BAB I
PENGERTIAN POKOK PERBANKAN DI INDONESIA
1.
Asal-usul Bank
Adapun pengurusan bank timbul dan berkembang dari kegiatan tukar
menukar uang, sedang usaha tukar menukar uang ini sudah dikenal sejak zaman
purbakala di babilonia, athena, dan romawi.Pada zaman itu orang yang
menjalankan tugas tukar-menukar uang dinamakan trapezites (orang dihadapan
meja) di athena atau argentarius di romawi.
Selain melakukan tugas tukar menukar uang juga menjalankan tugas
menyimpan serta meminjam uang bagi orang yang memerlukan. Usaha tukar-menukar
dan simpan-pinjam uang ini menjadi lebih berkembang pada akhir abad pertengahan
berhubungan dengan perkembangan usaha-usaha pedagangan di eropa seta timbulnya
berbagai mata uang yang dipunyai oleh beberapa negara.
Khusus dalan tugas peminjaman uang terutama dilakukan oleh
orang-orang yahudi, kemudian di ikuti oleh orang-orang italia yang berasal dari
orang-orang lombardia; itulah sebabnya dari dunia perbankan banyak di kenal
istilah-istilah dari bahasa italia.
2.
Arti dan fungsi Bank
Pada hakikatnya yang dimaksudkan dengan “bank” ialah semua badan
usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika terdapat permintaan
atau penawaran akan kredit.
Sesuatu
bank memperoleh kredit dari orang lain,karna ia membayarkan bunga (rente) untuk
kredit itu, dan sebaliknya ia menberikan kredit kepada orng lain dengan
memungut bunga yang lebih tinggi dari bunga yang dibayarkan itu.
Keadaan perbankan sebelum perang dunia II
Di Indonesia
(pada waktu itu Nederland indie) terdapat 3 buah bank, di dalamnya pemerintah
mempunyai peranan tertentu. Ketiga bank tersebut adalah:
1)
De
Javasche Bank N.V., didirikan tanggal 10 oktober 1827, kemudian dinasionalisir
oleh pemerintah RI pada tanggal 6 desember 1951 dan akhirnya menjadi bank
sental di indonesia berdasarkan UU No. 13 tahun 1968.
2)
De
Algemene Volkscredietbank, didirikan tahun 1934 di batavia (jakarta).Kemudian
kegiatan bank ini dilanjutkan oleh lembaga kredit jepang (pada masa pendudukan
jepang) dengan nama syomin ginko dan sekarang menjadi bank rakyat indonesia.
3)
De
postpaarbank, didirikan tahun 1898, yang selanjutnya dengan UU No. 9 Drt.tahun
1950 diganti dengan nama bank tabungan pos dan terakhir dengan UU No. 20 tahun
1968 menjadi bank tabungan negara.
Keadaan
Perbankan setelah perang dunia II (1945-1949)
Bersama dengan
kekalahan jepang, pemerintah belanda berusaha kembali ke indonesia dengan
membonceng tentara inggris (sekutu), dan terjadilah perang kemerdekaan melawan
penjajah.
Pada akhirnya
terbentuk 2 wilayah yakni daerah republik yang dikuasai, oleh RI dan daerah
federal yang merupakan daerah wilayah RI yang diduduki belanda. Masing-masing
daerah mengalami perkembangan.
1)
Perkembangan
perbankan di daerah republik
Pada masa itu
ada 2 bank pemerintah, yakni bank negara indonesia dan bank rakyat indonesia.
Bank negara
indonesia didirikan pada tanggal 5 juli
1946 dengan peraturan pemerintah dengan penggantian undang-undang (Perpu) No.
2/1946 yang kemudian bernama BNI 1946.
Bank Rakyat
indonesia Didirikan dengan peraturan pemerintah (PP) pada tanggal 22 februari
1946.
BAB II
DASAR-DASAR HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA
Dalam
UUD 1945 Pasal 23 ditegaskan bahwa macam dan harga mata uang ditetapkan dengan
undang-undang (ayat 3)dan mengenai hal keuangan negara selanjutnya diatur juga
dengan undang-undang (ayat 4).
A.
Dasar Pertimbangan
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah dan DPR-GR untuk
mengeluarkan undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan
disebutkan 4 hal yang berikut:
1)
Negara
kita adalah negara yang agraris yang perlu dibangun untuk memperbesar produksi
dan yang menyangkut langsung dibidang industri, prasarana kegiatan dan
kesejahteraan rakyat;
2)
Dalam
rangka pembangunan tata-perekonomian nasional perlu diadakan penilaian kembali
terhadap tata-perbankan yang sekarang berlaku sesuai dengan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat sementara No. XXIII/MPRS/1966;
3)
Berhubungan
dengan itu perlu segera mengatur kembali tata perbankan supaya dapat lebih
dimanfaatkan untuk kepentingan perkembangan ekonomi dan moneter;
4)
Oleh
karenanya perlu ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai perbankan dengan
suatu undang-undang.
B.
