MAKALAH STRATEGI PEMLAJARAN IPS “Model pembelajaran kontekstual (CTL) dan Koopratif (CL)”
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perubahan
paradigma dalam dunia pendidikan sekarang ini menuntut kerja keras dan tanggung
jawab guru untuk lebih professional. Guru harus dapat mengubah paradigma
mengajar dari teaching ke learning. Perubahan ini tidak semata-mata hanya untuk
mengikuti trend jaman, tetapi lebih kepada tuntutan dan situasi nyata yang
dibutuhkan dunia dan kehidupan manusia. Permasalahan dunia yang semakin
kompleks seperti krisis global dan iklim global menuntut kerja keras dunia
pendidikan agar mampu menghasilkan siswa menjadi seorang problem solver di masa
yang akan datang, dan tidak hanya menjadi tenaga terampil saja.Paradigma baru
pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki
potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan
pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang
disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai
pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator
yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri.
Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar,
aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang
lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Menjadikan siswa aktif, kreatif dan
menjadi seorang problem solver yang baik tentunya bukan hal yang mudah, anak
harus mempunyai kemampuan berpikir yang baik. Guru harus bekerja keras mengubah
gaya mengajarnya dengan memberi peluang dan kesempatan kepada anak untuk
mengeksplorasi pengetahuannya secara lebih mandiri. Salah satu trend atau arah
pembelajaran sekolah saat ini untuk menciptakan pembelajaran menjadi lebih
bermakna adalah penggunaan konteks dalam pembelajaran. Inovasi tersebut seperti
Contextual Teaching and Learning (CTL),dan Cooperative Learning (CL)
Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. CTL lebih menekankan pada rencana
kegiatan kelas yang dirancang guru.
Cooperative Learning(CL)adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
Berdasarkan paparan di atas CTL
merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif diterapkan pada proses
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dikelas. Oleh karena itu, topik
penerapan CTL dan CL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu
dipaparkan lebih lanjut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu model pembelajaran kontekstual (
CTL) dan pemlajaran koopratif (CL)?
2. Apa karakteristik atau ciri –ciri model
pemlajaran kontekstual (CTL) dan Pelajaran koopratif?
3. Apa Tujuh Komponen Utama Penerapan model
pemlajaran kontektual (CTL) dan model pemlajaran koopratif
4. Apa Kelebihan Dan Kekurangan Model
Pembelajaran kontekstual (CTL) dan model
pemlajaran Kooperatif Cooperative
Learning (CL)
C.
Tujuan Masalah
Untuk mengetahui dan
memahami yang ada di rumusan masalah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ( CTL)
1.
Pengertian Ctl(Contekstual Teaching And Learning)
Dan Pendekatan Kontekstual
CTL(contekstual teaching and learning) adalah
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang
holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota masyarakat.
Dalam CTL (penguasan guru akan materi
dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan
sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran, salah satunya
metode yang saat ini di anggap tepat adalah pembelajaran agama islam adalah
melalui pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual di dasarkan pada hasil
penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan
baik jika apa yang di pelajari terkait dengan apa yang telah di ketahui, dan
dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya, pembelajaran
ini menekankan pada daya fikir yang tinggi.
Dari uraian di atas yang perlu kita
fahami tentang CTL(contekstual teaching and learning) kontekstual menekankan
kepada proses keterlibatan langsung siswa untuk menemukan materi, artinya
proses belajar di orientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses
belajar dalam konteks ini tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi
pembelajaran. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang di pelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa di tuntut untuk
dapat menangkap hubhngan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata.
Alasan
digunakan model pembelajaran CTL adalah:
a. Belajar akan lebih bermakna jika anak
“mengalami” apa yang dipelajari bukan hanya “menghafalkan”.
b. Strategi pembelajaran tidak hanya
menuntut siswa menghafalakan fakta, konsep, generalisasi, tetapi sebuah
strategi yang mendorong siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan dibenak
mereka sendiri.
c. Memperbaiki kebiasaan sehari-hari dalam
PBM, yaitu dari siswa dipaksa menerima dan menghafal kearah strategi
pembelajaran yang berpihak dan memberdayakan siswa.[1]
2.
