MAKALAH WADI'AH : BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)
BAB I
PENDAHULUAN
Baitul Maal wat Tamwil atau biasa
disebut BMT merupakan lembaga keuangan syariah yang menggunakan berbagai macam
prinsip dalam kegiatan usahanya. Prinsip yang digunakan oleh BMT antara lain
prinsip syariah, prinsip ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Menurut UU No. 21
Tahun 2008 tentang prinsip syariah menerangkan bahwa prinsip syariah adalah
prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Koperasi syariah merupakan prinsip kolektivitas dan ta’awun yang
disyariatkan dalam ajaran islam dalam laporan perekonomian dapat diwujudkan
dalam bentuk organisasi koperasi.. kerjasama ekonomi dalam koperasi ini
dilaksanankan berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan saling memperkuat
serta berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan saling memperkuat serta
berdasarkan prinsip persamaan kepentingan antara sesame anggota koperasi. Koperasi
syariah juga memiliki pengertian yang sama yang kegiatan usahanya bergerak
dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah),
atau lebih dikenal dengan koperasi jasa
keuangan syari’ah. Oleh karena itu, secara garis besar koperasi syariah
memiliki aturan yang sama dengan koperasi umum, namun yang membedakannya adalah
produk-produk yang ada dikoperasi umum diganti dan disesuaikan nama dan
sistemnya dengan tuntunan dan ajaran agama islam.
Al-wadiah
ialah titipan atau simpanan yang dalam lembaga keuangan syari’ah merujuk pada
perjanjian, dimana nasabah menyimpan uang LKS termasuk bank dengan tujuan agar LKS/ bank syari’ah
bertanggung jawab menjaga uang yang disimpannya dan menjamin pengembalian uang
tersebut bila nantinya akan diminta kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian BMT
BMT adalah kependekan kata balai
usaha mandiri terpadu atau baitul mal wat tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro
(LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. BMT sesuai namanya
terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
1.
Baitul
tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatanpengembangan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2.
Baitul
mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, shadaqah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.[1]
B.
Pengertian koperasi
Koperasi syariah merupakan prinsip
kolektivitas dan ta’awun yang disyariatkan dalam ajaran islam dalam laporan
perekonomian dapat diwujudkan dalam bentuk organisasi koperasi.. kerjasama ekonomi
dalam koperasi ini dilaksanankan berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan
saling memperkuat serta berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan saling
memperkuat serta berdasarkan prinsip persamaan kepentingan antara sesame
anggota koperasi.
Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi
dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Koperasi Simpan Pinjam Syariah
merupakan bentuk kepedulian ekonomi mikro dan kecil terhadap pengusaha atau
masyarakat, dimana sebagaian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya
disana. Disaat mereka membutuhkan permodalan untuk meningkatkan usahanya serta
mendatangkan keberkahan, sementara pihak bank tidak bisa memenuhinya
dikarenakan tidak layak diberikan pinjaman yang dibutuhkan.
Koperasi syariah juga memiliki pengertian yang sama yang kegiatan usahanya
bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil
(syariah), atau lebih dikenal dengan
koperasi jasa keuangan syari’ah. Oleh karena itu, secara garis besar koperasi
syariah memiliki aturan yang sama dengan koperasi umum, namun yang
membedakannya adalah produk-produk yang ada dikoperasi umum diganti dan
disesuaikan nama dan sistemnya dengan tuntunan dan ajaran agama islam.[2]
C. Tujuan Koperasi Syariah
Tujuan sistem koperasi syariah menurut Nur S Buchori (2008;19) yaitu:
Mensejahterakan ekonomi anggotanya sesuai norma dan norma
islam, menciptakan persaudaraan dan keadilan sesama anggota. Pendistribusian
pendapatan dan kekayaan yang merata sesama anggota berdasarkan kontribusinya,
kebebasan pribadai dalam kemaslahatan social yang didasarkan pada pengetahuan
bahwa manusia diciptakan hanya untuk tunduk kepada Allah, meningkatkan kesejahteraan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun
tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
D. Landasan Koperasi Syariah
a. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor: 35/PER/M.KUMK/X/2007 tentang pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa
Keuangan Syariah.
b. Koperasi syariah berlandasan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
c. Koperasi syariah berdasarkan syariah Islam yaitu al-quran dan as-sunnah
dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful).
E. Prinsip Koperasi Syariah
a. Berdasarkan syariah islam, yaitu Al-qur’an dan Assunah secara
tolong-menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful)
b. Berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar tahun 1945
c. Berdasarkan azaz kekeluargaan dan kepentingan bersama
F. Syarat Usaha Koperasi Syariah
1. Semua kegiatan di dalam koperasi ini merupakan kegiatan usaha yang halal,
baik, bermanfaat, dan menguntungkan dengan sistem bagi hasil.