Landasan Hukum Penyusunan Undang-undang No. 14 Tahun 1967
Sebagai landasan hukum bagi penyusunan undang-undang No. 14 Tahun
1967 ini antara lain disebutkan perundang-undangan yang berikut:
a)
Undang-undang
Dasar 1945
(1)
Pasal
23
(a)
Anggaran
pedapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang.Apabila
DPR tidak menyetujui anggaran yang di usulkan pemerintah, maka pemerintah
menjalankan anggaran tahun yang lalu;
(b)
Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang;
(c)
Macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang;
(d)
Hal
keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang;
(e)
Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa
keuangan,yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Hasil
pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR.
(2)
Pasal
33 :
(a)
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas ;
(b)
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara;
(c)
Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
b)
Ketetapan
MPRS No. XXIII/MPRS/1966 pasal 55
Dalam rangka pengamanan keuangan
negara pada umumnya dan pengawasan serta penyehatan tata perbankan pada
khususnya, maka segera harus ditetapkan Undang-undang pokok perbankan dan
Undang-undang bank sentral.
c)
Diktum
Undang-undang No. 14 Tahun 1967
Dalam memutuskan,
ditetapkan hal yang berikut :
(a)
Mencabut
peraturan pemerintah No. 1 Tahun 1955 tentang pengawasan terhadap urusan kredit
(Lembar negara No. 2 Tahun 1955) sebagaimana ditambahkan dan di ubah;
(b)
Mencabut
undang-undang No. 23 Prp Tahun 1960 tentang rahasia Bank.
Sistematika dan isi pokok undang-undang
No. 14 Tahun 1967
Undang-undang
No. 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan ini di syahkan pejabat Presiden
Republik indonesia pada tanggal 30 Desember 1967 dan diundangkan dalan lembaran
negara No. 34 Tahun 1967, mempunyai sistematika sebagai birikut :
a.
Konsideran
(alasan-alasan dikeluarkannya undang-undang ini) yang terdiri dari :
1)
Dasar
pertimbangan : 4 alenia (telah disebut diatas ).
2)
Landasan
hukum :
a)
UUD-1945,
Pasal-pasal 5ayat (1), 20 ayat (1),23 dan 33 (sebagiannya telah disebut
diatas);
b)
Ketetapan-ketetapan
MPRS :
(1)
No.
XXIII/MPRS/1966,Pasal 55.
(2)
No.
XXXIII/MPRS/1967.
b.
Diktum
yang berbunyi :
1)
Mencabut
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1955 dan Undang-undang No. 23 Prp Tahun 1960.
2)
Menetapkan
Undang-undang tentang pokok-pokok perbankan.
Pengaturan kembali Tata Perbankan di indonesia
Sesuai dengan
jiwa dan makna Ketetapan majelis dan Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
XXIII/MPRS/1966, maka usaha untuk menuju arah
perbaikan ekonomi rakyat, adalah penilaian kembali semua landasan
kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan, dengan maksud untuk memperoleh
keseimbangan yang tepat antara upaya yang di usahakan dan tujuan yang hendak
dicapai, yakni masyarakat indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Berhubung
dengan hal-hal tersebut diatas, maka pengturan tata perbankan dilandaskan pada
hal-hal seperti berikut :
a.
Tata
perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya kesatuan
pimpinan dalam mengtur seluruh perubahan di Indonesia serta mengawasi
pelaksanaan kebijakansanaan moneter Pemerintah di bidang perbankan.
b.
Mobilisasikan
dan mengembangkan seluruh potensi Nasional yang bergerak di bidang perbankan
berdasarkan asas-asas demokrasi ekonomi
c.
Membimbing
dan memanfaatkan segala potensi tersebut huruf b bagi kepentingan perbaikan
ekonomi rakyat.
BAB III
PERBANKAN DEWASA INI
A.
Dasar Hukum Perbankan Tahun 1992
1.
Dasar
Hukum
Pada tanggal 25
Maret 1992, dengan persetujuan D.P.R., Presiden R.I. telah mensahkan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan 1992 = UUP -
1992). Undang-Undang Perbankan Tahun 1992 diundangkan dalam Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 31 dan Penjelasannya diumumkan dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472. UUP - 1992 mencabut dan menggantikan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan yang telah
berlaku selama seperempat abad yang lalu.
Selain itu UUP-1992 telah menyatakan tidak berlaku lagi
a.
Staatsblad
Tahun 1929 Nomor 357 tanggal 14 September 1929 tentang Aturan-aturan mengenai
Badan-badan Kredit Desa dalam propinsi-propinsi di Jawa dan Madura di luar
wilayah kotapraja-kotapraja;
b.
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1962 tentang Bank Pembangunan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2489);
Adapun dasar hukum dikeluarkan UUP-1992 ialah :
(1)
Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
(2)
Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2387);
(3)
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2832);
(4)
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran
Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
(5)
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2904).
B.
Isi Pokok UUP 1992
UUP-1992 yang terdiri dari 10 Bab dan 61 pasal ini, memuat
pokok-pokok isi yang berikut :
- Ketentuan Umum
- Asas, Fungsi, dan Tujuan
- Jenis dan Usaha Bank
- Perizinan, Bentuk Hukum dan Kepemilikan
- Pembinaan dan Pengawasan
- Dewan Komisaris, Direksi dan Tenaga Acsing
- Rahasia Bank
- Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif
- Ketentuan Peralihan
- Ketentuan Penutup.
