MAKALAH : PROSES PSIKOLOGI PENYAMPAIAN DAN PENERIMAAN DAKWAH
KATA PENGANTAR
BAB I
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Segala syukur
penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun
langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan
makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
baik dari cara penulisan, maupun isinya , Namun penulis berharap isi dari
makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, seperti kata pepatah “Tak ada
gading yang tak retak” begitupun juga makalah ini. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah
ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan memberikan
banyak manfaat kepada pembaca pada umumnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw.
“sebaik-baik diantara manusia sekalian ialah orang yang memberi manfaat kepada
orang lain”.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Proses pelaksanaan (penyampaian dan penerimaan)
dakwah tidak terlepas dari faktor bahasa sebagai salah satu alat komunikasi
(penyampaian pesan dari Da’i kepada Mad’u). Dalam kenyataannya ketika seorang
Da’i terjun ke bidang dakwah, Da’i akan bertemu dengan Mad’u dengan berbagai
bahasa dan dialek yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Kerena dalam proses dakwah Da’i akan berharap dengan
Mad’u yang memiliki bahasa yang beragam, maka seharusnyalah seorang Da’i
mengenal bahkan menguasai bahasa Mad’u tersebut agar komunikasi yang efektif
dapat dicapai. Dalam makalah ini penulis akan menguraikan mengenai proses
penyampaian da penerimaan dakwah di masyarakat.
1. Bagaimana proses
penyampaian dakwah?
2. Bagaimana proses
penerimaan dakwah?
BAB II
PEMBAHASAN
Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat
dijelaskan melalui tahapan-tahapan, yaitu:[1]
1. Penerimaan
stimulus informasi
2. Pengolahan
informasi
3. Penyimpanan
informasi
4. Menghasilkan
kembali suatu informasi
Sebagaimana diungkapkan diatas, pesan dakwah harus disampaikan dengan
hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahan yang baik pula. Dakwah dengan
hikmah telah ditafsirkan oleh sebagian ahli tafsir sebagai perkataan yang tegas
dan benar, hyang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. Menurut Prof.
Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori, kata hikmah ini tidak hanya terbatas pada
definisi tersebut. Hikmah dapat pula diartikan sebagai penggunaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan.
Dalam tinjauan psikologi komunikasi, ada tiga faktor penting yang sangat
menentukan keberhasilan dakwah yaitu:
1. Pertama, yang
menyampaiakan dakwah (communicator)
2. Kedua, teknik
penyampaian dakwah (communocation)
3. Ketiga, siapa penerima
pesan dakwah (audience/objek dakwah)[2]
Menurut Mc Guiere, salah satu penggagas teori perubahan sikap, sebagaiman
yang dikutip Ancok dan Nashori, proses perubahan sikap seseorang dari tidak
tahu atau tidak menerima suatu pesan ke menerima suatu pesan berlangsung
melalui tiga peroses di atas. Dimana setiap muslim wajib berdakwah kapan dan
dimana saja, namun berdakwapun meemrlukan menegemen dakwah apabila menghadapi
suatu majelis atau jamaah besar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum
berdakwah adalah:
1. Langkah pertama
a. Menentukan topik
dakwah
b. Men-setting
tujuan akhir suatu dakwah
c. Mengidentifikasi
medan serta khalayak yang akan menerima pesan dakwah
d. Memilih waktu
yang paling tepat untuk berdakwah
e. Mempersiapkan
materi yang relevan dan konsisten
2. Langkah Kedua,
teknik penyajian dakwah yang efektif
a. Topik dan waktu
yang tepat, berdasarkan permasalahan yang sedang terjadi di daerah tersebut
b. Analisa
khalayak, yaitu mengetahui siapakah pendengar kita (usia, tingkat pendidikan,
dll) dan yang penting juga diperhatikan adalah apakah obyek dakwah sudah
terkena fikrah atau belum
c. Memilih dan
memilah meteri dakwah
d. Mempersiapkan
alat peraga, merupakan bentuk-bentuk visual yang diperlihatkan kepada khalayak,
karena melihat itu lebih efektif daripada mendengar. Menurut The Second
Limited:
1) Efektivitas daya
lihat 83%
2) Efektivitas daya
Dengar 11%
3) Efektivitas daya
Cium 3,5%
4) Efektivitas daya
Raba 1,5%
5) Efektivitas daya
Kecap (lidah) 1%[3]
Syeikh Muhammad Abdul, sebagaimana dikutip Munir dalam bukunya Metode
Dakwah, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara garis
besar dibagi menjadi 3 golongan yang masing-masing harus dihadapi dengan cara
yang berbeda-beda pula:
1. Ada golongan
cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara keritis dan
cepat dalam menangkap arti persoalan. Mereka ini, harus dipanggil atau diseru
dan diberi nasihat dengan hikmah, yaitu dengan alasan-alasan, dengan
dalil-dalil yang dapat diterima oleh mereka.
