MAKALAH KONFENSI NASKAH ILMIAH/ PENYUNTINGAN NASKAH ILMIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa
Indonesia adalah Sebagai bahasa
nasional. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pemersatu berbagai bahasa
daerah di Indonesia.cotoh dua orang dari propensi yang berbeda akan kesulitan
berkomunikasi karena kemungkinan keduanya tidak dapat saling mengerti. Dalam
kasus seperti ini, Bahasa Indonesia sangat diperlukan dalam berkomunikasi.
Bahasa
tidak hanya digunakan dalam komunikasi secara lisan, tetapi juga dalam
komunikasi secara tertulis. Begitu halnya dengan Bahasa Indonesia. Dalam penggunaanya, Bahasa Indonesia memiliki
aturan-aturan baku. Sebagaimana telah diketahui, bahwa di zaman sekarang sudah
banyak sekali penulis yang terkenal, dengan tulisan-tulisannya telah membuat
para pembaca dapat memahami dan mengerti dengan apa yang ditulis dan apa yang
dimaksud dari tulisan tersebut. Akan tetapi bagi seorang penulis yang
menyampaikan gagasan atau isi pikiran yang akan dituangkan dalam suatu tulisan.
Maka, penulis harus pandai memilih kata yang tepat sehingga dapat merangkai
kata manjadi kalimat yang ringkas, jelas, dan juga mudah dipahami. Oleh karena
itu, penulis akan mencoba menjelaskan segala ketentuan-ketentuan dalam
penulisan naskah atau disebut juga dengan konvensi naskah.
Dengan
mempelajari konvensi naskah, penulis dapat menciptakan tulisan yang indah dalam
menampilkan sebuah tulisan itu sendiri, sehingga pembaca tertarik untuk membaca
tulisan tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan konvensi naskah ?
2. Apakah
syarat formal penulisan sebuah naskah ?
3. Apa hakikat
penyuntingan?
4. Apa tujuan
penyuntingan?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui cara-cara penulisan dalam bahasa Indonesia.
2. Menghasilkan
penampilan tulisan yang indah sesuai dengan aturan yang ada ,demi menarik minat
para pembaca.
3. Untuk
memenuhi tugas pembuatan makalah matakuliah softskill Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konvensi Naskah
Konvensi
naskah adalah penulisan naskah karangan ilmiah berdasarkan kebiasaan, aturan
yang sudah lazim, dan sudah disepakat
Untuk membuat sebuah naskah yang
baik sebelumnya kita harus membuat kerangka karangan terlebih dahulu. Dalam
kerangka karangan akan terlihat bab-bab
dan sub bab yang mengandung ide ide pokok dari suatu naskah. Setelah itu
pengembangan pun akan mudah dilakukan dan naskah yang dihasilkan sistematis.
Selain hal diatas, dalam
pembuatan naskah juga harus memperhatikan struktur kalimat dan pilihan
kata/diksi, agar naskah yang kita tulis itu jelas, teratur dan menarik untuk di
baca.
Selain hal-hal diatas, hal
terpenting lainnya adalah naskah harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti
persyaratan formal. Persyaratan formal mensyaratkan naskah supaya bentuk atau
wajah tampak menarik dan indah. Persyaratan formal ini meliputi bagian-bagian
pelengkap dan kebiasaan-kebiasaan yang harus diikuti dalam dunia kepenulisan
yang umum disebut konvensi naskah. Konvensi naskah adalah penulisan sebuah
naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal
ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara formal, semi formal, dan
non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya memenuhi semua
persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi formal adalah
bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut
konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi
syarat-syarat formalnya.
B. Syarat Formal
Penulisan Sebuah Naskah
Pengorganisasian
karangan sangat diperlukan dalam menyusun sebuah karangan. Pengorganisasian karangan
adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu kesatuan karangan dengan
berdasarkan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat, logis, penguasaan,
wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai dan format
pengetikan yang sistematis. Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya
tulis yaitu Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap
penutup.
1.
Bagian Pelengkap
Pendahuluan
a.
Judul
Pendahuluan (Judul Sampul) dan Halaman Judul
b.
Halaman
Persembahan (kalau ada)
c.
Halaman
Pengesahan (kalau ada)
d.
Kata Pengantar
e.
Daftar Isi
f.
Daftar Gambar
(kalau ada)
g.
Daftar Tabel
(kalau ada)
2.
Bagian Isi
Karangan
a.
Pendahuluan
b.
Tubuh Karangan
c.
Kesimpulan
3.
Bagian Pelengkap
Penutup
a.
Daftar Pustaka
(Bibliografi)
b.
Lampiran (Apendix)
c.
Indeks
d.
Riwayat Hidup
Penulis
1.
Bagian Pelengkap
Pendahuluan
Bagian pelengkap pendahuluan atau halaman-halaman
pendahuluan tidak menyangkut isi karangan. Bagian ini dipersiapkan sebagai
bahan informasi bagi pembaca dan menampilkan karangan tersebut dalam bentuk
yang lebih menarik.
a.
Judul
Pendahuluan (Judul Sampul) dan Halaman Judul.
Judul
pendahuluan adalah nama karangan. Pada halaman judul pendahuluan tidak
megandung apa-apa kecuali judul karangan. Penulisan judul karangan dengan huruf
kapital dan letaknya ditengah sedikit ke atas. Tetapi variasi format lainnya
juga banyak.
