BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembuatan
makalah ini dilatar belakangi oleh keingintahuan kami sebagai mahluk ciptaan
tuhan yang diberi akal dan pikiran sehingga menurut kami untuk mencari tahu
segala sesuatu yang telah diciptakannya. Dari sekian banyak penciptaan Allah
SWT, salah satunya adalah adanya ilmu Tafsir, Tawi’l dan hermeneutika yang
mempunyai arti masing-masing secara etimologi dan termonologi. Ilmu Tafsir
danTawi’l memiliki banyak perbedaan menurut para ulama yang sedangkan Ilmu
Tafsir danTawi’l hermeneutika selain memiliki perbedaan kedua ilmu ini juga
memiliki persamaan dan menyusun makalah ini juga didasarkan akan tugas kelompok
yang harus diselesaikan.
B.
Rumusan Masalah
Makalah tentang
ilmu Tafsir, Tawi’l dan hermeneutika ini
mencakup beberapa masalah yaitu :
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Ilmu Tafsir ?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan Ilmu ta’wil ?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan Ilmu Hermeneutika ?
4.
Apakah
perbedaan ilmu Tafsir dengan Ta’wil ?
5.
Bagaimana
persamaan dan perbedaan Ilmu Tafsir dan Hermeneutika ?
C.
Ruang Lingkup
1.
Menjelaskan
tentang pengertian Ilmu Tafsir ?
2.
Menjelaskan
tentang pengertian Ilmu Ta’wil?
3.
Menjelaskan
tentang pengertian ilmu Hermeneutika?
4.
Menjelaskan
perbedaan antara ilmu Tafsir da Ta’wil?
5.
Menjelaskan
perbedaan dan persamaan Ilmu tafsir dan Hermeneutika?
D.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memenuhi tugas Kelompok?
2.
Untuk
mengetahui ilmu Tafsir, Ta’wil dan Hermeneutika?
3.
Untuk
mengetahui perbedaan ilmu Tafsir dan Ta’wil?
4.
Untuk
mengetahui perbedaan dan persamaan ilmu Tafsir dan Hermeneutika?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tafsir, Ta’wil, Hermeneutika
1.
Pengertian Tafsir
Secara
etimologi kata tafsir dalam bahasa arab berarti al-idlah (penjelsan)
atau al-tabyin (keterangan). Kata tafsir berasal dari akar kata al-fasr
kemudian diubah menjadi taf-il yaitu menjadi kata al-tafsir. Kata
al-fasr berarti menyingkap suatu yang tertutup, sedangkan kata al-tafsir
berarti menyingkapkan sesuatu makna atau maksud lafal yang pelik.
Kata
Tafsir dapat juga berarti al-tafsirah, yakni alat-alat kedokteran yang
khusus dipergunakan untuk dapt mendeteksi pengetahuan segala penyakirt yang
diderita seseorang pasien. maka tafsirah dapat menyingkap makna yang
tersimpan dalam kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Kata tafsir dalam Al-Qur’an
diungkapkan dalam satu surah dan hanya terdapat pada satu ayat, dimana kata tersebut
dalam ayat itu berarti al-idlah atau al-bayan (penjelasan). Ayat
dimaksud adalah :
wur y7tRqè?ù't @@sVyJÎ/ wÎ) y7»oY÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ z`|¡ômr&ur #·Å¡øÿs? ÇÌÌÈ
Artinya : Tindaklah
(orang-orang kafir itu) datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik
penjelasanny. Q. S. (25): 33.
Ibnu Abaz
berpendapat, bahwa makna dari kata #·Å¡øÿs? pada ayat
tersebut adalah “perincian”
Kata Tafsir
dalam Islam secara khusus menunjuk kepada masalah Penafsiran atau penjelasan
mengenai ayat-ayat Al-Quran. Tafsir secara Terminologi.
menurut badruddin Al-Zarkasyi :
السير : علم يعرف به فهم كتب الله تعا لى النزل
علىنبيه محمد صلى الله عليه وسلم ونيا ن معا نيه واستخراج أحكمه
Tafsir ialah :
ilmu yang dengannya dapat dipahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad S.A.W dan dengannya dapat dijelaskan makna-maknaya serta dikeluarkan
hukum-hukum dan hikma-hikmanya.