C.
Pengertian Umum Tentang Perbankan Dewasa Ini
Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional yang berasaskan
kekeluargaan, perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan
tersebut, maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional.
Salah
satu sarana yang mempunyai peran strategis dalain menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari Trilogi
Pembangunan adalah perbankan.
BAB IV
BANK SENTRAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
A.
Bank Sentral
Dasar
Pertimbangan
a. Sebagai langkah ke arah perbaikan ekonomi
rakyat perlu diadakan penilaian
kembali daripada semua landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan
dengan maksud untuk memperoleh keseimbangan
yang tepat antara upaya yang diusahakan
dan tujuan yang hendak dicapai yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila.
b. Dalam rangka pengamanan keuangan Negara pada
umumnya dan pengawasan serta penyehatan tata-perbankan
pada khususnya, dianggap perlu segera
dihidupkannya kembali suatu Bank Sentral
yang dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, satu dan lain sesuai dengan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/ 1966.
c. Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas perlu
segera meninjau kembali
peraturan perundangan yang berlaku terhadap Bank Negara Indonesia Unit I dan menetapkan suatu Undangundang tentang Bank Sentral.
B.
Dasar Hukum
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 23
dan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Pasal 55 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
3. Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968;
4. Undang-Undang No. 14Tahun 1967 tentang Pokok-pokok perbakan.
5. Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang peraturan Lalu Lintas
Devisa
Dengan
Persetujuan Dewan PErwakilan Rakyat Gotong Royong.
C.
Pengertian Lembaga Keuangan
1.
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
Lembaga keuangan bukan bank mulai
banyak didirikan dalam tahun 1972. Tujuannya untuk mendorong pengembangan pasar uang dan pasar modal serta membantu permodalan
perusahaanperusahaan,
terutama pengusaha golongan ekonomi lemah. Untuk tujuan tersebut LKBB diperkenankan menghimpun dana dari masyarakat dengan cara mengeluarkan
surat-surat berharga untuk kemudian menyalurkannya kepada perusahaan-perusahaan dan melakukan kegiatan sebagai perantara dalam
penerbitan surat-surat berharga serta
menjamin terjualnya surat-surat berharga tersebut.
2.
Dasar Hukum, Pengertian dan Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank
a.
Dasar Hukum
Adapun dasar hukum bagi pendirian dan usaha
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah :
a) Undang-undang No. 15 Tahun 1952 tentang Bursa
(Lembaran Negara No. 67 Tahun 1952).
b) Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. - 38/MK/IV/1972 tanggal
18 Januari 1972 tentang Perubahan dan Tambahan Surat Keputusan Menteri Keuangan
No. Kep. -792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desem4er 1970.
b.
Pengertian
Lembaga Keuangan Bukan Bank ialah semua badan
yang melakukan kegiatan
di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya ke
dalam masyarakat, terutama guna
membiayai investasi perusahaan-perusahaan.
BAB V
PENGERTIAN BURSA
A.
Dasar Pertimbangan dan Dasar Hukum
Undang-Undang Bursa Nomor 15 Tahun 1952 tentang
penetapan “Undang-Undang Darurat tentang Bursa”
(Lembaran Negara Tahun 1951 nomor 79) sebagai Undang-Undang. (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67).
1.
Dasar Pertimbangan
Pemerintah
dengan mempergunakan haknya termaktub dalam Pasal 96 ayat 1 Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia telah menetapkan “Undang-Undang Darurat tentang Bursa”. (Undang-Undang Darurat Nomor 13 Tahun 1951);
2.
Dasar Hukum
Pasal 97 ayat 4 jo. pasal 89 Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia dan pasal 59 Kitab Hukum Dagang;
Dengan
persetujuan : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
3.Diktum
Menetapkan :
”Undang-Undang penetapan” Undang-Undang Darurat tentang Bursa” sebagai Undang-Undang.
I.
Peraturan-peraturan yang termaktub dalam “Undang-Undang Darurat No. 13 Tahun 1951 tentang "Bursa"
yang termuat dalam lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79 ditetapkan sebagai Undang-Undang.
BAB VI
PENGERTIAN POKOK PASAR MODAL
A.
Dasar Pertimbangan dan Dasar Hukum
Dasar Pertimbangan
a.
Pasar modal merupakan alternatif penting bagi pengerahan
dana yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional dan perluasan pengikutsertaan
masyarakat dalam pemilikan efek perusahaan menuju pemerataan pendapatan
masyarakat
b.
Dalam rangka
menunjang perkembangan pasar modal, penyelenggaraan
Bursa Efek dapat dipercayakan kepada sektor swasta;
c.
Dalam rangka menciptakan pasar yang tertib, terbuka, dan efisien serta dalam rangka melindungi kepentingan umum dan pemodal, perlu ditetapkan ketentuan yang mengatur
hal tersebut;
d.
Berhubung dengan
hal tersebut, dipandang perlu untuk menetapkan
ketentuan mengenai pasar modal dengan Keputusan Presiden.
