1

loading...

Thursday, November 8, 2018

MAKALAH EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURKANAKAN (BAGIAN KE SATU)

MAKALAH EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURKANAKAN (BAGIAN KE SATU)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “Ejaan Bahasa Indonesia Yang di Sempurnakan (Bagian Ke Satu)”. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia. Disamping itu kami juga berharap semoga dengan adanya makalah ini, dapat memberikan sedikit kontribusi dalam menambah khasanah pengetahuan teman-teman pembaca.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada kami dalam menyusun tugas ini serta kepada semua pihak yang telah membantu.
Selanjutnya dalam penyajian makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, khususnya dari teman-teman mahasiswa dan dosen pembimbing.


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara umum, orang menganggap bahwa ejaan berhubungan dengan melisankan    bahasa. Hal itu terjadi karena orang terikat pada kata atau nama itu. Di dalam bahasa, sebetulnya ejaan berhubungan dengan ragam bahasa tulis. Ejaan adalah cara menuliskan bahasa(kata atau kalimat) dengan menggunakan huruf atau tanda baca.Di dalam perkembangannya, bahasa Indonesia pernah mengunakan beberapa macam ejaan.Mulai dari tahun 1901, penulisan bahasa Indonesia ( waktu itu masih bernama bahasa Melayu) dengan abjad Latin mengikuti aturan ejaan yang disebut Ejaan van Ophusyen. Peraturan ejaan itu digunakan sampai bulan Maret 1947, yaitu ketika dikeluarkan peraturan ejaan yang baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, Mr. Soewandi dengan Surat Keputusan No.264/Bhg. A. tanggal 19 maret 1947 (kemudian diperbaharui dengan lampiran pada Surat Keputusan tanggal 1 April 1947, No 345/Bhg. A). Peraturan ejaan yang baru itu disebut Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada saat ini bahasa Indonesia menggunakan ejaan yang disebut  Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mulai Agustus 1972, setelah diresmikan di dalam pidato kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972. Penjelasan lebih lanjut mengenai aturan ejeaan itu dimuat dalam (Pedoman Umum) Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Dilampirkan  pada Surat Keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan no.0196/U/1975, tanggal 27 Agustus 1975. Di dalam pedoman itu diatur hal-hal mengenai (1) Pelafalan, (2) Penulisan huruf,  (3)Penulisan kata  (4)Penulisan partikel, dan (5)Penulisan  angka bilangan (6) Penulisan unsur serapan dan (7) Penulisan  tanda baca.
Berkenaan dengan hal diatas, berikut inipenulis akan membahas beberapa bagian aturan yang meliputi : penulisan huruf, penulisan kata, angka dan bilangan, kata ganti serta kata sandang.


B.      Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang kami angkat, maka dapat dirumuskan permasalahn yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni sebagai berikut :
1.      Bagaimana Penulisan huruf?
2.      Bagaimana Penulisan kata?
3.      Bagaimana Penulisan angka dan bilangan?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui penulisan huruf
2.      Untuk mengetahui penulisan kata
3.      Untuk mengetahui penulisan angka dan bilangan




















BAB II
PEBAHASAN
A.    Penulisan Huruf
Ada dua hal yang diatur mengenai penulisan huruf dalam Ejaan yang Disempurnakan, yaitu aturan penulisan huruf capital (besar) dan aturan penulisan huruf miring. Kedua aturan terseebut akan dijelaskan pada uraian berikut.
a.      Penulisan Huruf Kapital
Dalam pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan terdapat sepuluh huruf kapital. Berikut ini disajikan beberapa hal yang masih perlu diperhatikan:
1)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam menuliskan ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya: Allah,yang Mahakuasa, Bimbinglah hamba-Mu, Quran,Injil, atas rahmat-Mu(bukan atas rahmatMu), dengan kuasa-Nya (bukan dengan kuasaNya), dengan izin-Ku (bukan dengan izinKu).
Akan tetapi, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama untuk menuliskan kata-kata, seperti imam, makmum, doa, puasa, dan misa.
Misalnya: Saya akan mengikuti misa di gereja itu, Ia diangkat menjadi imam mesjid di kampungnya.
2)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Agus Salim, Nabi Ibrahim, Sultan Hasanuddin.
Akan tetapi, huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama, nama gelar kehormatan dan keturunan yang tidak dipakai nama orang.
Misalnya: Ayahnya menunaikan ibadah haji, Sebagai seorang sultan, ia tidak sewenang-wenang.
3)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nam ajabatan dan pangkat yang  diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya: Gubernur Asnawi mangku Alam, Presiden Carazon Aquino, Rektor Universitas Hasanuddin.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan, dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya: Sebagai seorang gubernur yang baru, ia berkeliling di daerahnya untuk berkenalan dengan masyarakat yang dipimpinnya. (bukan Sebagai seorang Gubernur yang baru, ia berkeliling di daerahnya untuk berkenalan dengan masyarakat yang dipimpinnya.)
4)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nam bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya; bangsa Indonesia, bahasa Inggris
Perhatikan penulisan berikut:
mengindonesiakan kata-kata asing, keinggris-inggrisan, kebelanda-belandaan. Perlu kita ingat bahwa yang dituliskan dengan huruf capital hanya, nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa, sedangkan kata, bangsa, suku, dan bahsa ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
Benar                                                        Salah
bangsa Indonesia                                      Bangsa Indonesia
suku Melayu                                              Suku Melayu

5)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
Benar                                                        Salah
tahun Masehi                                             Tahun Masehi
Proklamasi Kemerdekaan                         proklamasi kemerdekaan
Perang Candu                                           perang Candu

6)      Huruf kapital  dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Misalnya:
Benar                                                        Salah
Teluk Jakarta                                             teluk Jakarta
Sungai Mahakam                                      sungai Mahakam
Asia Tenggara                                           Asia tenggara
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut, berlayar sampai ke teluk, Jangan mandi di danau yang kotor,mereka menyebrangu selat yang dangkal.
7)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertamanam resmi badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Majelis permusyawaratan rakyat.
Perhatikan penulisan berikut:
Dia menjadi pegawai di salah satu sebuah departemen. Menurut undang-undang, perbuatan itu dapat dijatuhi hukuman setinggi-tingginya lima tahun.