Karakteristik Atau Ciri-Ciri Pembelajaran Ctl
Menurut Siswando (Wanti Rohani 2002: 12)
menyatakan bahwa:
Ciri-ciri
pembelajaran CTL adalah menekankan pada pemahaman konsep pemecahan masalah,
siswa mengalami pembelajaran secara bermakna dan memahami IPA dengan penalaran,
dan siswa secara aktif membangun pengetahuan dalam pengalaman dan pengetahuan awal
dan banyak ditekankan pada penyelesaian masalah yang rutin.
Ciri-ciri pembelajaran CTL antara lain:
1) Adanya kerja sama antar semua pihak; 2)Menekankan pentingnya pemecahan
masalah atau problem; 3) bermuara pada keragaman konteks kehidupan murid yang
berbeda-beda; 4) saling menunjang; 5) menyenangkan tidak membosankan; 6)
belajar dengan bergairah; 7) pembelajarn terintegrasi; 8) menggunakan berbagai
sumber; 9) murid aktif; 10) sharing dengan teman; 11) murid kritis, guru
kreatif; 12) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya murid
peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya; 13) laporan kepada orang tua
bukan hanya rapor, tetapi hasil karya murid, laporan hasil pratikum, karangan
murid, dan sebagainya.
Menurut Wina Sanjaya 2006 terdapat lima
karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL
yaitu:
a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses
mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang CTL adalah belajar
dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh
dengan cara deduktif, artinya pembelajarn dimulai dengan membelajarkan secara
keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan yang diperoleh
bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara
meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan
berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
e. Melakukan refleksi strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap proses perbaikan
dan penyempurnaan strategi.[2]
3.
Tujuh Komponen Utama Penerapan Ctl
Trianto
(2009: 107) pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu
(1)
konstruktivisme (constructivism), (2) bertanya (questioning), (3) inkuiri
(inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) permodelan
(modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian autentik (authentic
assessment).
a. Konstruktivisme(contruktivisme)
Konstuktivisme adalah landasan berfikir
pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan di bangun oleh
manusia sedikit demi sedikit. Yang hasilnya di perluas melalui konteks yang
terbatas, pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk di ambil dan di ingat.manusia harus mengkonstruksi pengetahuan
itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam konstruktivisme
pembelajaran harus dikemas menjadi proses”mengkonstruksi” bukan “menerima”
pengetahuan.
Guru
mengajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1) Guru adalah salah satu dari berbagai
macam sumber belajar, tetapi bukan satu-satunya sumber belajar.
2) Guru membiarkan siswa berfikir setelah
mereka di beri pertanyaan.
3) Guru menggunakan teknik bertanya untuk
memancing siswa berdiskusi satu sama lain.
4) Guru membiarkan siswa untuk bekerja secara
otonom dan berinisiatif sendiri.
5) Guru mengusahakan agar siswa dapat mengomunikasikan
pemahaman mereka, karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.
b. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bentuk penerapan Dalam
pembelajaran guru bertanya kepada masing-masing anggota kelompok, kegiatan
bertanya alam pembelajaran berguna untuk :
1) menggali informasi, baik administrasi
maupun akademis;
2) mengecek pemahaman siswa;
3) membakitkan respons kepada siswa;
4) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa;
5) menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Kegiatan
bertanya dapat di terapkan antar siswa dengan siswa, antar guru dengan siswa,
antara siswa dengan orang lain yang didatangkan dalam kelas. Aktifitas bertanya
dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui
kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya.
c. Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) merupakan bagian
inti dari kegiatan pembelajaran berbasis konstektual yang berpendapat bahwa
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dan
menjelaskan tentang arti dari pada dalil aqli, dengan cara mengamati dan
menghubungkan dengan alam sekitar kita. Guru harus selalu merancang kegiatan
yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Semua
mata pelajaran dapat menggunakan pendekatan inquiry. Kata kunci dari strategi
inquiry adalah “siswa menemukan sendiri”
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Pada dasarnya mengandung pengertian
sebagai berikut:
1) Adanya kelompok belajar yang
berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman.
2) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
3) Kerja kelompok lebih baik dari pada
kerja secara individual.
4) Ada kemauan untuk menerima pendapat yang
lebih baik.
5) Ada kesedian untuk menghargai pendapat
orang lain.
Metode
pembelajaran dengan teknik masyarakat belajar (Learning Community) Ini sangat
membantu proses pembelajaran di kelas. Bentuk penerapannya dalam pembelajaran
dengan cara belajar berkelompok.
e. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan (Modelling) artinya dalam
sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan
bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang
diinginkan oeh guru agar siswa-siswanya melakukan pemodelan dapat berbentuk
demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktifitas belajar. Dengan
kata lain, model itu bisa berupa guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.
Dengan begitu, guru memberi model tentang “ bagaimana cara belajar”.
Dalam
pembelajaran kontekstual penerapannya dengan cara mempresentasikan apa yang
mereka tulis atau mereka jawab dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi(Reflection)
adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan
gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja di terima.
Contoh perintah guru yang menggambarkan
kegiatan refleksi adalah sebagai berikut;
1) Pemutaran lagu-lagu nasyid dan
puisi-puisi islami
2) Hal-hal baru apa saja kaian dapatkan
melalui kegiatan hari ini
3) Bagaimana pendapatmu mengenai hari ini.
g. Penilain sebenarnya (Authentic
Assessment)
Penilain
yang sebenarnya (authentic assessment) adalah kegiatan menilai siswa yang
menekankan pada apa yang sebenarnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan
berbagai instrument penilaian.
Ciri-ciri penilain autentik adalah;
1) Harus mengukur semua aspek pembelajaran;
proses, kinerja, dan produk
2) Dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung
3) Tes hanya salah satu alat pengumpul data
penilaian
4) Penilaian harus menekankan kedalaman
pengetahuan dan keahlian siswa, bukan ke luasannya(kualitas).
Dari
urain di atas kelas dapat di katakan menggunakan pendekatan CTL (contextual
teaching and learning) jika telah menerapkan tujuh komponen tersebut dalam
kegiatan pembelajaran.
4.
Kelebihan Dan Kekurangan Ctl
a. Kelebihan
1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu
menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL
menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
b. Kekurangan/Kelemahan
1) Guru lebih intensif dalam membimbing.
Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.
Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang
sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.
Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang
memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan
menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi– strategi mereka sendiri untuk
belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa
yang diterapkan semula.
B. MODEL
PEMLAJARAN CL
1.
Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada
tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan,
melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang
materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung
jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu
rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua Siswa
berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan
sosial.
Prinsip
model pembelajaran kooperatif yaitu 1)
saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka;
4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).
Manfaat dari Cooperative Learning antara
lain: meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, membantu
siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan,
mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa,
membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif memiliki
basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial. Fokus
pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta
didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas
belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu
saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan
dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan
guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan
sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing
peserta didik dalam belajar kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam
memecahkan masalah, dan sebagai pelatih
peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.
Menurut Anita Lie dalam bukunya
“Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan
sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong
royong yaitu :
a.
Saling
ketergantungan positif.
Keberhasilan
suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain dapat mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan.
Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif,
setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok
bisa dilaksanakan.
c. Tatap muka.
Dalam
pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk
bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari
sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan.
d. Komunikasi antar anggota.
Unsur
ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada
kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga
merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan
perkembangan mental dan emosional para siswa.
e. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar
perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif.[3]
2.
Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat
elemen-elemen yang berkaitan. Menurut Lie ( 2004 ):
a.
Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau
yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai
melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan
menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling
ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.
b.
Interaksi tatap muka
Dengan hal ini dapat memaksa siswa
saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan
dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih
luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.
c.
Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian
ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok
mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai
kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok
harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan
akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada
rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.
d.