Menurut Syeikh
Thahir al-jazairi, sebagaimana dinukil rifat syauqi Nawawi dam M.Ali Hasan
serta Mashuri sirojuddin Iqbal dan Al. Fudlali, dikatakan :
التفسير فى الحقيقة إنما هو شرح اللفظ المستلغق
عند السا مع بما هو أفصح عنده بما يراد فيه أوله دلالةعليه يا حد ى الطرق الدلالا
ت
Tafsir adalah hakekatnya ialah : menerangkan maksud lafal yang
sulit dipahami oleh para pendengar (penyimak) denga uraian yang lebih yang
lebih memperjelas maksudnya baik dengan mengemukakan sinonim atau kata kata
yang mendekati sinonim itu akan dengan mengemukakan uraian yang mempunyai
petunjuk kepadanya melalui jalan dalaah.
Sedangkan Abu Hayyan, seperti dikemikakan oleh Manna’ Al-Qaththan,
mengemukakan :
االتفسير : علم يبحث فيه عن كيفية النطق با لأ
لفاظ القران ومد لولاتهاوأحكامها الأفرادية والتركيبية والتركيبية ومعا نيها التى
تحمل عليها حا لة التركيب وتتمات لذا لك
Tafsir : ilmu membahas mengenai tata cara pengucapan lafal-lafal
Al-Quran, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri. sendiri
maupun ketika tersusun makna-makna yang diinginkan atsnya dalam keadaan
tersususun sreta hal-hal lain yang melengkapinya.
Maka berdasarkan rumus-rumus diats dapat ditarik suatu pemahaman,
bahwa tafsir adalah : usaha yang bertujuan menjelaskan makna ayat-ayat
al-Qur’an atau lafal-lafalnya agar hal-hal yang tidak jelas menjadi jelas, yang
samar-samar menjadi terang, yang sulit dipahami menjadi mudah di pahami,
sehingga al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup dan kehidupan sehari-hari agar
tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dari rumusan-rumusan pengertian tafsir tersebut ada beberapa unsur
pokok yang dapat dikemukakan, yaitu :
a.
Pada
hakekatnya, tafsir itu menjelaskan maksud ayat-ayat al-Qur-an, yang sebagian
besar masih dalam bentuk yang sangat global
b.
Tujuan
adalah untuk memperjelas makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an,
sehingga apa yang hendaki oleh Allah S.W.T. dalam firman-Nya itu dapat dipahami dan dihayati untuk diamalkan.
c.
Sasarannya
adalah agar al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan hidayah dari Allah benar-benar
berfungsi sebagaimana tujuan al-Qur'an diturunkan.
d.
Sarana pendukung dalam menafsirkan al-Qur'an meliputi berbagai ilmu yang berhubungan dengan itu.
e.
Upaya menafsirkan al-Qur'an bukan untuk memastikan, bahwa secara pasti begitulah yang dikehendaki Allah dalam firman-Nya itu, namun pencarian makna itu hanyalah
semata-mata untuk memperoleh kebenaran
menurut kadar kemampuan manusia dengan segala keterbatasan ilmu yang
dimilikinya.
2.
Pengertian Ta'wil
Secara
etimologi, menurut sebagian ulama', kata tawil memiliki makna yang sama dengan kata tafsir, yakni
"menerangkan" dan
"menjelaskan"." Ta'wil berasal dari kata "aul".
Kata tersebut dapat berarti: Pertama, al-ruju'(kembali,
mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada proporsi yang sesungguhnya. Kedua,
al-sharf (memalingkan) yakni memalingkan suatu lafal yang mempunyai sifat
khusus dari makna lahir kepada makna batin lafal itu sendiri karena ada ketepatan atau kecocokan dan keserasian dengan maksud yang dituju. Ketiga, al-siydsah (mensiasati)
yakni, bahwa lafal-lafal atau
kalimat-kalimat tertentu yang mempunyai sifat khusus memerlukan
"siasat" yang tepat untuk menemukan makna yang dimaksud. Untuk itu
diperlukan ilmu yang lugs dan mendalam.
Selanjutnya pemaknaan ta’wil menurut
terminologi dapat dikemukakan sebagai berikut :
التأويل
: صرف اللفظ عن معناه الظاهرإلى معن يحتمله إلى معنى يحتمله إذاكان للمحتمل الذى
يراه موافقا للكتا ب والسنه
Ta’wil ialah : memalingkan lafal dari maknanya yang tersurat kepada
makna lain (batin) yang dimiliki lafal itu, jika makna lain tersebut dipandang
sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan Sunnah.