Pada
makalah atau skripsi, halaman judul mencantumkan nama karangan, penjelasan
tugas, nama pengarang, kelengkapan indentitas pengarang (NPM, kelas), nama unit
studi atau unit kerja, nama lembaga(jurusan, fakultas, universitas), nama kota
dan tahun penulisan.
Untuk memberikan daya tarik pembaca,
penyusunan judul perlu memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Judul
menggambarkan keseluruhan isi karangan.
b.
Judul harus
menarik pembaca baik makna maupun penulisannya.
c.
Sampul: nama
karangan, penulis, dan penerbit.
d.
Halaman judul:
nama karangan, penjelasan adanya tugas, penulis, kelengkapan identitas
pengarang, nama unit studi, nama lembaga, nama kota, dan tahun penulisan (dalam
pembuatan makalah atau skripsi).
e.
Seluruh frasa
ditulis pada posisi tengah secara simetri (untuk karangan formal), atau model
lurus pada margin kiri (untuk karangan yang tidak terlalu formal).
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makalah atau skripsi pada halaman
judul:
1.
Judul diketik
dengan huruf kapital, misalnya:
UPAYA
MENGATASI KEMISKINAN PADA
MASYARAKAT
PEMUKIMAN KUMUH
DI
KELURAHAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR
2.
Penjelasan
tentang tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya:
Makalah
ini Disusun untuk Melengkapi Ujian Akhir
Mata
Kuliah Bahasa Indonesia Semester Ganjil 2011
Atau
Skripsi
ini Diajukan untuk Melengkapi Ujian Sarjana Ilmu Komputer pada
Fakultas
Ilmu Komputer Universitas Gunadarma
3.
Nama penulis
ditulis dengan huruf kapital, di bawah nama dituliskan Nomor Induk Mahasiswa
(NIM), misalnya:
RAKHMAT MALIK IBRAHIM
11122334
4.
Logo universitas
untuk makalah, skripsi, tesis, dan disertasi; makalah ilmiah tidak diharuskan
menggunakan logo.
5.
Data institusi
mahasiswa mencantumkan program studi, jurusan, fakultas, unversitas, nama kota,
dan tahun ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI
INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2011
Hal-hal yang harus dihindarkan dalam
halaman judul karangan formal:
a.
Komposisi tidak
menarik.
b.
Tidak estetik.
c.
Hiasan gambar
tidak relevan.
d.
Variasi huruf
jenis huruf.
e.
Kata “ditulis
(disusun) oleh.”
f.
Kata “NIM/NRP.”
g.
Hiasan,
tanda-tanda, atau garis yang tidak berfungsi.
h.
Kata-kata yang
berisi slogan.
i.
Ungkapan
emosional.
j.
Menuliskan
kata-kata atau kalimat yang tidak berfungsi.
b.
Halaman
Persembahan
Bagian
ini tidak terlalu penting. Bila penulis ingin memasukan bagian ini, maka hal
itu semata-mata dibuat atas pertimbangan penulis. Persembahan ini jarang
melebihi satu halaman, dan biasanya terdiri dari beberapa kata saja, misalnya:
Kutulis
novel ini
dengan cahaya cinta
untuk mahar menyunting belahan jiwa,
Muyasaratun Sa’idah binti KH. Muslim
Djawahir, alm.
Rabbana hab lanaa min azwaajinaa wa
dzurriyyaatinaa
Qurrata a’yuni waj’alnaa lil muttaqiina
imaama Amin.
Bila penulis menganggap perlu memasukkan
persembahan ini, maka persembahan ini ditempatkan berhadapan dengan halaman
belakang judul buku, atau berhadapan dengan halaman belakang cover buku, atau
juga menyatu dengan halaman judul buku.
c.
Halaman
Pengesahan
Halaman
pengesahan berfungsi sebagai bukti bahwa karya tulis telah memenuhi persyaratan
administratif sebagai karya ilmiah. Halaman ini biasanya ditanda tangani oleh
pembimbing, penguji dan ketua jurusan. Halaman pengesahan biasanya dilampirkan
pada skripsi, tesis, disertasi. Sedangkan untuk makalah atau karangan lainnya
tidak harus mensertakan halaman ini. Halaman pengesahan ditulis dengan
mengikuti persyaratan formal urutan dan tata letak unsur-unsur yang tertulis di
dalamnya.
Judul
karangan ditulis dengan menggunakan huruf kapital seluruhnya dan diletakkan
ditengah-tengah antara margin kiri dan kanan. Nama lengkap dan gelar akademis
pembimbing materi, penguji, ketua program jurusan ditulis secara benar dan
disusun secara simetri kiri-kanan dan atas-bawah. Nama kota dan tanggal
pengesahan ditulis di atas kata ketua jurusan.
Hal-hal yang harus dihindarkan:
1.
Menggaris-bawahi
nama dan kata-kata lainnya.
2.
Menggunakan
titik atau koma pada akhir nama.
3.
Tulisan
melampaui garis tepi.
4.
Menulis nama
tidak lengkap.
5.
Menggunakan
huruf yang tidak standar.
6.
Tidak
mencantumkan gelar akademis.
d.
