1

loading...

Wednesday, November 7, 2018

MAKALAH : PROSES PSIKOLOGI PENYAMPAIAN DAN PENERIMAAN DAKWAH

MAKALAH : PROSES PSIKOLOGI PENYAMPAIAN DAN  PENERIMAAN DAKWAH

KATA PENGANTAR


Segala syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari cara penulisan, maupun isinya , Namun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak” begitupun juga makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan memberikan banyak manfaat kepada pembaca pada umumnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. “sebaik-baik diantara manusia sekalian ialah orang yang memberi manfaat kepada orang lain”.


                                                                                    Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
Proses pelaksanaan (penyampaian dan penerimaan) dakwah tidak terlepas dari faktor bahasa sebagai salah satu alat komunikasi (penyampaian pesan dari Da’i kepada Mad’u). Dalam kenyataannya ketika seorang Da’i terjun ke bidang dakwah, Da’i akan bertemu dengan Mad’u dengan berbagai bahasa dan dialek yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Kerena dalam proses dakwah Da’i akan berharap dengan Mad’u yang memiliki bahasa yang beragam, maka seharusnyalah seorang Da’i mengenal bahkan menguasai bahasa Mad’u tersebut agar komunikasi yang efektif dapat dicapai. Dalam makalah ini penulis akan menguraikan mengenai proses penyampaian da penerimaan dakwah di masyarakat.

1.      Bagaimana proses penyampaian dakwah?
2.      Bagaimana proses penerimaan dakwah?

BAB II

PEMBAHASAN


Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan, yaitu:[1]
1.      Penerimaan stimulus informasi
2.      Pengolahan informasi
3.      Penyimpanan informasi
4.      Menghasilkan kembali suatu informasi
Sebagaimana diungkapkan diatas, pesan dakwah harus disampaikan dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahan yang baik pula. Dakwah dengan hikmah telah ditafsirkan oleh sebagian ahli tafsir sebagai perkataan yang tegas dan benar, hyang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. Menurut Prof. Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori, kata hikmah ini tidak hanya terbatas pada definisi tersebut. Hikmah dapat pula diartikan sebagai penggunaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan.
Dalam tinjauan psikologi komunikasi, ada tiga faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan dakwah yaitu:
1.      Pertama, yang menyampaiakan dakwah (communicator)
2.      Kedua, teknik penyampaian dakwah (communocation)
3.      Ketiga, siapa penerima pesan dakwah (audience/objek dakwah)[2]
Menurut Mc Guiere, salah satu penggagas teori perubahan sikap, sebagaiman yang dikutip Ancok dan Nashori, proses perubahan sikap seseorang dari tidak tahu atau tidak menerima suatu pesan ke menerima suatu pesan berlangsung melalui tiga peroses di atas. Dimana setiap muslim wajib berdakwah kapan dan dimana saja, namun berdakwapun meemrlukan menegemen dakwah apabila menghadapi suatu majelis atau jamaah besar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum berdakwah adalah:
1.      Langkah pertama
a.       Menentukan topik dakwah
b.      Men-setting tujuan akhir suatu dakwah
c.       Mengidentifikasi medan serta khalayak yang akan menerima pesan dakwah
d.      Memilih waktu yang paling tepat untuk berdakwah
e.       Mempersiapkan materi yang relevan dan konsisten
2.      Langkah Kedua, teknik penyajian dakwah yang efektif
a.       Topik dan waktu yang tepat, berdasarkan permasalahan yang sedang terjadi di daerah tersebut
b.      Analisa khalayak, yaitu mengetahui siapakah pendengar kita (usia, tingkat pendidikan, dll) dan yang penting juga diperhatikan adalah apakah obyek dakwah sudah terkena fikrah atau belum
c.       Memilih dan memilah meteri dakwah
d.      Mempersiapkan alat peraga, merupakan bentuk-bentuk visual yang diperlihatkan kepada khalayak, karena melihat itu lebih efektif daripada mendengar. Menurut The Second Limited:
1)      Efektivitas daya lihat 83%
2)      Efektivitas daya Dengar 11%
3)      Efektivitas daya Cium 3,5%
4)      Efektivitas daya Raba 1,5%
5)      Efektivitas daya Kecap (lidah) 1%[3]

