1

loading...

Tuesday, October 30, 2018

MAKALAH STRATEGI PEMLAJARAN IPS “Model pembelajaran kontekstual (CTL) dan Koopratif (CL)”

MAKALAH  STRATEGI PEMLAJARAN IPS  “Model pembelajaran kontekstual (CTL) dan Koopratif (CL)”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan sekarang ini menuntut kerja keras dan tanggung jawab guru untuk lebih professional. Guru harus dapat mengubah paradigma mengajar dari teaching ke learning. Perubahan ini tidak semata-mata hanya untuk mengikuti trend jaman, tetapi lebih kepada tuntutan dan situasi nyata yang dibutuhkan dunia dan kehidupan manusia. Permasalahan dunia yang semakin kompleks seperti krisis global dan iklim global menuntut kerja keras dunia pendidikan agar mampu menghasilkan siswa menjadi seorang problem solver di masa yang akan datang, dan tidak hanya menjadi tenaga terampil saja.Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Menjadikan siswa aktif, kreatif dan menjadi seorang problem solver yang baik tentunya bukan hal yang mudah, anak harus mempunyai kemampuan berpikir yang baik. Guru harus bekerja keras mengubah gaya mengajarnya dengan memberi peluang dan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi pengetahuannya secara lebih mandiri. Salah satu trend atau arah pembelajaran sekolah saat ini untuk menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna adalah penggunaan konteks dalam pembelajaran. Inovasi tersebut seperti Contextual Teaching and Learning (CTL),dan Cooperative Learning (CL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. CTL lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru.
Cooperative Learning(CL)adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
Berdasarkan paparan di atas CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif diterapkan pada proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dikelas. Oleh karena itu, topik penerapan CTL dan CL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu dipaparkan lebih lanjut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu model pembelajaran kontekstual ( CTL) dan pemlajaran koopratif (CL)?
2.      Apa karakteristik atau ciri –ciri model pemlajaran kontekstual (CTL) dan Pelajaran koopratif?
3.      Apa Tujuh Komponen Utama Penerapan model pemlajaran kontektual (CTL) dan model pemlajaran koopratif
4.      Apa Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran kontekstual (CTL)  dan model pemlajaran Kooperatif  Cooperative Learning (CL)
C.    Tujuan Masalah
Untuk mengetahui dan memahami yang ada di rumusan masalah.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ( CTL)
1.      Pengertian Ctl(Contekstual Teaching And Learning) Dan Pendekatan Kontekstual
CTL(contekstual teaching and learning) adalah Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam CTL (penguasan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran, salah satunya metode yang saat ini di anggap tepat adalah pembelajaran agama islam adalah melalui pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual di dasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang di pelajari terkait dengan apa yang telah di ketahui, dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya, pembelajaran ini menekankan pada daya fikir yang tinggi.
Dari uraian di atas yang perlu kita fahami tentang CTL(contekstual teaching and learning) kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan langsung siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar di orientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks ini tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pembelajaran. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang di pelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa di tuntut untuk dapat menangkap hubhngan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Alasan digunakan model pembelajaran CTL adalah:
a.       Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang dipelajari bukan hanya “menghafalkan”.
b.      Strategi pembelajaran tidak hanya menuntut siswa menghafalakan fakta, konsep, generalisasi, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
c.       Memperbaiki kebiasaan sehari-hari dalam PBM, yaitu dari siswa dipaksa menerima dan menghafal kearah strategi pembelajaran yang berpihak dan memberdayakan siswa.[1]
2.      Karakteristik Atau Ciri-Ciri Pembelajaran Ctl
Menurut Siswando (Wanti Rohani 2002: 12) menyatakan bahwa:
Ciri-ciri pembelajaran CTL adalah menekankan pada pemahaman konsep pemecahan masalah, siswa mengalami pembelajaran secara bermakna dan memahami IPA dengan penalaran, dan siswa secara aktif membangun pengetahuan dalam pengalaman dan pengetahuan awal dan banyak ditekankan pada penyelesaian masalah yang rutin.
Ciri-ciri pembelajaran CTL antara lain: 1) Adanya kerja sama antar semua pihak; 2)Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem; 3) bermuara pada keragaman konteks kehidupan murid yang berbeda-beda; 4) saling menunjang; 5) menyenangkan tidak membosankan; 6) belajar dengan bergairah; 7) pembelajarn terintegrasi; 8) menggunakan berbagai sumber; 9) murid aktif; 10) sharing dengan teman; 11) murid kritis, guru kreatif; 12) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya murid peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya; 13) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya murid, laporan hasil pratikum, karangan murid, dan sebagainya.