Kata Pengantar
Kata
pengantar merupakan bagian dari karangan yang isinya berupa penjelasan mengenai
motivasi menulis sebuah karangan. Kata pengantar berfungsi seperti sebuah surat
pengantar. Setiap karangan ilmiah seperti: buku, skripsi, tesis,
disertasi,makalah harus melampirkan halaman kata pengantar yang menyajikan
informasi sebagai berikut:
1.
Ucapan syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Penjelasan
adanya tugas penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau
laporan formal ilmiah).
3.
Penjelasan
pelaksanaan penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau
laporan formal ilmiah).
4.
Penjelasan
adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekolompok orang, atau
organisasi/lembaga.
5.
Ucapan terima
kasih kepada seseorang, sekolompok orang, atau organisasi/lembaga yang
membantu.
6.
Penyebutan nama
kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis, tanpa dibubuhi
tanda-tangan.
7.
Harapan penulis
atas karangan tersebut.
8.
Manfaat bagi
pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran.
9.
Kata pengantar
merupakan bagian keseluruhan dari suatu karangan ilmiah yang sifatnya formal
dan ilmiah. Oleh sebab itu dalam penulisannya harus menggunakan kata-kata yang
baku, baik dan benar. Isi dari kata pengantar tidak membahas tentang
pendahuluan, isi, penutup. Dan berlaku sebaliknya, hal-hal yang sudah dibahas
dibagian kata pengantar tidak boleh di bahas lagi dalam isi karangan.
Hal-hal yang harus dihindarkan:
a.
Menguraikan isi
karangan.
b.
Mengungkapkan
perasaan berlebihan.
c.
Menyalahi kaidah
bahasa.
d.
Menunjukkan
sikap kurang percaya diri.
e.
Kurang
meyakinkan.
f.
Kata pengantar
terlalu panjang.
g.
Menulis kata
pengantar semacam sambutan.
h.
Kesalahan
bahasa: ejaan, kalimat, paragraf, diksi, dan tanda baca tidak efektif.
e.
Daftar Isi
Daftar
isi merupakan pelengkap dari pendahuluan yang isinya memuat garis besar isi
karangan secara lengkap dan menyeluruh dari halaman pertama sampai halaman
terakhir. Fungsi dari halaman ini untuk menyajikan informasi nomor halaman dari
judul bab, sub bab, dan unsur-unsur pelengkap dari buku yang bersangkutan.
Daftar isi disusun secara konsisten baik penomoran, penulisan, maupun tata
letak judul bab, judul sub-sub bab.
f.
Daftar Gambar
Bila
suatu karangan memuat suatu gambar-gambar, maka setiap gambar tersebut harus
ditulis di dalam daftar gambar yang menginformasikan judul gambar dan nomor
halaman gambar tersebut.
g.
Daftar Tabel
Bila
suatu karangan memuat suatu tabel-tabel, maka setiap tabel tersebut harus
ditulis di dalam daftar tabel yang menginformasikan nama tabel dan nomor
halaman tabel tersebut.
2.
Bagian Isi
Karangan
Isi karangan merupakan inti dari sebuah karangan.
Bagian-bagian isi karangan akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
a)
Pendahuluan
Pendahuluan
merupakan bab 1 dalam sebuah karangan yang tujuannya adalah menarik perhatian
pembaca, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang dibicarakan dan
menunjukkan dasar yang sebenarnya dari uraian itu. Pendahuluan terdiri dari
latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah, landasan teori
dan metode pembahasan. Keseluruhan isi pendahuluan mengantarkan pembaca pada
materi yang akan dibahas, dianalisis, diuraikan dalam bab 2 sampai bab
terakhir.
Untuk
menulis pendahuluan yang baik, penulis perlu memperhatikan pokok-pokok yang
harus tertuang dalam masing-masing unsur pendahuluan sebagai berikut:
1)
Latar belakang masalah, menyajikan:
a.
Penalaran (alasan)
yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan diuraikan jawabannya dalam
bab pertengahan antara pendahuluan dan kesimpulan dan dijawab atau ditegaskan
dalam kesimpulan. Untuk itu, arah penalaran harus jelas, misalnya deduktif,
sebab-akibat, atau induktif.
b.
Kegunaan praktis
hasil analisis, misalnya: memberikan masukan bagi kebijakan pimpinan dalam
membuat keputusan, memberikan acuan bagi pengembangan sistem kerja yang akan
datang.
c.
Pengetahuan
tentang studi kepustakaan, gunakan informasi mutakhir dari buku-buku ilmiah,
jurnal, atau internet yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis
hendaklah mengupayakan penggunaan buku-buku terbaru.
d. Pengungkapan
masalah utama secara jelas dalam bentuk pertanyaan, gunakan kata tanya yang
menuntut adanya analisis, misalnya: bagaimana...., mengapa.....
e.
Tidak
menggunakan kata apa karena tidak menuntut adanya analisis, cukup dijawab
dengan ya atau tidak.
2)
Tujuan penulisan
berisi:
a.
Target, sasaran,
atau upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan hubungan X terhadap
Y; membuktikan bahwa budaya tradisi dapat dilestarikan dengan kreativitas baru;
menguraikan pengaruh X terhadap Y.
b.