Syeikh Muhammad Abdul, sebagaimana dikutip Munir dalam bukunya Metode Dakwah, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara garis besar dibagi menjadi 3 golongan yang masing-masing harus dihadapi dengan cara yang berbeda-beda pula:
1.      Ada golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara keritis dan cepat dalam menangkap arti persoalan. Mereka ini, harus dipanggil atau diseru dan diberi nasihat dengan hikmah, yaitu dengan alasan-alasan, dengan dalil-dalil yang dapat diterima oleh mereka.
2.      Ada golongan awam, adalah orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, juga belum dapat menangkap pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka ini sebaiknya diseru/diberi nasihat dengan cara mau’idlati hasanah atau dengan anjuran atau didikan yang baik dan ajaran yang mudah dipahami.
3.      Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara dua golongan tersebut, yaitu orang yang belum dapat dicapai dengan hikmat, akan tetapi tidak sesuai juga bila dinasihati seperti golongan orang awam. Mereka ini suka membahas sesuatu, tetapi tidak hanya dalam batas yang tertentu dan tidak sanggup mendalam benar. Merekaini sebaiknya diseru/dinasehati dengan cara mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan cara bertukar pikiran guna mendorong mereka supaya berpikir secara sehat dan dengan cara yang lebih baik.[4]

Proses bagaimana Mad’u menerima informasi, mengolahnya, menyimpan, dan menghasilkan informasi dalam psikologi komunikasi disebut sebagai Sistem Komunikasi Intra Personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berfikir.

Tahap awal dari penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya pengindraan yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Dalam psikologi komunikasi dijelaskan bahwa sensasi adalah proses menangkap stimuli (rangsang).[5]
Fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu melalui alat indralah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Dalam kegiatan dakwah, ketika seorang Da’i tampil kemimbar, maka stimuli yang ditangkap Mad’u pada awalnya adalah sosok tubuhnya (oleh indra mata) kemudian setelah berpidato, Mad’u menangkap stimuli suaranya (oleh indra pendengaran) dan seterusnya.[6]

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa dan hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Seperti juga halnya sensasi, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. David Krech dan Ricard S. Cruthfield menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural.
Perhatian adalah proses mental di mana kesadaran terhadap suatu stimuli yang lain lemah. Penarik perhatian bisa datang dari luar (eksternal), bisa juga dari dalam diri yang bersangkutan (internal). Faktor luar (eksternal) yang secara psikologis menarik perhatian biasanya mempunyai sifat-sifat yang menonjol dibanding yang lain, misalnya karena gerakan atau karena unsur kontras, kebaruan, atau pengulangan.
a.      Faktor Eksternal (penarik perhatian)
1)      Prinsip Gerakan
Secara psikologis, benda kecil yang bergerak-gerak pasti lebih menarik perhatiannya dibanding benda-benda besar yang diam. Atas dasar prinsip ini, maka seorang orator atau mubalig sering kali menggerak-gerakkan tangannya atau sesekali kepalanya ketika sedang berpidato, karena dengan gerakan tangan itu perhatian pendengar tertuju padanya.
2)      Prinsip Kontras
Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain. Suara keras di tengah keheningan, sorot lampu ditengah kegelapan, warna merah pada latar belakang putih pasti menarik perhatian. Oleh karena itu, pidato ditengah kerumunan orang banyak memerlukan pengeras suara, karena dalam hal ini suara mubalig menjadi kontras mengalahkan suara obrolan orang banyak.
3)      Prinsip Kebaruan
Segala sesuatu yang baru pasti menarik perhatian manusia, orang baru, barang baru, dan juga ide baru. Hal-hal yang baru menarik perhatian karena biasanya di dalamnya terkandung penilaian hebat, luar biasa, berbeda dari biasanya, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan dakwah, seorang Da’i harus dapat tampil dengan mengetengahkan hal yang baru, berbeda dan jika mungkin yang hebat untuk dapat menarik perhatian Mad’u. Kebaruan sesuatu tidak mesti bersifat keseluruhan, tapi bisa juga barang lama dalam kemasan baru, atau pendapat lama dengan ilustrasi yang baru.
4)      Prinsip Perulangan
Secara psikologis, perulangan mendengar, perulangan perjumpaan, dan pengulangan merasa dapat menjadi faktor penarik perhatian, apalagi disertai sedikit variasi. Disini unsur “familiarity” (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur “novelty” (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti, dimana dapat mempengaruhi bawah sadar kita. Contoh yang paling mudah adalah berupa efektifnya iklan produk yang ditayangkan berulang-ulang di televisi dalam menarik perhatian pembeli.