Sebagaimana,
seperti Ahmad al-Marahiy mengemukakan :
اماالتأويل : فهوأن يكون للاية عدة معا ن محتملة
فمهما ذكرت للسا مع معنى ثم معنى وقف وقفه للمتردد في اختيار أقربهاإلى نفسه ومن
ثم كان التأويل أكثرما يستعمل فى جا نب المتشا بها ت
Adapun ta’wil ialah ayat yang memiliki kemungkinan sejumlah makna
yang terkandung di dalamnya, maka manakala dikemukakan makna demi makna kepada
pendengar, ia menjadi sangsi dan bingung mana yang hendak dipilihnya, karena
itu, ta’wil lebih banyak digunakan untuk ayat-ayat musasyahibat.
Muhammad
Ali al-Shabuniy mendefenisikan ta’wil sebagai berikut :
التاويل : فهو ترجيح بعض المعانى المحتملة من
الايا ت الكريمة التى تحتمل عدة معا ن
Ta’wil
ialah : memandang kuat sebagian dari makna-makna tertentu yang terkandung di
dalam ayat al-Qur’an dari sekian banyak kemungkinan makna yang ada.
Menta’wilkan ayat-ayat al-Qur’an berarti “membelokkan
“atau”memalingkan” lafal-lafal atau ayat-ayat al-Qur’an dari maknanya yang
tersurat kepada yang tersirat dengan maksud mencari makna yang sesuai dengan
ruh al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Sasaran ta’wil umumnya adalah
menyangkut ayat-ayat Mutasyabiyat atau ayat-ayat yang mempunyai sejumlah
kemungkinan makna yang terkandung di dalamnya.
3.
Pengertian Hermeneutika
Secara etimologis lafal hermeneutiks
berasal dari kata kerja dalam bahasa yunani hermeneuein yang berarti
“menafsirkan” dari sini ditarik kata benda hermeneia yang berkonotasi
“penafsiran” atau “Interpretasi”. Lahirnya Istilah ini tak dapat dilepaskan
dari tokoh mitologis yunani kuno yang bernama “Hermes”. Hermes ini ditugaskan
menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di gunung Olympus kedalam bahasa Manusia.
Oleh karena itu hermes harus mampu menginterprentasikan meyadur sebuah pesan ke
dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengarnya.
Hermeneutiks mengandung pengertian :
“Proses Mengubah sesuatu atau situasi ketidak tahuan menjadi mengerti”. Jadi
dapat disimpulkan hermeneutiks adalah pembahasan tentang kaidah (teori) atau
metode yang digunakan untuk memaknai atau menafsirkan suatu teks (pesan) agar
di dapatkan pemahaman yang benar, kemudian berusaha menyampaikan kepada audiens
sesuai tingkat dan daya serap mereka.
4.
Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil
1.
Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil
Yang dimaksud dengan perbedaan
disini bukanlah perbedaan dalam arti paradoksal, melainkan perbedaan dilihat
dari segi spesifikasinya masing-masing dan perbedaan dari segi sifat keduanya.
Menurut Abu ‘Ubaidah, tafsir dan
ta’wil memiliki pengertian yang sama. Tetapi pendapat Abu ‘Ubaidah itu ditolak
oleh sebagian ulama, diantaranya Abu Habib al-Nisaburiy. Ia mengatakan bahwa
para ahli tafsir pada Zaman kita, dan bukan untuk masa selanjutnya, telah, dan
akan berkembang. Jika mereka ditanya mengenai perbedaan tafsir dengan ta’wil
maka mereka tidak dapat memberikan penjelasan dengan pasti.
Menurut al-Raghib alAshfahaniy,
sebagaimana dikutip oleh Hasbi al-Shiddeiy, tafsir lebih umum daripada ta’wil.
Tafsir lebih banyak pemakaiannya dalam lafal-lafal dan leksikologi
(Mufradatnya), sedangkan ta’wil lebih banyak digunakan pada makna-makna dan
susunan kalimat. Selain itu tafsir dapat dilakukan terhadap kitab-kitab suci
(al-Kutub-al-Ilahiyyah) saja.