Upaya pokok yang
harus dilakukan, misalnya: mendeskripsikan data primer tentang kualitas budaya
tradisi penduduk asli Jakarta; membuktikan bahwa pembangunan lingkungan
pemukiman kumuh yang tidak layak huni memerlukan bantuan pemerintah.
c.
Tujuan utama
dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang akan dibahas.
Jika masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga dirinci menjadi dua.
3)
Ruang lingkup
masalah berisi:
a.
Pembatasan
masalah yang akan dibahas.
b.
Rumusan detail
masalah yang akan dibahas.
c.
Definisi atau
batasan pengertian istilah yang tertuang dalam setiap variabel. Pendefinisian
merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk mengungkapkan suatu benda,
konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya dengan kata-kata.
4)
Landasan teori
menyajikan:
a.
Deskripsi atau
kajian teoritik variabel X tentang prinsip-prinsip teori, pendapat ahli dan
pendapat umum, hukum, dalil, atau opini yang digunakan sebagai landasan
pemikiran kerangka kerja penelitian dan penulisan sampai dengan kesimpulan atau
rekomendasi.
b.
Penjelasan
hubungan teori dengan kerangka berpikir dalam mengembangkan konsep penulisan,
penalaran, atau alasan menggunakan teori tersebut.
5)
Sumber data penulisan berisi:
a.
Sumber data
sekunder dan data primer.
b.
Kriteria
penentuan jumlah data.
c.
Kriteria penentuan
mutu data.
d.
Kriteria
penentuan sample.
e.
Kesesuaian data
dengan sifat dan tujuan pembahasan.
6)
Metode dan
teknik penulisan berisi:
a.
Penjelasan
metode yang digunakan dalam pembahasan, misalnya: metode kuantitatif, metode
deskripsi, metode komparatif, metode korelasi, metode eksploratif, atau metode
eksperimental.
b.
Teknik penulisan
menyajikan cara pengumpulan data seperti wawancara, observasi, dan kuisioner;
analisis data, hasil analisis data, dan kesimpulan.
7)
Metode dan
teknik penulisan berisi:
a.
Gambaran singkat
penyajian isi pendahuluan, pembahasan utama, dan kesimpulan.
b.
Penjelasan
lambang-lambang, simbol-simbol, atau kode (kalau ada).
b)
Tubuh Karangan
Tubuh
karangan atau bagian utama karangan merupakan inti karangan berisi sajian
pembahasan masalah. Bagian ini menguraikan seluruh masalah yang dirumuskan pada
pendahuluan secara tuntas (sempurna). Di sinilah terletak segala masalah yang akan
dibahas secara sistematis.
Kesempurnaan
pembahasan diukur berdasarkan kelengkapan unsur-unsur berikut ini:
1.
Ketuntasan
materi:
Materi
yang dibahas mencakup seluruh variabel yang tertulis pada kalimat karangan,
baik pembahasan yang berupa data sekunder (kajian teoretik) maupun data primer.
Pembahasan data primer harus menyertakan pembuktian secara logika, fakta yang
telah dianalisis atau diuji kebenarannya, contoh-contoh, dan pembuktian lain
yang dapat mendukung ketuntasan pembenaran.
2.
Kejelasan
uraian/deskripsi:
a.
Kejelasan
konsep:
Konsep
adalah keseluruhan pikiran yang terorganisasi secara utuh, jelas, dan tuntas
dalam suatu kesatuan makna. Untuk itu, penguraian dari bab ke sub-bab, dari
sub-bab ke detail yang lebih rinci sampai dengan uraian perlu memperhatikan kepaduan
dan koherensial, terutama dalam menganalisis, menginterpretasikan (manafsirkan)
dan menyintesiskan dalam suatu penegasan atau kesimpulan. Selain itu, penulis
perlu memperhatikan konsistensi dalam penomoran, penggunaan huruf, jarak spasi,
teknik kutipan, catatan pustaka, dan catatan kaki.
b.
Kejelasan
bahasa:
Kejelasan
dan ketetapan pilihan kata yang dapat diukur kebenarannya. Untuk mewujudkan hal
itu, kata lugas atau kata denotatif lebih baik daripada kata konotatif atau
kata kias (terkecuali dalam pembuatan karangan fiksi, kata konotatif atau kata
kias sangat diperlukan).
Kejelasan makna
kalimat tidak bermakna ganda, menggunakan struktur kalimat yang betul,
menggunakan ejaan yang baku, menggunakan kalimat efektif, menggunakan
koordinatif dan subordinatif secara benar.
Kejelasan makna paragraf dengan
memperhatikan syarat-syarat paragraf: kesatuan pikiran, kepaduan, koherensi
(dengan repetisi, kata ganti, paralelisme, kata transisi), dan menggunakan
pikiran utama, serta menunjukkan adanya penalaran yang logis (induktif,
deduktif, kausal, kronologis, spasial).
c.
Kejelasan
penyajian dan fakta kebenaran fakta:
Kejelasan
penyajian fakta dapat diupayakan dengan berbagai cara, antara lain: penyajian
dari umum ke khusus, dari yang terpenting ke kurang penting; kejelasan urutan
proses. Untuk menunjang kejelasan ini perlu didukung dengan gambar, grafik,
bagan, tabel, diagram, dan foto-foto. Namun, kebenaran fakta sendiri harus
diperhatikan kepastiannya.