b.      Faktor Internal (penaruh perhatian)
1)      Faktor Biologis
Orang lapar cenderung tertarik perhatiannya kepada makanan, orang haus lebih tertarik pada minuman, sedangkan orang yang kelelahan lebih tertarik perhatiannya kepada kursi atau tempat tidur.
2)      Faktor Sosiopsikologis
Sikap, kebiasaan, dan kemauan seseorang biasanya mempengaruhi perhatiannya. Ketika rombongan dari Jakarta terdiri dari ahli pertanian, dokter, dokter hewan, seniman, dan ulama mengunjungi masyarakat pedalaman Irian Jaya, maka pusat perhatian mereka ternyata berbeda.
3)      Faktor Fungsional
Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi berasal dari kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya. Seperti dua orang mahasiswa yang sedang duduk dikantin, yang satu lapar yang lain haus. Yang pertama cenderung mempersepsi isi etalase kanting sebagai nasi dan daging sedangkan yang satunya cenderung mempersepsi spite dan coca cola.
4)      Faktor Struktural
Menurut teori Gestalt, bila seseorang mempersepsi sesuatu, maka ia mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian-bagian. Misalnya ketika melihat wajah cantik wanita, maka yang dipersepsi bukan hanya wajahnya, tapi keseluruhan tubuh sang gadis karena wajah hanya merupakan bagian dari struktur tubuh.[7]

Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuan menyimpan informasi yang sangat banyak dalam waktu yang lama dan dapat mengingat kembali. Jika komputer mampu menyimpan data yang untuk suatu saat dapat dipanggil kembali, maka kemampuan manusia menyimpan informasi (data) dan bagaimana mudahnya mengingat atau memanggil informasi itu sangat canggih dibanding komputer.
Jadi, apa yang ditangkap pancaindra (sensasi) kemudian diubah menjadi informasi (persepsi) selanjutnya disimpan di dalam memori (ingatan). Dengan demikian memori adalah suatu sistem yang sangat berstruktur yang menyababkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia.[8]
a.      Mekanisme Memori
Sudah lama orang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara praktis,orang ingin mencari cara-cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori. Bukankah bila memori kita handal, kita dapat menggunakannya sebagai arsip yang murah, praktis dan efisien. Tetapi memori kita sering tidak berfungsi, kita sering lupa. Untuk mengetahui pekerjaan memori, perlu melalui tiga tahap :
1)      Perekaman informasi yang berasal dari persepsi dicatat melalui jaringan saraf.
2)      Penyimpanan informasi dalam bentuk tertentu dalam waktu tertentu.
3)      Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambah informasi tambahan. Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Informasi ini berkembang terus, bisajuga berkembang sendiri.
4)      Pemanggilan atau mengingat kembali apa yang telah disimpan baik sekedar terlintas atau memang sengaja diingat-ingat karena informasi tersebut memang diperlukan.[9]
Kapasitas memori tiap orang berbeda-beda, ada yang selalu mengingat sampai detail apa yang dialami puluhan tahun yang lalu, ada yang cepat lupa, ada juga yang apabila memorinya mencatat informasi baru, informasi lama terlupakan.[10]