     Menurut Wina Sanjaya 2006 terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yaitu:
a.       Dalam CTL pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b.      Pembelajaran yang CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajarn dimulai dengan membelajarkan secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c.       Pemahaman pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d.      Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
e.       Melakukan refleksi strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.[2]
3.      Tujuh Komponen Utama Penerapan Ctl
Trianto (2009: 107) pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu
(1) konstruktivisme (constructivism), (2) bertanya (questioning), (3) inkuiri (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) permodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian autentik (authentic assessment).
a.       Konstruktivisme(contruktivisme)
Konstuktivisme adalah landasan berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan di bangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Yang hasilnya di perluas melalui konteks yang terbatas, pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk di ambil dan di ingat.manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas menjadi proses”mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan.
Guru mengajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1)      Guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, tetapi bukan satu-satunya sumber belajar.
2)      Guru membiarkan siswa berfikir setelah mereka di beri pertanyaan.
3)      Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain.
4)       Guru membiarkan siswa untuk bekerja secara otonom dan berinisiatif sendiri.
5)      Guru mengusahakan agar siswa dapat mengomunikasikan pemahaman mereka, karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.
b.      Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bentuk penerapan Dalam pembelajaran guru bertanya kepada masing-masing anggota kelompok, kegiatan bertanya alam pembelajaran berguna untuk :
1)      menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
2)      mengecek pemahaman siswa;
3)      membakitkan respons kepada siswa;
4)      mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;
5)      menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Kegiatan bertanya dapat di terapkan antar siswa dengan siswa, antar guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan dalam kelas. Aktifitas bertanya dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya.
c.       Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis konstektual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dan menjelaskan tentang arti dari pada dalil aqli, dengan cara mengamati dan menghubungkan dengan alam sekitar kita. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Semua mata pelajaran dapat menggunakan pendekatan inquiry. Kata kunci dari strategi inquiry adalah “siswa menemukan sendiri”
d.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Pada dasarnya mengandung pengertian sebagai berikut:
1)      Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman.
2)      Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
3)      Kerja kelompok lebih baik dari pada kerja secara individual.
4)      Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
5)      Ada kesedian untuk menghargai pendapat orang lain.
Metode pembelajaran dengan teknik masyarakat belajar (Learning Community) Ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Bentuk penerapannya dalam pembelajaran dengan cara belajar berkelompok.
e.       Pemodelan (Modelling)
Pemodelan (Modelling) artinya dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang diinginkan oeh guru agar siswa-siswanya melakukan pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktifitas belajar. Dengan kata lain, model itu bisa berupa guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang “ bagaimana cara belajar”.
Dalam pembelajaran kontekstual penerapannya dengan cara mempresentasikan apa yang mereka tulis atau mereka jawab dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.
f.       Refleksi (Reflection)
Refleksi(Reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja di terima.
   Contoh perintah guru yang menggambarkan kegiatan refleksi adalah sebagai berikut;
1)      Pemutaran lagu-lagu nasyid dan puisi-puisi islami
2)      Hal-hal baru apa saja kaian dapatkan melalui kegiatan hari ini
3)       Bagaimana pendapatmu mengenai hari ini.
g.      Penilain sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilain yang sebenarnya (authentic assessment) adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang sebenarnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian.
   Ciri-ciri penilain autentik adalah;
1)      Harus mengukur semua aspek pembelajaran; proses, kinerja, dan produk
2)      Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
