MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH “ASURANSI SYARIAH”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan bisnis asuransi kini makin
berkembang, yang membawa konsekuensi berkembang pula hukum bisnis asuransi.
Salah satu kegiatan bisnis asuransi yang muncul dalam masyarakat adalah bisnis
asuransi syariah. Dalam undang-undang yang mengatur tentang bisnis
perasuransian, belum diatur tentang asuransi syariah. Namun, dalam praktik
perasuransian ternyata bisnis asuransi syari’ah sudah banyak dikenal
masyarakat.
Asuransi syariah merupakan bidang
bisnis asuransi yang cukup memperoleh perhatian besar di kalangan masyarakat
Indonesia. Sebagai bisnis asuransi alternatif, asuransi syriah boleh dikatakan
relatif baru dibandingkan dengan bidang bisnis asuransi konvensional. Kebaruan
bisnis asuransi syariah adalah pengoperasian kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari alquran dan hadis serta fatwa para
ulama terutama yang terhimpun dalam majelis ulama Indonesia (MUI).
Pada prinsipnya, yang membedakan
asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah asuransi syariah
menghapuskan unsur ketidakpastan (gharar), unsur spekulasi alias perjudian
(maisir), dan unsur bunga uang (riba) dalam kegiatan bisnisnya sehingga peserta
asuransi (tertanggung) merasa terbebas dari praktik kezaliman yang merugikan
nya. Agar masyarakat dapat memahami konsep asuransi syariah secara wajar, perlu
dilakukan penyuluhan dari hasil penelitian yang telah dilakukan melaui
publikasi yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan secara
jelas konsep dan profil asuransi syariah dengan pendekatan kasus pada PT
Asuransi Takaful Keluarga Jakarta cabang Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari asuransi syriah ?
2.
Bagaimana sejarah asuransi syariah ?
3.
Apa saja landasan hukum dan prisnsip-prinsip asuransi syariah ?
4.
Bagaimana perkembangan dan jenis-jenis asuransi syariah?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari asuransi syriah ?
2.
Untuk mengetahui sejarah
asuransi syariah ?
3.
Untuk mengetahui landasan
hukum dan prisnsip-prinsip asuransi syariah ?
4. Untuk mengetahui perkembangan dan jenis-jenis asuransi syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, insurance,
yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata ”pertanggungan”. Echols dan
Shadilly memaknai kata insurance dengan a) asuransi, dan b) jaminan.
Dalam bahasa belanda biasa disebut dengan istilah assurantie(asuransi)
dan verzekering (pertanggungan).
Sedangkan Asuransi Syariah atau Takaful secara
bahasa, akar katanya berasal dari Kafala-yakfulu-Kafaalatan, artinya
menanggung. Kemudian dari Mujarrad dipindahbabkan ke tsulatsi maziid
dengan menambah Ta, sebelum Fa fi’il dan Alif setelahnya,
maka menjadi Takaafala Yataakaaful-Takaafulan.
Perpindahan bab dengan menambah Ta dan Alif seperti
tersebut di atas dalam Ilmu Sharaf menelorkan pengertian yang satu menanggung
yang lain dengan berbagi cara, antara lain dengan membantunya, apabila ia amat
membutuhkan bantuan, terutama bila yang bersangkutan ataupun keluarganya
ditimpa musibah.
Pengertian Lughawi ini dikhususkan persepakatan
tolong-menolong secara teratur sedemikian rupa, keteraturan dan rinciannya
antara sejumlah orang bila semuanya akan tertimpa bahaya dan kesukaran,
sehingga apabila bahaya itu menimpa seseorang di kalangan mereka, semuanya ikut
membantu menghilangkan atau meringankannya, dengan cara memberikan bagian yang
tidak menyulitkan masing-masing guna menghilangkan bencana tersebut.
Bermuamalah dengan Takaful, pada ulama besar
internasional abad ini seperti Majma’ Fighil Islaamy, Mekkah, Saudi Arabia, Abu
Zahra, Yusuf Al Qardhawy condong berpendapat bahwa hukumnya adalah Mubah,
selama tidak mengandung unsur Gharar. Gharar secara lughawi
berarti penipuan yaitu ketidakjelasan, baik ketidakjelasan itu pada persentase,
kepastian dapat, ataupun kepastian waktu mendapatkannya, tidak mengandung maisir,
yaitu untung untungan untuk
Mendapatkannya, di mana kalau nasibnya baik, ia akan
mendapat bagian dan kalau nasibnya sedang tidak baik, maka premi-premi yang
sudah dilunaskannya itu akan melayang semuanya. Tak ada unsur Riba,
yaitu mendapat tambahan jumlah dengan tanpa ada imbalan yang sah, ataupun
keikhlasan sejati dari pemilik. Apabila salah satu dari tiga unsur itu terdapat
pada sesuatu perjanjian jamin menjamin, maka hukum perjanjian itu adalah haram
walaupun namanya baik, halal dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kesemua unsur tersebut
tidak ada di dalamnya, maka hukumnya adalah sah, atau mubah, meskipun namanya
asuransi, Takmiin, atau Takaful.
