1

loading...

Sunday, November 11, 2018

MAKALAH SEJARAH NASIONAL INDONESIA

MAKALAH SEJARAH NASIONAL INDONESIA (ZAMAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA)

BAB I

PENDAHULUAN
Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam namun peradaban Islam mendominasi kehidupan bangsa Indonesia, khususnya penduduk yang beragama Islam. Kebudayaan- kebudayaan yang ada lama kelamaan membentuk suatu peradaban Islam yang mampu membawa penduduk Indonesia kepada kemajuan dan kecerdasan. Hal ini tidak lepas dari peran pedagang pedagang muslim dari Arab, Persia dan  India juga penduduk asli sendiri ikut aktif  ambil bagian dalam  penyebaran Islam di Indonesia
Perlu diketahui bahwa wilayah Indonesia yang dulu disebut dengan istilah Nusantara  dikenal  mancanegara sebagai daerah yang subur serta kaya akan potensi alamnya. Karena hal tersebut, tidak mengherankan jika para pedagang-pedagang asing berdatangan ke wilayah-wilayah di Nusantara. Dengan berkembangnya perdagangan antar bangsa maka berkembang pula pelabuhan-pelabuhan atau bandar-bandar terutama di daerah-daerah pesisir pulau. Kemajuan dari perdagangan Internasional tersebut menyebabkan kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara menjadi kaya dan makmur, bandar-bandar atau pelabuhan-pelabuhan yang ada pun berkembang menjadi besar. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi para pedagang dari berbagai bangsa berdatangan untuk melakukan transaksi perdagangan dengan penduduk pribumi yang ada di wilayah Nusantara. Seiring dengan itu  terjadi interaksi antara penduduk pribumi dengan para pedagang asing termasuk di dalamnya pedagang muslim sehingga berpengaruh pula pada budaya lokal.





BAB II

PEMBAHASAN
       Menurut Ahmad Mansur, proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam  ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Teori-teori tersebut, antara lain:
1.      Teori Gujarat
       Teori Gujarat berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a.       Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam  di Indonesia.
b.      Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c.       Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
       Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia)  yang pernah singgah di Perlak(Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
2.  Teori Makkah
       Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori  lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:


a.       Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 H di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b.      Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah.
c.       Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
       Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik.
3.  Teori Persia
       Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a.       Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b.      Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c.       Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda tanda  bunyi Harakat.
d.      Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.        Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.
       Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya.
       Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).

1.      Kerajaan Samudra Pasai
       Kerajaan Samudra Pasai tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan Islam yang pertama. menurut pendapat Prof. A. Hasymy, berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami kemunduran.
        Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang     bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka. lokasi kerajaan Samudra Pasai berada  di jalur perdagangan Internasional, yang melewati Selat Malaka.
       Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Kerajaan Samudra Pasai berkembang pada abad Abad 13 yang terletak di daerah Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara. Keberadaan kerajaan Samudra Pasai dibuktikan dengan adanya catatan Marcopolo dari Venetia, Catatan Ibnu Batutah dari Maroko’batu nisan Sultan Malik al-Saleh, Jirat Putri Pasai. Raja-raja yang memerintah di Samudra Pasai antara lain Sultan Malik al-Saleh (1285 – 1297), Sultan Muhammad (Malik al-Tahir I, Sultan Ahmad (Malik al-Tahir II), Sultan Zaenal Abidin (Malik al-Tahir III).
2.      Kerajaan Demak
       Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit.
       Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
         Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
        Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 –1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur. Daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan. Tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur di Teluk Jakarta. Kemenangan Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
       Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
3.      Kerajaan Banten
       Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional.mPada masa pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak, sehingga Banten dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan.    Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut.
       Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.
        Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya.
        Dengan adanya perkampungan tersebut, membuktikan bahwa kehidupan masyarakatnya teratur, dan berlangsung dengan baik bahkan kehidupan masyarakat Banten dipengaruhi oleh ajaran Islam. Salah satu contoh dari wujud akulturasi budaya Islam adalah tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam.
4.      Kerajaan Mataram
       Lokasi kerajaan Mataram tersebut di Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota Yogyakarta. Raja mataram yang terkenal  adalah Sultan Agung usahanya yaitu menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri untuk memperluas wilayah kekuasaannya, mempersatukan daerah-daerah kekuasaannya melalui ikatan perkawinan, melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629, memajukan ekonomi Mataram. Memadukan unsur - unsur budaya Hindu, Budha dan Islam.
5.      Kerajaan Gowa – Tallo
     Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
       Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
       Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 –1653).
      Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon
6.      Kerajaan Ternate – Tidore
       Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan Maluku. Maluku adalah kepulauan yang terletak di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Irian. Maluku sebagai daerah kepulauan terkenal sebagai penghasil rempah terbesar. Diantara pedagang-pedagang tersebut terdapat pedagang-pedagang yang sudah memeluk Islam sehingga secara tidak langsung Islam masuk ke Maluku melalui perdagangan dan selanjutnya Islam disebarkan oleh para mubaligh salah satunya dari Jawa.

