1

loading...

Sunday, November 11, 2018

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH “ASURANSI SYARIAH”


MAKALAH  LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH  “ASURANSI SYARIAH”

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kegiatan bisnis asuransi kini makin berkembang, yang membawa konsekuensi berkembang pula hukum bisnis asuransi. Salah satu kegiatan bisnis asuransi yang muncul dalam masyarakat adalah bisnis asuransi syariah. Dalam undang-undang yang mengatur tentang bisnis perasuransian, belum diatur tentang asuransi syariah. Namun, dalam praktik perasuransian ternyata bisnis asuransi syari’ah sudah banyak dikenal masyarakat.
Asuransi syariah merupakan bidang bisnis asuransi yang cukup memperoleh perhatian besar di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai bisnis asuransi alternatif, asuransi syriah boleh dikatakan relatif baru dibandingkan dengan bidang bisnis asuransi konvensional. Kebaruan bisnis asuransi syariah adalah pengoperasian kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari alquran dan hadis serta fatwa para ulama terutama yang terhimpun dalam majelis ulama Indonesia (MUI).
Pada prinsipnya, yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah asuransi syariah menghapuskan unsur ketidakpastan (gharar), unsur spekulasi alias perjudian (maisir), dan unsur bunga uang (riba) dalam kegiatan bisnisnya sehingga peserta asuransi (tertanggung) merasa terbebas dari praktik kezaliman yang merugikan nya. Agar masyarakat dapat memahami konsep asuransi syariah secara wajar, perlu dilakukan penyuluhan dari hasil penelitian yang telah dilakukan melaui publikasi yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan secara jelas konsep dan profil asuransi syariah dengan pendekatan kasus pada PT Asuransi Takaful Keluarga Jakarta cabang Bandar Lampung.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari asuransi syriah ?
2.    Bagaimana sejarah asuransi syariah ?
3.    Apa saja landasan hukum dan prisnsip-prinsip asuransi syariah ?
4.    Bagaimana perkembangan dan jenis-jenis asuransi syariah?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari asuransi syriah ?
2.    Untuk mengetahui sejarah asuransi syariah ?
3.    Untuk mengetahui landasan hukum dan prisnsip-prinsip asuransi syariah ?
4.    Untuk mengetahui perkembangan dan jenis-jenis asuransi syariah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata ”pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan a) asuransi, dan b) jaminan. Dalam bahasa belanda biasa disebut dengan istilah assurantie(asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Sedangkan Asuransi Syariah atau Takaful secara bahasa, akar katanya berasal dari Kafala-yakfulu-Kafaalatan, artinya menanggung. Kemudian dari Mujarrad dipindahbabkan ke tsulatsi maziid dengan menambah Ta, sebelum Fa fi’il dan Alif setelahnya, maka menjadi Takaafala Yataakaaful-Takaafulan.
Perpindahan bab dengan menambah Ta dan Alif seperti tersebut di atas dalam Ilmu Sharaf menelorkan pengertian yang satu menanggung yang lain dengan berbagi cara, antara lain dengan membantunya, apabila ia amat membutuhkan bantuan, terutama bila yang bersangkutan ataupun keluarganya ditimpa musibah.
Pengertian Lughawi ini dikhususkan persepakatan tolong-menolong secara teratur sedemikian rupa, keteraturan dan rinciannya antara sejumlah orang bila semuanya akan tertimpa bahaya dan kesukaran, sehingga apabila bahaya itu menimpa seseorang di kalangan mereka, semuanya ikut membantu menghilangkan atau meringankannya, dengan cara memberikan bagian yang tidak menyulitkan masing-masing guna menghilangkan bencana tersebut.
Bermuamalah dengan Takaful, pada ulama besar internasional abad ini seperti Majma’ Fighil Islaamy, Mekkah, Saudi Arabia, Abu Zahra, Yusuf Al Qardhawy condong berpendapat bahwa hukumnya adalah Mubah, selama tidak mengandung unsur Gharar. Gharar secara lughawi berarti penipuan yaitu ketidakjelasan, baik ketidakjelasan itu pada persentase, kepastian dapat, ataupun kepastian waktu mendapatkannya, tidak mengandung maisir, yaitu untung untungan untuk
Mendapatkannya, di mana kalau nasibnya baik, ia akan mendapat bagian dan kalau nasibnya sedang tidak baik, maka premi-premi yang sudah dilunaskannya itu akan melayang semuanya. Tak ada unsur Riba, yaitu mendapat tambahan jumlah dengan tanpa ada imbalan yang sah, ataupun keikhlasan sejati dari pemilik. Apabila salah satu dari tiga unsur itu terdapat pada sesuatu perjanjian jamin menjamin, maka hukum perjanjian itu adalah haram walaupun namanya baik, halal dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kesemua unsur tersebut tidak ada di dalamnya, maka hukumnya adalah sah, atau mubah, meskipun namanya asuransi, Takmiin, atau Takaful.
Berdirinya asuransi ini sebagai satu ketegasan bahwa Islam  mempunyai sistem asuransi yang tentunya secara operasional berbeda dengan asuransi konvensional lainnya. Salah satu kiat yang dikembangkan Takaful adalah prinsip tolong-menolong, di mana setiap pemegang polis wajib memberikan derma untuk keperluan dana tolong menolong, serta untuk dana pengembangan kegiatan pembinaan umat dan kepada semua peserta di samping mendapatkan keuntungan pribadi, juga mendapatkan keuntungan bersama. Yang perlu diingat Asuransi Takaful ini diawasi oleh satu badan atau Dewan Pengawas Syariah seperti yang ada pada bank Islam .