Berpikir adalah suatu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang,sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.
Berfikir merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi, dan memori yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimulasi. Dalam berfikir seseorang melibatkan sensasi, persepsi, dan memori sekaligus. Dalam kehidupan, berfikir diperlukan untuk memecahkan persoalan, untuk mengambil keputusan, dan untuk melahirkan sesuatu yang baru. Pola berfikir manusia dapat diklarifikasikan menjadi tiga:
a.      Metode berfikir realistis
Berfikir realistis (nalar-nadzara) biasanya dibedakan menjadi dua metode:
1)      Metode berfikir deduktif yang mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
2)      Metode berfikir induktif yang dimulai dari pernyataan khusus untuk kemudian mengambil kesimpulan umum atau mengambil kesimpulan umum dari pernyataan khusus.
Disamping kedua metode tersebut masih ada metode lainnya yaitu metode berfikir evaluatif yang artinya berfikir kritis,memilah-milah masalah,dan menilai apakah sesuatu itu baik atau tidak,tepat atau tidak tepat.meskipun kemampuan berfikir kritis atau kemampuan menggunakan metode berfikir itu merupakan ciri intelektualitas seseorang,tetapi bukan berarti setiap orang inteleknya pasti berfikir logis.
b.      Berfikir kreatif
Metode berfikir digunakan dengan agar memperoleh rumusan atau kesimpulan yang benar atau keputusan yang tepat, pemecahan masalah yang tepat atau penemuan yang valid. Meski demikian untuk semua masalh dapat diselesaikan dengan metode berfikir yang konvensional. Metode tertentu memang cocok untuk masalah tertentu dan tidak cocok untuk masalah lain.
Untuk memecahkan persoalan yang dilematis diperlukan cara berfikir kreatif. Berfikir kreatif adalah berfikir dengan menggunakan metode baru, konsep baru, penemuan baru. Urgensi pemikiran kreatif bukanlah pada kebaruannya tetapi pada relevansinya dengan pemecahan masalh. Karena kebaruan dan tidak konvensionalnya metode berfikir kreatif, maka orang yang kreatif sering sering tidak dipahami oleh orang kebanyakan atau tidak jarang dianggap aneh atau gila.Proses berfikir kreatif menurut para psikolog, melalui lima tahap:
1)      Orientasi, yakni merumuskan dan mengidentifikasi masalah.
2)      Preparasi, yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
3)      Inkubasi, yaitu berhenti dulu ketika menghadapi kesulitan mencari jalan pemecahan.
4)      Iluminasi, yaitu mencari ilham.
5)      Vertifikasi, yaitu menguji dan menilai secara kritis pemecahan masalah yang dipikirkan.[11]
Timbulnya pemikiran kreatif di samping didorong oleh kapasitas personal yang memang kreatif,juga dipengaruhi oleh situasi kebudayaan yang melingkinginya. Ciri-ciri orang kreatif menurut Colemen dan Hammen antara lain:
1)      Kemampuan Kognitif: memiliki kecerdasan rata-rata,kemampuan melahirkan gagasan baru,gagasan yang berlainan,dan fleksibilitas kognitif.
2)      Sikap yang terbuka, orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal serta memiliki minat yangberagam dan luas.
3)      Sikap yang bebas, otonom, dan percaya diri, orang kreatif tidak senang “digiring”, dimana mereka ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya,ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya,orang-orang kreatif sering dianggap “nyentrik” atau gila .[12]
c.       Berfikir dan bertafakur (merenung)
