1

loading...

Sunday, November 11, 2018

MAKALAH PEMBIAYAAN BEBAS RIBA (BERBASIS HUTANG)


MAKALAH MANAJEMEN KELEMBAGAAN KEUANGAN ISLAM‘’PEMBIAYAAN BEBAS RIBA (BERBASIS HUTANG)’’


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perbankan  Syariah  mempunyai  prinsip  bagi  hasil  yang  berbeda dengan perbankan  konvensional,  yang ternyata  lebih tangguh dan terbukti mampu bertahan   pada   saat krisis   ekonomi   global Bahkan sistem perbankan   syariah   saat   ini  lebih  berkembang
dan  menjadi  alternatif menarik   bagi   kalangan   pengusaha   sebagai   pelaku   bisnis,   akademisi sebagai penyedia sumber daya manusia dan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan.Bank  berdasarkan  prinsip  syariah  atau  bank  syariah  atau  bank Islam, seperti  halnya  konvensional,  juga  berfungsi  sebagai  suatu  lembaga intermediasi    (intermediary    institution),    yaitu    menyerap    dana    dari masyarakat    dan    menyalurkan    kembali    dana-dana    tersebut    kepada masyarakat  yang  membutuhkannya  dalam  bentuk  fasilitas pembiayaan.Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan   bunga   tetapi   berdasarkan   prinsip   syariah,   yaitu   prinsip pembagian keuntungan (profit lost sharing principle).
B.     Rumusan masalah
a.       Apa yang dimaksud Definisi pembiayaan jelaskan ?
b.      Apa yang dimaksud dengan muharabah jelaskan ?
c.       Apa yang dimaksud dengan Bai Bitsaman Ajil (BBA) jelaskan?
d.      Apa saja perbedaan muharabah dan BBA?
C.     Tujuan masalah
Untuk mengetahui apa saja definisi diatas supaya memahami pengertian – pengertian dari masalah yang telah dirumuskan agar bisa memahami dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pembiayaan
A.    Definisi pembiayaan Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun yang dikerjakan oleh orang lain.[1]
Menurut M. Syafi’I Antonio (2001:260) menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.Sedangkan menurut UU No. 10tahun 1998tentang perubahan undang-undang No 7tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
B.     Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
C.     Fungsi Pembiayaan
Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya:
1)      Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
2)      Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratn yang ditetapkan oleh bank konvensional.
3)      Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan
D.    Prinsip Pembiayaan Menurut Mohammad (2001:104), dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5C + 1S, yaitu:
1.      Character Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
2.      Capacity Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
3.      Capital Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
4.      Collateral Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
5.      Condition Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
6.      Syariah Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.”

2.      Murabahah
a.       Definisi Murabahah Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu " (Attabik, 2003:1014) yang berarti kelebihan dan tambahan keuntungan. Dalam definisi Bai’al Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati(Antonio, 2001:101). [2]
Sedangkan menurut para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya.Pembiayaan Murabahah adalah istilah untuk(Online), (http://www.perbankan syariah.com, diakses tanggal 16Mei 2011):
1.      Akad atau perjanjian jual beli antara bank dengan supplier untuk barang yang dipesan oleh nasabah.
2.      Akad atau perjanjian antara bank dengan nasabah dengan untuk menjual barang yang telah dimiliki bank kepada nasabah.
Murabahah didefinisikan oleh para fuqaha sebagai penjualan barang seharga biaya atau harga pokok ( cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberitahukanharga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya( cost) tersebut.
b.      Prinsip dan Ketentuan Umum Murabahah
Adapun yang menjadi prinsip dan ketentuan umum dalam pembiyaan murabahah yaitu :
1.      Akad murabahah bebas riba
2.      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan
3.      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
4.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dari pembelian ini harus dan bebas riba
5.      Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
6.      Bank menjual barang kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya
7.      Bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan
8.      Nasabah membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu
9.      Untuk mencegah penyalahgunaan atau kerusakan akad, bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah
10.  Jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
c.       Tujuan dan Manfaat Murabahah
Sebagaimana kita ketahui, dalam skim Murabahah fungsi Bank adalah sebagai Penjual barang untuk kepentingan Nasabah, dengan cara membeli barang yang diperlukan Nasabah dan kemudian menjualnya kembali kepada Nasabah dengan harga jual yang setara dengan harga beli ditambah keuntungan Bank dan Bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok Barang berikut biaya yang diperlukan dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian Barang kepada Nasabah. Namun demikian, sebagai Penyedia Barang dalam prakteknya Bank Syariah kerap kali tidak mau dipusingkan dengan langkah-langkah pembelian Barang. Karenanya Bank Syariah menggunakan media ”akad Wakalah” dengan memberikan kuasa kepada Nasabahuntuk membeli barang tersebut.
Dalam pembiyaan murabahah,terdapat manfaat yang tidak saja semata diperoleh oleh bank tetapi juga dapat dirasakan oleh nasabah seperti yang disebutkan berikut ini :
1.      Bagi Bank
a)      Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli, dari penjual dengan harga jual kepada nasabah
b)      Sumber pendanaan bagi bank baik dalam bentuk rupiah atau valuta asing
2.      Bagi Nasabah
a)      Membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang konsumsi seperti rumah, kendaraan atau barang produktif seperti mesin produksi, pabrik dan lain-lain.
b)      Dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi baik domestik maupun luar negeri.
E.     Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah
1). QS. Al-Baqarah : 275
”Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
2). HR. Ibnu Majah“Dari Suhaib ArRumi r.a bahwa Rasulullah bersabda, “tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”