2. Ada golongan
awam, adalah orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, juga
belum dapat menangkap pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka ini sebaiknya
diseru/diberi nasihat dengan cara mau’idlati hasanah atau dengan anjuran atau
didikan yang baik dan ajaran yang mudah dipahami.
3. Ada golongan
yang tingkat kecerdasannya diantara dua golongan tersebut, yaitu orang yang
belum dapat dicapai dengan hikmat, akan tetapi tidak sesuai juga bila
dinasihati seperti golongan orang awam. Mereka ini suka membahas sesuatu,
tetapi tidak hanya dalam batas yang tertentu dan tidak sanggup mendalam benar.
Merekaini sebaiknya diseru/dinasehati dengan cara mujadalah billati hiya ahsan,
yakni dengan cara bertukar pikiran guna mendorong mereka supaya berpikir secara
sehat dan dengan cara yang lebih baik.[4]
Proses bagaimana Mad’u menerima informasi, mengolahnya, menyimpan, dan
menghasilkan informasi dalam psikologi komunikasi disebut sebagai Sistem
Komunikasi Intra Personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi, memori, dan
berfikir.
Tahap awal dari penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari
kata “sense”, artinya pengindraan yang menghubungkan organisme dengan
lingkungannya. Dalam psikologi komunikasi dijelaskan bahwa sensasi adalah
proses menangkap stimuli (rangsang).[5]
Fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting.
Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih
dari itu melalui alat indralah manusia memperoleh pengetahuan dan semua
kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Dalam kegiatan dakwah, ketika
seorang Da’i tampil kemimbar, maka stimuli yang ditangkap Mad’u pada awalnya
adalah sosok tubuhnya (oleh indra mata) kemudian setelah berpidato, Mad’u
menangkap stimuli suaranya (oleh indra pendengaran) dan seterusnya.[6]
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa dan hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi
adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh
pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Seperti juga
halnya sensasi, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. David
Krech dan Ricard S. Cruthfield menyebutnya faktor fungsional dan faktor
struktural.
Perhatian adalah proses mental di mana kesadaran terhadap suatu stimuli
yang lain lemah. Penarik perhatian bisa datang dari luar (eksternal), bisa juga
dari dalam diri yang bersangkutan (internal). Faktor luar (eksternal) yang
secara psikologis menarik perhatian biasanya mempunyai sifat-sifat yang menonjol
dibanding yang lain, misalnya karena gerakan atau karena unsur kontras,
kebaruan, atau pengulangan.
a. Faktor Eksternal
(penarik perhatian)
1) Prinsip Gerakan
Secara psikologis, benda kecil yang bergerak-gerak pasti lebih menarik
perhatiannya dibanding benda-benda besar yang diam. Atas dasar prinsip ini,
maka seorang orator atau mubalig sering kali menggerak-gerakkan tangannya atau
sesekali kepalanya ketika sedang berpidato, karena dengan gerakan tangan itu
perhatian pendengar tertuju padanya.
2) Prinsip Kontras
Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain.
Suara keras di tengah keheningan, sorot lampu ditengah kegelapan, warna merah
pada latar belakang putih pasti menarik perhatian. Oleh karena itu, pidato
ditengah kerumunan orang banyak memerlukan pengeras suara, karena dalam hal ini
suara mubalig menjadi kontras mengalahkan suara obrolan orang banyak.