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial dalam menjalin
hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan
antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa lainnya.
3.
Tujuan Dan Komponen Pembelajaran Kooperatif
Ada
empat komponen dasar pembelajaran kooperatif. Komponen-komponen ini membedakan
antara pembelajaran dengan kegiatan kelompok yang biasa. Banyak aktivitas
kelompok yang telah digunakan pada masa lalu dapat diadaptasikan dengan
pembelajaran kooperatif dengan jalan mengubah-menyesuaikan aktivitas dengan
memasukkan komponen-komponen yang terdaftar di bawah ini.[4]
a.
Dalam
pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu kerja sama untuk
menyelesaikan tugas.
Tak
boleh seorang pun selesai sampai seluruh anggota kelompok selesai. Tugas atau
aktivitas sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota
tidak menuntaskan bagiannya sendiri tapi bekerja sama untuk menyelesaikan satu
produk secara bersama-sama.
b. Kelompok pembelajaran kooperatif
seharusnya heterogen.
Adalah
membantu sekali jika diawali dengan mengorganisasi kelompok sedemikian rupa
sehingga ada keseimbangan antara kemampuan di dalam dan di antara kelompok.
Mungkin juga adanya kehendak untuk mempertimbangkan variabel-variabel lainnya
untuk membuat kelompok yang seimbang.
c. Aktivitas-aktivitas pembelajaran
kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa sehingga setiap siswa berkontribusi kepada kelompok-kelompok
dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya.
Hal
ini adapat dilakukan secara baik dengan jalan memberikan peran yang penting
untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pada setiap anggota. Kapan input harus
dikumpulkan dari semua anggota kelompok, tak seorang pun boleh pergi jauh-jauh
sekehendaknya.
d. Tim pembelajaran kooperatif perlu
mengetahui tujuan akademik maupun sosial suatu pelajaran.
Siswa
perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dalam mempelajari suatu
pelajaran dan bagaimana mereka diperkirakan bekerja bersama untuk menyelesaikan
pembelajaran. Siswa perlu memproses atau memikirkan dan berbicara tentang
bagaimana mereka bekerja atas dasar keterampilan sosial dan juga mengevaluasi
sejauh mana kelompok bekerja bersama memenuhi tujuan akademik.
Keterampilan-keterampilan sosial bukanlah sesuatu yang otomatis diketahui oleh
siswa, dengan begitu keterampilan-keterampilan ini haruslah diajarkan.
Adapun
tujuan pembelajaran koopratif
1)
Meningkatkan hasil belajar akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif
meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa
model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep yang sulit.
2)
Penerimaan terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif memberi peluang
kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling
bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama.
3)
Pengembangan ketrampilan sosial
Mengajarkan kepada siswa keterampilan
kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi dengan teman yang lain.
4.
Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran
Kooperatif Atau Cooperative Learning
a. Adapun kelebihan model pembelajaran
kooperatif adalah
1) kesempatan kepada siswa untuk menemukan
konsep memberikan sendiri dan cara memecahkan masalah,
2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya,
3) membiasakan siswa untuk bersikap terbuka
namun tegas,
4) meningkatkan motivasi belajar siswa,
5) membantu guru dalam pencapaian tujuan
pembelajar. Kare4na langkah-langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di
sekolah,
6) mendorong motivasi guru untuk
menciptakan media pengajaran, karena media begitu penting dalam pembelajaran
kooperatif.
b. Sedangan kelemahan model pembelajaran
kooperatif
adalah diperlukan waktu yang cukup lama untuk
melakukan diskusi, seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai
jalannya diskusi, sehingga siswa yang
kurang pandai kurang kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar. Selian itu
dalam penerapan model pembelajaran kooperatif, kelompok yang merasa asing dan sulit
untuk bekerja sama.
Selain
itu kelemahan lain penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative
Learning yang sering muncu, yaitu:
1) Jika tidak ada bimbingan dari teman dan
guru maka ada kalanya siswa yang selalu "pasrah".