Hal-hal lain yang harus dihindarkan
dalam penulisan karangan (ilmiah):
1)
Subjektivitas
dengan menggunakan kata-kata: saya pikir, saya rasa, menurut pengalaman saya,
dan lain-lain. Atasi subjektivitas ini dengan menggunakan: penelitian
membuktikan bahwa…, uji laboratorium membuktikan bahwa…, survei membuktikan
bahwa…,
2)
Kesalahan:
pembuktian pendapat tidak mencukupi, penolakan konsep tanpa alasan yang cukup,
salah nalar, penjelasan tidak tuntas, alur pikir (dari topik sampai dengan
simpulan) tidak konsisten, pembuktian dengan prasangka atau berdasarkan
kepentingan pribadi, pengungkapan maksud yang tidak jelas arahnya, definisi
variabel tidak (kurang) operasional, proposisi yang dikembangkan tidak jelas,
terlalu panjang, atau bias, uraian tidak sesuai dengan judul.
c)
Kesimpulan
Kesimpulan
atau simpulan merupakan bagian terakhir atau penutup dari isi karangan, dan
juga merupakan bagian terpenting sebuah karangan ilmiah. Pembaca yang tidak
memiliki cukup waktu untuk membaca naskah seutuhnya cenderung akan membaca
bagian-bagian penting saja, antara lain kesimpulan. Oleh karena itu, kesimpulan
harus disusun sebaik mungkin. Kesimpulan harus dirumuskan dengan tegas sebagai
suatu pendapat pengarang atau penulis terhadap masalah yang telah diuraikan.
Penulis dapat merumuskan kesimpulannya dengan
dua cara:
a.
Dalam
tulisan-tulisan yang bersifat argumentatif, dapat dibuat ringkasan-ringkasan
argumen yang penting dalam bentuk dalil-dalil (atau tesis-tesis), sejalan
dengan perkembangan dalam tubuh karangan itu.
b.
Untuk
kesimpulan-kesimpulan biasa, cukup disarikan tujuan atau isi yang umum dari
pokok-pokok yang telah diuraikan dalam tubuh karangan itu.
3. Bagian
Pelengkap Penutup
Bagian
pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan
ilmiah.
a) Daftar
pustaka (Bibliografi)
Setiap karangan ilmiah harus
menggunakan data pustaka atau catatan kaki dan dilengkapi dengan daftar bacaan.
Daftar pustaka (bibliografi) adalah daftar yang berisi judul buku, artikel, dan
bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah atau sebagian
karangan.
Unsur-unsur daftar pustaka
meliputi:
a. nama
pengarang.
b. Jika buku
itu merupakan editorial (bunga rampai), nama editor yang dipakai dan di
belakangnya diberi keterangan ed. ‘editor’
c. Nama gelar
pengarang lazimnya tidak dituliskan.
Daftar
pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan huruf awal nama belakang
pengarang Contoh: Tarigan, Henry. 1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa. (Banyak versi lainnya, misal: Sistem Harvard,
Sistem Vancover, dan lain-lain)
Keterangan:
d. Jika buku
itu disusun oleh dua pengarang, nama pengarang kedua tidak perlu dibalik.
e. Jika buku
itu disusun oleh lembaga, nama lembaga itu yang dipakai untuk menggantikan.
b) Lampiran
(Apendix)
Lampiran (apendix) merupakan
suatu bagian pelengkap yang fungsinya terkadang tumpang tindih dengan catatan
kaki. Bila penulis ingin memasukan suatu bahan informasi secara panjang lebar,
atau sesuatu informasi yang baru, maka dapat dimasukkan dalam lampiran ini.
Lampiran ini dapat berupa esai, cerita, daftar nama, model analisis, dan
lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai bagian dari pembuktian ilmiah.
Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak mengganggu pembahasan jika
disertakan dalam uraian.
c) Indeks
Indeks adalah daftar kata atau
istilah yang digunakan dalam uraian dan disusun secara alfabetis (urut abjad).
Penulisan indeks disertai nomor halaman yang mencantumkan penggunaan istilah
tersebut. Indeks berfungsi untuk memudahkan pencarian kata dan penggunaannya
dalam pembahasan.
d) Riwayat
Hidup Penulis
Buku, skripsi, tesis, disertasi
perlu disertai daftar riwayat hidup. Dalam skripsi menuntut daftar RHP lebih
lengkap. Daftar riwayat hidup merupakan gambaran kehidupan penulis atau
pengarang. Daftar riwayat hidup meliputi: nama penulis, tempat tanggal lahir,
pendidikan, pengalaman berorganisasi atau pekerjaan, dan karya-karya yang telah
dihasilkan oleh penulis.
C. Pengertian
Penyuntingan
1.
Latar Belakang Penyuntingan
Menjadi
seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja. Jika ingin
menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki tanggung
jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur.
Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja,
akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang
baik dan benar pula.