Dasar Hukum
1. Pasal
4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang Pendapan
“Undang-undang Darurat tentang Bursa” sebagai Undang-undang (Lembaran Negara
Tahun..1952 Nomor 67);
Diktum
Menetapkan
:
KEPUTUSAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PASAR MODAL.
B.
Ketentuan Umum
Dalam
Keputusan presider ini yang dimaksud dengan
- Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
- Bursa Efek adalah suatu tempat pertemuan yang diorganisasikan dan digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan penawaran jual bell atau perdagangan Efek.
- Efek adalah setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saliarn, obhgasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, warranty, opal, atau setiap derivatif dari efek, atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Menteri sebagai Efek.
- Lembaga Miring Penyelesaian dan Penyimpanan adalah suatu lembaga yang sertanggung jawab atas Miring, dan penyelesaian transaksi yang te--g'adi di Bursa Efek, serta penyimpanan Efek dalam penitipan uniuk pihak lain.
- Reksa Dana (Investment Fund) adalah Emiten yang kegiatan utamanya melakukan investasi, reinvestasi atau perdagangan Efek.
BAB VII
PENGERTIAN KHUSUS PASAR MODAL
A.
Dasar Pertimbangan dan Dasar Hukum
A.
Dasar Pertimbangan
Menimbang
:
a.
bahwa dalam rangka pembangunan ekonomi nasional perlu pengerahan dana dan perluasan pengikutsertaan masyarakat
dalam pemilikan Efek perusahaan menuju pemerataan pendapatan masyarakat:
b.
bahwa dalam rangka menunjang perkembangan pasar modal, penyelenggaraan Bursa Efek dapat dipercayakan kepada sektor
swasta:
c.
bahwa
berhubung dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b serta untuk menciptakan pasar yang tertib, terbuka, dan
efisien dalam rangka melindungi kepentingan umum
dan pemodal, perlu ditetapkan ketentuan mengenai pasar modal dengan
keputusan Menteri Keuangan;
B.
Dasar Hukum
Mengingat :
1.Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang
Penetapan Undang-undang Darurat tentang Bursa
(Lembaran Negara No. 79
Tahun 1951) sebagai Undang-undang (Lembaran
Negara No. 67 Tahun 1952);
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan;
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1990 tentang
Pasar Modal;
C.
Diktum
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PASAR MODAL
BAB VIII
PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
A.
Pengertian Umum Tentang Modal Dalam Negeri
Dalam Demokrasi
Pancasila modal harus diberi tempat yang sewajarnya, sesuai dengan arti dan
pentingnya faktor tersebut dalam pembangunan masyarakat yang adil dan makmur.
Pembangunan tidak akan mungkin tanpa adanya pemupukan modal dalam negeri
sendiri secara besar-besaran, sedangkan penggunaan modal tersebut harus diatur
dan disalurkan hingga timbul kegiatankegiatan ekonomi yang produktif dan
efisien. Setiap negeri yang belum maju mengalami kemerosotan atau kemandekan
perkembangan ekonomi karena kelemahan masyarakat itu untuk memupuk modalnya
sendiri. Hal itu juga disebabkan karena lemahnya kemampuan para pengusaha, baik
dari pihak swasta maupun dari pihak Pemerintah. Karena itu perlu diadakan
ketentuan-ketentuan dan pengaturan-pengaturan yang dapat memperbesar kemampuan
masyarakat Indonesia untuk berusaha secara produktif.
Kelemahan-kelemahan
tersebut masih lagi ditambah dengan kesulitan dengan adanya dominasi
perekonomian Indonesia pada umumnya dan dominasi modal khususnya oleh
orang-orang asing yang memiliki dan berusaha dengan modal dalam negeri. Keadaan
ini telah berlangsung berabad-abad lamanya dan sekarang tiba waktunya untuk
mengakhiri keadaan tersebut. Sebaliknya justru adanya dominasi tersebut sangat
membatasi kemampuan-kemampuan Pemerintah pada dewasa ini untuk bertindak
secara radikal dalam waktu yang sangat singkat. Sesuai dengan semangat Pancasila
maka yang selalu dipentingkan di atas segala-galanya adalah perbaikan nasib
rakyat.
Karena itu
pengakhiran dominasi orang asing atas perekonomian Indonesia, harus
dilaksanakan dengan cara memanfaatkan orang asing dan modalnya, tanpa meninggalkan
realitas-realitas yang berlaku.