Al-baghawi
mengatakan; ta’wil ialah memalingkan pengertian sesuatu ayat kepada makna yang
mengandung kemungkinan sesuai dengan ayat sebelum dan sesudahnya, dengan
catatan tidak menyalahi ketentuan yang sudah digariskan di dalam al-Kitab
(al-Qur’an) dan al-sunnah melalaui pengistimbatan. Berbeda dengan tafsir ialah
: menjelaskannya melalui asbab al-nuzul ayat dan hal-hal yang dikemukakan oleh
ayat itu secara menampilkan arti dari kisah-kisah yang dibawahkannya.
Berbeda
dengan beberapa pendapat diatas Muhammad abd. Azhim al- Zarqani menampilkan
pandangan secara lebih rincian mengenai perbedaan dari makna kedua istilah
tersebut yaitu :
a. Tafsir
beberbeda dengan ta’wil pada ayat-ayat yang menyangkut soal umum dan khusus.
Pengertian tafsir lebih umum dari pada ta’wil, karena ta’wil berkenaan dengan
ayat-ayat khusus, misalnya ayat-ayat mutsyabihat.
b. Tafsir
adalah penjelasan lebih lanjut dari takwil.
c. Tafsir
menerangkan makna ayat (lafadz) melaui pendekatan riwayat, sedangkan takwil
melalui pendekatan dirayah (kemampuan, keilmuan, dan nalar).
d. Tafsir menerangkan makna-makna yang diambil
dari bentuk yang tersirat (bi al-isra, malhuzhah).
e. Tafsir
berhubungan dengan makna-makna ayat atau dengan lafaz yang biasa-biasa saja,
sedangkan ta’wil berhubungan dengan makna-makna yang “suci” (ma’anin
qudsiyyah).
f. Tafsir
mengenai penjelasan maknanya telah diberikan oleh al-qur’an sendiri, sedangkan
ta’wil penjelasan maknanya diperoleh melaui istimbath (Penggalian) dengan
memanfaatkan ilmu-ilmu alat dan ilmu-ilmu bantu. Secara singkat mengenai
perbedaan tafsir dan takwil disebut dapat dilihat pada table berikut ini :
No
|
Tafsir
|
No
|
Ta’wil
|
1
2
3
4
5
|
Pemakaiannya
banyak terdapat
Jelas
diterangkan dalam al-Qur’an dan hadist-hadist sahih.
Banyak
berhubungan dengan riwayat
Digunakan
dalam ayat-ayat muhkamat (jelas, terang).
Bersifat
menerangkan petunjuk yang dikehendaki.
|
1
2
3
4
5
|
Penggunaanya
lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimat.
Kebanyakan
diistimbathkan oleh para ulama
Lebih banyak
berhubungan dengan dirayah (Nalar, aqly)
Digunakan
dalam ayat-ayat mutsyibihat (samar, tidak jelas).
Menerangkan
hakikat yang dikehendaki.
|
5.
Persamaan dan Perbedaan Ilmu Tafsir dengan Hermemeneutiks
Hermeneutics mengandung pengertian : “proses mengubah sesuatu atau
situasi ketidak tahuan menjadi mengerti”. Hermeutiks itu adalah pembahasan
tentang kaidah (teori) atau metode yang digunakan untuk memaknai atau
menafsirkan suatu teks (pesan) agar didapatkan pemahaman yang benar, kemudian
berusaha untuk menyampaikan kepada audiens kepada sesuai tingkat dan daya serap
mereka. Hermeneutics secara subtansial tidak jauh berbeda dengan ilmu tafsir.
Hermeneutics adalah kata benda (Noun). Kata ini menurutnya mengandung konotasi
:
1.
Ilmu
Penafsiran
2.
Ilmu
untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam kata-kata atau ungkapan penulis
3.
Penafsiran,
khususnya menunjuk kepada penafsiran kitab suci.
Harus memahami secara mendalam dan utuh tentang teks yang akan
disampaikannya kepada umat. Dia harus memahami secara baik semua hal yang
bersangkut paut dengan teks tersebut. Tidak hanya kondisi, bentuk, dan susunan
teks itu saja yang harus dipahaminya, tapi lebih dari itu, ia harus lebih
mendalami watak dan kepribadian si penulis atau pembuat teks dimaksud, disamping
juga harus menghayati situasi dan kondisi yang melatarbelakangi lahirnya sebuah
teks. Ketiga unsur diamaksud ialah teks interprenter, dan audien (penerima
tafsir).