2) Jika tidak ada mekanisme yang baik dalam
proses akan ada sikap ketergantungan siswa.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan dalam
isi makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. pemlajaran yang selama ini lebih
menekankan pada keaktifan guru dalam penyampaian pelajajaran tanpa
memperhitungkan keaktifan siswa.sudah waktunya diganti strategi yang memudahkan
anak dalam menerima pemahaman materi yang disampaikan guru dengan menerapkan
model kontekstual CTL
2. Dalam mengajar guru bisa merubah
gaya mengajar yaitu lebih mengutamakan keaktifan siswa dalam memahami pelajaran
melalui pengalaman langsung.
3. Mencitakan lingkungan belajar yang membuat
siswa tidak takut salah
4. pemlajaran kontekstual dapat
menimbulkan siswa belajar melalui mengalami bukan menghapal,siswa mampu
mengonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri,siwwa terbiasa memecahkan
masalah menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide,siswa
menjadi aktif,kritis dan kreatif,kelas menjadi produktif,menyenangkan dan tidak
membosankan
Dari
uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif CL adalah pembelajaran yang menekankan pada
aspek kerjasama diantara para anggotanya dimana di dalamnya ada ketergantungan
yang positif, interaksi, akuntabilitas serta ketrampilan individu dalam
memproses kelompoknya. Tujuan pembelajaran ini juga disesuaikan bahwa tujuan
pembelajaran adalah untuk memperoleh ilmu dan mendidik anak didik, maka tujuan
pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan social. Dalam pembelajaran
kooperatif maka setiap anggota yang beragam ikut berpartisipasi secara aktif
sesuai dengan setiap pandangan yang mereka miliki masing – masing
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Contextual Teaching and Learning (CTL),
Direktorat PLP, Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Dasim,Budimansyah. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio.
PT Genesindo, Bandung.
Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative
Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM),Drs. Sugiyanto. Modul PLPG.
Tim. 2003. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning). Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen.
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang
Maha Esa,
karena berkat limpahan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Model pembelajaran kontekstual (CTL) dan Koopratif
(CL)”sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Strategi Pembelajaran
IPS.
Ucapan terima kasih saya haturkan
kepada orang tua saya dan keluarga serta teman-teman yang telah memberikan
motivasi dan inspirasi kepada penulis sehingga tugas Mata Kuliah Strategi
Pembelajaran IPS.
Dalam penulisan makalah ini banyak
sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis memerlukan kritik dan saran
yang bermanfaat untuk lebih baiknya pembuatan makalah di masa
mendatang. Akhir kata, semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca dan seluruh masyarakat Indonesia.
Bengkulu, Oktober 2018
Penulis
ii
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1-2
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C.
Tujuan
Masalah............................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ( CTL)
1. Pengertian Ctl(Contekstual Teaching And
Learning) Dan Pendekatan Kontekstual 3
2. Karakteristik Atau Ciri-Ciri
Pembelajaran Ctl................................. 4
3. Tujuh Komponen Utama Penerapan Ctl.......................................... 5
4. Kelebihan Dan Kekurangan Ctl....................................................... 9
B.
MODEL PEMLAJARAN CL
1. Pengertian Cooperative Learning................................................... 10
2. Ciri-Ciri
Pembelajaran Kooperatif................................................. 12
3. Tujuan Dan Komponen Pembelajaran
Kooperatif......................... 13
4. Kelebihan Dan Kekurangan Model
Pembelajaran Kooperatif Atau Cooperative Learning 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
iii
|
[1] Anonim.
2003. Contextual Teaching and Learning
(CTL), Direktorat PLP, Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.hal 15
[2] Dasim,Budimansyah.
2002. Model Pembelajaran dan Penilaian
Portofolio. PT Genesindo, Bandung.hal 114
[3] Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi
PAIKEM),Drs. Sugiyanto. Modul PLPG.hal 95
[4] https://media.neliti.com/media/publications/164047-ID-implementasi-pembelajaran-kooperatif-ber.pdf
[5] Tim.
2003. Pembelajaran Tuntas (Mastery
Learning). Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen. Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
No comments:
Post a Comment