3) Prinsip Kebaruan
Segala sesuatu yang baru pasti menarik perhatian manusia, orang baru,
barang baru, dan juga ide baru. Hal-hal yang baru menarik perhatian karena
biasanya di dalamnya terkandung penilaian hebat, luar biasa, berbeda dari
biasanya, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan dakwah, seorang Da’i harus dapat tampil dengan
mengetengahkan hal yang baru, berbeda dan jika mungkin yang hebat untuk dapat
menarik perhatian Mad’u. Kebaruan sesuatu tidak mesti bersifat keseluruhan,
tapi bisa juga barang lama dalam kemasan baru, atau pendapat lama dengan
ilustrasi yang baru.
4) Prinsip
Perulangan
Secara psikologis, perulangan mendengar, perulangan perjumpaan, dan
pengulangan merasa dapat menjadi faktor penarik perhatian, apalagi disertai
sedikit variasi. Disini unsur “familiarity” (yang sudah kita kenal) berpadu
dengan unsur “novelty” (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur
sugesti, dimana dapat mempengaruhi bawah sadar kita. Contoh yang paling mudah
adalah berupa efektifnya iklan produk yang ditayangkan berulang-ulang di
televisi dalam menarik perhatian pembeli.
b. Faktor Internal
(penaruh perhatian)
1) Faktor Biologis
Orang lapar cenderung tertarik perhatiannya kepada makanan, orang haus
lebih tertarik pada minuman, sedangkan orang yang kelelahan lebih tertarik
perhatiannya kepada kursi atau tempat tidur.
2) Faktor Sosiopsikologis
Sikap, kebiasaan, dan kemauan seseorang biasanya mempengaruhi perhatiannya.
Ketika rombongan dari Jakarta terdiri dari ahli pertanian, dokter, dokter
hewan, seniman, dan ulama mengunjungi masyarakat pedalaman Irian Jaya, maka
pusat perhatian mereka ternyata berbeda.
3) Faktor
Fungsional
Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi berasal dari kebutuhan,
kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya. Seperti dua
orang mahasiswa yang sedang duduk dikantin, yang satu lapar yang lain haus.
Yang pertama cenderung mempersepsi isi etalase kanting sebagai nasi dan daging
sedangkan yang satunya cenderung mempersepsi spite dan coca
cola.
4) Faktor
Struktural
Menurut teori Gestalt, bila seseorang mempersepsi sesuatu, maka ia
mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian-bagian. Misalnya ketika
melihat wajah cantik wanita, maka yang dipersepsi bukan hanya wajahnya, tapi
keseluruhan tubuh sang gadis karena wajah hanya merupakan bagian dari struktur
tubuh.[7]
Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuan menyimpan informasi yang
sangat banyak dalam waktu yang lama dan dapat mengingat kembali. Jika komputer
mampu menyimpan data yang untuk suatu saat dapat dipanggil kembali, maka
kemampuan manusia menyimpan informasi (data) dan bagaimana mudahnya mengingat
atau memanggil informasi itu sangat canggih dibanding komputer.
Jadi, apa yang ditangkap pancaindra (sensasi) kemudian diubah menjadi informasi
(persepsi) selanjutnya disimpan di dalam memori (ingatan). Dengan demikian
memori adalah suatu sistem yang sangat berstruktur yang menyababkan organisme
sanggup merekam fakta tentang dunia.[8]
a. Mekanisme Memori
Sudah lama orang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara
praktis,orang ingin mencari cara-cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori.
Bukankah bila memori kita handal, kita dapat menggunakannya sebagai arsip yang
murah, praktis dan efisien. Tetapi memori kita sering tidak berfungsi, kita
sering lupa. Untuk mengetahui pekerjaan memori, perlu melalui tiga tahap :
1) Perekaman
informasi yang berasal dari persepsi dicatat melalui jaringan saraf.
2) Penyimpanan
informasi dalam bentuk tertentu dalam waktu tertentu.