F.      Rukun dan Syarat Murabahah Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia bank dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Adapun rukundan syaratnya (Antonio, 2001:102) adalah sebagai berikut:
1)    Rukun Murabahah :
a)     Penjual
b)    Pembeli
c)     Barang yang diperjual-belikan
d)    Harga dan
e)     Ijab-qabul
2)    Syarat-syarat:
a)     Bank Islam memberitahu biaya modal kepada nasabah.
b)    Kontrak pertama harus sah.
c)     Kontrak harus bebas dari riba.
d)    Bank Islam harus menjelaskan setiap cacat yang terjadi sesudah pembelian dan harus membuka semua hal yang berhubungan dengan cacat.
e)     Bank Islam harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
f)      Jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
Melanjutkan pembelian seperti apa adanya. kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan. membatalkan kontrak. Dalam murabahah dibutuhkan beberapa syarat, antara lain (Wiroso,2005:17), yaitu mengetahui harga pertama (harga pembelian) antara kedua belah pihak, mengetahui besarnya keuntungan, mengetahui jumlah keuntungan, modal hendaknya berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis seperti benda-benda yang ditakar,ditimbang dan dihitung, system murabahah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama, transaksi pertama haruslah sah secara syara’.
G.    Hukum Bai’ Murabahah
Hukum Bai’ Murabahah dengan pelaksanaan janji tidak mengikat ada dua:
1)      Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka. Hal ini yang diperboleh kedalam pendapat madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah. Hal itu karena tidak ada dalam bentuk ini ikatan kewajiban menyempurnakan janji untuk bertransaksi atau penggantian ganti kerugian. Seandainya barang tersebut hilang atau rusak maka nasabah tidak menanggungnya. Sehingga lembaga keuangan tersebut bersepekulasi dalam pembelian barang dan tidak yakin nasabah akan membelinya dengan memberikan keuntungan kepadanya. Seandainya salah satu dari keduanya berpaling dari keinginannya maka tidak ada ikatan kewajiban dan tidak ada satupun akibat yang ditanggungnya.
2)      Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya, maka ini dilarang karena masuk dalam kategori al ‘Inah.
3.      Bai Bitsaman Ajil (BBA)
Bai’ Bithaman Ajil atau dalam bahasa Indonesianya “jual beli dengan harga tangguh”adalah jual beli dengan harga yang lebih tinggi dari jual beli tunai. Harga yang lebih tinggi biasanya dikarenakan pembayaran beberapa kali atau dengan jangka waktu, alias tidak tunai. Para ulama berbeda pendapat dengan boleh tidaknya jual beli seperti ini. Pendapat Mazhab Syafii merupakan pendapat yang paling banyak diterima, yaitu sepanjang disepakati, maka harga dalam setiap jual beli tidak boleh berubah. Karena itu jika penjual dan pembeli sepakat untuk melakukan jual beli tangguh dengan harga lebih tinggi dari jual beli tunai, maka apabila sudah dilakukan ijab qabul, harga tidak boleh berubah sampai jatuh tempo. [3]
Pembiayaan BBA adalah pembiayaan untuk membeli barang dengan cicilan.Syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan pembiayaanmurabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada system pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit atau sering disebut dengan pembayaran jatuh tempo, sedangkan pada pembiayaan BBA adalah dengan system cicilan yang dilakukan setelah nasabah menerima barang Menurut Mohammad (2002: 30),
Ada beberapa kaidah khusus yang berkaitan dengan BBA, antara lain:
a.     Harga barang dengan transaksi BBA dapat ditentukan lebih tinggi dari pada transaksi tunai. Namun, ketika harga telah disepakati, tidak dapat dirubah lagi.
b.     Jangka waktu pengembalian dan jumlah cicilan ditentukan berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kedua belah pihak.
c.      Mana kala nasabah tidak dapat membayar tepat pada waktu yang telah disepakati maka bank akan mencarikan jalan yang paling bijaksana. Jalan apapun yang ditempuh bank tidak akan mengenakan sanksi atau melakukan repricing dari akad yang sama.Jika dilihat dari sisi accounting kedua produk ini ini hanya berbeda dari sisi cicilan. Dalam BBA, cicilan pembayaran dari nasabah berisi pokok dan margin keuntungan, sedangkan cicilan Murabahah berisi margin keuntungan saja. Perbedaan diantara keduanya sering terjadi ketika nasabah BBA menginginkan agar mereka membayar cicilan margin saja, sedangkan nasabah Murabahah menginginkan agar modal yang biasanya dibayar di akhir, dapat dicicil bersama margin.
4.    Perbedaan BBA Dan Murabahah
Al murabahah / bba adalah pembiayaan untuk jual beli barang investasi atau bahan baku di modal kerja (merupakan konsep penyederhanaan instrument bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaraan dan fluktuasi harga).