Dalam pandangan Islam, berfikir hanya diperbolehkan terhadap objek yang digambarkan dalam hati. Oleh karena itu, nabi menyuruh umatnya akitif berfikir tentang tentang ciptaan Tuhan dan melarang berfikir tentang Dzat Allah karena Dzat-Nya tidak mungkin dapat digambarkan wujudnya oleh kapasitas akal manusia. Nabi mengingatkan bahwa berfikir tentang sesuatu yang berada di luar kapasitas akal dapat mengakibatkan bencana. Namun demikian bukan berari Al-Qur’an mengungkung akal, bahkan sebaliknya Al-Qur’an sering menegur manusia karena kurang menggunakan pikirannya. Sedangkan orang-orang yang suka merenung secara mendalam tentang fenomena alam sebagai ciptaan Allah (zdikir dan berfikir) oleh Al-Qur’an diberi gelar sebagai Ulul al-Bab.
Proses pelaksanaan (penyampaian dan penerimaan) dakwah tidak terlepas dari faktor bahasa sebagai salah satu alat komunikasi (penyampaian pesan dari Da’i kepada Mad’u). Dalam kenyataannya ketika seorang Da’i terjun ke bidang dakwah, Da’i akan bertemu dengan Mad’u dengan berbagai bahasa dan dialek yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Karena dalam proses dakwah Da’i akan berharap dengan Mad’u yang memiliki bahasa yang beragam, maka seharusnyalah seorang Da’i mengenal bahkan menguasai bahasa Mad’u tersebut agar komunikasi yang efektif dapat dicapai. Tanpa mengenal bahasa Mad’u (sasaran dakwah), maka tugas Da’i sebagai penyampai ajaran Islam tidak akan dapat terlaksana dengn baik. Sejarah telah membuktikan bahwa Allah selalu mengangkat nabi dan rasul yang diperuntukkan untuk kaum dari kalangan kaum itu sendiri yang memiliki bahasa yang sama.
Proses tahap-tahap dalam proses penerimaan pesan dakwa sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kalimat Da’watun dapat diartikan dengan undangan,seruan atau ajakan, yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak dimana pihak pertama (Da’i) berusaha menyampaikan informasi, mengajak dan mempengaruhi pihak kedua (Mad’u).
Pengalaman berdakwah menunjukkan ada orang yang cepat tanggap terhadap seruan dakwa ada yang acuh tak acuh dan bahkan ada yang bukan hanya tidak mau menerima tetapi juga melaean dan menyarang balik.
Proses penyampaian dan penerimaan dakwah itu di lihat dari sudut psikologi tidaklah sesederhana penyampaian pidato oleh Da’i dan di dengar oleh Mad’u,tetapi mempunyai makna yang luas,meliputi penyampaian energi dalam sistem syaraf,gelombang suara dan tanda-tanda. Ketika proses suatu dakwah berlangsung,terjadilah penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak,baik dalam peristiwa penerimaan pesan dan pengolahan informasi,maupun pada proses saling mempengaruhi dari kedua belah pihak.[13]
Menurut teori komunikasi,proses dakwah dapat di lihat sebagai kegiatan psikologis yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1)      Pertama,diterimanya stimuli (rangsang) oleh organ-organ penginderaan,berupa orang,pesan,warna atau aroma.
2)      Kedua, rangsang yang diterima Mad’u berupa-rupa,warna,suara,aroma dan pesan dakwah yang disampaikan oleh Da’i. Kemudian diolah dalam benak Mad’u (hadirin), dihubung-hubungkan dengan pengalaman masa lalu masing-masing disimpulkan oleh masing-masing.meskipun peasn dakwah oleh Da’i itu di maksudkan A, tapi kesimpulan Mad’u boleh jadi B, C atau D.
3)      Ketiga untuk merespon tahapan ceramah atau seruan ajakan Da’i (misalnya tepuk tangan, berteriak, mengantuk atau kerena bosan kemudian meninggalkan ruangan), pikiran hadirin bekerja, mengingat-ingat apa yang pernah terjadi dimasa lalu. Dari memori itu para hadirin kemudian meramalkan bahwa jika hadirin melakukan tindakan X, maka Da’i akan melakukan tindakan Y. Jika X maka Y.
4)      Keempat, setelah itu barulah akan merespon terhadap ajakan Da’i, dan respon dari hadirin itu merupakan umpan balik bagi Da’i.[14]

