1

loading...

Wednesday, October 24, 2018

MAKALAH KONFENSI NASKAH ILMIAH/ PENYUNTINGAN NASKAH ILMIAH

MAKALAH KONFENSI NASKAH ILMIAH/ PENYUNTINGAN NASKAH ILMIAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah  Sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pemersatu berbagai bahasa daerah di Indonesia.cotoh dua orang dari propensi yang berbeda akan kesulitan berkomunikasi karena kemungkinan keduanya tidak dapat saling mengerti. Dalam kasus seperti ini, Bahasa Indonesia sangat diperlukan dalam berkomunikasi.
Bahasa tidak hanya digunakan dalam komunikasi secara lisan, tetapi juga dalam komunikasi secara tertulis. Begitu halnya dengan Bahasa Indonesia.  Dalam penggunaanya, Bahasa Indonesia memiliki aturan-aturan baku. Sebagaimana telah diketahui, bahwa di zaman sekarang sudah banyak sekali penulis yang terkenal, dengan tulisan-tulisannya telah membuat para pembaca dapat memahami dan mengerti dengan apa yang ditulis dan apa yang dimaksud dari tulisan tersebut. Akan tetapi bagi seorang penulis yang menyampaikan gagasan atau isi pikiran yang akan dituangkan dalam suatu tulisan. Maka, penulis harus pandai memilih kata yang tepat sehingga dapat merangkai kata manjadi kalimat yang ringkas, jelas, dan juga mudah dipahami. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menjelaskan segala ketentuan-ketentuan dalam penulisan naskah atau disebut juga dengan konvensi naskah.
Dengan mempelajari konvensi naskah, penulis dapat menciptakan tulisan yang indah dalam menampilkan sebuah tulisan itu sendiri, sehingga pembaca tertarik untuk membaca tulisan tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan konvensi naskah ?
2.      Apakah syarat formal penulisan sebuah naskah ?
3.      Apa hakikat penyuntingan?
4.      Apa tujuan penyuntingan?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara-cara penulisan dalam bahasa Indonesia.
2.      Menghasilkan penampilan tulisan yang indah sesuai dengan aturan yang ada ,demi menarik minat para pembaca.
3.      Untuk memenuhi tugas pembuatan makalah matakuliah softskill Bahasa Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Konvensi Naskah
Konvensi naskah adalah penulisan naskah karangan ilmiah berdasarkan kebiasaan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakat
Untuk membuat sebuah naskah yang baik sebelumnya kita harus membuat kerangka karangan terlebih dahulu. Dalam kerangka karangan akan terlihat  bab-bab dan sub bab yang mengandung ide ide pokok dari suatu naskah. Setelah itu pengembangan pun akan mudah dilakukan dan naskah yang dihasilkan sistematis.
Selain hal diatas, dalam pembuatan naskah juga harus memperhatikan struktur kalimat dan pilihan kata/diksi, agar naskah yang kita tulis itu jelas, teratur dan menarik untuk di baca.
Selain hal-hal diatas, hal terpenting lainnya adalah naskah harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti persyaratan formal. Persyaratan formal mensyaratkan naskah supaya bentuk atau wajah tampak menarik dan indah. Persyaratan formal ini meliputi bagian-bagian pelengkap dan kebiasaan-kebiasaan yang harus diikuti dalam dunia kepenulisan yang umum disebut konvensi naskah. Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi syarat-syarat formalnya.
B.     Syarat Formal Penulisan Sebuah Naskah
Pengorganisasian karangan sangat diperlukan dalam menyusun sebuah karangan. Pengorganisasian karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu kesatuan karangan dengan berdasarkan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat, logis, penguasaan, wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai dan format pengetikan yang sistematis. Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.
1.    Bagian Pelengkap Pendahuluan
a.       Judul Pendahuluan (Judul Sampul) dan Halaman Judul
b.      Halaman Persembahan (kalau ada)
c.       Halaman Pengesahan (kalau ada)
d.      Kata Pengantar
e.       Daftar Isi
f.       Daftar Gambar (kalau ada)
g.      Daftar Tabel (kalau ada)
2.    Bagian Isi Karangan
a.       Pendahuluan
b.      Tubuh Karangan
c.       Kesimpulan
3.    Bagian Pelengkap Penutup
a.       Daftar Pustaka (Bibliografi)
b.       Lampiran (Apendix)
c.       Indeks
d.      Riwayat Hidup Penulis
1.    Bagian Pelengkap Pendahuluan
Bagian pelengkap pendahuluan atau halaman-halaman pendahuluan tidak menyangkut isi karangan. Bagian ini dipersiapkan sebagai bahan informasi bagi pembaca dan menampilkan karangan tersebut dalam bentuk yang lebih menarik.
a.    Judul Pendahuluan (Judul Sampul) dan Halaman Judul.
