MAKALAH
SEJARAH ISLAM DI INDONESIA
PERAN ULAMA SEBELUM ERA REFORMASI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ulama tak Cuma berperan dalam agama tapi juga politik.
Keberadaannya mengukuhkan kekuasaan politik. Pada masa kejayaan
kerajaa-kerajaan islam, peran ulama menonjol sebagai dari pejabat elite.
Fungsinya memperkokoh kedudukan pemimpin yang duduk di singgasan. Di Asia
Tenggara, apalagi di Nusantara, hubungan erat raja dan ulama bukan hal yang
aneh. Contohnya dikerajaan Samudera Pasai.
Di
samudera pasai, pemerintah Islam menunjuk ulama yang punya kemampuan mumpuni
sebagai mufti resmi. Itu berdasarkan
keterangan Ibnu Batutah yang pernah tinggal selama 15 hari di Samudera Pasai
pada tahun 1935. Batutah menyebutkan fungsi mufti
sangat penting dalam kesultanan.
Dalam bidang hukum,
ulama memgang peran sentral dalam membuat regulasi dan menentukan kehidupan
keagamaan umat Islam. Mereka sebagai kadi atau penghulu di Jawa. Lembaga Kadi
makin mapan pada abad 17 di Kerajaan Aceh. Tak hanya memberri legistimasi dan
nasihat kepada raja seperti kerjaan Malaka, para kardi juga menjalankan hukum
islam di kerajaan. Kadi di Aceh mulai berdiri pada masa Sultan Iskandar Muda
(1607-1636).
Reformasi secara umum
berarti perubahan terhadap suatu system yang telah ada pada suatu masa.
Kata-kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di
kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16, yang dipimpin oleh
Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll. Reformasi di Indonesia,
kata Reformasi umumnya merujuk kepada
gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden atau era
setelah Orde Baru, yaitu Era Reformasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Ulama?
2.
Apa Pengertian Reformasi?
3.
Bagaimana Keadaan Islam Sebelum Era
Reformasi?
4.
Bagaimana Peranan Ulama Sebelum Era
Reformasi?
C.
Tujuan
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian Ulama
2.
Untuk
Mengetahui Pengertian Reformasi
3.
Untuk
Mengetahui Keadaan Islam Sebelum Era Reformasi
4.
Untuk
Mengetahui Peranan Ulama Sebelum Era Reformasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ulama
Ulama pada dasarnya
merupakan suatu pengertian dalam konsep sosial. Karenanya, penelusuran lebih
lanjut konsep ulama akan merujuk suatu pengertian tentang seorang yang
menguasai ilmu pengetahuan. Kata ulama, menurut asal katanya,
berarti”orang-orang yang mengerti”, atau “orang-orang yang berilmu”, atau
“orang-orang yang berpengetahuan”. Jadi, kata ulama merupakan jamak dari mufrad (kata tunggal) ‘alim, artinya orang yang berilmu,
sarjana yang terpelajar, yang berpengetahuan atau ahli ilmu.[1]
Kata ‘alim itu sendiri merupakan
merupakan isim fa’il dari kata kerja ‘alima, yang artinya “ia telah mengerti”
atau “ia telah mengetahui”. Pada umumnya, masyarakat Islam Indonesia
mengartikan kata ulama (yang kata jamak itu) sebagai “seorang yang berilmu”.
Ulama merupakan orang yang
memiliki pengetahuan luas tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kawniyah (fenomena alam) maupun yang
bersifat qur’aniyah (ajaran Al-Qur’an
atau agama) yang mengantarkan manusia kepada pengetahuan tentag kebenaran Alla,
takwa, istislam (tunduk), dan khasyyah (takut). Menurut kamus besar
bahasa Indonesia ulama diartikan untuk orang yang ahli dalam bidang agama
islam,yakni orang yang mendalami ilmu dan pengetahuannya tentang agama islam
beserta cabang-cabang dalam urusan agama islam itu. Semanta itu,menurut
H.Rosihan Anwar, yang dimaksudkan ulama adalah orang-orang yang berpengetahuan
dalam soal agama, yang antara lain ahli dalam hokum syariah, paham tentang
fikih, paham tentang tasawuf, dan tergantung dari bidang spesialis yang disukai
atau dipilihnya.