Ketiga
aspek itu berisi tiga konsep pokok yakni:
1.
Membicarakan
hakikat sebuah teks.
2.
Apakah
interprenternya memahami teks dengan baik.
3.
Bagaimana
sesuatu penafsiaran dapat dibatasi oleh asumsi-asumsi dasar serta kepercayaan
atau wawasan para audiens.
Ketiga unsur pokok yang menjadi pilar utama dalam teori
hermeneutics itu tidak jauh berbeda dari yang dipakai para ulama tafsir dalam
penafsiran al-Qur’an. Ibn taimiyah, misalnya, menyatakan bahwa setiap proses
penafsiran harus diperhatikan di hal
1.
Siapa
yang menyabdakannya
2.
Kepada
siapa ia turunkan
3.
Ditujukan
kepada siapa.
Selain persamaan dalam tiga prinsip dasar itu ilmu tafsir juga
mempunyai tujuan yang sama dengan hermeneutics yakni ingin memperjelas suatu
teks sejujurnya dan seobjektif mungkin.
·
Perbedaan
Pertama, Hermes dalam
kajian hermeneutuiks digambarkan sebagai dewa penghubung (utusan) yang
berwenang penuh dalam menyampiakan pesan yang dibawahnya sesuai dengan bahasa
yang dimengerti oleh umat yang akan menerima pesan tersebut.
Tugas yang diemban oleh hermes itu boleh di analogikan dengan tugas
risalah yang di emban oleh nabi Muhammad SAW maka terdapat suatu perbedaan yang
mencolok senagaimana tampak dalam bagan tersebut :
BAGAN II
PERBANDINGAN TUGAS RISALAH
|
|
|||||||
|
||||||||
|
||||||||
Hermes sebagai dewa kepercayaan yang dikirim langsung kebumi guna
menyampaikan pesan kepada umat tidak akan pernah merasa bersalah atau keliru
karena tidak ada kontrol dari dewa yang mengirimkannya, dan seterusnya
Kondisi sebagaimana digambarkan itu sangat bertolak belakang dengan
yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Benar Muhammad memang ditugasi
menyampaikan risalah dan diberi wewenang menafsirkan Al-Qur’an (tapi sebatas)
ayat-ayat yang mereka perselisihkan maknanya (Q. 16:44). Artinya, penafsir yang
diberikan itu khusus menjelaskan ayat-ayat yang belum mereka pahami maksudnya,
tidak sampai mengubah ayat (firman) yang turun, apalagi merevisinya, menambah
atau mengurangi. Kewenangan Muhammmad SAW dalam hal ini terbatas sekali bila
dibandingkan dengan yang dimiliki Hermes.
Kedua. Dalam proses
penafsiran, Hermeneutik tidak mementingkan urutan prosedural yang akan
diterapkan sebagai ditegaskan oleh Schleirmacher : “kitab suci tidak
membutuhkan tipe khusus prosedur penafsirannya. Betapa pun, permasalahan yang
mendasar dalam memahami suatu teks adalah mengembangkan gramatika dasar dan
kondisis psikologis” sebagaimana telah disebut.
Tidak diperlukannya langkah-langkah prosedural dalam proses
penerapan teori Hermeneutiks seperti itu amat masuk akal karena sebagaimana
telah dijelaskan dimuka bahwa pesan (teks) yang sudah disampaikan oleh Hernes
itu, tak ada hubungannya lagi dengan si pengirimnya.
Kondisi seperti yang digambarkan itu bertolak belakang dengan teori
ilmu tafsir, dimana langkah-langkah prosedural dalam proses penafsiran
Al-Qur’an amat dibutuhkan. Para ulama pada umumnya mengakui bahwa urutan
penafsiran itu salah satu upaya untuk menghasilkan suatu produk tafsir yang
representatif dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sebab cara serupa
itu, objektifitasnya lebih terjamin karena ada sebuah riwayat dari Rasul Allah
yang menggambarkan kondisi psikologis dari generasi sahabat, tabi’in dan
tabi’ al-tabi’in pada umumnya
dapat dipercaya dan masih didominasi oleh kejujuran, sementara generasi sesudah
mereka tegas Rasul telah banyak yang berpura-pura dan mereka menyukainya
keberpuaraan itu.