Judul pendahuluan adalah nama karangan. Pada halaman judul pendahuluan tidak megandung apa-apa kecuali judul karangan. Penulisan judul karangan dengan huruf kapital dan letaknya ditengah sedikit ke atas. Tetapi variasi format lainnya juga banyak.
Pada makalah atau skripsi, halaman judul mencantumkan nama karangan, penjelasan tugas, nama pengarang, kelengkapan indentitas pengarang (NPM, kelas), nama unit studi atau unit kerja, nama lembaga(jurusan, fakultas, universitas), nama kota dan tahun penulisan.
Untuk memberikan daya tarik pembaca, penyusunan judul perlu memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut:
a.    Judul menggambarkan keseluruhan isi karangan.
b.    Judul harus menarik pembaca baik makna maupun penulisannya.
c.    Sampul: nama karangan, penulis, dan penerbit.
d.   Halaman judul: nama karangan, penjelasan adanya tugas, penulis, kelengkapan identitas pengarang, nama unit studi, nama lembaga, nama kota, dan tahun penulisan (dalam pembuatan makalah atau skripsi).
e.    Seluruh frasa ditulis pada posisi tengah secara simetri (untuk karangan formal), atau model lurus pada margin kiri (untuk karangan yang tidak terlalu formal).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makalah atau skripsi pada halaman judul:
1.    Judul diketik dengan huruf kapital, misalnya:
UPAYA MENGATASI KEMISKINAN PADA
MASYARAKAT PEMUKIMAN KUMUH
DI KELURAHAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR
2.    Penjelasan tentang tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya:
Makalah ini Disusun untuk Melengkapi Ujian Akhir
Mata Kuliah Bahasa Indonesia Semester Ganjil 2011
Atau
Skripsi ini Diajukan untuk Melengkapi Ujian Sarjana Ilmu Komputer pada
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma
3.    Nama penulis ditulis dengan huruf kapital, di bawah nama dituliskan Nomor Induk Mahasiswa (NIM), misalnya:
RAKHMAT MALIK IBRAHIM
11122334
4.    Logo universitas untuk makalah, skripsi, tesis, dan disertasi; makalah ilmiah tidak diharuskan menggunakan logo.
5.    Data institusi mahasiswa mencantumkan program studi, jurusan, fakultas, unversitas, nama kota, dan tahun ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2011
Hal-hal yang harus dihindarkan dalam halaman judul karangan formal:
a.         Komposisi tidak menarik.
b.         Tidak estetik.
c.         Hiasan gambar tidak relevan.
d.        Variasi huruf jenis huruf.
e.         Kata “ditulis (disusun) oleh.”
f.          Kata “NIM/NRP.”
g.         Hiasan, tanda-tanda, atau garis yang tidak berfungsi.
h.         Kata-kata yang berisi slogan.
i.           Ungkapan emosional.
j.           Menuliskan kata-kata atau kalimat yang tidak berfungsi.
b.    Halaman Persembahan
Bagian ini tidak terlalu penting. Bila penulis ingin memasukan bagian ini, maka hal itu semata-mata dibuat atas pertimbangan penulis. Persembahan ini jarang melebihi satu halaman, dan biasanya terdiri dari beberapa kata saja, misalnya:
Kutulis novel ini
dengan cahaya cinta
untuk mahar menyunting belahan jiwa,
Muyasaratun Sa’idah binti KH. Muslim Djawahir, alm.
Rabbana hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa
Qurrata a’yuni waj’alnaa lil muttaqiina imaama  Amin.
Bila penulis menganggap perlu memasukkan persembahan ini, maka persembahan ini ditempatkan berhadapan dengan halaman belakang judul buku, atau berhadapan dengan halaman belakang cover buku, atau juga menyatu dengan halaman judul buku.
c.    Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan berfungsi sebagai bukti bahwa karya tulis telah memenuhi persyaratan administratif sebagai karya ilmiah. Halaman ini biasanya ditanda tangani oleh pembimbing, penguji dan ketua jurusan. Halaman pengesahan biasanya dilampirkan pada skripsi, tesis, disertasi. Sedangkan untuk makalah atau karangan lainnya tidak harus mensertakan halaman ini. Halaman pengesahan ditulis dengan mengikuti persyaratan formal urutan dan tata letak unsur-unsur yang tertulis di dalamnya.
Judul karangan ditulis dengan menggunakan huruf kapital seluruhnya dan diletakkan ditengah-tengah antara margin kiri dan kanan. Nama lengkap dan gelar akademis pembimbing materi, penguji, ketua program jurusan ditulis secara benar dan disusun secara simetri kiri-kanan dan atas-bawah. Nama kota dan tanggal pengesahan ditulis di atas kata ketua jurusan.