Jelasnya, dalam pengertian
khusus adalah orang yang mendalam ilmunya tentang agama islam yang meliputi
akidah, syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak.selain itu,dalam konteks
lingkungan masyarakat islam, ulama sering diidentifikasikan sebagai ahli waris
para nabi (waratsat al-an-biya).adapun
penertian ulama menurut para ahli atau mufassir salaf (sahabat dan tabi’in)
yang memiliki ilmu dalam keislaman merumuskan apa yang di maksud ulama,
diantara nya adalah:[2]
a)
Imam Mujahid berpendapat bahwa ulama adalah orang
yang hanya takut kepada Allah Swt. Malik Bin Abbas pun menegaskan orang yang
tidak takut kepada allah bukan lah ulama.
b)
Hasan Basri berpendapat bahwa ulama adalah orang
yang takut kepada allah disebabkan perkara gaib ,suka kepda sesuatu yang
disuakai allah, dan menolak sesuatu yang dimurkai-Nya.
c)
Ali Ash-Shabuni berpendapat bahwa adalah orang orang
yang rasa takutnya kepada allah mendalam disebabkan makrifatnya.
d)
Ibnu Katsir berpendapat bahwa ulama yang benar-benar-benar
makrifatnya kepada allah sehingga mereka takut kepada-Nya.
e)
Sayyid Quthub berpendapat bahwa ulama adalah orang
yang senantiasa berfikir kritis akan kitab al-quran (yang mendalami maknanya)
sehingga mereka akan makrifat secara hakiki kepada allah.
f)
Syekh Nawawi Al-bantani berpendapat bahwa lama
adalah orang-orang yang menguasai segala humum syara’ untuk menetap kan sah itikad
maupaun amal syariah lainya
B.
Islam
Sebelum Era Reformasi
Mengenai tempat asal kedatangan Islam
ke Indonesia dikalangan sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur
Suryanegara menghitisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori
Gujarat,india. Islam dipercayai dating dari wilayah Gujarat-india melalui peran
para pedagang india muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori teori
mekkah,islam dipercayai tiba di Indonesia langsung dari timur tengah melalui
jasa pedagang arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori persiaislam tiba
di Indonesia melalui para pedangang Persia yang sebelumya singah ke Gujarat
sebelum ke Indonesia sekitar abad ke-13 M.
Islam mulai memasuki wilayah Indonesia
sejak diadakan nya pemilihan umum untuk pertama kalinya .dengan cara membuar
suatu wadah, yaitu mendirikan partaai politik. Pada waktu itu partai yang
berasaskan islam yaitu ada dua pertama, partai Masyumi dan partai NU. Melalui
wadah ini umat islam meminkan peran nya sebagai politikus yang ingin menanamkan
nilai-nilai islam. Dalam tesis Harun Nasution yang berjudul the Islamic state in Indonesia. the rise of the ideology, movement for its
creation and the theory of the masjumi, beliau mengemukakan bahwa ada perbedaan besar
antaraNu dan Masyumi. Kaum modernis di dalam masyumi pada umum nya mereka
hendak membangun suatu masyarakat muslim dan sebagai akibat nya mereka
mengharap kan suatu Negara islam. Kelompok yang diwakili NU lebih sering
memperjuangkan suatu Negara sebagai langkah pertama dan melalui Negara islam
ini mereka hendak mewujudkan suatu masyarakat islam.suatu perbedaan lain
adalah, bahwa ulama mendapat kedudukan yang penting dalam organisasi Negara
konsep NU, sedangkan posisi mereka tidak begitu menonjol dalam pemikiran kaum
masyumi.[3]
C.
Peran Ulama Sebelum Era Reformasi
a. Memasuki era reformasi
Jatuhnya
orde baru yang oteriter dan korup membawa harapan munculnya pemerintahan pasca
orde baru yang demokratis . hal itu tercermin dari kebebasan mendirikan partai
politik.tercatat ada 48 partai yang mengikuti pemilu tahun 1999, termasuk
partai politik.keadaan ini juga mempengaruhi para ulama unuk kembali aktif di
dunia politik dengan terjun langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai
denagan posisinya.
Kehadiran
ulama politik seharusnya berdampak positif, dalam pengaertian memberikan
sumbangan bagi terciptanya bangaunan struktur politik yang bermoral,karena
ulama adalah sumber moral. Namun ketika ulama aitu terpolarisasi sedemikian
rupa, sehingga sering ulama dengan ulama lain saling berhadapan dalam membela
partainya masing-masing.