Berdirinya asuransi ini sebagai satu ketegasan bahwa
Islam mempunyai sistem asuransi yang tentunya secara operasional berbeda
dengan asuransi konvensional lainnya. Salah satu kiat yang dikembangkan Takaful
adalah prinsip tolong-menolong, di mana setiap pemegang polis wajib memberikan
derma untuk keperluan dana tolong menolong, serta untuk dana pengembangan
kegiatan pembinaan umat dan kepada semua peserta di samping mendapatkan
keuntungan pribadi, juga mendapatkan keuntungan bersama. Yang perlu
diingat Asuransi Takaful ini diawasi oleh satu badan atau Dewan Pengawas
Syariah seperti yang ada pada bank Islam .
B. Sejarah Berdirinya
Asuransi Syariah
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang
menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional
banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba.
1.
Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional,
dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia
tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan
meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung
secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan
untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial[4].
2.
Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya
unsur gharar, terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis
asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah
membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang
tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan
asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya[1].
Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian
mengambil resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir
disinijika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang
dibayarkannya.
3.
Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional
menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan
diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta,
dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan
kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah
Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara
pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran
islam[6]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang
terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di
Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi
yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari
unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance
Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun
1983, berdiri Dar al-mal al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg,
Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun
di Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah
berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994
seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi
Takafulumum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah
muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
C. Prinsip dan Landasan Hukum Operasional Asuransi
Syariah
1.
Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Prinsip Dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah
jauh berbeda dengan prinsip dasar yang berlaku padaa konsep ekonomika Islam
secara komprehensif dan bersifat major. Hal ini disebabkan karena kajian
asuransi syariah merupakan tururnan (minor) dari konsep ekonomika Islam .
Biasanya literatur ekonomika Islam selalu melakukan penurunan nila pada
tataran konsep atau institusi yang ada dalam lingkup kajiannya, seperti lembaga
perbankan dan asuransi.
Begitu juga dengan suransi, harus dibangun di atas
fondasi dan prinsip dasar yang kuat dan kokoh. Dalam hal ini, prinsip dasar
asuransi syariah ada sembilan macam yakni :
a. Tauhid
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya
menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun pada nilai-nilai
ketuhanan. Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada
semacam keyakinan dalam hati bahawa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah
kita dan selalu bersama kita.
b. Keadilan
Prisnip kedua adalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan
antara pihak-pihak yang terikat dalam akad asuransi. Keadilan dalam hal ini
dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan
perusahaan asuransi.
c. Tolong-Menolong (Ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan asuransi adalah harus
didasari dengan semangat tolong-menolong antara anggota (nasabah). Seseorang
yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk
membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan
musibah atau kerugian.
d. Kerjasama (Cooperation)
Prinsip kerjasama merupaka prinsip universal yang selalu ada dalam
literatur ekonomi Islam . Manusia sebagai mahluk yang mendapat mandat dari sang
Khalik-nya untuk mewujudkan perdamainan dan kemakmuran di muka bumi mempunyai
dua wajah yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya yaitu sebagai
mahluk individu dan mahluk sosial.
e. Amanah (Trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai
akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan
keuangan tiap periode[2]. Dalam
hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah
untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan
oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
dalam bermuamlah dan melalui auditor public.
f. Kerelaan (Al-Ridha)
Dalam berbisnis asurasnsi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah
asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana
(premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana
sosial (tabarru). Dana sosial (tabarru) memang betuk-betul
digunakan untuk tujuan membantu nasabah asuransi yang lain jika mengalami
bencana kerugian.
g. Larangan Riba
Bahwa dalam berbisnis asuransi kita dilarang melakukan praktek riba.