Hal-hal yang harus dihindarkan:
1.    Menggaris-bawahi nama dan kata-kata lainnya.
2.    Menggunakan titik atau koma pada akhir nama.
3.    Tulisan melampaui garis tepi.
4.    Menulis nama tidak lengkap.
5.    Menggunakan huruf yang tidak standar.
6.    Tidak mencantumkan gelar akademis.
d.   Kata Pengantar
Kata pengantar merupakan bagian dari karangan yang isinya berupa penjelasan mengenai motivasi menulis sebuah karangan. Kata pengantar berfungsi seperti sebuah surat pengantar. Setiap karangan ilmiah seperti: buku, skripsi, tesis, disertasi,makalah harus melampirkan halaman kata pengantar yang menyajikan informasi sebagai berikut:
1.    Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Penjelasan adanya tugas penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau laporan formal ilmiah).
3.    Penjelasan pelaksanaan penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau laporan formal ilmiah).
4.    Penjelasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekolompok orang, atau organisasi/lembaga.
5.    Ucapan terima kasih kepada seseorang, sekolompok orang, atau organisasi/lembaga yang membantu.
6.    Penyebutan nama kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis, tanpa dibubuhi tanda-tangan.
7.    Harapan penulis atas karangan tersebut.
8.    Manfaat bagi pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran.
9.    Kata pengantar merupakan bagian keseluruhan dari suatu karangan ilmiah yang sifatnya formal dan ilmiah. Oleh sebab itu dalam penulisannya harus menggunakan kata-kata yang baku, baik dan benar. Isi dari kata pengantar tidak membahas tentang pendahuluan, isi, penutup. Dan berlaku sebaliknya, hal-hal yang sudah dibahas dibagian kata pengantar tidak boleh di bahas lagi dalam isi karangan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:
a.    Menguraikan isi karangan.
b.    Mengungkapkan perasaan berlebihan.
c.    Menyalahi kaidah bahasa.
d.   Menunjukkan sikap kurang percaya diri.
e.    Kurang meyakinkan.
f.     Kata pengantar terlalu panjang.
g.    Menulis kata pengantar semacam sambutan.
h.    Kesalahan bahasa: ejaan, kalimat, paragraf, diksi, dan tanda baca tidak efektif.
e.    Daftar Isi
Daftar isi merupakan pelengkap dari pendahuluan yang isinya memuat garis besar isi karangan secara lengkap dan menyeluruh dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Fungsi dari halaman ini untuk menyajikan informasi nomor halaman dari judul bab, sub bab, dan unsur-unsur pelengkap dari buku yang bersangkutan. Daftar isi disusun secara konsisten baik penomoran, penulisan, maupun tata letak judul bab, judul sub-sub bab.
f.     Daftar Gambar
Bila suatu karangan memuat suatu gambar-gambar, maka setiap gambar tersebut harus ditulis di dalam daftar gambar yang menginformasikan judul gambar dan nomor halaman gambar tersebut.
g.    Daftar Tabel
Bila suatu karangan memuat suatu tabel-tabel, maka setiap tabel tersebut harus ditulis di dalam daftar tabel yang menginformasikan nama tabel dan nomor halaman tabel tersebut.
2.    Bagian Isi Karangan
Isi karangan merupakan inti dari sebuah karangan. Bagian-bagian isi karangan akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
a)      Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bab 1 dalam sebuah karangan yang tujuannya adalah menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang dibicarakan dan menunjukkan dasar yang sebenarnya dari uraian itu. Pendahuluan terdiri dari latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah, landasan teori dan metode pembahasan. Keseluruhan isi pendahuluan mengantarkan pembaca pada materi yang akan dibahas, dianalisis, diuraikan dalam bab 2 sampai bab terakhir.
Untuk menulis pendahuluan yang baik, penulis perlu memperhatikan pokok-pokok yang harus tertuang dalam masing-masing unsur pendahuluan sebagai berikut:
1)       Latar belakang masalah, menyajikan:
a.   Penalaran (alasan) yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan diuraikan jawabannya dalam bab pertengahan antara pendahuluan dan kesimpulan dan dijawab atau ditegaskan dalam kesimpulan. Untuk itu, arah penalaran harus jelas, misalnya deduktif, sebab-akibat, atau induktif.
b.   Kegunaan praktis hasil analisis, misalnya: memberikan masukan bagi kebijakan pimpinan dalam membuat keputusan, memberikan acuan bagi pengembangan sistem kerja yang akan datang.
c.   Pengetahuan tentang studi kepustakaan, gunakan informasi mutakhir dari buku-buku ilmiah, jurnal, atau internet yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis hendaklah mengupayakan penggunaan buku-buku terbaru.
d.  Pengungkapan masalah utama secara jelas dalam bentuk pertanyaan, gunakan kata tanya yang menuntut adanya analisis, misalnya: bagaimana...., mengapa.....
e.   Tidak menggunakan kata apa karena tidak menuntut adanya analisis, cukup dijawab dengan ya atau tidak.