8)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Misalnya:
Kapan bapak berangkat?, Di mana rumah Bu Sukryati?
Perhatikan penulisan yang berikut, Kita harus menghormati ayah dan ibu kita, Semua adik dan kaka sayang akan berkeluarga, Menurut keterangan Bu Dokter penyakit saya tidak parah.

9)      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya: Tahukah Anda bahwa gaji pegawai negeri dinaikkan?
Apakah kegemaran Anda?
10)  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
Misalnya:
Dr                              doktor
S.E                            sarjana ekonomi
S.H                            sarjana hokum

b.      Penulisan Huruf Miring
Huruf miring dalam cetakan, yang dalam tulisan tangan atau ketikan dinyatakan dengan tanda garis bawah, dipakai untuk (1) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan, (2) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata, dan (3) menuliskan kata nama-nama ilmiah, atau ungkapan asing, kecuali kata yang telah disesuaikan ejaannya Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
-          Sudahkan Anda membaca buku Negara Kertagama karang Prapanca?
-          Surat kabar Suara dan majalah Massa dapat merebut hati pembacanya

B.     Penulisan Kata
a.      Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu-kesatuan.
Contoh:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal

b.      Kata turunan
1.      Imbuhan (awalan,sisipan,akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contoh: bergeletar, dikelola, penatapan, menengok, mempermainkan.
2.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3.      Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran. Misalnya: menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan.
4.      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh: antarkota, dasawarsa, adipati, audiogram, ekstrakurikuler, dan lain-lain.
c.       Penulisan Kata Ulang
1.      Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya. Misalnya:
anak-anak              mata-mata
berjalan-jalan         menulis-nulis
biri-biri                  mondar-mandir
Catatan:    
(1)   Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja. Misalnya:
surat kabar
surat-surat kabar
kapal barang
kapal-kapal barang
rak buku
rak-rak buku
(2)   Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda. Misalnya:
orang besar
orang-orang besar
orang besar-besar
gedung tinggi
gedung-gedung tinggi
gedung tinggi-tinggi
2.      Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang.
Misalnya:
kekanak-kanakan
perundang-undangan

Catatan: Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah. Misalnya: Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
                 Kami mengundang orang2 yang berminat saja.
                 Mereka me-lihat2 pameran.
d.      Penulisan kata Ganti ( kata ganti ku, kau, mu dan nya )
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; kau, mu¸dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh :
Buku ini ku baca.
Jangan sampai kau melupakan hal itu!
Itu bukan milikmu.

e.       Penulisan Kata Sandang
Kata sandang si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Contoh :
Anak itu digelari sang pengembara.
Syarifah tidak menyukai si malas itu.

C.    Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
a.      Penulisan Angka
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka.
1.      Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab
 :
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi
 :
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50),
C (100), D (500), M (1.000), V (5.000),
M (1.000.000)

2.      Angka digunakan untuk menyatakan :
(1)   ukuran panjang, berat, luas, dan isi
(2)   satuan waktu
(3)   nilai uang, dan
(4)   kuantitas.
Misalnya :
0,5 sentimeter
Rp5.000,00
5 kilogram
£5,10*
4 meter persegi
¥100
10 liter

Catatan :
(1)
Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2)
Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.

3.      Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15

4.      Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9

b.      Penulisan Lambang Bilangan
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahasa jurnalistik.
1.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.

2.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada wal kalimat.
Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3.      Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih muda dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.

4.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti kata dan kuitansi.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
Catatan:
(1)
Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
(2)
Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
(3)
Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.
  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
EYD disini di artikan sebagai tata bahasa yang di sempurnakan. Dengan kata lain EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam bahasa Indonesia yang mengatur pengertian diksi atau pilihan kata dalam bahasa Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia menggunakan 26 huruf di dalam abjadnya dari A sampai Z. Beberapa di antaranya merupakan usaha memajukan ejaan bahasa Indonesia sehingga dapat mengikuti perkembangan kosa katanya. Huruf-huruf tersebut terdiri dari huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong, dan gabungan huruf konsonan.
Dalam EYD, terdapat aturan-aturan untuk dapat disebut ejaan yang sempurna. Yakni: pemenggalan kata pada kata dasar, penulisan huruf seperti penggunaan huruf kapital atau huruf besar dan penggunaan huruf miring. 

B.     Kritik dan Saran
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan yang telah sesuai dengan perkembangan bahasa sekarang ini. Sehingga dalam pembuatan karya tulis khususnya yang ilmiah itu harus menggunakan EYD dengan tetap memperhatikan penggunaan huruf hingga pembentukan kata dan kalimat dengan tanda-tanda baca yang tepat dan sesuai.
  
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Jakarta: Balai Pustaka.
Kushartanti dkk, 2005. Pesona Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tarigan, Henry Guntur. 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa Bandung.
https://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/EYD

No comments:

Post a Comment