Mengingat
hal-hal tersebut di atas maka perlu diadakan pemisahan yang tegas antara
perlakuan terhadap modal dan perlakuan terhadap perusahaan. Seluruh modal yang
berada di Indonesia yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 2
Undang-undang No. I Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing adalah modal dalam
negeri. Walaupun modal dalam negeri dapat dimiliki oleh berbagai pihak termasuk
orang asing, namun terhadap seluruh modal dalam negeri tidak diadakan pembedaan
perlakuan. Pembedaan perlakuan diadakan secara tegas terhadap orang-orang
asing dan perusahaannya yang menguasai dan memiliki modal dalam negeri. Pada
prinsipnya orang asing tidak dibolehkan berusaha dengan modal dalam negeri,
akan tetapi mengingat keadaan-keadaan perekonomian dan masyarakat Indonesia,
maka orang-orang asing dengan modalnya perlu dimanfaatkan dengan membeiikan
kepada mereka ketentuan-ketentuan dan kepastian atas dasar mana mereka dapat
bekerja secara produktif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Lebih penting
lagi ialah adanya ketentuan-ketentuan dan kepastian tentang modal dan
perusahaan supaya dinamik masyarakat dan daya kreatif rakyat dapat menimbulkan
akumulasi modal yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktif Hanya dengan
keadaan demikian inilah pembangunan ekonomi dapat di laksanakan. Dalam hal ini
Pemerintah memegang peranan yang sangat vital sebagai pimpinan dan pelopor dari
pembanguna. Dengan penanaman-penanaman modal secara berencana dalam jumlah-jumlah
yang cukup besar maka Pemerintah dapat merintis dan merangsang
penanaman-penanaman modal dari pihak masyarakat pada umumnya.
Pembangunan
yang sungguh-sungguh dapat dirasakan oleh rakyat hanya dapat dicapai dengan
mobilisasi modal dari seluruh masyarakat. Karena itu Undang-undang tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri ini mengandung ketentuan-ketentuan yang dapat
merangsang dan menjamin pemupukan modal baik yang kecil maupun yang besar.
Antara lain pemupukan modal dalam cara tabungan-tabungan, deposito-deposito
berjangka, pembelian-pembelian kertas-kertas berharga, mendapat
perangsang-perangsang supaya makin lama makin menjadi sumber-sumber modal yang
berarti.
Undang-undang
ini sesungguhnya tidak hanya mengatur modal dalam negeri, akan tetapi juga
mengatur dalam garis besar pengusaha-pengusaha dan perusahaan-perusahaannya.
Selain dengan itu, maka dalam Undang-undang ini juga terdapat ketentuanketentuan
yang pada hakikatnya merupakan pembaruan dan peningkatan Peraturan Pemerintah
No. 10 tahun 1959. Karena itu Undang-undang ini seyogianya dijadikan
Undang-undang pokok yang dapat dipakai sebagai landasan untuk semua
ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal dalam berbagai bidang usaha.
B.
Pengertian Penanaman Modal dalam Negeri
Adapun yang
dimaksud dengan “modal dalam negeri” menurut pasal 1 UU. No. 6 Tahun 1968,
ialah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan
benda-benda, baik yang dimiliki. oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta
asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna
menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan
Pasal 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Pihak swasta
yang memiliki modal dalam negeri tersebut dapat terdiri atas perorangan
dan/atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Modal dalam
negeri diartikan sebagai sumber produktif dari masyarakat Indonesia yang dapat
dipergunakan bagi pembangunan ekonomi pada umumnya. Modal dalam negeri adalah
modal yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk
hak-hak dan benda-benda (bergerak dan tidak bergerak), yang dapat disediakan
untuk menjalankan suatu Usaha/perusahaan (Contoh dari kekayaan termaksud adalah
: tanah, bangunan, kayu di hutan, dan lain-lain). Kekayaan tersebut dapat
dimiliki. oleh Negara (Pemerintah) dan swasta. Kekayaan yang dimiliki oleh
pihak swasta selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi :
a.
yang
dimiliki oleh swasta nasional (warganegara Indonesia), baik perorangan maupun
badan hukum, termasuk koperasi;
b.
yang
dimiliki oleh swasta asing (warganegara asing), baik perorangan maupun badan
hukum.
Di samping itu
alai-alai pembayaran luar negeri yang dimiliki oleh Negara dan swasta nasional
yang disahkan/disediakan untuk menjalankan usahanya di Indonesia termasuk pula
sebagai modal dalam negeri.
Adapun yang
dimaksud dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1968 dengan “penanaman modal dalam
negeri” ialah penggunaan bagian dari kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1,
baik secara langsung atau tidak langsung, untuk menjalankan usaha menurut atau
berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
C.
Batas Waktu Berusaha
Dalam pasal 6
UU No. 6 Tahun 1968, disebutkan bahwa waktu berusaha bagi perusahaan asing,
baik perusahaan barn maupun lama, dibatasi sebagai berikut :
a.
dalam
bidang perdagangan berakhir pada tanggal 31 Desember tahun 1977;
b.
dalam
bidang industri berakhir pada tanggal 31 Desember tahun 1997;
c.
dalam
bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah
dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun.
Dalam
perekonomian Indonesia ada kenyataan bahwa modal dalam negeri untuk bagian yang
sangat penting dikuasai oleh orang asing. Keadaan ini yang telah berlangsung
berabad-abad, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Sebaliknya tidak pula boleh
diabaikan kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak bisa diakhiri dalam waktu
yang singkat. Untuk menghilangkan dominasi asing atas modal dan perekonomian
Indonesia, mulai sekarang sudah harus diadakan persiapan-persiapan.
Persiapan-persiapan
tersebut adalah kewajiban masyarakat Indonesia, baik swasta nasional maupun Pemerintah,
yang harus jelas memberikan fasilitas-fasilita untuk menjamin kelancaran
peralihan kekuasaan dalam perekonomian dari orang asing kepada pihak nasional.