2)    Tujuan penulisan berisi:
a.       Target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa budaya tradisi dapat dilestarikan dengan kreativitas baru; menguraikan pengaruh X terhadap Y.
b.      Upaya pokok yang harus dilakukan, misalnya: mendeskripsikan data primer tentang kualitas budaya tradisi penduduk asli Jakarta; membuktikan bahwa pembangunan lingkungan pemukiman kumuh yang tidak layak huni memerlukan bantuan pemerintah.
c.       Tujuan utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga dirinci menjadi dua.
3)      Ruang lingkup masalah berisi:
a.       Pembatasan masalah yang akan dibahas.
b.      Rumusan detail masalah yang akan dibahas.
c.       Definisi atau batasan pengertian istilah yang tertuang dalam setiap variabel. Pendefinisian merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk mengungkapkan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya dengan kata-kata.
4)      Landasan teori menyajikan:
a.       Deskripsi atau kajian teoritik variabel X tentang prinsip-prinsip teori, pendapat ahli dan pendapat umum, hukum, dalil, atau opini yang digunakan sebagai landasan pemikiran kerangka kerja penelitian dan penulisan sampai dengan kesimpulan atau rekomendasi.
b.      Penjelasan hubungan teori dengan kerangka berpikir dalam mengembangkan konsep penulisan, penalaran, atau alasan menggunakan teori tersebut.
5)       Sumber data penulisan berisi:
a.       Sumber data sekunder dan data primer.
b.      Kriteria penentuan jumlah data.
c.       Kriteria penentuan mutu data.
d.      Kriteria penentuan sample.
e.       Kesesuaian data dengan sifat dan tujuan pembahasan.
6)      Metode dan teknik penulisan berisi:
a.       Penjelasan metode yang digunakan dalam pembahasan, misalnya: metode kuantitatif, metode deskripsi, metode komparatif, metode korelasi, metode eksploratif, atau metode eksperimental.
b.      Teknik penulisan menyajikan cara pengumpulan data seperti wawancara, observasi, dan kuisioner; analisis data, hasil analisis data, dan kesimpulan.
7)      Metode dan teknik penulisan berisi:
a.       Gambaran singkat penyajian isi pendahuluan, pembahasan utama, dan kesimpulan.
b.      Penjelasan lambang-lambang, simbol-simbol, atau kode (kalau ada).
b)      Tubuh Karangan
Tubuh karangan atau bagian utama karangan merupakan inti karangan berisi sajian pembahasan masalah. Bagian ini menguraikan seluruh masalah yang dirumuskan pada pendahuluan secara tuntas (sempurna). Di sinilah terletak segala masalah yang akan dibahas secara sistematis.
Kesempurnaan pembahasan diukur berdasarkan kelengkapan unsur-unsur berikut ini:
1.      Ketuntasan materi:
Materi yang dibahas mencakup seluruh variabel yang tertulis pada kalimat karangan, baik pembahasan yang berupa data sekunder (kajian teoretik) maupun data primer. Pembahasan data primer harus menyertakan pembuktian secara logika, fakta yang telah dianalisis atau diuji kebenarannya, contoh-contoh, dan pembuktian lain yang dapat mendukung ketuntasan pembenaran.
2.      Kejelasan uraian/deskripsi:
a.       Kejelasan konsep:
Konsep adalah keseluruhan pikiran yang terorganisasi secara utuh, jelas, dan tuntas dalam suatu kesatuan makna. Untuk itu, penguraian dari bab ke sub-bab, dari sub-bab ke detail yang lebih rinci sampai dengan uraian perlu memperhatikan kepaduan dan koherensial, terutama dalam menganalisis, menginterpretasikan (manafsirkan) dan menyintesiskan dalam suatu penegasan atau kesimpulan. Selain itu, penulis perlu memperhatikan konsistensi dalam penomoran, penggunaan huruf, jarak spasi, teknik kutipan, catatan pustaka, dan catatan kaki.
b.      Kejelasan bahasa:
Kejelasan dan ketetapan pilihan kata yang dapat diukur kebenarannya. Untuk mewujudkan hal itu, kata lugas atau kata denotatif lebih baik daripada kata konotatif atau kata kias (terkecuali dalam pembuatan karangan fiksi, kata konotatif atau kata kias sangat diperlukan).
Kejelasan makna kalimat tidak bermakna ganda, menggunakan struktur kalimat yang betul, menggunakan ejaan yang baku, menggunakan kalimat efektif, menggunakan koordinatif dan subordinatif secara benar.
Kejelasan makna paragraf dengan memperhatikan syarat-syarat paragraf: kesatuan pikiran, kepaduan, koherensi (dengan repetisi, kata ganti, paralelisme, kata transisi), dan menggunakan pikiran utama, serta menunjukkan adanya penalaran yang logis (induktif, deduktif, kausal, kronologis, spasial).
c.       Kejelasan penyajian dan fakta kebenaran fakta:
Kejelasan penyajian fakta dapat diupayakan dengan berbagai cara, antara lain: penyajian dari umum ke khusus, dari yang terpenting ke kurang penting; kejelasan urutan proses. Untuk menunjang kejelasan ini perlu didukung dengan gambar, grafik, bagan, tabel, diagram, dan foto-foto. Namun, kebenaran fakta sendiri harus diperhatikan kepastiannya.