1.      Fase Sebelum Kemerdekaan
a.      Pada Masa Kesultanan
       Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
      Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa. Masa kesultanan ini ditandai dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
b.   Pada Masa Penjajahan
       Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
       Waktu itu colonial Belanda belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
       Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
       Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
·         Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
·         Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.
·         Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
2.      Fase Sesudah Kemerdekaan
       Masa seteleh diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita sebut sebagai Rezim Orde lama, dimana Soekarno bertindak sebagai kepala negara.
       Pemerintahan Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa katagorikan kedalam dua kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966).
            a.   Islam masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
       Pada awal kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara sekuler? Hal ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta. Kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah keseluruhan umat Islam yang merupakan mayoritas. Misalnya saja, dalam KNIP dari 137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umum dan Menteri Negara yang di percayakan kepada tokoh Islam, padahal Umat Islam mencapai 90% di Indonesia.
       Dalam usaha untuk menyelesaikan masalah perdebatan ideologi diambilah beberapa keputusan, salah satunya adalah dengan mendirikan Kementrian Agama.
b.   Pembentukan Kementrian Agama
       Pembentukan Kementrian Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas agar dalam Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian Agama resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang diangkat pada 12 Maret 1946.
       Awalnya kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masing-masing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan masyarakat Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Agama serta Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Pegawai.
    c.  Pendidikan
       Setelah merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Salah satu tugas penting yang dilakukan Departemen Agama adalah menyelenggarakan, membimbing, dan mengawasi pendidikan agama. Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk pendidikan Islam zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjutkan agar pendidikan madrasah diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada madrasah. Departemen Agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan guru-guru Agama, dan mengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang diantaranya kemudian diangkat sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
d.   Hukum Islam
       Salah satu lembaga Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen Agama adalah hukum atau syariat. Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal hukum muamalat bersifat pribadi. Hukum muamalat pun terbatas pada masalah nikah, cerai, rujuk, hukum waris itu. (paraid/manicure faraidh, wakaf hibah dan baitul mal).
       Keberadaan lembaga pengadilan agama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa colonial belanda. Pada masa pendudukan Jepang, pengadilan agama tidak mengalami perubahan. Setelah Indonesia merdeka jumlah pengadilan agama bertambah, tetapi administrasinya tidak segera dapat diperbaiki. Sementara itu, belum ada kitab undang-undang yang seragam yang dapat dijadikan pegangan para hakim dan pengadilan Agama didominasi oleh golongan tradisionalis. Karena itulah, sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) dan Fakultas Syariah di perguruan-perguruan tinggi Islam didirikan.
e.   Majelis Ulama Indonesia (MUI)
       Disamping Departemen Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam menyelnggarakan administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu program pemerintah, apalagi yang berkenan dengan agama, hanya bisa berhasil dengan baik bila disokong oleh ulama. Karena itu, kerja sama antara pemerintah dan ulama perlu terjalin dengan baik. Pertama kali Majelis Ulama didirikan pada masa pemerintahan Soekarno. Majelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untuk menjamin keamanan. Di Jawa Barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1958 diketuai oleh seorang panglima Militer. Setelah keamanan sudah pulih dari pemberontakan DI-TII tahun 1961, Majelis Ulama ini bergerak dalam kegiatan-kegiatan di luar persoalan keamanan, seperti dakwah dan pendidikan.

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

       Proses masuknya Islam ke Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami    perkembangannya pada abad 13 dengan munculnya kerajaan kerajaan Islam, seperti Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram, Kerajaan Ternate-Tidore, Kerajaan Gowa-Tallo.
       Perkembangan Peradaban Islam sebelum kemerdekaan ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam pada masa kesultanan dan pada masa penjajahan saat Indonesia masih dikuasai oleh orang-orang Barat, sedangkan pada masa sesudah kemerdekaan Indonesia perkembangan Islam lebih pesat lagi yaitu dengan didirikannya Departeman Agama, Lembaga Pengadilan Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
 

B.  Saran

       Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan kita semua lebih mengetahui dan memahami sejarah perkembangan peradaban Islam di Indonesia, karena sejarah bukan untuk dilupakan melainkan untuk diingat dan dihargai prosesnya. Untuk saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA


Djoened, Poesponegoro Marwati dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia III, Cet.8. Jakarta: Balai Pustaka

No comments:

Post a Comment