MAKALAH SEJARAH NASIONAL INDONESIA (ZAMAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA)
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia
bukanlah negara yang berasaskan Islam namun peradaban Islam mendominasi
kehidupan bangsa Indonesia, khususnya penduduk yang beragama Islam. Kebudayaan-
kebudayaan yang ada lama kelamaan membentuk suatu peradaban Islam yang mampu
membawa penduduk Indonesia kepada kemajuan dan kecerdasan. Hal ini tidak lepas
dari peran pedagang pedagang muslim dari Arab, Persia dan India juga penduduk asli sendiri ikut
aktif ambil bagian dalam penyebaran Islam di Indonesia
Perlu
diketahui bahwa wilayah Indonesia yang dulu disebut dengan istilah
Nusantara dikenal mancanegara sebagai daerah yang subur serta
kaya akan potensi alamnya. Karena hal tersebut, tidak mengherankan jika para
pedagang-pedagang asing berdatangan ke wilayah-wilayah di Nusantara. Dengan
berkembangnya perdagangan antar bangsa maka berkembang pula pelabuhan-pelabuhan
atau bandar-bandar terutama di daerah-daerah pesisir pulau. Kemajuan dari
perdagangan Internasional tersebut menyebabkan kerajaan-kerajaan yang ada di
Nusantara menjadi kaya dan makmur, bandar-bandar atau pelabuhan-pelabuhan yang
ada pun berkembang menjadi besar. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi para
pedagang dari berbagai bangsa berdatangan untuk melakukan transaksi perdagangan
dengan penduduk pribumi yang ada di wilayah Nusantara. Seiring dengan itu terjadi interaksi antara penduduk pribumi
dengan para pedagang asing termasuk di dalamnya pedagang muslim sehingga
berpengaruh pula pada budaya lokal.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Ahmad Mansur, proses masuk
dan berkembangnya agama Islam di Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori
Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori
tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya
Islam ke Indonesia, asal negara dan
tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Teori-teori
tersebut, antara lain:
1.
Teori Gujarat
Teori Gujarat berpendapat bahwa
agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat
(Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya
fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan
dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay –
Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan
Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah
Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Hal ini juga
bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak(Perureula)
tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk
Islam dan banyak pedagang dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul
sebagai sanggahan terhadap teori lama
yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori
ini adalah:
a. Pada abad ke 7
yaitu tahun 674 H di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam
(Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang
Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga
sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai
menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada
waktu itu adalah Mesir dan Mekkah.
c. Raja-raja
Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari
Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah
Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan
bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik.
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam
masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari
Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan
budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10
Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad,
yang sangat di junjung oleh orang Islam Iran. Di Sumatra
Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di
pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan
ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al –
Hallaj.
c. Penggunaan
istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya
makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah
Gresik.
Pendukung teori ini yaitu Umar Amir
Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Ketiga teori tersebut, pada dasarnya
masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya.
Ketiga teori tersebut, pada
dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu
berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia
dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13.
Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa
Persia dan Gujarat (India).
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai tercatat dalam
sejarah sebagai kerajaan Islam yang pertama. menurut pendapat Prof. A. Hasymy,
berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi
dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan
Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang
sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak
pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya
Perlak mengalami kemunduran.
Dengan kemunduran Perlak, maka
tampillah seorang penguasa lokal yang
bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah
Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah
kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di
Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka. lokasi
kerajaan Samudra Pasai berada di jalur
perdagangan Internasional, yang melewati Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai yang
didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh, sebagai raja
pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Kerajaan Samudra Pasai berkembang
pada abad Abad 13 yang terletak di daerah
Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara. Keberadaan kerajaan Samudra Pasai dibuktikan
dengan adanya catatan Marcopolo dari Venetia, Catatan Ibnu Batutah dari
Maroko’batu nisan Sultan Malik al-Saleh, Jirat Putri Pasai. Raja-raja yang
memerintah di Samudra Pasai antara lain Sultan Malik al-Saleh (1285 – 1297),
Sultan Muhammad (Malik al-Tahir I, Sultan Ahmad (Malik al-Tahir II), Sultan
Zaenal Abidin (Malik al-Tahir III).