Hal-hal lain yang harus dihindarkan dalam penulisan karangan (ilmiah):
1)        Subjektivitas dengan menggunakan kata-kata: saya pikir, saya rasa, menurut pengalaman saya, dan lain-lain. Atasi subjektivitas ini dengan menggunakan: penelitian membuktikan bahwa…, uji laboratorium membuktikan bahwa…, survei membuktikan bahwa…,
2)        Kesalahan: pembuktian pendapat tidak mencukupi, penolakan konsep tanpa alasan yang cukup, salah nalar, penjelasan tidak tuntas, alur pikir (dari topik sampai dengan simpulan) tidak konsisten, pembuktian dengan prasangka atau berdasarkan kepentingan pribadi, pengungkapan maksud yang tidak jelas arahnya, definisi variabel tidak (kurang) operasional, proposisi yang dikembangkan tidak jelas, terlalu panjang, atau bias, uraian tidak sesuai dengan judul.

c)      Kesimpulan
Kesimpulan atau simpulan merupakan bagian terakhir atau penutup dari isi karangan, dan juga merupakan bagian terpenting sebuah karangan ilmiah. Pembaca yang tidak memiliki cukup waktu untuk membaca naskah seutuhnya cenderung akan membaca bagian-bagian penting saja, antara lain kesimpulan. Oleh karena itu, kesimpulan harus disusun sebaik mungkin. Kesimpulan harus dirumuskan dengan tegas sebagai suatu pendapat pengarang atau penulis terhadap masalah yang telah diuraikan.
 Penulis dapat merumuskan kesimpulannya dengan dua cara:
a.      Dalam tulisan-tulisan yang bersifat argumentatif, dapat dibuat ringkasan-ringkasan argumen yang penting dalam bentuk dalil-dalil (atau tesis-tesis), sejalan dengan perkembangan dalam tubuh karangan itu.
b.      Untuk kesimpulan-kesimpulan biasa, cukup disarikan tujuan atau isi yang umum dari pokok-pokok yang telah diuraikan dalam tubuh karangan itu.
3.    Bagian Pelengkap Penutup
Bagian pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan ilmiah.
a)      Daftar pustaka (Bibliografi)
Setiap karangan ilmiah harus menggunakan data pustaka atau catatan kaki dan dilengkapi dengan daftar bacaan. Daftar pustaka (bibliografi) adalah daftar yang berisi judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah atau sebagian karangan.
Unsur-unsur daftar pustaka meliputi:
a.    nama pengarang.
b.    Jika buku itu merupakan editorial (bunga rampai), nama editor yang dipakai dan di belakangnya diberi keterangan ed. ‘editor’
c.    Nama gelar pengarang lazimnya tidak dituliskan.
Daftar pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan huruf awal nama belakang pengarang Contoh: Tarigan, Henry. 1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. (Banyak versi lainnya, misal: Sistem Harvard, Sistem Vancover, dan lain-lain)
Keterangan:
d.    Jika buku itu disusun oleh dua pengarang, nama pengarang kedua tidak perlu dibalik.
e.    Jika buku itu disusun oleh lembaga, nama lembaga itu yang dipakai untuk menggantikan.
b)      Lampiran (Apendix)
Lampiran (apendix) merupakan suatu bagian pelengkap yang fungsinya terkadang tumpang tindih dengan catatan kaki. Bila penulis ingin memasukan suatu bahan informasi secara panjang lebar, atau sesuatu informasi yang baru, maka dapat dimasukkan dalam lampiran ini. Lampiran ini dapat berupa esai, cerita, daftar nama, model analisis, dan lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai bagian dari pembuktian ilmiah. Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak mengganggu pembahasan jika disertakan dalam uraian.
c)      Indeks
Indeks adalah daftar kata atau istilah yang digunakan dalam uraian dan disusun secara alfabetis (urut abjad). Penulisan indeks disertai nomor halaman yang mencantumkan penggunaan istilah tersebut. Indeks berfungsi untuk memudahkan pencarian kata dan penggunaannya dalam pembahasan.
d)      Riwayat Hidup Penulis
Buku, skripsi, tesis, disertasi perlu disertai daftar riwayat hidup. Dalam skripsi menuntut daftar RHP lebih lengkap. Daftar riwayat hidup merupakan gambaran kehidupan penulis atau pengarang. Daftar riwayat hidup meliputi: nama penulis, tempat tanggal lahir, pendidikan, pengalaman berorganisasi atau pekerjaan, dan karya-karya yang telah dihasilkan oleh penulis.