BAB III

PENUTUP

1.      Proses penyampaian pesan dakwah
a.       Langkah pertama
1)      Menentukan topik dakwah
2)      Men-setting tujuan akhir suatu dakwah
3)      Mengidentifikasi medan serta khalayak yang akan menerima pesan dakwah
4)      Memilih waktu yang paling tepat untuk berdakwah
5)      Mempersiapkan materi yang relevan dan konsisten
b.      Kedua, teknik penyajian dakwah yang efektif
1)      Topik dan waktu yang tepat.
2)      Analisa khalayak.
3)      Memilih dan memilah meteri dakwah.
4)      Mempersiapkan alat peraga.
Tahap-tahap dalam proses penerimaan pesan dakwah sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kalimat Da’watun dapat diartikan dengan undangan, seruan atau ajakan, yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak dimana pihak pertama (Da’i) berusaha menyampaikan informasi, mengajak dan mempengaruhi pihak kedua (Mad’u).
2.      Proses penerimaan pesan dakwah
a.       Sensasi
b.      Persepsi
c.       Memori
d.      Berpikir
Ketika proses suatu dakwah berlangsung, terjadilah penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, baik dalam peristiwa penerimaan pesan dan pengolahan informasi, maupun pada proses saling mempengaruhi dari kedua belah pihak. Proses dakwah dapat di lihat sebagai kegiatan psikologis yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.       Pertama, diterimanya stimuli (rangsang) oleh organ-organ penginderaan.
b.      Kedua, rangsang yang diterima Mad’u berupa-rupa, warna, suara, aroma dan pesan dakwah yang disampaikan oleh Da’i. Kemudian diolah dalam benak Mad’u (hadirin).
c.       Ketiga untuk merespon tahapan ceramah atau seruan ajakan Da’i (misalnya tepuk tangan, berteriak, mengantuk atau kerena bosan kemudian meninggalkan ruangan).

Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya, kadang-kadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu, manusia perlu sekali tahu mengenai diri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Kami minta maaf apabila ada kesalahan dalam makalah ini, kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar ke depannya bisa lebih baik.











DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin dan Anshori, Fuad. 1994. Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
EffendiFaizah , H. Lalu Muchlisin.2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Fisher, B.A. 1978. Prespectives On Human Communication. New York: Mac-millan Publishing.
Ghazali, M. Bahri.1997. Dakwah Komunikatif. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Habib, M.Syafa’at.1982. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta: Penerbit Widjaya.
Kafie, Jamaludin.1993. Psikologi Dakwah. Surabaya: Indah Penerbit.
Mubarok, Achmad.1999. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus
Munir, Jamaludin.2006.Psikologi Dakwah, edisi revisi-cetakan ke-2. Jakarta:Kencana.
Rahmat, Jalaludin. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syukir, Asmuni. 1972. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.




                         



[1] B.A. Fisher. Prespectives On Human Communication. Mac-millan Publishing: New York. 1978. Hlm 136-142
[2] DjamaludinAncok dan Fuad Anshori. Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Pustaka Belajar: Yogyakarta. 1994. Hlm 125-128
[3] M.Syafa’atHabib. Buku Pedoman Dakwah. Penerbit Widjaya: Jakarta. 1982. Hlm 48
[4] JamaludinMunir. Psikologi Dakwah, edisi revisi-cetakan ke-2. Kencana: Jakarta. 2006. Hlm 26
[5] H. Lalu Muchlisin EffendiFaizah. Psikologi Dakwah. Prenada Media: Jakarta. 2006. Hlm 151
[6] JalaludinRahmat. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. 1985. Hlm 49
[7] Ibid. Hlm 51-55
[8] AchmadMubarok. Psikologi Dakwah. Pustaka Firdaus: Jakarta . 1999.  hlm 76
[9] JalaludinRahmat. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. 1985. Hlm 64-65
[10] AchmadMubarok. Psikologi Dakwah. Pustaka Firdaus: Jakarta . 1999.  hlm 79
[11] Ibid. Hlm 155-158
[12] M. BahriGhazali. Dakwah Komunikatif. CV Pedoman Ilmu Jaya: Jakarta. 1997. Hlm 32
[13] JamaludinKafie. Psikologi Dakwah. Indah Penerbit: Surabaya. 1993. Hal 69
[14] AsmuniSyukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Al-Ikhlas: Surabaya. 1972. Hal 72

No comments:

Post a Comment