3)      Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian
4)      Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan ke luasannya(kualitas).
Dari urain di atas kelas dapat di katakan menggunakan pendekatan CTL (contextual teaching and learning) jika telah menerapkan tujuh komponen tersebut dalam kegiatan pembelajaran.
4.      Kelebihan Dan Kekurangan Ctl
a.       Kelebihan
1)      Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2)      Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
b.      Kekurangan/Kelemahan
1)      Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2)      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi– strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
B.     MODEL PEMLAJARAN CL
1.      Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu  Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.
Prinsip model pembelajaran kooperatif  yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).
      Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial. Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah,  dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
a.       Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
b.      Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c.       Tatap muka.
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
d.      Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
e.       Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.[3]
2.      Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut  Lie ( 2004 ):
a.       Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.
b.    Interaksi tatap muka
Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.
c.     Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.
d.    Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa lainnya.
3.      Tujuan Dan Komponen Pembelajaran Kooperatif
Ada empat komponen dasar pembelajaran kooperatif. Komponen-komponen ini membedakan antara pembelajaran dengan kegiatan kelompok yang biasa. Banyak aktivitas kelompok yang telah digunakan pada masa lalu dapat diadaptasikan dengan pembelajaran kooperatif dengan jalan mengubah-menyesuaikan aktivitas dengan memasukkan komponen-komponen yang terdaftar di bawah ini.[4]
a.       Dalam pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu kerja sama untuk menyelesaikan tugas.
Tak boleh seorang pun selesai sampai seluruh anggota kelompok selesai. Tugas atau aktivitas sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota tidak menuntaskan bagiannya sendiri tapi bekerja sama untuk menyelesaikan satu produk secara bersama-sama.
b.      Kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen.
Adalah membantu sekali jika diawali dengan mengorganisasi kelompok sedemikian rupa sehingga ada keseimbangan antara kemampuan di dalam dan di antara kelompok. Mungkin juga adanya kehendak untuk mempertimbangkan variabel-variabel lainnya untuk membuat kelompok yang seimbang.
c.       Aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa sehingga  setiap siswa berkontribusi kepada kelompok-kelompok dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya.
Hal ini adapat dilakukan secara baik dengan jalan memberikan peran yang penting untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pada setiap anggota. Kapan input harus dikumpulkan dari semua anggota kelompok, tak seorang pun boleh pergi jauh-jauh sekehendaknya.
d.      Tim pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik maupun sosial suatu   pelajaran.
Siswa perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dalam mempelajari suatu pelajaran dan bagaimana mereka diperkirakan bekerja bersama untuk menyelesaikan pembelajaran. Siswa perlu memproses atau memikirkan dan berbicara tentang bagaimana mereka bekerja atas dasar keterampilan sosial dan juga mengevaluasi sejauh mana kelompok bekerja bersama memenuhi tujuan akademik. Keterampilan-keterampilan sosial bukanlah sesuatu yang otomatis diketahui oleh siswa, dengan begitu keterampilan-keterampilan ini haruslah diajarkan.
Adapun tujuan pembelajaran koopratif
1)        Meningkatkan hasil belajar akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep yang sulit.
2)      Penerimaan terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama.
3)      Pengembangan ketrampilan sosial
Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi dengan teman yang lain.
4.      Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Atau Cooperative Learning
a.       Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif adalah
1)      kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep memberikan sendiri dan cara memecahkan masalah,
2)      memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya,
3)      membiasakan siswa untuk bersikap terbuka namun tegas,
4)      meningkatkan motivasi belajar siswa,
5)      membantu guru dalam pencapaian tujuan pembelajar. Kare4na langkah-langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah,
6)      mendorong motivasi guru untuk menciptakan media pengajaran, karena media begitu penting dalam pembelajaran kooperatif.
b.      Sedangan kelemahan model pembelajaran kooperatif