2. Koperasi ini harus menjalankan fungsi dan perannya sebagai badan usaha
sebagaimana disebutkan dalam sertifikasi usaha koperasi.
3. Setiap usaha yang dijalankan oleh koperasi ini harus mengacu pada fatwa dan
ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
4. Setiap usaha yang dijalankan oleh koperasi ini tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku diindonesia.[3]
G.
Prinsip Al-wadiah dalam BMT dan
Koperasi Syari’ah
Wadiah
dalam bahasa fiqh berarti barang titipan atau memberikan,juga diartikan
memberikan harta untuk dijaganya dan pada penerimaanya. Karena itu, istilah
wadiah sering disebut sebagai sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya
supaya dijaga.[4]
Dengan kata lain wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak
ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Selain
itu wadiah dapat juga diartikan akad seseorang kepada pihak lain dengan
menitipkan suatu barang untuk dijaga secara layak (menurut kebiasaan). Dari
pengertian ini dapat dipahami bahwa apabila ada kerusakan pada benda titipan,
padahal benda tersebut sudah dijaga sebagaimana layaknya, maka si penerima
titipan tidak wajib menggantinya. Menurut syaikh shaleh bin fauzan al-fauzan dalam
kitabnya mulakhkhas fiqih, menyebutkan diantara aturan dalam wadiah adalah
wajib bagi penerima titipan untuk menjaga titipan pada tempat yang semestinya
sebagaimana dia menjaga hartanya sendiri. Sebab Allah telah memerintanya untuk
menjaga barang titipan sebagaimana menjaga harta pribadinya. Penerima titipan
diperbolehkan untuk menyerahkan titipan kepada orang lain yang biasa menyimpan
hartanya dan dipercaya, apabila titipan hilang atau rusak ditangan salah
seorang dari mereka tanpa ada yang melakukan pelanggaran maupun keteledoran
maka penerima simpanan tidak harus menggantinya, namun jika dia menyerahkan
kepada orang asing baginya maupun bagi pemiliknya, lalu titipan itu hilang atau
rusak maka penerima titipan harus menggantinya.
Wadiah
sendiri dibedakan menjadi dua yaitu Wadiah Yad Amanah dan Wadiah Yad Dhamanah. Jika
wadiah Yad amanah ialah wadiah dimana penerima titipan tidak bertanggung
jawab atas kehilangan atau kerusakan barang yang dititipkan selama bukan
akibat dari kelalaian yang dititipi. Pihak
yang menerima titipan pada wadiah yad al-amanah, tidak boleh menggunakan dan
memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada
penitip sebagai biaya titipan. Dengan demikian, penitip tidak akan
mendapatkan keuntungan dari titipannya, bahkan dia dibebankan memberiakn biaya
penitipan, sebagai jasa bagi pihak perbankan. Jika wadiah yad Dhamanah
adalah wadiah dimana penerima titipan memanfaatkan titipan tersebut dengan
seizing pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara
utuh setiap saat kala pemilik menghendakinya. Akad penitipan tersebut, pihak
yang diberi kepercayaan dapat memanfaatkan barang titipan dan bertanggung jawab
atas titipan tersebut apabila terjadi kerusakan atau kelalaian dalam menjaganya
dan keuntungan dari pemanfaatannya barang titipan tersebut menjadi hak penerima
titipan.[5]
Konsep
wadiah di BMT yang sering dipergunakan dalam prakteknya adalah Wadiah Yad
Dhamanah yang merupakan akad penitipan barang atau uang (umumnya berbentuk
uang) kepada BMT dan BMT berkewajiban untuk menjaga barang atau uang yang sudah
dipecayakan untuk dititipkan, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakan dana
tersebut, atas akad ini pemilik dana titipan akan mendapatkan imbalan berupa
bonus yang besarnya sangat tergantung dengan kebijakan manajemen BMT dan tidak
bisa diperjanjikan diawal akad.
H.
Landasan hukum Al-wadiah
Wadiah
merupakan amanat yang harus ditanggung oleh pihak penerima titipan. Pemilik
titipan berhak mengambilnya kapan saja atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, transaksi
semacam ini diperbolehkan dalam Islam sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran
dan Al Hadis:[6]
1.
AL-Baqarah:283
Artinya: “jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak
mendapat seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang di pegang tapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklahia bertakwa kepada Allah Tuhannya”.( QS.
al-Baqarah: 283).
2.
QS. An-nisa:58
Artinya : “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha
melihat”.(QS.An-nisa:58).