Buku
Pintar Penyuntingan Naskah" yang ditulis oleh Pamusuk Eneste benar-benar
dapat dijadikan salah satu referensi bagi para penyunting, khususnya yang baru
saja menggeluti bidang ini. Isinya tidak hanya hal-hal teknis seputar
penyuntingan, akan tetapi beberapa bab menjelaskan mengenai tugas-tugas,
syarat, dan hal-hal yang harus diperhatikan seorang editor. Bagian-bagian
tersebut dapat membangkitkan semangat untuk lebih mengembangkan diri atau untuk
menguji apakah saat ini seseorang telah menjadi editor yang baik dan benar.
Dalam
menjaga kemantapan atau bahkan peningkatan mutu berkala, fungsi penyaring harus
dijalankan ketat walaupun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan baik secara pasif
maupun aktif. Begitu sautu berkala ilmiah terbit, secara tidak langsung telah
tercipta saringan terhadap karangan yang akan dimasukkan. Dari nomor perdata
suatu ilmiah berkala sudah dapat terbaca ruang lingkup bidang , kedalaman
spesialisasi, macam bahasa sebaran dan cakupan.
Geografi,
keteknisan, serta corak pembaca yang menjadi sasarannya. Petunjuk penulis
merupakan saringan kedua sebab hanya karangan yang sesuai dengan petunjuk tadi
diterima untuk diterbitkan. Saringan ketiga dilakukan secara aktif oleh
penyaring dengan menelaah nilai dan kadar ilmiah dwn mgengevakuasi makna
sumbangannya untuk memajuk,an ilmu dan teknologi. Hanya karangan ilmiah yang
lolos bentuk saringan ini yang diproses lebih lanjut untuk di terbitkan.
Untuk
mencapai semua sasaran prsyaratan yang dibakukan ini menjadi hak para
penyunting untuk memperbaiki , merevisi, mgengatur kembali isi dan
menyelaraskan atau terkadang mengubah gaya karya ilmiah yang ditujukan
dseseorang untyuk diterbitkan dalam berkala yang diasuhnya.
Perlu
ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan
naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis
sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung
jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan.
Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi bahan yang
diterbitkan.
Untuk
memapankan peran danm kedudukan penyunting sebagai agen yang ikut berperan
dalam memajukkan ilmu dan teknologi. Sebagai sepak terjang kegiatan penyunting
haruslah didasarkan pada seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja.
Kesadaran akan fungsi terhormat yang harus diisinya diharapkan menumbuhkan
tebinanya korps penyunting dan mitra bestari yang terandalkan. Berikut ini
adalah rangkuman berbagai sikap dan cara kerja yang sangat doisarankan dipatuhi
dalam penyunting dalam menurunkan tugas dan fungsinya.
Buku
pintar ini juga memberikan tuntunan kepada para penyunting tentang pentingnya
setiap proses penyuntingan. Seperti, proses Pra penyuntingan naskah yang
meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-bagian
bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan
membaca naskah secara keseluruhan.
Dalam
proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan cermat dan
seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta,
legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya
penerbit/gaya selingkung.
Tidak
kalah pentingnya juga proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses ini setiap
editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis, kesesuai daftar
isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata pengantar,
sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar kata/istilah,
lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman, sampai siap
diserahkan kepada penulis atau penerbit.
Ternyata
tidak begitu sederhana juga tugas seorang penyunting naskah itu, bukan? Semua
membutuhkan kemauan dan kerja keras untuk dapat menjdi penyunting yang baik dan
benar. Semua kerja keras itu bahkan tidak boleh berhenti pada satu puncak,
harus terus ditingkatkan hari demi hari
2.
Hakikat
Penyuntingan
Penyuntingan
berasal dari kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (kata
kerja), penyunting (kata benda), dan peyuntingan (kata benda).
Kata
menyunting bermakna (1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan
memperhatikan segi istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan,
diksi, dan struktur kalimat); mengedit; (2) merencanakan dan mengarahkan
penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun dan merakit (film, pita
rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106)
Orang
yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting, yaitu orang yang
bertugas menyiapkan naskah (KBBI, 2001:1106). Selanjutnya kata penyunting
bermakna proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan. Dengan demikian,
penyuntingan naskah adalah pross, cara, perbuatan menyunting naskah
Berdasarkan
perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan
disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama
diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau
mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari
perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua
perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan,
menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan
catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian
istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah
yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya
lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasabelanda “
Redactic”
Konotasi
yang berkembang di Indonesia lebih mengaitkan istilah redaksi pada surat kabar
dan majalah berkala. Istilah ini sulit diterima untuk kegiatan seperti
mempersiapkan buku buat penerbitan, atau pemeriksaan tugas tesis mahasiswa
sebelum diuji. Perkataan pnyuntingan yang bari digali dari kosakata pribumi itu
dianggap lebih neutral untuk memenuhi berbagai keperluan yang maksudnya semakin
luas. Oleh karena itu, penyuntingan dapat didefenisikan sebagai orang yang
mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi dan gaya naskah orang lain, serta
menyesuaikan dengan suatu pola yang dilakukan untuk kemudian membawanya ke
depan umum dalam bentuk terbitan.