Karena itu pada
prinsipnya orang asing tidak diperbolehkan berusaha dengan modal dalam negeri,
akan tetapi mengingat perkembangan tersebut di atas, orang asing masih
diperbolehkan berusaha dengan batas waktu, yaitu antara 10 tahun untuk
perdagangan dan 30 tahun untuk industri. Tidak ditentukannya batas waktu yang
lebih pendek, adalah karena mengingat kepentingan jalannya perekonomian,
sedangkan kemampuan-kemampuan sesungguhnya dari pihak nasional masih sangat
terbatas dalam segala bidang. Dalam bidang-bidang lain, termasuk jasajasa yang
sangat diperlukan bagi rakyat banyak. Pemerintah dapat menentukan batas waktu
antara 10 Tahun dan 30 tahun. Ini tidak berarti bahwa sebelum berakhirnya batas
waktu itu tidak dapat diadakan peralihan kekuasaan atas modal. Batas-batas
waktu tersebut berlaku untuk semua perusahaan asing, baik yang baru maupun yang
lama.
BAB IX
PENANAMAN MODAL ASING
A.
Pengertian Umum Tentang Modal Asing
Keadaan ekonomi
kita sejak beberapa tahun ditandai oleh kemerosotan daya beli rakyat secara terus-menerus
dan perbedaan tingkat hidup yang makin menonjol. Keidaan yang menyedihkan ini
tidak dapat dibiarkan berlangsung terus dan harus segera dihentikan.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara telah menetapkan bahwa kepada masalah
perbaikan ekonomi rakyat harus dberikan prioritas utama di antara soal-soal
Nasional dan cara menghadapi masalah-masalah ekonomi harus didasarkan kepada
prinsip-prinsip ekonomi yang rasional dan realistis. Dengan berpegang teguh
kepada Ketentuan MPRS ini maka segera harus diambil langkah-langkah untuk
memperbaiki nasib ekonomi rakyat.
Masalah ekonomi
masalah meningkatkan kemakmuran rakyat dengan menambah produksi barang dan
jasa, sedang selanjutnya adalah masalah mengusahakan pembagian yang adil dari barang
dan jasa hasil produksi. Peningkatan produksi dapat tercapai melalui penanaman
modal, penggunaan teknologi, penambahan kemampuan pengetahuan, peningkatan keterampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Dalam rangka ini penanaman
modal memegang poranan yang sangat penting.
B.
Badan Usaha Modal Asing
Dalam pasal 5 UPMA disebutkan, bahwa :
1.
Pemerintah
menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut
urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanaman
modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut.
2.
Perincian
menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun
rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan
memperhatikan perkembangan ekonomi Serta teknologi.
Bidang-bidang usaha yang tertutup
untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak menurut pasal 6
UPMA adalah sebagai berikut :
a)
pelabuhan-pelabuhan
b)
produksi,
transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
c)
telekomunikasi
d)
pelayaran
e)
penerbangan
f)
air
minum
g)
kereta
api umum
h)
pembangkit
tenaga atom
i)
mass
media.
Bidang-bidang
yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara antara lain produksi
senjata, mesiu, alat-alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali
bagi modal asing.
Selain yang
tersebut pada pasal 6 ayat (l) Pemerintah dapat menetapkan bidang-bidang usaha
tertentu di mana tidak boleh lagi ditanam modal asing (pasal 7).
Penanaman modal
asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan Pemerintah
atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
BAB X
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)
A.
Kedudukan, Fungsi dan Tugas BKPM
Pada tanggal 26
Mei 1973 telah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 20 tahun 1973 tentang Badan
Koordinasi Penanaman Modal Asing (BKPM) sebagai peraturan pelaksanaan Undang,
undang No. 1 Tahun 1967 yo. Undang-undang No. 11 Tahun 1970, dan Undang-Undang
No. 6 Tahun 1968 yo. Undang-undang No. 12 Tahun 1970, dan sekaligus mencabut
keputusan Presiden No. 286 Tahun 1968.
Sebagai dasar
pertimbangan untuk mengeluarkan Keputusan Presiden No. 20 Tahun 1973 ini,
disebutkan hal-hal yang berikut :
1.
bahwa
untuk lebih meningkatkan Koordinasi dalam penyelenggaraan dan proses
penyelesaian penanaman modal, dipandang perlu untuk membentuk suatu Badan
Koordinasi. Penanaman Modal sebagai suatu pusat pelayanan kegiatan penanaman
modal;
2.
bahwa
berdasarkan pertimbangan tersebut pada sub a di atas, dipandang perlu untuk
mengubah Struktur Organisasi Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden No. 286 tahun 1968.
Dalam pasal 1
Keputusan Presiden No. 20 Tahun 1973 disebutkan, bahwa Badan Koordinasi
Penanaman Modal selanjutnya disingkat BKPM adalah suatu Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berkedudukan langsung di bawah dan sertanggung jawab kepada
Presiden.
BKPM mempunyai
fungsi membantu Presiden dalam menenentukan kebijaksanaan di bidang Penanaman
Modal serta penanaman pelaksanaan (pasal 2).
B.
Susunan dan Tata Kerja BKPM
1.