Ketiga. Ruang lingkup
kajian Hermeneutiks berkisar pada tiga elemen pokok yakni teks, interpreter dan
audien (konteks dan sebagainya) atau apa yang diistilahkan dengan triadic
structure. Teori Hermeneutiks sangat
simpel dan umum, tidak memberikan penjelasan rinci untuk membimbing para mufasir
menemukan sebuah penafsiran yang benar dan representif.
Jika dibandingkan dengan teori-teori atau kaidah-kaidah yang
dibahas dalam Ilmu Tafsir, maka apa yang ditunagkan dalam Hermeneutiks itu baru
mencapai wilayah ashab al-nuzul, peristiwa-peristiwa atau kondisi psikologis
atau sosial yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat yang dalam ilmu hadis
diistilahkan dengan ashab al-wurud. Pembahasan Hermeneutiks bila
dibandingkan dengan wacana ilmu tafsir terasa sangat minim dan global sekali.
Keempat. Dalam teori Hermeneutiks
terkesan bahwa seseorang hermeneut dapat menafsirkan semua teks tanpa kecuali
selama dia dapat menguasai ketiga unsur utama tersebut secara baik, bahkan
digambarkan penguasaannya terhadap ketiga unsur itu tidak termasuk terhadap
diri si pengarang teks (author) jauh melebihi pengarang mengenal dirinya
sendiri. Tidak ada suatu teks yang tak dapat ditafsirkankan oleh hermeneut.
Disinilah bedanya dari ilmu tafsir, dimana diajarkan bahwa tidak semua teks
(ayat) Al-qur’an dapat dipahami maknanya secara jelas.
Kelima. Dalam teori
Hermeneutiks seorang interpreter memahami diri si penulis (pengarang) lebih
baik dari pada penulis mengenali diri sendiri. Teori ini dari sudut pandang
Hermeneutiks sah dan memang harus begitu supaya didapatkan suatu penafsiran
yang benar dan objektif dari sebuah teks. Untuk menginterprestasi atau meneliti
karangan (karya) manusia termasuk kitab-kitab tafsir Al-Qur’an teori ini dapat
diterapkan. Tapi bila masuk ke wilayah Al-Qur’an, maka teori ini sangt mustahil
dapat dipakai sebab Al-Qur’an tidak dibuat oleh manusia (Muhammad), melainkan
diturunkan langsung dari Allah, sedikit pun tidak dimodifikasi (direkayasa)
olehnya (Muhammad). Oleh karenanya sungguh tidak masuk akal manusia yang
mempunyai banyak sekali keterbatasan akan dapat memahami sebuah wujud totalitas
yang terbatas, apalagi memiliki pengetahuan tentang Allah melebihi dari pada
yang diketahui Allah tentang diri-Nya sendiri.
Disinilah salah satu letak perbedaan yang teramat prinsipil antara
kajian Hermeneutiks dengan ilmu tafsir. Dalam ilmu tafsir diajarkan bahwa
manusia (mufasir) hanya dibenarkan menalar sebatas makhluk ciptaannya, tidak
dibenarkan melampaui koridor itu seperti ditegaskan Rasul Allah تَفَكُرُوْافِى
خَلْقِ الله وَ لاَ تَفِكُرُوْافِى ذَاتِ الله (Pikirkanlah tentang makhluk
Allah dan jangan dipikirkan subtansi Allah)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian
secara etimologi
Secara
Etimologi. Kata Tafsir Dalam Bahasa Arab Berarti Al-Idlah (Penjelasan) atau
Al-tabyin (keterangan) kata tafsir berasal dari katan Al-fasr yang berarti
menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan dari kata Al-tafsir, menyingkap
sesuatu makna atau maksud lafal yang baik. Tafsir dapat menyingkap makna yang
tersimpan dalam kandungan ayat-ayat Al-Quran. Secara terminologi, menurut
badrudin Al-Zarkasyi :
التفسير: علم يعرف به فهم كتا ب الله تعا لى المنزل على نبيه محمد صلى
الله عليه و سلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه
Tafsir ialah :
ilmu yang dengannya dapat dipahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan dengannya dapat dapat dijelaskan makna-maknanya serta
dikeluarkanhukum-hukum dan hikma-hikmanya. Berdasarkan rumusan diatas dapat ditarik
suatu suatu pemahaman, bahwa tafsir adalah usaha yang bertujuan menjelaskan
makna ayat-ayat Al-Quran atau lafal-lafalnya agar hal-hal yang tidak jelas
menjadi jelas, yang samar-samar menjadi terang, yang sulit dipahami menjadi
mudah dipahami, sehingga Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia benar-benar
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2.