Pekerjaan
penyuntingan karya ilmiah untuk diterbitkan bukanlah pekerjaan yang ringan
sehingga tidak dapat dijadikan kegiatan sampingan. Namu , sudah bukan rahasia
lagi bahwa penyuntingan berkala tidak pula pekerjaan berat. Pada pihak lain
penyuntingan menuntut banyak dari seseorang, sebab disamping itu secara
sempurna menguasai bidang. Umumya ia harus mempunyai kesempurnaan bahasa yang
tinggi. Selanjutnya ia pun perlu memahami gaya penyuntingan dan proses
penerbitan ataupun redaksi penernbitan karya termaksud. Oleh karena itu, untuk
dapat memenuhi fungsinya dengan baik seorang penyunting haruslah mempunyai
modal waktu, kemauan, kemampuan, dsiplin kerja serta pemahan teori.
Karena
pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia saluran
akrab dan terbuka diantara penulis-penyunting-pembaca. Semuanya harus satu
nada, satu irama, dan satu gelombang. Keselarasan tersebut akan sangat
menentukan keteraturan isi karya yang disusun oleh penulis, kemudian diolah
penyunting dan dikeluarkan penerbit serta akhirnya di telaah pembaca.
Pengaturan dan penyelarasan semua parameter tadi berada di tangan penyunting
yang kemudian menghasilkan berbagai kategori terbitan berkala.
Menjadi
hak penyunting untuk menggariskan dalam menentukan tingkat keteknisan berkala
yang diasuhnya. Begitu pula para penyuntinglah yang memutuskan bentuk
penampilan majalah, besar ukuran kertas, tata letak dan perwajahan, serta tebal
atau jumlah halaman per nomor atau per jilid. Dalam mengeluarkan petunjuk pada
calon penyumbang naskah, para penyunting majalah bermaksud telah
memformulasikan gaya selingkung yang mutlak harus diisi demi kekosistenannya.
Tetapi, begitu pola ditetapkan, menjadi kewajiban penyunting pula untuk menjaga
kemantapan semua yang telah digariskan tadi.
Penyuntingan
bermaksud mengenal pasti masalah yang terdapat dalam taipskrip dan
menyelesaikannya. Penyuntingan melibatkan tugas-tugas menulis semula, menyusun
semula, melengkapkan, membaiki dan menyelaraskan taipskrip bagi mengawal dan
meningkatkan mutunya untuk tujuan penerbitan.
Untuk
bisa menjadi seorang editor atau penyunting yang baik, ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh penyunting. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
a.
Editor hendaklah
mempunyai kelayakan dan pengetahuan dalam bidang yang dinilai.
b.
Mempunyai waktu
yang cukup untuk menilai taipskrip dalam tempoh yang ditentukan oleh Dewan
Bahasa dan Pustaka.
c.
Bertanggung jawab
terhadap laporan penilaiannya.
3.
Tujuan
Penyuntingan
Tujuan
Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
a.
Untuk menjadikan
taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati dengan
mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
b.
Untuk memastikan
isi dan fakta taipskrip berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat, dan tidak
bercanggah atau menyalahi agama, undang-undang, etika dan norma masyarakat.
c.
Untuk memastikan
pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca dapat
disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
d.
Untuk menjadikan
persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan nilai dan
identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik minat pembaca.
e.
Menonjolkan
identiti penerbit dengan memastikan e-buku itu menepati gaya penerbitan
penerbit.
Dalam
penyuntingan, kita mengenal dua tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan
substansif dan penyuntingan kopi. Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang
ada, maka ada beberapa tujuan lain dari penyuntingan.
1)
Penyuntingan
Substantif
Tujuan
penyuntingan subtantif dilakukan adalah untuk memastikan hasrat atau idea
penulis dapat disampaikan setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin. Semasa
membuat penyuntingan subtantif, editor akan membaca taipskrip sepintas lalu
dengan memberikan tumpuan kepada kandungan, pendekatan secara menyeluruh, bahasa,
susunan atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan
penelitian tersebut, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis
untuk sama ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula,
menggugurkan atau memotong bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan
membuat tambahan.
Berikut
ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:
a.
Tajuk tepat dan
jelas
b.
Pembahagian bab
dan tajuk kecil jelas
c.
Adanya
kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
d.
Keseimbangan
antara setiap bab dan paragraf.
e.
Taipskrip tidak
bercanggah dengan undang-undang, moral dan agama.
f.
Penguasaan
bahasa.
g.
Keselarasan
istilah dan ejaan.
h.
Bahan awalan,
teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut halaman kandungan.
i.
Memastikan fakta
tepat, mencukupi dan fakta yang tidak relevan tidak dimasukkan.
j.
Petikan bahan
daripada karya lain telah mendapat keizinan.
2)
Penyuntingan
Kopi
Tujuan
penyuntingan kopi adalah untuk menghapuskan semua halangan yang wujud antara
pembaca dengan apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Penyuntingan kopi
memerlukan perhatian yang teliti terhadap setiap butiran di dalam taipskrip.
Editor
perlu berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut
diikuti di samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan cepat,
lojik, dan yang boleh dipertahankan. Semasa membuat suntingan kopi, editor akan
membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi
perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf
demi huruf. Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan
dengan hal penyusunan, bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.
Tahapan dalam
penyuntingan kopi:
a.
Membuat
penyuntingan baris demi baris.
b.
Memberi tumpuan
khusus kepada fakta dan bahasa.
c.
Memastikan
kapsyen bagi ilustrasi ringkas, tepat, padat dan lengkap.
d.
Memastikan
keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
e.