3) Penyimpanan bisa
aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambah informasi
tambahan. Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Informasi ini
berkembang terus, bisajuga berkembang sendiri.
4) Pemanggilan atau
mengingat kembali apa yang telah disimpan baik sekedar terlintas atau memang
sengaja diingat-ingat karena informasi tersebut memang diperlukan.[9]
Kapasitas memori tiap orang berbeda-beda, ada yang selalu mengingat sampai
detail apa yang dialami puluhan tahun yang lalu, ada yang cepat lupa, ada juga
yang apabila memorinya mencatat informasi baru, informasi lama terlupakan.[10]
Berpikir adalah suatu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan
lambang sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir merupakan manipulasi
atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan
lambang-lambang,sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.
Berfikir merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi, dan memori
yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimulasi. Dalam berfikir seseorang
melibatkan sensasi, persepsi, dan memori sekaligus. Dalam kehidupan, berfikir
diperlukan untuk memecahkan persoalan, untuk mengambil keputusan, dan untuk
melahirkan sesuatu yang baru. Pola berfikir manusia dapat diklarifikasikan
menjadi tiga:
a. Metode berfikir
realistis
Berfikir realistis (nalar-nadzara) biasanya dibedakan menjadi dua metode:
1) Metode berfikir
deduktif yang mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
2) Metode berfikir
induktif yang dimulai dari pernyataan khusus untuk kemudian mengambil
kesimpulan umum atau mengambil kesimpulan umum dari pernyataan khusus.
Disamping kedua metode tersebut masih ada metode lainnya yaitu metode
berfikir evaluatif yang artinya berfikir kritis,memilah-milah masalah,dan
menilai apakah sesuatu itu baik atau tidak,tepat atau tidak tepat.meskipun
kemampuan berfikir kritis atau kemampuan menggunakan metode berfikir itu
merupakan ciri intelektualitas seseorang,tetapi bukan berarti setiap orang
inteleknya pasti berfikir logis.
b. Berfikir kreatif
Metode berfikir digunakan dengan agar memperoleh rumusan atau kesimpulan
yang benar atau keputusan yang tepat, pemecahan masalah yang tepat atau
penemuan yang valid. Meski demikian untuk semua masalh dapat diselesaikan
dengan metode berfikir yang konvensional. Metode tertentu memang cocok untuk
masalah tertentu dan tidak cocok untuk masalah lain.
Untuk memecahkan persoalan yang dilematis diperlukan cara berfikir kreatif.
Berfikir kreatif adalah berfikir dengan menggunakan metode baru, konsep baru,
penemuan baru. Urgensi pemikiran kreatif bukanlah pada kebaruannya tetapi pada
relevansinya dengan pemecahan masalh. Karena kebaruan dan tidak konvensionalnya
metode berfikir kreatif, maka orang yang kreatif sering sering tidak dipahami
oleh orang kebanyakan atau tidak jarang dianggap aneh atau gila.Proses berfikir
kreatif menurut para psikolog, melalui lima tahap:
1) Orientasi, yakni
merumuskan dan mengidentifikasi masalah.
2) Preparasi, yakni
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi.
3) Inkubasi, yaitu
berhenti dulu ketika menghadapi kesulitan mencari jalan pemecahan.
4) Iluminasi, yaitu
mencari ilham.
5) Vertifikasi,
yaitu menguji dan menilai secara kritis pemecahan masalah yang dipikirkan.[11]
Timbulnya pemikiran kreatif di samping didorong oleh kapasitas personal
yang memang kreatif,juga dipengaruhi oleh situasi kebudayaan yang
melingkinginya. Ciri-ciri orang kreatif menurut Colemen dan Hammen antara lain:
1) Kemampuan
Kognitif: memiliki kecerdasan rata-rata,kemampuan melahirkan gagasan
baru,gagasan yang berlainan,dan fleksibilitas kognitif.
2) Sikap yang
terbuka, orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan
eksternal serta memiliki minat yangberagam dan luas.