B.  Sejarah Berdirinya Asuransi Syariah
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba.
1.    Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial[4].
2.    Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya[1]. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
3.    Riba 
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam[6]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takafulumum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.

C.  Prinsip dan Landasan Hukum Operasional Asuransi Syariah
1.    Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Prinsip Dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda dengan prinsip dasar yang berlaku padaa konsep ekonomika Islam secara komprehensif dan bersifat major. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi syariah merupakan tururnan (minor) dari konsep ekonomika Islam . Biasanya literatur ekonomika Islam  selalu melakukan penurunan nila pada tataran konsep atau institusi yang ada dalam lingkup kajiannya, seperti lembaga perbankan dan asuransi.
Begitu juga dengan suransi, harus dibangun di atas fondasi dan prinsip dasar yang kuat dan kokoh. Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syariah ada sembilan macam yakni :
a.    Tauhid
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun pada nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahawa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu bersama kita.
b.    Keadilan
Prisnip kedua adalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat dalam akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
c.    Tolong-Menolong (Ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan asuransi adalah harus didasari dengan semangat tolong-menolong antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
d.   Kerjasama (Cooperation)
Prinsip kerjasama  merupaka prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam . Manusia sebagai mahluk yang mendapat mandat dari sang Khalik-nya untuk mewujudkan perdamainan dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial.
e.    Amanah (Trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode[2]. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamlah dan melalui auditor public.
f.     Kerelaan (Al-Ridha)
Dalam berbisnis asurasnsi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial (tabarru) memang betuk-betul digunakan untuk tujuan membantu nasabah asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
g.    Larangan Riba
Bahwa dalam berbisnis asuransi kita dilarang melakukan praktek riba. Yakni bahwa kita dilarang melakukan pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
h.    Larangan Maisir
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversig period, biasanya tahun yang ketiga yang bersangkutan  tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, dimana untung-rugi terjadi sebagai hasil ketetapan.
i.      Larangan Gharar (Ketidakpastian)
Secara konevensioanal kata Syafi’i Antonio kontrak/perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan dalam aqd tadabuli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah uang premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.

2.    Landasan Hukum Operasional Asuransi Syariah
Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu :
”Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”
Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan kareni regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.
D.  Perkembangan dan Jenis-Jenis Asuransi Syariah
1.    Perkembangan Asuransi Syariah Dari Masa ke Masa
Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriyah atau abad ke dua puluh Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenarnya telah melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian dalam menopang bisnis mereka, layaknya seperti mekanisme asuransi. Kerjasama ini mereka lakukan untuk membantu mengatasi kerugian bisnis, diakibatkan musibah yang terjadi semisal ; tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat serangan penyamun.
Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya diadopsi para pelaut eropa dengan melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem membungakan uang. Dan pada abad kesembilan belas, dan cara membungakan uang inipun menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan Yahudi.
Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad kelima belas Hijriyah, para ekonom muslim mulai menelorkan dan merenovasi konsep ekonomi Islam. Mereka adalah rangkaian generasi emas dari Abu Yusuf menghasilkan al-kharaj dan Abu ‘Ubaid menulis kitab al-amwal. Asuransi adalah salah satu lembaga ekonomi yang menjadi fokus para perhatian pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan format maisir, riba, gharar yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem bagi hasil, tolong menolong dengan mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu sistem asuransi syari’ah mestilah mempunyai komitmen untuk kesejahteraan bersama.
Dibandingkan di sejumlah negara – bahkan negara yang mayoritas penduduknya adalah nonmuslim, keberadaan asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg, Geneva dan Bahamas misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei Darussalam (1992).

2.    Jenis-Jenis Asuransi Syariah
Dilihat dari segi jenis asuransi syariah, maka suransi syariah terdiri atas dua jenis yakni
1). Asuransi Umum (kerugian)
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keuangan (Pecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan dan kesehatan).
2). Asuransi Jiwa
Pada hakekatnya meupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang membagi resiko (share risk) yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti akan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan(yang tidak pasti terjadi, tetapi tidak mustahil terjadi). Kerjasama mana dikoordinir perusahaan asuransi yang bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large number) yang menyebarkan resiko kepada orang-orang yang mau bekerjasama. Yang termasuk dalam program asuransi jiwa seperti ini adalah asuransi untuk pendidikan, pensiun, investasi, tahapan, dll.