Memastikan
ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks tersebut.
f.
Menandakan teks
dengan kaedah tanda atau piawaian sebagai arahan teknikal mengatur huruf.
g.
Memberi tumpuan
kepada gaya penerbitan.
Berikut ialah hal-hal yang perlu
diteliti semasa penyuntingan kopi:
1)
Fakta - Pastikan
semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan teliti untuk memastikan
ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku semasa teks ditaip.
Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal harganya menjadi
mahal harganya. Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang tidak tepat dan
berunsur negatif sehingga boleh membawa kepada tindakan undang-undang.
2)
Bahasa, bahasa
yang dimaksud mencakup.
a.
Diksi ialah
pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu memastikan:
b.
kata-kata yang
dipilih berkesan dari segi maksud dan
c.
kata-kata yang
dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
Contohnya, laras bahasa
sains, laras bahasa undang-undang dan lain-lain.
Semasa menyemak diksi,
editor kopi mungkin perlu membuang atau menggantikan perkataan yang:
a.
tidak tepat
b.
sukar difahami
c.
tidak tersusun
dengan baik
d.
terlalu umum
atau samar
e.
terlalu banyak
f.
bentuknya tidak
konsisten
g.
tidak menarik
dan tidak sesuai untuk pembaca
h.
Perbendaharaan
kata - Editor kopi perlu memastikan perbendaharaan kata tersebut sesuai dengan
peringkat dan golongan pembaca sasarannya.
i.
Tatabahasa -
Aspek-aspek tatabahasa yang digunakan dalam teks seperti:
1.
kata terbitan
2.
kata sendi
3.
kata ganti
singkat
4.
partikel
5.
unsur imbuhan
asing
6.
rangkai kata
setara
7.
hukum DM
8.
kata ulang
9.
kata majmuk
Editor kopi hanya perlu memperbaiki
kesalahan dari segi tatabahasa tanpa mengubah gaya asas atau idea yang hendak
disampaikan oleh penulis.
a.
Pembinaan Ayat
dan Pemerengganan Dalam aspek ini editor kopi perlu melihat wujudnya.
b.
Kepelbagaian
dalam struktur dan panjang ayat sesuatu penulisan itu perlu mempunyai binaan
ayat aktif dan pasif.
c.
Ayat-ayat yang
berkesan, iaitu ayat-ayat yang tidak terlalu panjang, munasabah mengikut urutan
idea atau penekanan dalam ayat.
d.
Pembentukan
perenggan yang baik dan sesuai mengikut ideanya. Sebaik-baiknya setiap
perenggan membicarakan satu idea sahaja dan setiap idea hendaklah dihuraikan
dengan ayat-ayat gramatis, tepat dan berkesan. Panjang pendek sesuatu perenggan
bergantung pada sepanjang mana sesuatu idea dapat dihuraikan dengan sempurna.
Selain itu pastikan tidak terdapat ayat tergantung atau tidak lengkap, dan
ayat-ayat yang ditulis dalam bahasa yang berbelit-belit. Ayat tersebut haruslah
diperbaiki dan dipermudahkan, sekiranya perlu ditulis semula.
e.
Ejaan - Pastikan
perkataan dieja dengan betul. Kesalahan ejaan kadangkala boleh menyebabkan
kesalahan fakta. Contohnya, perkataan yang patut dieja sebagai lancang menjadi
lancing.
f.
Istilah - Editor
kopi perlu mengenal pasti istilah yang tidak tepat, tidak kemas kini atau tidak
selaras. Dalam hal ini, editor kopi perlu membaiki, mengemas kini dan
menyelaraskan penggunaannya.
g.
Gaya, Editor
kopi perlu mengambil perhatian terhadap gaya persembahan supaya menepati dan
selaras penggunaannya. Berikut perkara yang perlu diberi perhatian:
a.
Tanda baca
b.
Singkatan,
akronim dan symbol
c.
Huruf besar dan
huruf condong
d.
Penomoran
e.
Cara/Gaya
penyampaiaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konvensi naskah adalah penulisan
sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah
disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal
ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara formal, semi formal, dan
non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya memenuhi semua
persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi formal adalah
bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut
konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi
syarat-syarat formalnya.
Persyaratan formal yang harus
dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan,
bagian pelengkap penutup.
Berdasarkan perkembangan bahasa
Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan disepadankan dengan kata
inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan dari bahasa
latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan
umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “
yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian
berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah
orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering
dipergunakan orang. Dengan demikian istilah penyuntingan yang kini di
populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah
redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang
berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “ Redactic”
B. Saran
Jurnalistik
merupakan ilmu terapan yang bisa didapatkan secara otodidak, kursus, baca, dan
latihan secara intensif. Namun jika hendak mendalaminya secara
keilmuan/akademis, tentu saja harus masuk pendidikan formal. Dalam jurnalistik
penyuntingan merupakan sebuah bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita
atau sebagainya. Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama
penyuntingan, sangat dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa
Indonesia. Karena hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting.
Selain itu, pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
HS,
Widjono. 2011. Bahasa Indonesia. Pengembangan Kepribadian Perguruan Tinggi.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Doyin,Much.Dkd.2002.Bahasa
Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah.
Semarang:
Nusa Budaya
No comments:
Post a Comment