Yakni bahwa kita dilarang melakukan pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil.
h. Larangan Maisir
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya
salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal
ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan
kontraknya sebelum masa reversig period, biasanya tahun yang ketiga yang
bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan
kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh
pengalaman underwriting, dimana untung-rugi terjadi sebagai hasil ketetapan.
i. Larangan Gharar (Ketidakpastian)
Secara konevensioanal kata Syafi’i Antonio kontrak/perjanjian dalam
asuransi jiwa dapat dikategorikan dalam aqd tadabuli atau akad
pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara
syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan
berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar)
karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan),
tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah uang premi) karena hanya
Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi
pada asuransi konvensional.
2.
Landasan Hukum Operasional Asuransi Syariah
Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi
syariah masih mendasarkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992
tentang perasuransian.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246,
yaitu :
”Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tentu.”
Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum
yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi
berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan
asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan
usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan kareni regulasi yang ada tidak
dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi
fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional
karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar
ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk
peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia
meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan
tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral
Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan
mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.
D. Perkembangan dan Jenis-Jenis Asuransi Syariah
1. Perkembangan Asuransi Syariah Dari Masa ke Masa
Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua
Hijriyah atau abad ke dua puluh Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang
kebanyakan para pelaut, sebenarnya telah melaksanakan sistem kerja sama atau
tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian dalam menopang bisnis mereka,
layaknya seperti mekanisme asuransi. Kerjasama ini mereka lakukan untuk
membantu mengatasi kerugian bisnis, diakibatkan musibah yang terjadi semisal ;
tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat serangan penyamun.
Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya
diadopsi para pelaut eropa dengan melakukan investasi atau mengumpulkan uang
bersama dengan sistem membungakan uang. Dan pada abad kesembilan belas, dan
cara membungakan uang inipun menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah
dilakukan para taipan keturunan Yahudi.
Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad
kelima belas Hijriyah, para ekonom muslim mulai menelorkan dan merenovasi
konsep ekonomi Islam. Mereka adalah rangkaian generasi emas dari Abu Yusuf
menghasilkan al-kharaj dan Abu ‘Ubaid menulis kitab al-amwal.
Asuransi adalah salah satu lembaga ekonomi yang menjadi fokus para perhatian
pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan format maisir, riba,
gharar yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem bagi hasil,
tolong menolong dengan mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu sistem
asuransi syari’ah mestilah mempunyai komitmen untuk kesejahteraan bersama.
Dibandingkan di sejumlah negara – bahkan negara yang
mayoritas penduduknya adalah nonmuslim, keberadaan asuransi Takaful di
Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg, Geneva dan Bahamas misalnya,
asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di negara-negara
yang penduduknya mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti
di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan
Brunei Darussalam (1992).
2. Jenis-Jenis Asuransi Syariah
Dilihat dari segi jenis asuransi syariah, maka suransi syariah terdiri atas
dua jenis yakni
1). Asuransi Umum (kerugian)
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property,
kendaraan), kepentingan keuangan (Pecuniary), tanggung jawab hukum (liability)
dan asuransi diri (kecelakaan dan kesehatan).
2). Asuransi Jiwa
Pada hakekatnya meupakan suatu bentuk kerjasama antara
orang-orang yang membagi resiko (share risk) yang diakibatkan oleh
resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti akan terjadinya), resiko
hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi
tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan(yang tidak pasti terjadi, tetapi
tidak mustahil terjadi). Kerjasama mana dikoordinir perusahaan asuransi yang
bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large number) yang
menyebarkan resiko kepada orang-orang yang mau bekerjasama. Yang termasuk dalam
program asuransi jiwa seperti ini adalah asuransi untuk pendidikan, pensiun,
investasi, tahapan, dll.
E. Perbedaan Antara Asuransi Syariah dan Asuransi
Konvensional
No
|
Perbedaan
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
1
|
Konsep
|
Sekumpulan
orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama dengan cara
memberikan dana tabarru’
|
Perjanjian
2 pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian
kepada tertanggung
|
2
|
Asal usul
|
Dari Aqilah,
kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang, kemudian disyahkan oleh
Rasulullah menjadi hukum Islam yang tertuang dalam konstitusi Piagam
Madinah
|
Tahun 1668
M di Coffe House London berdirilah Lloyd sebagai cikal bakalnya.
|
3
|
Sumber Hukum
|
Bersumber
dari wahyu Ilahi. Al-Quran, Sunnah, Ijma’, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan,
Mashalih mursalah
|
Bersumber
dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami,
dan contoh sebelumnya.
|
4
|
Ada atau
tidaknya Dewan Pengawas Syariah (DPS)
|
Adanya DPS
yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas
dari praktek2 muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah
|
Tidak `ada
DPS yang mengawasi praktek operasionalnya, sehingga banyak yang bertentangan
dengan syara’
|
5
|
Akad
|
1. Aqad tabarru’ dan Aqad tijarah
2. Bersih dari adanya praktek Maysir, Gharar,
dan Riba
|
1. Perjanjian jual beli
2. Adanya unsur Maysir, Gharar, dan Riba
yang diharamkan dalam muamalah
|
6
|
Jaminan
|
Sharing Of
Risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara
satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
|
Transfer
Of Risk, di mana terjadi transfer resiko dari tertanggung
kepada tertanggung.
|
7
|
Pengelolaan Dana
|
1. Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana.
2. Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen
syari’ah
3. Ada pemisahan dana
|
1. Dana yang terkumpul menjadi milik perusahaan
2. Dana tersebut dikelola sesuai dengan kebijakan
management.
3. Tidak ada pemisahan dana
|
8
|
Unsur Premi
|
Iuran atau
kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan yang tidak
mengandung unsur riba. Tabarru juga dihitung dari tabel
mortalita, tapi tanpa perhitungan bunga teknik
|
Unsur
premi terdiri dari: tabel mortalita, interest, cost of insurance
|
9
|
Investasi
|
Dapat
melakukan investasi sesuai dengan perundang-undangan, sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah
|
Bebas
melakukan investasi sesuai dengan perundangan-undangan, tanpa memandang unsur
halal haram.
|
10
|
Klaim
|
Sumber
pembiayaan klaim diperoleh dari rekening tabarru’
|
Sumber
pembiayaan klaim diperoleh dari rekening perusahaan
|
11
|
Marketing
|
1. Entertaintment dengan dasar syari’ah
2. Tidak ada Risywah
|
1. Entertainment tanpa dasar syari’ah
2. Mengenal risywah
|
12
|
Akuntansi
|
Menganut
konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada,
sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syari’ah karena
mengakui adanya pendapatan, harta, beban, atau utang yang akan terjadi di
masa depan.
|
Menganut
konsep accrual basis yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya
peristiwa atau kejadian nonkas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses,
liabilities dalam jumlah tertentu yang baru diterima masa akan datang.
|
13
|
Profit
|
Profit
dari Surplus U/W, komisi reas, & hasil investasi dilakukan profit
sharing dengan peserta
|
Profit
dari Surplus U/W, komisi reas, & hasil investasi adalah sepenuhnya milik
perusahaan.
|
14
|
Visi & Misi
|
Misi yang
diemban dalam asuransi syari’ah adalah misi aqidah, misi ibadah, misi
ekonomi, dan misi pemberdayaan ummat (sosial).
|
Secara
garis besar Visi & Misi utamanya adalah misi ekonomi dan sosial.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asuransi sebagai satu wujud usaha dalam pertanggungan
yang melibatkan antara sekelompok (kumpulan) orang disatu pihak dan perusahaan
asuransi, sebagai lembaga pengelola dana di pihak lain, telah mengangkat “isu”
utama saling menanggung dalam menghadapi musibah dan bencana. Dilihat dari
nilai bawan yang tertera dalam teks-teks absolut (Al-Qur’an dan As-Sunnah),
maka nilai dasar dari asuransi syariah mempunyai nilai sosial oriented yaitu
sebuah nilai yang didasarkan pada semangat saling tolong-menolong antar sesama
peserta asuransi dalam menghadapi musibah.
B.
Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam pengembangan
asuransi syariah terutama di Indonesia adalah
1. perlu adanya kajian dan diskusi yang mendalam tentang konsep asuransi
syariah oleh kalangan yang punya perhataian terhadap asuransi syariah sehingga
pada akhirnya terbentuk Masyarakat Asuransi syariah (MAS).
2. secepatnya diperlukan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi asuransi
syariah di Indonesia.
3. perlunya sosialisasi yang masif terhadap masyarakat muslim sehingga
mengetahui apa pentingnya asuransi syariah dalam kehidupannya.
4. maksimalisasi fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat dalam
setiap perusahaan asuransi syariah.
5. perlu adanya penelitian yang lebih lanjut dan mendalam tantang kesesuaian
praktik asuransi syariah dengan ketentuan dasar ekonomika Islam .
DAFTAR PUSTAKA
Agus Haryadi, Republika,
Prospek Bisnis Asuransi Syariah Takaful, 14 Februari 2000.
AM. Hasan Ali, Asuransi
dalam Perspektif Hukm Islam , Kencana, Jakarta, 2004
Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996
Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewa Syariah
Nasional
No.21/DSN-MUI/X/2001 Tantang Pedoman Umum
Asurans Syariah, Jakarta, 2001
No comments:
Post a Comment