Susunan
BKPM menurut Pasal 4 terdiri dari :
2.
Ketua,
3.
Wakil
Ketua,
4.
Koordinator
Bidang Hukum dan Tenaga
5.
Koordinator
Bidang Fasilitas
6.
Koordinator
Bidang Perizinan Daerah
7.
Koordinator
Bidang Administrasi dan Pengawasan
8.
Koordinator
Bidang Promosi Penanaman Modal
BAB XI
TATA CARA PENANAMAN MODAL
A.
Ketentuan pokok tata cara Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri
Untuk lebih
mendorong dan meningkatkan kegiatan-kegiatan penanaman modal baik dalam negeri
maupun asing serta sebagai tindak lanjut pembentukan Badan koordinasi Penanaman
Modal sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Presiden No. 20 Tahun 1973,
Pemerintah RI merasa perlu mengatur ketentuan pokok tata cara permohonan,
proses penyelesaian dan pengawasan modal.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka pada tanggal 26 Mei 1973, telah dikeluarkan
Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973, yang merupakan tindak lanjut pelaksanaan
UU No. I Tahun 1967 yo UU No. 12 Tahun 1970.
Keputusan Presiden No. 21 Tahun, 1973 juga mencabut :
1.
Keputusan
Presidium Kabinet No. 104/EK/KEP/4/1967
a.
Keputusan
Presiden No. 63 Tahun 1969.
Pasal 1
Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 ini menetapkan Ketentuan Pokok Tata Cara
Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagai berikut :
1.
Calon
penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal dalam
negeri menyatakan minatnya dengan menghubungi BKPM Daerah untuk memperoleh keterangan
mengenai kemungkinan penanaman modal di bidang usaha tersebut.
2.
Setelah
talon penanam modal mendapatkan keterangan‑ keterangan tentang terbukanya
bidang usaha, maka calon penanaman modal menghubungi Notaris untuk menyelesaikan Akte
Notaris guna pendirian Badan Hukum, kecuali bagi calon penanaman modal yang telah mempunyai bidang
usaha berbentuk Badan Hukum.
3.
Setelah memperoleh Akte Notaris
pembentukan Badan Hukum, calon penanaman modal mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk
memperoleh
a. Izin usaha
Sementara;
b. Izin
penggunaan tanah Sementara;
c. Izin
bangunan Sementara;
d. Izin
Undang-undang Gangguan Sementara.
4.
Penyelenggaraan untuk memperoleh
izin-izin tersebut ad. 3 Pasal
ini, dikoordinir oleh BKPM Daerah.
5.
Tembusan Izin-izin Sementara
tersebut ad. 3 Pasal ini yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah clan oleh
Perwakilan yang bersangkutan di Daerah, dikirimkan ke Departemen yang bersangkutan di Pusat.
6.
Dalam hal calon penanam modal
akan melakukan usahanya tanpa memerlukan fasilitas/keringanan fiskal dalam
negeri, maka calon
tersebut mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh izin usaha
tetap.
7.
Permohonan calon penanam modal
tersebut ad. 5 Pasal ini, diteruskan
oleh BKPM Daerah kepada BKPM Pusat, dengan melampirkan
salinan-salinan izin yang telah dikeluarkan tersebut ad. 5 pasal ini
beserta Akte Notaris pembentukan Badan Hukum.
8.
BKPM Pusat meneliti apakah
permohonan tersebut ad. 6 Pasal ini sesuai dengan ketentuan penanaman modal dalam
negeri serta kebijaksanaan Pemerintah yang berlaku. Keputusan BKPM
terhadap permohonan tersebut segera diberitahukan kepada calon penanam modal yang
bersangkutan.
9.
Apabila permohonan untuk
memperoleh izin tetap tersebut dikabulkan, maka BKPM mengkoordinir penyelesaian izin-izin yang meliputi :
a.
Izin tetap dari Departemen yang bersangkutan;
b.
Pengesahan
badan hukum/Perseroan Terbatas oleh Departemen Kehakiman. Izin-izin tersebut
disampaikan oleh BKPM kepada calon penanam modal yang bersankutan, sedangkan
tembusannya disampaikan kepada BKPM Daerah dan Instansi-instansi Pemerintah
lainya, yang dipandang perlu.
10.
Penyelesaian
izin penggunaan tanah sementara, izin, bangun an sementara dan izin
Undang-undang Gangguan sementara menjadi izin-izin yang bersifat tetap
dikoordinasi oleh BKPM Daerah dengan instansi Pemerintah Daerah yang
bersangktan.
11.
Bagi
para penanam modal dalam negeri yang telah mempunyai bidang usaha tertentu dan ingin memanfaatkan
fasilitas keringanan fiskal dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam
Negeri, yang bersangkutan menyatakan minat nya juga dengan menghubungi BKPM
Daerah.
12.
Calon
penanam modal maupun penanam modal yang berminat untuk memperoleh
fasilitas/keringanan-keringanan fiskal dalam rangka Undang-undang Penanaman
Modal Dalam Negeri maka yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada BKPM
Daerah dengan mengisi formulir, sesuai dengan bentuk dan tata cara yang akan
diatur lebih lanjut oleh Ketua BKPM Pusat dengan melampirkan :
a)
Akte
Notaris pembentukan Badan Hukum/Akte penge sahan Badan Hukum,
b)
Izin
usaha sementara/izin usaha tetap,
c)
Izin
penggunaan tanah sementara/tetap,
d)
Izin
bangunan sementara/tetap,
e)
Izin
Undang-undang Gangguan sementara/tetap.