adalah  diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan diskusi, seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya   diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai kurang kesempatan untuk   mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar. Selian itu dalam penerapan model pembelajaran kooperatif, kelompok yang merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.
Selain itu kelemahan lain penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning  yang sering muncu, yaitu:
1)      Jika tidak ada bimbingan dari teman dan guru maka ada kalanya siswa yang selalu "pasrah".
2)      Jika tidak ada mekanisme yang baik dalam proses akan ada sikap ketergantungan siswa.[5]



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan dalam isi makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.   pemlajaran yang selama ini lebih menekankan pada keaktifan guru dalam penyampaian pelajajaran tanpa memperhitungkan keaktifan siswa.sudah waktunya diganti strategi yang memudahkan anak dalam menerima pemahaman materi yang disampaikan guru dengan menerapkan model kontekstual CTL
2.   Dalam mengajar guru bisa merubah gaya mengajar yaitu lebih mengutamakan keaktifan siswa dalam memahami pelajaran melalui pengalaman langsung.
3.   Mencitakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak takut salah
4.   pemlajaran kontekstual dapat menimbulkan siswa belajar melalui mengalami bukan menghapal,siswa mampu mengonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri,siwwa terbiasa memecahkan masalah menemukan sesuatu yang berguna  bagi dirinya dan bergelut dengan ide,siswa menjadi aktif,kritis dan kreatif,kelas menjadi produktif,menyenangkan dan tidak membosankan
      Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif  CL adalah pembelajaran yang menekankan pada aspek kerjasama diantara para anggotanya dimana di dalamnya ada ketergantungan yang positif, interaksi, akuntabilitas serta ketrampilan individu dalam memproses kelompoknya. Tujuan pembelajaran ini juga disesuaikan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk memperoleh ilmu dan mendidik anak didik, maka tujuan pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan social. Dalam pembelajaran kooperatif maka setiap anggota yang beragam ikut berpartisipasi secara aktif sesuai dengan setiap pandangan yang mereka miliki masing – masing


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Contextual Teaching and Learning (CTL), Direktorat PLP, Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Dasim,Budimansyah. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. PT Genesindo, Bandung.
Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM),Drs. Sugiyanto. Modul PLPG.
Tim. 2003. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning). Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.




KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Model pembelajaran kontekstual (CTL) dan Koopratif (CL)”sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Strategi Pembelajaran IPS.
            Ucapan terima kasih saya haturkan kepada orang tua saya dan keluarga serta teman-teman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis sehingga tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran IPS.
            Dalam penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis memerlukan kritik dan saran yang bermanfaat untuk lebih baiknya pembuatan makalah di masa mendatang.  Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan seluruh masyarakat Indonesia.


Bengkulu,   Oktober  2018

Penulis








ii
 


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.......................................................................................... 1-2
B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C.     Tujuan Masalah............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN 
A.    MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ( CTL)
1.      Pengertian Ctl(Contekstual Teaching And Learning) Dan Pendekatan Kontekstual            3
2.      Karakteristik Atau Ciri-Ciri Pembelajaran Ctl................................. 4
3.      Tujuh Komponen Utama Penerapan Ctl.......................................... 5
4.      Kelebihan Dan Kekurangan Ctl....................................................... 9
B.     MODEL PEMLAJARAN CL
1.      Pengertian Cooperative Learning................................................... 10
2.      Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif................................................. 12
3.      Tujuan Dan Komponen Pembelajaran Kooperatif......................... 13
4.      Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Atau Cooperative Learning   15
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA



iii
 



[1] Anonim. 2003. Contextual Teaching and Learning (CTL), Direktorat PLP, Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.hal 15

[2] Dasim,Budimansyah. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. PT Genesindo, Bandung.hal 114

[3] Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM),Drs. Sugiyanto. Modul PLPG.hal 95

[5] Tim. 2003. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning). Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.


No comments:

Post a Comment