Al murabahah yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar dikemudian hari secara sekaligus (lump sum deferred payment).
Bai’ Bitsaman Ajil yaitu kontrak murabahah dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan dengan segera, sedangkan harga barang tersebut dibayar dikemudian hari secara angsuran ( Installment Defered Payment).
Murabahah / BBA adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahanya keuntungan yang disepakati. Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalkan pihak venture capital company bernegosisasi dengan entitas usaha yang ingin membeli barang investasi dalam bentuk mesin, maka entitas usaha trsebut memesan kepada venture capital company untuk membeli mesin tersebut dari suatu produsen dengan kesepakatan/perjanjian bahwa entitas usaha akan membeli mesin tersebut venture capital company setelah mesin tersebut dimiliki oleh venture capital company dengan harga dan keuntungan yang pantas bagi venture capital company setelah memperhitungkan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga. Perhitungan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga dilakukan karena adanya tenggang waktu antara pengadaan dan pelunasan mesin yang dibiayai venture capital campany. Instrument pembiayaan ini, jika dibuat revolving, bisa juga diaplikasikan untuk pengadaan pupuk bagi pertanian ataupun bahan baku tertentu bagi pabrikan.
Murabahah/ BBA As-salam adalah pembiayaan untuk jual beli dibayar didepan produk-produk pertanian terindentifikasi dengan jelas brntuk,ukuran,kualitas, dan kuantitasnya (merupakan konsep penyederhanaan instrument bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga).[4]
Contoh :
1.      Murabahah
Pembiayaan pengadaan barang, menjual barang dengan harga beli ditambah keuntungan
                             Harga = Cost + Profit
Contoh : A ingin membeli motor, harga motor tsb Rp 4 juta, bank ingin mendapat keuntungan Rp 800.000 selama 2 th, Sehingga Harga yang ditetapkan Rp 4.800.000 dan  nasabah dapat  mencicil Rp 200.000 per bulan
2.      Bai’ Bitsaman Ajil
Pembiayaan diberikan kepada nasabah dalam jangka pemenuhan kebutuhan barang modal, berjangka waktu di atas satu tahun (long run financing)
Contoh : Tn A ingin membeli mesin senilai Rp 55 juta, oleh Bank Tn Aditunjuk  sebagai wakil Bank untuk membeli dengan dana dan atas namanya kemudian menjual kembali mesin tersebut kepada Tn A Rp 60 juta  dengan jangka waktu 36 bulan dengan cicilan tiap bulan Rp 1,6 juta.
3.      Bai’ as-Salam
Pembelian barang untuk penghantaran (delivery) yang ditangguhkan dengan pembayaran di muka dan pada waktu yang bersamaan, bank dapat mencari pembeli atas produk tersebut
Catatan : Bayar sekaligus lunas saat jatuh tempo pembayaran
Contoh : Petani butuh dana Rp 2 juta untuk mengelola sawahnya dan bank akan membeli hasilnya (gabah) untuk jangka waktu 4 bulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp 2 juta, pada saat jatuh tempo petani menyerahkan hasilnya dan bank menjualnya dengan harga Rp 1.200/kg, sehingga keuntungan bank adalah Rp 400.000.
Rukun Salam   
      Pembeli (Muslam/salam)
      Penjual (Muslam ilaihi)
      Barang
      Harga
      Ijab-qabul
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan maka bank syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan supaya memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa tercapai.
B.     Saran
Jika pemesan menjual barang tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Seandainya penjualan aset tersebut merugi, contohnya kalau nasabah adalah pedagang juga, pemesan tetap harus menyelesaikan pinjamannya sesuai kesepakatan awal. Hal ini karena transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah merupakan akad yang benar-benar terpisah dari akad al-murabah pertama dengan bank.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Attabik. 2003. Kamus Inggris Indonesia Arab. Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
Ariyanto. 2010. Akad Pembiayaan Murabahah, (Online).
Antonio, Mohamad Syafi’i. 2001.Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:Gema Insani.
Astohar. 2009. Tesis (“Analisis Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan Di Indonesia”.Fakultas ekonomi. Universitas Diponegoro).



[1] Ali, Attabik. 2003. Kamus Inggris Indonesia Arab. Yogyakarta: Multi Karya Grafika.

[2] Ariyanto. 2010. Akad Pembiayaan Murabahah, (Online).

[3] Antonio, Mohamad Syafi’i. 2001.Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:Gema Insani.
[4] Astohar. 2009. Tesis (“Analisis Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan Di Indonesia”.Fakultas ekonomi. Universitas Diponegoro).

No comments:

Post a Comment