C.     Pengertian Penyuntingan
1.     Latar Belakang Penyuntingan
Menjadi seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja. Jika ingin menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur. Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja, akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang baik dan benar pula.
Buku Pintar Penyuntingan Naskah" yang ditulis oleh Pamusuk Eneste benar-benar dapat dijadikan salah satu referensi bagi para penyunting, khususnya yang baru saja menggeluti bidang ini. Isinya tidak hanya hal-hal teknis seputar penyuntingan, akan tetapi beberapa bab menjelaskan mengenai tugas-tugas, syarat, dan hal-hal yang harus diperhatikan seorang editor. Bagian-bagian tersebut dapat membangkitkan semangat untuk lebih mengembangkan diri atau untuk menguji apakah saat ini seseorang telah menjadi editor yang baik dan benar.
Dalam menjaga kemantapan atau bahkan peningkatan mutu berkala, fungsi penyaring harus dijalankan ketat walaupun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan baik secara pasif maupun aktif. Begitu sautu berkala ilmiah terbit, secara tidak langsung telah tercipta saringan terhadap karangan yang akan dimasukkan. Dari nomor perdata suatu ilmiah berkala sudah dapat terbaca ruang lingkup bidang , kedalaman spesialisasi, macam bahasa sebaran dan cakupan.
Geografi, keteknisan, serta corak pembaca yang menjadi sasarannya. Petunjuk penulis merupakan saringan kedua sebab hanya karangan yang sesuai dengan petunjuk tadi diterima untuk diterbitkan. Saringan ketiga dilakukan secara aktif oleh penyaring dengan menelaah nilai dan kadar ilmiah dwn mgengevakuasi makna sumbangannya untuk memajuk,an ilmu dan teknologi. Hanya karangan ilmiah yang lolos bentuk saringan ini yang diproses lebih lanjut untuk di terbitkan.
Untuk mencapai semua sasaran prsyaratan yang dibakukan ini menjadi hak para penyunting untuk memperbaiki , merevisi, mgengatur kembali isi dan menyelaraskan atau terkadang mengubah gaya karya ilmiah yang ditujukan dseseorang untyuk diterbitkan dalam berkala yang diasuhnya.
Perlu ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan. Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi bahan yang diterbitkan.
Untuk memapankan peran danm kedudukan penyunting sebagai agen yang ikut berperan dalam memajukkan ilmu dan teknologi. Sebagai sepak terjang kegiatan penyunting haruslah didasarkan pada seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja. Kesadaran akan fungsi terhormat yang harus diisinya diharapkan menumbuhkan tebinanya korps penyunting dan mitra bestari yang terandalkan. Berikut ini adalah rangkuman berbagai sikap dan cara kerja yang sangat doisarankan dipatuhi dalam penyunting dalam menurunkan tugas dan fungsinya.
Buku pintar ini juga memberikan tuntunan kepada para penyunting tentang pentingnya setiap proses penyuntingan. Seperti, proses Pra penyuntingan naskah yang meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-bagian bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan membaca naskah secara keseluruhan.
Dalam proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta, legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya selingkung.
Tidak kalah pentingnya juga proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses ini setiap editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis, kesesuai daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata pengantar, sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar kata/istilah, lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman, sampai siap diserahkan kepada penulis atau penerbit.
Ternyata tidak begitu sederhana juga tugas seorang penyunting naskah itu, bukan? Semua membutuhkan kemauan dan kerja keras untuk dapat menjdi penyunting yang baik dan benar. Semua kerja keras itu bahkan tidak boleh berhenti pada satu puncak, harus terus ditingkatkan hari demi hari
2.    Hakikat Penyuntingan
Penyuntingan berasal dari kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (kata kerja), penyunting (kata benda), dan peyuntingan (kata benda).
Kata menyunting bermakna (1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit; (2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun dan merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106)
Orang yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting, yaitu orang yang bertugas menyiapkan naskah (KBBI, 2001:1106). Selanjutnya kata penyunting bermakna proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan. Dengan demikian, penyuntingan naskah adalah pross, cara, perbuatan menyunting naskah
Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasabelanda “ Redactic”
Konotasi yang berkembang di Indonesia lebih mengaitkan istilah redaksi pada surat kabar dan majalah berkala. Istilah ini sulit diterima untuk kegiatan seperti mempersiapkan buku buat penerbitan, atau pemeriksaan tugas tesis mahasiswa sebelum diuji. Perkataan pnyuntingan yang bari digali dari kosakata pribumi itu dianggap lebih neutral untuk memenuhi berbagai keperluan yang maksudnya semakin luas. Oleh karena itu, penyuntingan dapat didefenisikan sebagai orang yang mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi dan gaya naskah orang lain, serta menyesuaikan dengan suatu pola yang dilakukan untuk kemudian membawanya ke depan umum dalam bentuk terbitan.
