 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
2.      Riba Nasi’ah, (riba karena adanya penundaan). Riba nasi’ah adalah riba yang terjadi karena adanya pembayaran yang tertunda pada transaksi jual beli dengan tukar menukar barang baik untuk satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya. Misalnya membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah buah-buahan tersebut besar atau layak dipetik.
3.      Riba Qardh, yaitu sejumlah kelebihan tertentu yang diminta oleh pihak yang memberi utang terhadap yang berutang saat mengembalikannya. Misalnya si A bersedia meminjamkan si B uang sebesar Rp300 ribu, asalkan si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp325 ribu.
G.    Dampak Bunga Bank
1.      Bagi jiwa manusia
hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain[4]
2.      Bagi masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat
3.      Bagi roda pergerakan ekonomi
Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
a)      Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini.
b)      di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
c)      Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.
d)     Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.
e)      Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.
H.    Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensinal

no
Perbedaan
Bank islam  (Bank Syariah)
Bank Konvensional
1
hukum
Syariah islam berdasarkan al qur’an dan hadis. Telah di fatwakan oleh majelis ulama islam (MUI)
Hukum positif yang berlaku di indonesia
2
investasi
Usaha yang halal saja

Semua usaha
3


orientasi
Keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran  dan kebahagiaan dunia akhirat
Keuntungn (profit oriented ) semata
4
keuntungan
Bagi hasil
Bunga
5
Hubungan nasabah dengan bank
kemitraan
Kreditur dan debitur
6
Keberadaan dewan pengawas
ada
Tidak ada








[1] Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani
[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selecta Hukum Islam, Jakarta: Haji Masagung, 1994, hal. 102
[3] Muhammad Syafei Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Cet. 1,Jakarta: Gema Insani Press, 2001. hal. 63
[4] KH. Didin Hafidhuddin, Tafsir al-Hijri, Cet 1. Yayasan Kalimah Thayyibah. Jakarta. hal 331

No comments:

Post a Comment