3) Sikap yang
bebas, otonom, dan percaya diri, orang kreatif tidak senang “digiring”, dimana
mereka ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya,ia tidak terlalu terikat
pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya,orang-orang kreatif
sering dianggap “nyentrik” atau gila .[12]
c. Berfikir dan
bertafakur (merenung)
Dalam pandangan Islam, berfikir hanya diperbolehkan terhadap objek yang
digambarkan dalam hati. Oleh karena itu, nabi menyuruh umatnya akitif berfikir
tentang tentang ciptaan Tuhan dan melarang berfikir tentang Dzat Allah karena
Dzat-Nya tidak mungkin dapat digambarkan wujudnya oleh kapasitas akal manusia.
Nabi mengingatkan bahwa berfikir tentang sesuatu yang berada di luar kapasitas
akal dapat mengakibatkan bencana. Namun demikian bukan berari Al-Qur’an mengungkung
akal, bahkan sebaliknya Al-Qur’an sering menegur manusia karena kurang
menggunakan pikirannya. Sedangkan orang-orang yang suka merenung secara
mendalam tentang fenomena alam sebagai ciptaan Allah (zdikir dan berfikir) oleh
Al-Qur’an diberi gelar sebagai Ulul al-Bab.
Proses pelaksanaan (penyampaian dan penerimaan) dakwah tidak terlepas dari
faktor bahasa sebagai salah satu alat komunikasi (penyampaian pesan dari Da’i
kepada Mad’u). Dalam kenyataannya ketika seorang Da’i terjun ke bidang dakwah,
Da’i akan bertemu dengan Mad’u dengan berbagai bahasa dan dialek yang berbeda
antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Karena dalam proses dakwah Da’i akan berharap dengan Mad’u yang memiliki
bahasa yang beragam, maka seharusnyalah seorang Da’i mengenal bahkan menguasai
bahasa Mad’u tersebut agar komunikasi yang efektif dapat dicapai. Tanpa
mengenal bahasa Mad’u (sasaran dakwah), maka tugas Da’i sebagai penyampai
ajaran Islam tidak akan dapat terlaksana dengn baik. Sejarah telah membuktikan
bahwa Allah selalu mengangkat nabi dan rasul yang diperuntukkan untuk kaum dari
kalangan kaum itu sendiri yang memiliki bahasa yang sama.
Proses tahap-tahap dalam proses penerimaan pesan dakwa sebagaimana telah
disebutkan di atas bahwa kalimat Da’watun dapat diartikan dengan
undangan,seruan atau ajakan, yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi
antara dua pihak dimana pihak pertama (Da’i) berusaha menyampaikan informasi,
mengajak dan mempengaruhi pihak kedua (Mad’u).
Pengalaman berdakwah menunjukkan ada orang yang cepat tanggap terhadap
seruan dakwa ada yang acuh tak acuh dan bahkan ada yang bukan hanya tidak mau
menerima tetapi juga melaean dan menyarang balik.
Proses penyampaian dan penerimaan dakwah itu di lihat dari sudut psikologi
tidaklah sesederhana penyampaian pidato oleh Da’i dan di dengar oleh
Mad’u,tetapi mempunyai makna yang luas,meliputi penyampaian energi dalam sistem
syaraf,gelombang suara dan tanda-tanda. Ketika proses suatu dakwah
berlangsung,terjadilah penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak,baik dalam
peristiwa penerimaan pesan dan pengolahan informasi,maupun pada proses saling
mempengaruhi dari kedua belah pihak.[13]
Menurut teori komunikasi,proses dakwah dapat di lihat sebagai kegiatan
psikologis yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Pertama,diterimanya
stimuli (rangsang) oleh organ-organ penginderaan,berupa orang,pesan,warna atau
aroma.
2) Kedua, rangsang
yang diterima Mad’u berupa-rupa,warna,suara,aroma dan pesan dakwah yang
disampaikan oleh Da’i. Kemudian diolah dalam benak Mad’u (hadirin),
dihubung-hubungkan dengan pengalaman masa lalu masing-masing disimpulkan oleh
masing-masing.meskipun peasn dakwah oleh Da’i itu di maksudkan A, tapi
kesimpulan Mad’u boleh jadi B, C atau D.
