1

loading...

Sunday, November 11, 2018

MAKALAH KEDUDUKAN AGAMA DALAM PENDIDIKAN NASIONAL

MAKALAH KEDUDUKAN AGAMA DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pendewasaan manusia menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan agama di sekolah sebagai salah satu upaya pendewasaan manusia pada dimensi spiritual-religius. Adanya pelajaran agama di sekolah di satu pihak sebagai upaya pemenuhan hakekat manusia sebagai makhluk religius (homo religiousus). Sekaligus di lain pihak pemenuhan apa yang objektif dari para siswa akan kebutuhan pelayanan hidup keagamaan. Agama dan hidup beriman merupakan suatu yang objektif menjadi kebutuhan setiap manusia.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1) huruf a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Bukan hanya di sekolah negeri, juga di sekolah swasta, bahwa setiap siswa berhak mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan agamanya harus dipenuhi, maka pemerintah berkewajiban menyediakan / mengangkat tenaga pengajar agama untuk semua siswa sesuai dengan agamanya baik sekolah negeri maupun swasta. Pasal 55, ayat (5) menegaskan: “Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana dan sumber daya lian secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

B.     Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana Kedudukan Agama Dalam Pendidikan Nasional?
2.      Bagaimana Sistem Pendidikan Agama Dalam Pendidikan Nasional?
3.      Apa saja Problem pendidikan Agama Disekolah?
4.      Bagaimana Solusi Pendidikan Agama Disekolah?


C.     Tujuan.
1.      Untuk mengetahui Kedudukan Agama Dalam Pendidikan Nasional?
2.      Bagaimana Sistem Pendidikan Agama Dalam Pendidikan Nasional?
3.      Apa saja Problem pendidikan Agama Disekolah?
4.      Bagaimana Solusi Pendidikan Agama Disekolah?




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kedudukan Agama Dalam Pendidikan Nasional
Agama memiliki kedudukan yang penting dalam pendidikan nasional. Pertama, tujuan pendidikan nasional: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (UU 20/2003, pasal 3).
Kedua, pengembangan kurikulum: Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
(a) peningkatan iman dan takwa,
(b) peningkatan akhlak mulia,
(c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik,
(d) keragaman potensi daerah dan lingkungan,
(e) tuntutan pengembangan daerah dan nasional,
(f) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
(g) agama,
(h) dinamika perkembangan global,
(i) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.” (UU 20/2003, pasal 36).
Ketiga, pendidikan agama merupakan bagian tak terpisahkan dari pembaharuan dan pembangunan pendidikan nasional: “Pembaharuan sistem pendidikan nasional memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi: (1) pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia, (2)…”(Penjelasan umum UU 20/2003).
Keempat, kelembagaan pendidikan agama. Selain pendidikan agama, di dalam sistem pendidikan nasional pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan keagamaan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (UU 20/2003, pasal 30/2).
Kelima, pendidikan agama merupakan mata pelajaran wajib di dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi
1.      Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika,  ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan, muatan lokal.
2.      Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa.” (UU 20/2003, pasal 37/1-2).

B.     Sistem Pendidikan Agama Dalam Pendidikan Nasional.
1.      Pengertian pendidikan agama.
Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.” (Pasal 1/1, PP. 55/2007, tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan).
2.      Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama.
Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berkhlak mulia, dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan antar umat beragama.” Dan Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.” (PP. 55/2007, pasal 2/1-2).
3.      Sistem pembelajaran agama.
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama…. “ (UU 20/2003, pasal 12/1).“Pendidik dan/atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi dan/atau disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan…” (Penjelasan UU 20/2003 pasal 12 (1)
a)      Pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan.
b)      Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan kejiwaan peserta didik.
c)      Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
d)     pendidikan agama mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara sesama pemeluk agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.
e)      Pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab.
f)       Pendidikan agama menumbuhkan sikap kritis, inovatif, dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk memiliki kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga.
g)      Pendidikan Agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses. (PP. 55/2007, pasal 5).
4.      Kewajiban Satuan Pendidikan
Kewajiban satuan pendidikan yakni: setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama. setiap satuan pendidikan menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan agama. Satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan agama dapat bekerjasama dengan satuan pendidikan yang setingkat atau menyelenggarakan pendidikan agama di masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta didik. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat dan kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan agama yang dianut oleh peserta didik.
5.      Praktik Pendidikan Agama di sekolah.
Walaupun ketentuan tentang sistem pendidikan agama sudah sangat jelas, dalam praktiknya penyelenggaraan pendidikan agama berbeda-beda. Perbedaan model/sistem pendidikan agama disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:  faktor teologis, faktor kelembagaan, faktor sosial/budaya, strategis politis.
Secara umum, terdapat empat praktik / model penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah, yakni :
a.       Praktik/model sebagaimana ketentuan sistem pendidikan nasional. Peserta didik mendapatkan pendidikan agama sesuai agamanya dan diajarkan oleh guru yang seagama. Model ini diselenggarakan di sekolah negeri/swasta yang tidak memiliki misi agama tertentu dan sebagian swasta yang berciri khas agama tertentu.
b.      Model pendidikan relijiusitas. Dalam model ini peserta didik mempelajari agama-agama secara bersama-sama di bawah bimbingan guru agama satuan pendidikan yang bersangkutan. Peserta didik yang menganut agama sesuai dengan satuan pendidikan mendapatkan pendalaman materi dari guru agama. Yang lainnya cukup mendiskusikan ajaran agama dan pengalaman beragama sesuai dengan keyakinannya. Model ini diselenggarakan di lembaga pendidikan Katolik di bawah Keuskupan Agung Semarang.
c.       Praktik/Model pendidikan agama dimana peserta didik dari semua agama hanya menerima pendidikan agama sesuai dengan agama satuan pendidikan dan diajarkan oleh pendidikan agama satuan pendidikan. Biasanya model ini dilakukan dengan persetujuan orang tua peserta didik sebelum diterima di satuan pendidikan yang bersangkutan. Sebagian besar satuan pendidikan swasta berciri khas agama tertentu menyelenggarakan model ini.
d.      Praktik/model pendidikan agama dimana peserta didik menerima pendidikan agama sebagaimana ketentuan pemerintah dengan pelajaran tambahan tentang ciri khusus keagamaan satuan pendidikan yang bersangkuta. Model ini antara lain dikembangkan di sekolah Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah dimana peserta didik mendapatkan pendidikan agama sesuai ketentuan Pemerintah dan tambahan pendidikan Ke NU an atau Kemuhammadiyahan.