Pekerjaan penyuntingan karya ilmiah untuk diterbitkan bukanlah pekerjaan yang ringan sehingga tidak dapat dijadikan kegiatan sampingan. Namu , sudah bukan rahasia lagi bahwa penyuntingan berkala tidak pula pekerjaan berat. Pada pihak lain penyuntingan menuntut banyak dari seseorang, sebab disamping itu secara sempurna menguasai bidang. Umumya ia harus mempunyai kesempurnaan bahasa yang tinggi. Selanjutnya ia pun perlu memahami gaya penyuntingan dan proses penerbitan ataupun redaksi penernbitan karya termaksud. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik seorang penyunting haruslah mempunyai modal waktu, kemauan, kemampuan, dsiplin kerja serta pemahan teori.
Karena pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia saluran akrab dan terbuka diantara penulis-penyunting-pembaca. Semuanya harus satu nada, satu irama, dan satu gelombang. Keselarasan tersebut akan sangat menentukan keteraturan isi karya yang disusun oleh penulis, kemudian diolah penyunting dan dikeluarkan penerbit serta akhirnya di telaah pembaca. Pengaturan dan penyelarasan semua parameter tadi berada di tangan penyunting yang kemudian menghasilkan berbagai kategori terbitan berkala.
Menjadi hak penyunting untuk menggariskan dalam menentukan tingkat keteknisan berkala yang diasuhnya. Begitu pula para penyuntinglah yang memutuskan bentuk penampilan majalah, besar ukuran kertas, tata letak dan perwajahan, serta tebal atau jumlah halaman per nomor atau per jilid. Dalam mengeluarkan petunjuk pada calon penyumbang naskah, para penyunting majalah bermaksud telah memformulasikan gaya selingkung yang mutlak harus diisi demi kekosistenannya. Tetapi, begitu pola ditetapkan, menjadi kewajiban penyunting pula untuk menjaga kemantapan semua yang telah digariskan tadi.
Penyuntingan bermaksud mengenal pasti masalah yang terdapat dalam taipskrip dan menyelesaikannya. Penyuntingan melibatkan tugas-tugas menulis semula, menyusun semula, melengkapkan, membaiki dan menyelaraskan taipskrip bagi mengawal dan meningkatkan mutunya untuk tujuan penerbitan.
Untuk bisa menjadi seorang editor atau penyunting yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penyunting. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
a.    Editor hendaklah mempunyai kelayakan dan pengetahuan dalam bidang yang dinilai.
b.    Mempunyai waktu yang cukup untuk menilai taipskrip dalam tempoh yang ditentukan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka.
c.    Bertanggung jawab terhadap laporan penilaiannya.
3.    Tujuan Penyuntingan
Tujuan Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
a.         Untuk menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
b.         Untuk memastikan isi dan fakta taipskrip berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat, dan tidak bercanggah atau menyalahi agama, undang-undang, etika dan norma masyarakat.
c.         Untuk memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
d.        Untuk menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan nilai dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik minat pembaca.
e.         Menonjolkan identiti penerbit dengan memastikan e-buku itu menepati gaya penerbitan penerbit.
Dalam penyuntingan, kita mengenal dua tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan substansif dan penyuntingan kopi. Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang ada, maka ada beberapa tujuan lain dari penyuntingan.
1)   Penyuntingan Substantif
Tujuan penyuntingan subtantif dilakukan adalah untuk memastikan hasrat atau idea penulis dapat disampaikan setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin. Semasa membuat penyuntingan subtantif, editor akan membaca taipskrip sepintas lalu dengan memberikan tumpuan kepada kandungan, pendekatan secara menyeluruh, bahasa, susunan atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan penelitian tersebut, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis untuk sama ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula, menggugurkan atau memotong bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan membuat tambahan.
Berikut ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:
a.         Tajuk tepat dan jelas
b.        Pembahagian bab dan tajuk kecil jelas
c.         Adanya kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
d.        Keseimbangan antara setiap bab dan paragraf.
e.         Taipskrip tidak bercanggah dengan undang-undang, moral dan agama.
f.         Penguasaan bahasa.
g.        Keselarasan istilah dan ejaan.
h.        Bahan awalan, teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut halaman kandungan.
i.          Memastikan fakta tepat, mencukupi dan fakta yang tidak relevan tidak dimasukkan.
j.          Petikan bahan daripada karya lain telah mendapat keizinan.
2)   Penyuntingan Kopi
Tujuan penyuntingan kopi adalah untuk menghapuskan semua halangan yang wujud antara pembaca dengan apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Penyuntingan kopi memerlukan perhatian yang teliti terhadap setiap butiran di dalam taipskrip.
Editor perlu berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut diikuti di samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan cepat, lojik, dan yang boleh dipertahankan. Semasa membuat suntingan kopi, editor akan membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi huruf. Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan hal penyusunan, bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.