pengertian
ta’wil
Secara
etimologi, menurut sebagian ulama kata ta’wil memiliki arti arti yang sama
dengan kata tafsir yang menerangkan dan menjelaskan ta’wil berasal dari kata
“Aul”. kata kata tersebut dapat berarti : Pertama, Al-ruju
(kembali, mengembalikan). Kedua,
Al-shap (Memalingkan). Ketiga, Al-siyasah
(Mensiasati). Secara terminologi dapat dikemukakan ta’wil ialah : memalingkan
lapal dari maknanya yang tersurat kepda makna lain (Batin) yang dimiliki lafal
itu, jika makna lain tersebut dipandang sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan
Al-sunns. Menta’wilkan ayat-ayat Al-Quran dari maknanya tersurat kepada yang
tersirat dengan maksud mencari makna yang sesuai dengan run Al-Quran dan Sunna
Rasullullah SAW.
3.
Pengertian
Hermenevtika
Hermenevtika ialah pembahasan tentang kaidah (teori) atau
metode yang digunakan untuk memakai atau menafsirkan suatu teks (resan) agar
didafatkan pemahaman yang benar,kemudian berusaha menyampaikannya kepada audien
sesuai tingkatan dan daya serap mereka.
4.
Perbedaan
tafsir dan ta’wil
Menurut Azhim
al-zarqany perbedan dari tafsir dan ta’wil adalah:
Ø Tafsir lebih umum dari pada ta’wil ,karena ta’wil berkenan dengan
ayat-ayat yang khusus.
Ø Tafsir adalah penjelasan lebih lanjut bagi ta’wil.
Ø Tafsir menerangkan makna ayat (lafal) melalui pendekatan wirayat,
sedangkan ta’wil melalui pendekatan
dirayah (kemampuan keilmuan ,nalar).
5.
Persamaan
dan perbedaan ilmu tafsir dan hermenevtika
Ø Persamaan
Dalam
hermenevtika yang berkait – berkelindah dalam proses penafsiran yaitu:
1.
Membicarakan
hakikat sebuah teks.
2.
Apakah
interpreternya memahami teks dengan baik.
3.
Bagai
mana suatu penafsiran dapat dibatasi oleh asumsi-asumsi dasar serta kepecayaan
atau wawasan para audien.
Ketiga unsur
pokok yang jadi pilar utama dalam teori hermenevtika tidak jauh berbeda dari
yang dipakai para ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an yaitu:
1.
Siapa
yang mendapatkannya.
2.
Kepada
siapa diturunkan.
3.
di
tunjukan kepada siapa.
Ø Perbedaan
Hermes sebagai
dewa kepercayaan yang dikirim lansung ke bumi guna menyampaikan pesan kepada
umat tidak control dari dewa yang mengirimkannya,dan seterusnya. Sedangkan
risalah dan wewenang menafsirkan
al-Qur’an (tapi sebatas) ayat-ayat yang mereka perselisihkan maknanya
(Q.16:44).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT
Yang Maha Esa penulis panjatkan karena penulis dapat menyelesaikan Makalah ini
dengan judul “Ilmu Tafsir, Ta’wil dan Hermenevtika ”. Makalah ini
disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
yang tudak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Penulis juga menyadari
masih terdapat banyak kekurangan. Kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, dimohon kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Bengkulu, April
201
Penuis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah......................................................................................................
C.
Ruang
Lingkup..........................................................................................................
D.
Tujuan
Penulisan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tafsir, Ta’wil, Hermeneutika
1.
Pengertian
Tafsir............................................................................................
2.
Pengertian
Ta’wil...........................................................................................
3.
Pengertian
Hermenevtika...............................................................................
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nasrudin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta
: Pustaka Setia
Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al-Qur’an Kontemporer prespektif
Islam dan Barat. Bandung : Pustaka Setia.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Teras
Khalil Manna, Al-Qattam. 2011. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor
: Pustaka Litera Antar Nusa
No comments:
Post a Comment