I. Rukun Dan Syarat Al-wadi’ah
Menurut
ulama ahli fiqh imam Abu Hanafi mengatakan bahwa rukun wadi’ah hanyalah ijab
dan qobul. Namun menurut jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga
yaitu:
a) Orang yang berakad Menurut mazhab Hanafi, orang yang berakad harus berakal.
Anak kecil yang tidak berakal (mumayyiz) yang telah diizinkan oleh walinya,
boleh melakukan akad wadi’ah. Mereka tidak
menyaratkan baligh dalam soal wadi’ah.
b) Barang
titipan Barang titipan harus jelas dan dapat dipegang dan dapat dikuasai.
Maksudnya, barang titipan itu dapat diketahhui jenisnya dan identitasnya dan
dikuasai untuk dipelihara. Barang yang dititipkan merupakan hak milik pribadi
yaitu muwadi, milik pribadi adalah salah satu syarat wadi’ah disamping yang
bertransaksi dan sighat.
c) Sighat, ijab dan qabul Disyaratkan dapat dimengerti dengan jelas maupun
samar.
Sebagai konsekuensi dari wadi’ah, semua
keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank,
demikian juga ia adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian.
Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan
keamanan terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya.
karena wadi’ah dialihkan sebagai qardh (pinjaman), bank sebagai penerima titipan, sekaligus juga
pihak yang telah memanfaatkan dana tersebut
sebagai qardh, tidak dilarang untuk memberikan semacam intensif berupa bonus
dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan
nominal atau persentase secara advance, tetapi betul-betul merupakan
kebijaksanaan dari manajemen bank.
Fatwa DSN MUI No.86/DSN-MUI/XII/2012 tentang
Hadiah dalam Penghimpunan Dana di Lembaga Keuangan Syariah menyatakan bahwa
hadiah (wadiyah) adalah pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan
agar nasabah loyal kepada lembaga keuangan syariah. Dalam putusan ketentuan
terkait hadiah, bahwa hadiah promosi yang diberikan lembaga keuangan syariah
kepada nasabah harus berbentuk barang atau jasa, tidak boleh dalam bentuk uang
dan dalam hal akad penyimpanan dana adalah akad wadi’ah, maka hadiah promosi
diberikan oleh lembaga keuangan syariah sebelum terjadi akad wadiah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
BMT adalah kependekan kata balai usaha mandiri terpadu atau baitul
mal wat tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip syari’ah
Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi
Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak
dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).
Koperasi Simpan Pinjam Syariah merupakan bentuk kepedulian
Selain itu wadiah dapat juga diartikan akad seseorang kepada pihak lain
dengan menitipkan suatu barang untuk dijaga secara layak (menurut kebiasaan). Dari pengertian
ini dapat dipahami bahwa apabila ada kerusakan pada benda titipan, padahal
benda tersebut sudah dijaga sebagaimana layaknya, maka si penerima titipan
tidak wajib menggantinya. Menurut syaikh shaleh bin fauzan al-fauzan dalam
kitabnya mulakhkhas fiqih, menyebutkan diantara aturan dalam wadiah adalah
wajib bagi penerima titipan untuk menjaga titipan pada tempat yang semestinya
sebagaimana dia menjaga hartanya sendiri
B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, kritik dan
saran selalu kami harapkan agar dapat kami buat sebagai panduan dalam pembuatan
makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat menambah pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra Andri, 2009 bank dan lembaga keuangan
syari’ah, jakarta, kencana prenada,Jakarta
Bashith Abdul, 2008 islam dan manajemen koperasi,
press, malang
Nurnatati Fitri, 2008 koperasi syariah,
surakarta, pt. Era intermedia
Suwiknyo Dwi, 2010 kompilasi tafsir ayat-ayat ekonomi islam,
yogyakarta, pustaka pelajar
Muljono Djoko, 2015 buku ointar akuntansi perbankan dan lembaga keuangan
syari’ah, yogyakarta, andi
Ridwan Muhammad, 2004 mamajemen baitul maal wat tamwil, yogyakarta press
[1] Andri
soemitra, bank dan lembaga keuangan syari’ah, ( Jakarta, kencana prenada
media group, 2009),h.451
[2] Abdul
bashith, islam dan manajemen koperasi,
(malang, UIN-Malang press, 2008),h.41
[3] Fitri Nurhatati dan Ika Saniyati Rahmaniyah,
Koperasi Syariah, (Surakarta: PT. Era Intermedia, 2008), hal. 16
[5] Djoko muljono,
buku pintar akuntansi perbankan dan lembaga keuangan syari’ah,
(Yogyakarta, ANDI,2015),h.55-56
No comments:
Post a Comment