Tahapan dalam penyuntingan kopi:
a.    Membuat penyuntingan baris demi baris.
b.   Memberi tumpuan khusus kepada fakta dan bahasa.
c.    Memastikan kapsyen bagi ilustrasi ringkas, tepat, padat dan lengkap.
d.   Memastikan keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
e.    Memastikan ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks tersebut.
f.     Menandakan teks dengan kaedah tanda atau piawaian sebagai arahan teknikal mengatur huruf.
g.    Memberi tumpuan kepada gaya penerbitan.
Berikut ialah hal-hal yang perlu diteliti semasa penyuntingan kopi:
1)      Fakta - Pastikan semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan teliti untuk memastikan ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku semasa teks ditaip. Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal harganya menjadi mahal harganya. Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang tidak tepat dan berunsur negatif sehingga boleh membawa kepada tindakan undang-undang.
2)      Bahasa, bahasa yang dimaksud mencakup.
a.       Diksi ialah pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu memastikan:
b.      kata-kata yang dipilih berkesan dari segi maksud dan
c.       kata-kata yang dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
Contohnya, laras bahasa sains, laras bahasa undang-undang dan lain-lain.
Semasa menyemak diksi, editor kopi mungkin perlu membuang atau menggantikan perkataan yang:
a.     tidak tepat
b.     sukar difahami
c.     tidak tersusun dengan baik
d.    terlalu umum atau samar
e.     terlalu banyak
f.      bentuknya tidak konsisten
g.     tidak menarik dan tidak sesuai untuk pembaca
h.    Perbendaharaan kata - Editor kopi perlu memastikan perbendaharaan kata tersebut sesuai dengan peringkat dan golongan pembaca sasarannya.
i.      Tatabahasa - Aspek-aspek tatabahasa yang digunakan dalam teks seperti:
1.    kata terbitan
2.    kata sendi
3.    kata ganti singkat
4.    partikel
5.    unsur imbuhan asing
6.    rangkai kata setara
7.    hukum DM
8.    kata ulang
9.    kata majmuk
Editor kopi hanya perlu memperbaiki kesalahan dari segi tatabahasa tanpa mengubah gaya asas atau idea yang hendak disampaikan oleh penulis.
a.       Pembinaan Ayat dan Pemerengganan Dalam aspek ini editor kopi perlu melihat wujudnya.
b.      Kepelbagaian dalam struktur dan panjang ayat sesuatu penulisan itu perlu mempunyai binaan ayat aktif dan pasif.
c.       Ayat-ayat yang berkesan, iaitu ayat-ayat yang tidak terlalu panjang, munasabah mengikut urutan idea atau penekanan dalam ayat.
d.      Pembentukan perenggan yang baik dan sesuai mengikut ideanya. Sebaik-baiknya setiap perenggan membicarakan satu idea sahaja dan setiap idea hendaklah dihuraikan dengan ayat-ayat gramatis, tepat dan berkesan. Panjang pendek sesuatu perenggan bergantung pada sepanjang mana sesuatu idea dapat dihuraikan dengan sempurna. Selain itu pastikan tidak terdapat ayat tergantung atau tidak lengkap, dan ayat-ayat yang ditulis dalam bahasa yang berbelit-belit. Ayat tersebut haruslah diperbaiki dan dipermudahkan, sekiranya perlu ditulis semula.
e.       Ejaan - Pastikan perkataan dieja dengan betul. Kesalahan ejaan kadangkala boleh menyebabkan kesalahan fakta. Contohnya, perkataan yang patut dieja sebagai lancang menjadi lancing.
f.       Istilah - Editor kopi perlu mengenal pasti istilah yang tidak tepat, tidak kemas kini atau tidak selaras. Dalam hal ini, editor kopi perlu membaiki, mengemas kini dan menyelaraskan penggunaannya.
g.      Gaya, Editor kopi perlu mengambil perhatian terhadap gaya persembahan supaya menepati dan selaras penggunaannya. Berikut perkara yang perlu diberi perhatian:
a.       Tanda baca
b.      Singkatan, akronim dan symbol
c.       Huruf besar dan huruf condong
d.      Penomoran
e.       Cara/Gaya penyampaiaan



BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi syarat-syarat formalnya.
Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.
Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “ Redactic”
B.     Saran
Jurnalistik merupakan ilmu terapan yang bisa didapatkan secara otodidak, kursus, baca, dan latihan secara intensif. Namun jika hendak mendalaminya secara keilmuan/akademis, tentu saja harus masuk pendidikan formal. Dalam jurnalistik penyuntingan merupakan sebuah bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita atau sebagainya. Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama penyuntingan, sangat dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa Indonesia. Karena hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting. Selain itu, pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA
HS, Widjono. 2011. Bahasa Indonesia. Pengembangan Kepribadian Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Doyin,Much.Dkd.2002.Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah.
Semarang: Nusa Budaya





No comments:

Post a Comment