3) Ketiga untuk
merespon tahapan ceramah atau seruan ajakan Da’i (misalnya tepuk tangan,
berteriak, mengantuk atau kerena bosan kemudian meninggalkan ruangan), pikiran
hadirin bekerja, mengingat-ingat apa yang pernah terjadi dimasa lalu. Dari
memori itu para hadirin kemudian meramalkan bahwa jika hadirin melakukan
tindakan X, maka Da’i akan melakukan tindakan Y. Jika X maka Y.
4) Keempat, setelah
itu barulah akan merespon terhadap ajakan Da’i, dan respon dari hadirin itu
merupakan umpan balik bagi Da’i.[14]
BAB III
PENUTUP
1. Proses
penyampaian pesan dakwah
a. Langkah pertama
1) Menentukan topik
dakwah
2) Men-setting
tujuan akhir suatu dakwah
3) Mengidentifikasi
medan serta khalayak yang akan menerima pesan dakwah
4) Memilih waktu
yang paling tepat untuk berdakwah
5) Mempersiapkan
materi yang relevan dan konsisten
b. Kedua, teknik
penyajian dakwah yang efektif
1) Topik dan waktu
yang tepat.
2) Analisa
khalayak.
3) Memilih dan
memilah meteri dakwah.
4) Mempersiapkan
alat peraga.
Tahap-tahap dalam proses penerimaan pesan dakwah sebagaimana telah
disebutkan di atas bahwa kalimat Da’watun dapat diartikan dengan undangan,
seruan atau ajakan, yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua
pihak dimana pihak pertama (Da’i) berusaha menyampaikan informasi, mengajak dan
mempengaruhi pihak kedua (Mad’u).
2. Proses
penerimaan pesan dakwah
a. Sensasi
b. Persepsi
c. Memori
d. Berpikir
Ketika proses suatu dakwah berlangsung, terjadilah penyampaian energi dari
alat-alat indera ke otak, baik dalam peristiwa penerimaan pesan dan pengolahan
informasi, maupun pada proses saling mempengaruhi dari kedua belah pihak. Proses
dakwah dapat di lihat sebagai kegiatan psikologis yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Pertama,
diterimanya stimuli (rangsang) oleh organ-organ penginderaan.
b. Kedua, rangsang
yang diterima Mad’u berupa-rupa, warna, suara, aroma dan pesan dakwah yang
disampaikan oleh Da’i. Kemudian diolah dalam benak Mad’u (hadirin).
c. Ketiga untuk
merespon tahapan ceramah atau seruan ajakan Da’i (misalnya tepuk tangan,
berteriak, mengantuk atau kerena bosan kemudian meninggalkan ruangan).
Manusia
tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya, kadang-kadang manusia
berbuat yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu, manusia perlu sekali tahu
mengenai diri.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja
maupun yang tidak kami sengaja. Kami minta maaf apabila ada kesalahan dalam
makalah ini, kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar ke depannya
bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaludin dan Anshori, Fuad. 1994. Psikologi
Islam, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
EffendiFaizah , H. Lalu Muchlisin.2006. Psikologi
Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Fisher, B.A. 1978. Prespectives On Human
Communication. New York: Mac-millan Publishing.
Ghazali, M. Bahri.1997. Dakwah Komunikatif.
Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Habib, M.Syafa’at.1982. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta:
Penerbit Widjaya.
Kafie, Jamaludin.1993. Psikologi Dakwah. Surabaya:
Indah Penerbit.
Mubarok, Achmad.1999. Psikologi Dakwah. Jakarta:
Pustaka Firdaus
Munir, Jamaludin.2006.Psikologi Dakwah, edisi
revisi-cetakan ke-2. Jakarta:Kencana.
Rahmat, Jalaludin. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Syukir, Asmuni. 1972. Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
[1] B.A. Fisher. Prespectives On Human
Communication. Mac-millan Publishing: New York. 1978. Hlm 136-142
[2] DjamaludinAncok dan Fuad Anshori. Psikologi
Islam, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Pustaka Belajar:
Yogyakarta. 1994. Hlm 125-128
No comments:
Post a Comment