C.    Problem pendidikan Agama Disekolah.
Problem pendidikan agama di sekolah terkait dengan empat pokok masalah, yaitu:
1.      Problem teologis
Yang terkait dengan sistem pendidikan agama Konfesional yaitu pendidikan agama yang bertujuan untuk membentuk/menjadikan (learning to be) peserta didik sebagai pemeluk agama yang bertakwa. Dengan sistem ini, pendidikan agama dimaknai dan berfungsi sebagai media/alat “misi dakwah” agama, termasuk satuan pendidikan berciri khas agama tertentu.
2.      Problem politis
Yang terkait dengan “pengakuan” agama oleh pemerintah. Secara resmi Pemerintah mengakui enam agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hucu. Problem dialami oleh pemeluk agama selain enam agama tersebut. Karena alasan praktis/pragmatis peserta didik dipersilakan memilih pendidikan agama yang diselenggarakan di satuan pendidikan atau mengikuti agama satuan pendidikan. Alasan pemilihan seringkali karena “kemudahan/kemurahan” nilai/skor.
3.      Problem administratif-paedagogis
Dimana pendidikan agama tidak diajarkan oleh pendidik/guru agama. Sesuai dengan ketentuan, kewenangan mengajar pendidikan agama anya oleh pendidik/guru agama. Karena kekurangan guru, seringkali pendidikan agama diajarkan oleh tokoh agama/guru bidang studi lain yang dinilai menguasai agama. Problem “mis-match” ini disebabkan oleh kurangnya guru agama dan sebaran guru agama.
4.      Problem kurikuler
Dimana pendidikan agama tidak/kurang memberikan perspektif/pengenalan terhadap agama lain karena faktor muatan dan metode pendidikan. Problem ini ditengarai menjaci pemicu rendahnya sikap toleransi internal dan antar umat beragama. Kekerasan keagamaan sebagiannya dipicu oleh sikap tertutup dan tidak toleran terhadap pemeluk keyakinan lain.

D.    Solusi Pendidikan Agama Disekolah.
Solusi pendidikan agama di sekolah Alternatif solusi yang bisa dilaksanakan untuk pelayanan pendidikan agama anak di sekolah :
1.      Solusi hukum
dimana Pemerintah dan Pemerintah Daerah memastikan satuan pendidikan mematuhi perundang-undangan kependidikan yang berlaku (PP. 55/2007, pasal 7). Problem pendidikan agama sebagiannya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan pembinaan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2.      Solusi Kurikuler
dimana materi dan metode pendidikan agama dapat mengenalkan mengenai agama lain, bukan dalam bentuk perbandingan isi ajaran agama tetapi memahami secara sosiologis pemeluk agama lain. Pendidikan agama perlu memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan pemeluk agama lain baik di dalam lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
3.      Solusi kultural
dimana Pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama mendorong terjadinya dialog dan kemungkinan kerjasama umat beragama dalam masalah-masalah sosial, moral, dan kebangsaan. Peserta didik perlu mendapatkan pengalaman bekerjasama bagaimana menyelesaikan masalah sosial seperti tawuran, kekerasan, penyalahgunaan narkoba, korupsi, pornografi,



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Agama memiliki kedudukan yang penting dalam pendidikan nasional. Pertama, tujuan pendidikan nasional: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (UU 20/2003, pasal 3).
Secara umum, terdapat empat praktik / model penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah, yakni : Praktik/model, Model pendidikan relijiusitas, Praktik/Model pendidikan agama dimana peserta didik dari semua agama hanya menerima pendidikan agama sesuai dengan agama satuan pendidikan dan diajarkan oleh pendidikan agama satuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_20_03.htm

No comments:

Post a Comment