E.  Perbedaan Antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No
Perbedaan
Asuransi Syariah
Asuransi Konvensional
1
Konsep
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama dengan cara memberikan dana tabarru’
Perjanjian 2 pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung
2
Asal usul
Dari Aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam  datang, kemudian disyahkan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam  yang tertuang dalam konstitusi Piagam Madinah
Tahun 1668 M di Coffe House London berdirilah Lloyd sebagai cikal bakalnya.
3
Sumber Hukum
Bersumber dari wahyu Ilahi. Al-Quran, Sunnah, Ijma’, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan, Mashalih mursalah
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami, dan contoh sebelumnya.
4
Ada atau tidaknya Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Adanya DPS yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek2 muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah
Tidak `ada DPS yang mengawasi praktek operasionalnya, sehingga banyak yang bertentangan dengan syara’
5
Akad
1.  Aqad tabarru’ dan Aqad tijarah
2.  Bersih dari adanya praktek Maysir, Gharar, dan Riba
1.  Perjanjian jual beli
2.  Adanya unsur Maysir, Gharar, dan Riba yang diharamkan dalam muamalah
6
Jaminan
Sharing Of Risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
Transfer Of Risk, di mana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada tertanggung.
7
Pengelolaan Dana
1.   Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana.
2.   Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen syari’ah
3.   Ada pemisahan dana
1.    Dana yang terkumpul menjadi milik perusahaan
2.    Dana tersebut dikelola sesuai dengan kebijakan management.
3.    Tidak ada pemisahan dana
8
Unsur Premi
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan yang tidak mengandung unsur riba. Tabarru juga dihitung dari tabel mortalita, tapi tanpa perhitungan bunga teknik
Unsur premi terdiri dari: tabel mortalita, interest, cost of insurance
9
Investasi
Dapat melakukan investasi sesuai dengan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah
Bebas melakukan investasi sesuai dengan perundangan-undangan, tanpa memandang unsur halal haram.
10
Klaim
Sumber pembiayaan klaim diperoleh dari rekening tabarru
Sumber pembiayaan klaim diperoleh dari rekening perusahaan
11
Marketing
1.   Entertaintment dengan dasar syari’ah
2.   Tidak ada Risywah
1.    Entertainment tanpa dasar syari’ah
2.    Mengenal risywah
12
Akuntansi
Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syari’ah karena mengakui adanya pendapatan, harta, beban, atau utang yang akan terjadi di masa depan.
Menganut konsep accrual basis yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau kejadian nonkas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu yang baru diterima masa akan datang.
13
Profit
Profit dari Surplus U/W, komisi reas, & hasil investasi dilakukan profit sharing dengan peserta
Profit dari Surplus U/W, komisi reas, & hasil investasi adalah sepenuhnya milik perusahaan.
14
Visi & Misi
Misi yang diemban dalam asuransi syari’ah adalah misi aqidah, misi ibadah, misi ekonomi, dan misi pemberdayaan ummat (sosial).
Secara garis besar Visi & Misi utamanya adalah misi ekonomi dan sosial.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Asuransi sebagai satu wujud usaha dalam pertanggungan yang melibatkan antara sekelompok (kumpulan) orang disatu pihak dan perusahaan asuransi, sebagai lembaga pengelola dana di pihak lain, telah mengangkat “isu” utama saling menanggung dalam menghadapi musibah dan bencana. Dilihat dari nilai bawan yang tertera dalam teks-teks absolut (Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka nilai dasar dari asuransi syariah mempunyai nilai sosial oriented yaitu sebuah nilai yang didasarkan pada semangat saling tolong-menolong antar sesama peserta asuransi dalam menghadapi musibah.

B.  Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam pengembangan asuransi syariah terutama di Indonesia adalah
1.    perlu adanya kajian dan diskusi yang mendalam tentang konsep asuransi syariah oleh kalangan yang punya perhataian terhadap asuransi syariah sehingga pada akhirnya terbentuk Masyarakat Asuransi syariah (MAS).
2.    secepatnya diperlukan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi asuransi syariah di Indonesia.
3.    perlunya sosialisasi yang masif terhadap masyarakat muslim sehingga mengetahui apa pentingnya asuransi syariah dalam kehidupannya.
4.    maksimalisasi fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat dalam setiap perusahaan asuransi syariah.
5.    perlu adanya penelitian yang lebih lanjut dan mendalam tantang kesesuaian praktik asuransi syariah dengan ketentuan dasar ekonomika Islam .
DAFTAR PUSTAKA
Agus Haryadi, Republika, Prospek Bisnis Asuransi Syariah Takaful, 14 Februari 2000.
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukm Islam , Kencana, Jakarta, 2004
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewa Syariah
Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001 Tantang Pedoman Umum Asurans Syariah, Jakarta, 2001




No comments:

Post a Comment