13.
BKPM
Daerah setelah meneliti kelengkapan permohonan tersebut ad. 1 pasal itu,
kemudian meneruskannya kepada BKPM Pusat dengan disertai pertimbangan
pertimbangan seperlunya.
14.
BKPM
Pusat meneliti apakah permohonan fasilitas/keringanan fiskal tersebut wajar
untuk dikabulkan, sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang berlaku di
bidang penanaman modal dalam negeri.
Keputusan BKPM terhadap permohonan tersebut
segera diberitahukan kepada yang bersangkutan.
15.
Apabila permohonan untuk
memperoleh fasilitas/keringanan fiskal
tersebut dikabulkan, maka BKPM mengkoordinir penyelesaian
izin-izin yang meliputi :
a. Izin
usaha tetap dari Departemen yang bersangkutan.
b.
Pengesahan Perseroan Terbatas oleh Departemen Kehakiman.
c.
Fasilitas/keringanan
pajak dari Departemen Keuangan.
d.
Fasilitas/keringanan bea masuk dari Departemen Keuangan.
Tembusan
Keputusan-keputusan/izin-izin tersebut disampaikan kepada BKPM Daerah clan instansi Pemerintah lainnya yang
dipandang perlu.
16. Keputusan-keputusan/izin-izin tersebut ad. 15 Pasal ini disampaikan
oleh BKPM Pusat Kepada yang bersangkutan.
17. Dalam hal calon penanam modal yang bersangkutan, masih
memiliki izin penggunaan tanah sementara, izin bangunan sementara dan izin Undang-undang Gangguan Sementara, maka
penyelesaian izin-izin tersebut menjadi izin instansi Pemerintah Daerah yang
bersangkutan.
18. Besarnya
biaya-biaya yang diperlukan untuk memperoleh keputusan-keputusan/izin-izin
dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang diatur dalam Keputusan
Presiden ini, dibebankan kepada penanam modal yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XII
PASAR MODAL
A.
Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 Tentang Pasar Modal
1.
Sistematik
dan Isi Pokok Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976
Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal yang
ditetapkan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1976 mempunyai
sistematik sebagai berikut :
a.
Konsiderans
(alasan-alasan dikeluarkannya Keputusan Presiden ini) yang terdiri tiga
alinea.
Sebagai alasan dan dasar pertimbangan Presiden Republik Indonesia
mengeluarkan Keputusan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
1.
Dalam
rangka mempercepat proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan
saham perusahaan-perusahaan swasta menuju pemerataan pendapatan masyarakat, serta
untuk lebih menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengarahan dan
penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif dalam pembiayaan pembangunan
nasional, perlu mengembangkan pasar modal.
2.
Untuk
efisiensi dan efektivitasnya usaha Pemerintah di bidang pasar modal, baik
kegiatan maupun tujuannya, perlu membentuk suatu badan yang mengendalikan dan
melaksanakan pasar modal;
3.
Untuk
herhasilnya pasar modal di Indonesia secara optimal, perlu mendorong perusahaan-perusahaan
swasta yang sehat dan baik untuk menjual saham-sahamnya melaui pasar modal
dengan memberikan keringanan-keringanan di bidang perpajakan.
BAB XIII
PENGERTIAN POKOK HUKUM ANGGARAN BELANJA RUTIN
A.
Daftar Isian Kegiatan (DIK)
1.
Pembagian
Anggaran Belanja Rutin.
2.
Pengisian
daftar Isian Kegiatan DIK.
3.
Penyampaian
DIK.
4.
Pertanggungjawaban
Kepala Kantor/Satuan Kerja.
5.
Batas
Pembayaran Triwulan.
6.
Pengajuan
SPPR kepada KPN.
7.
SPJR
yang tak dapat disahkan KPN.
8.
Perubahan/Pengesahan
Biaya dalam DIK.
BAB XIV
PENGERTIAN POKOK HUKUM ANGGARAN BELANJA PEMBANGUNAN
A.
Daftar Isian Proyek (DIP)
1.
Pembagian
Anggaran Belanja Pembangunan.
2.
Penetapan
Pemimpin dan Bendaharawan Proyek.
3.
Pengisian
Daftar Isian Proyek (DIP).
4.
Pengawasan
Petunjuk Operasional (PO).
5.
Pertanggungjawaban
Pemimpin Proyek.
6.
Pembiayaan
Pelaksanaan Anggaran Pembangunan.
7.
Pengajuan
SPPP kepada KPN.
8.
Pembayaran
oleh KPN.
9.
Biaya
tak terduga.
10.
Sisa
Anggaran Pembangunan (SIAP).
11.
Kewajiban
Penyelenggaraan Pembukuan oleh Pemimpin Proyek.
12.
Penyampaian
laporan Triwulan oleh Pemimpin Proyek.
No comments:
Post a Comment