2. Kerajaan Demak
Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu
daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah
kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh
Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu
raja Majapahit.
Dengan berkembangnya Islam di Demak,
maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di
pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri
dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka
Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu
Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah
dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, Bintoro
sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana
Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram
(Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan
yang penting bagi kerajaan Demak.
Pada masa pemerintahannya Demak
memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di
pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka
jatuh ke tangan Portugis 1511.
Puncak kebesaran Demak terjadi pada
masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 –1546), karena pada masa
pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat
sampai Jawa Timur. Daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain
karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan
Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran)
dan Blambangan. Tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa,
di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka
tentara Portugis dapat dipukul mundur
di Teluk Jakarta. Kemenangan
Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan
pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama
dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam. Sebagai pusat
penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
3. Kerajaan Banten
Lokasi kerajaan Banten terletak di
wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya
strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional.mPada masa pemerintahan
Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak, sehingga Banten
dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan. Berkembangnya kerajaan Banten tidak
terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut.
Kehidupan masyarakat Banten yang
berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan
masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan
pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.
Para pedagang lain tersebut banyak
yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan
Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya.
Dengan adanya perkampungan tersebut,
membuktikan bahwa kehidupan masyarakatnya teratur, dan berlangsung dengan baik
bahkan kehidupan masyarakat Banten dipengaruhi oleh ajaran Islam. Salah satu
contoh dari wujud akulturasi budaya Islam adalah tampak pada bangunan Masjid
Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia
dengan kebudayaan Islam.
4. Kerajaan Mataram
Lokasi kerajaan Mataram tersebut di
Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota
Yogyakarta. Raja mataram yang terkenal
adalah Sultan Agung usahanya yaitu menundukkan daerah-daerah yang
melepaskan diri untuk memperluas wilayah kekuasaannya, mempersatukan
daerah-daerah kekuasaannya melalui ikatan perkawinan, melakukan penyerangan
terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629, memajukan ekonomi Mataram. Memadukan
unsur - unsur budaya Hindu, Budha dan Islam.
5. Kerajaan Gowa – Tallo
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat
beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Salah
satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun1528,
sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan
Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang
masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Penyebaran Islam di Sulawesi
Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17
agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun
memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam
adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah
Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai
Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin
kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada
masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 –1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar
mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 –
1669). Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi
asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh
VOC yang telah berkuasa di Ambon
6. Kerajaan Ternate – Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore
terletak di kepulauan Maluku. Maluku adalah kepulauan yang terletak di antara
Pulau Sulawesi dan Pulau Irian. Maluku sebagai daerah kepulauan terkenal
sebagai penghasil rempah terbesar. Diantara pedagang-pedagang
tersebut terdapat pedagang-pedagang yang sudah memeluk Islam sehingga
secara tidak langsung Islam masuk ke
Maluku melalui perdagangan dan selanjutnya Islam disebarkan oleh para mubaligh
salah satunya dari Jawa.
1. Fase Sebelum Kemerdekaan
a.
Pada
Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit
sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di
Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi
kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di
daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang
lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka.
Salah satu buktinya yaitu
banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Islam di Jawa, pada masa
pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada
sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan
dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali
terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau
Jawa. Masa kesultanan ini ditandai
dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
b. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya
pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan
pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang
barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang
teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan
Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di
sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia
untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah,
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu itu colonial Belanda belum berani mencampuri masalah
islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum
mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan
instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan
pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang
perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah
Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur
tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan
wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang
bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka
mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara
perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck
Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan
Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia,
karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab,
Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang
dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam
dalam tiga kategori :
·
Bidang agama
murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada
umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan
pemerintah Belanda.
·
Bidang sosial
kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa
diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.
·
Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik
Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata
negaraan.
2.
Fase Sesudah
Kemerdekaan
Masa seteleh diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita
sebut sebagai Rezim Orde lama, dimana
Soekarno bertindak sebagai kepala negara.
Pemerintahan Soekarno
yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa katagorikan kedalam dua
kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi Terpimpin
(1959-1966).
a. Islam masa Revolusi dan
Demokrasi Liberal
Pada awal
kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah
pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara
sekuler? Hal ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta.
Kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah
keseluruhan umat Islam yang merupakan mayoritas. Misalnya saja, dalam KNIP dari
137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang
beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi
dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umum dan Menteri Negara yang di percayakan
kepada tokoh Islam, padahal
Umat Islam mencapai 90% di Indonesia.
Dalam usaha untuk
menyelesaikan masalah perdebatan
ideologi diambilah beberapa keputusan, salah satunya adalah dengan mendirikan
Kementrian Agama.
b. Pembentukan
Kementrian Agama
Pembentukan Kementrian
Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas agar dalam
Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian
tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian
Agama resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang
diangkat pada 12 Maret 1946.
Awalnya kementrian ini
terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masing-masing untuk kaum
Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya pun
berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat
Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan
masyarakat Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan
Hindu-Budha) juga dibantu oleh Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal,
Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Agama serta Pusat pendidikan dan
Latihan (Pusdiklat) Pegawai.
c. Pendidikan
Setelah
merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan
agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Salah satu tugas penting yang dilakukan
Departemen Agama adalah menyelenggarakan, membimbing, dan mengawasi pendidikan
agama. Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk
pendidikan Islam zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam
tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia. Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjutkan agar pendidikan madrasah
diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada
madrasah. Departemen Agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas
menyusun pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan guru-guru Agama, dan mengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946,
Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang diantaranya
kemudian diangkat sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
d. Hukum
Islam
Salah satu lembaga
Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen Agama adalah hukum atau syariat. Pengadilan Islam di
Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal hukum muamalat bersifat pribadi. Hukum muamalat pun terbatas pada masalah
nikah, cerai, rujuk, hukum waris itu. (paraid/manicure faraidh, wakaf hibah dan baitul mal).
Keberadaan lembaga pengadilan agama di masa Indonesia
merdeka adalah kelanjutan dari masa colonial belanda. Pada masa pendudukan
Jepang, pengadilan agama tidak mengalami
perubahan. Setelah Indonesia merdeka jumlah pengadilan agama bertambah, tetapi administrasinya tidak segera
dapat diperbaiki. Sementara itu, belum ada kitab undang-undang yang seragam
yang dapat dijadikan pegangan para hakim dan pengadilan Agama didominasi oleh
golongan tradisionalis. Karena itulah, sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
dan Fakultas Syariah di perguruan-perguruan tinggi Islam didirikan.
e. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Disamping Departemen
Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam menyelnggarakan administrasi Islam
ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu program
pemerintah, apalagi yang berkenan dengan agama, hanya bisa berhasil dengan baik
bila disokong oleh ulama. Karena itu, kerja sama antara pemerintah dan ulama perlu terjalin dengan baik.
Pertama kali Majelis Ulama didirikan pada masa pemerintahan Soekarno. Majelis
ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untuk menjamin
keamanan. Di Jawa Barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1958 diketuai oleh seorang
panglima Militer. Setelah keamanan sudah pulih dari pemberontakan DI-TII tahun
1961, Majelis Ulama ini bergerak dalam kegiatan-kegiatan di luar persoalan
keamanan, seperti dakwah dan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses
masuknya Islam ke Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah
dan teori Persia. Berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam
masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13 dengan munculnya
kerajaan kerajaan Islam, seperti
Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram,
Kerajaan Ternate-Tidore, Kerajaan Gowa-Tallo.
Perkembangan
Peradaban Islam sebelum kemerdekaan ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan
Islam pada masa kesultanan dan pada masa penjajahan saat Indonesia masih
dikuasai oleh orang-orang Barat, sedangkan pada masa sesudah kemerdekaan
Indonesia perkembangan Islam lebih pesat lagi yaitu dengan didirikannya Departeman
Agama, Lembaga Pengadilan Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
B. Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini diharapkan kita semua lebih mengetahui dan memahami
sejarah perkembangan peradaban Islam di Indonesia, karena sejarah bukan untuk
dilupakan melainkan untuk diingat dan dihargai prosesnya. Untuk saran dan
kritik sangat diharapkan guna perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Djoened, Poesponegoro Marwati dan Notosusanto,
Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia III, Cet.8. Jakarta: Balai
Pustaka
No comments:
Post a Comment