Memang,
pemilu 1999 telah membawa ulama ikut berperan kembali secara mandiri di dalam
pemerintahan, sehingga beberapa ulama telah duduk di legislatitif. Mereka
tergabung dalam fraksi kebangkitan bangsa (FKB). Begitu pula, pemilu tahun 1999
telah membawa K.H Abdurrahman wahid menjadi presiden. Pada saat itu, peran
ulama berpoitik sangat menonjol karna Gus Dur selalu mengikutsertakan ulama
dalam mengambil keputusan. Saying kedudukan yang terhormat itu harus berakhir
dengan singkat oleh MPR yang waktu itu ketua nya Amien Rais, dan jabartan
presiden kemudian diserahkan kepada Megawati.[4]
Sampai
pemilu 2004, serta pemilihan langsung presiden/wakil presiden tanggal 5 juli
2004, peran ulama dalam politik terus berlanjut. Namun sayang, dalam tubuh
sebuah partai besar PKB timbul kegoncangan ketika dua orang elit partai itu (K.H. Hasyim muzadi dan Gus
solahuddin adik kadung Gus Dur) sama-sama dicalonkan oleh dua partai nasionalis
PDIP dan Golkar untuk menjadi Calon Presiden Megawati dan Wiranto. Maka, timbul
ketegangan antara PKB dan PBNU. Hal ini akan memperlemah persatuan umat islam.
b. Peran Ulama Sebelum Era Reformasi
Di era
reformasi yang menganggung-agungkan kebebasan berpendapat, membuat posisi ulama
saat ini tidak berdaya dan mengalami masa sulit, sebaliknya dilecehkan. Ini terbukti
dengan adanya fitnah dan kriminalisasi bagi ulama-ulama yang berani memasuki
wilayah poitik dan besebrangan dengan penguasa dan pengusaha. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang jelas keberadaanya diakui Negara dan memiliki hak sah
untuk mengeluarkan fatwa akan berhadapan Negara apabila fatwanya berabi
mengotak-atik politik atau kepentingan pemerintahan.
Pernyataaan
yang dianggap menyesat kan apabila ada pejabat di negeri ini yang berpendapat
fatwa yang dikeluarkan MUI berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas
keamanan dan ketertiban nasional seperti menimbulkan keresahan dan sikap
intoleransi dan juga akan mengancam kebenikaan, terutama ancaman yang sangat
positif yaitu keagamaan.[5]
Yang lebih
mencengangkan, adanya niatan pemerintah untuk melakukan sertifikasi ulama,
khususnya bagi penceramah agama. Dengan demikian pemerintah berharap nantinya
seorang ulama memiliki kualifikasi cukup, apabila di langgar oleh ulama, maka
dia tidak boleh berdakwah lagi. Niatan ini dianggap sebagai sebuah pembatasan
gerak dakwah di Indonesia dan cara ini disinyalir merupakan salah satu strategi
yang dilakukan oleh orang-orang yang anti islam melalui menteri agama.
Bukannya
sikap yang salah apabila ada banyak ekspresi kemarahan yang ditampilkan oleh
umat islam dari Indonesia yang menjaga kehormatan Ulamanya yang dizolimi.
Apalagi terhadap sosok Ulama yang selalu komitmen dengan nilai-nilai keadaban,
kesatuan, moderasi dan ketaatan pada hukum, mengerti politik, politik
kebangsaan dan keutamaan. Orang-orang tanpa iman akan melecehkan Ulama. Ulama wajib dihormati karena
kemuliaan, ilmu, dakwah dan kedekatannya
pada Allah SWT serta kesungguhan dalam napaki sunnah nabi yang mulia.
Seorang
Ulama independen menyusun sebuah kitab kumpulan hadis untuk dijadikan pedoman.
Hal yang sama jug dilakukan oleh al-Mansur (memerintah 136-158H/754-775), dari
dinasti Abbasiyah, meminta Malik bin Anas menyusun kitab hadis al-muwaththa’.
Secara umum
Ulama mempunyai peranan dan posisi khusus dalam masyarakat Muslim di Nusantara.
Berperannya Islam dalam melahirkan kebudayaan yang khas di Melayu-Indonesia,
tidak bisa dilepaskan dengan peran para Ulama. Baik Ulama rakyat maupun Ulama
birokrat mempunyai peran Islamisasi di wilayah ini dengan segmen-segmen
masyarakat yang berbeda. Ulama rakyat berperan dalam Islamisasi masyarakat
kebanyakan, terutama di pedesaan. Melalui lembaga-lembaga pendidikan pesantren
atau majelis ta’lim, ulama ini telah
melakukan internalisasi ajaran Islam kepada masyarakat.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulama mempunyai
posisi tersendiri dalam masyarakat Islam, baik di Timur Tengah, Afrika Utara,
maupun di Asia Tenggara. Posisi para ulama yang lahir pada awal sejarah Islam
dianggap penting sebagai para penerjemah ajaran Islam. Meskipun telah terjadi
beberapa perubahan dalam penekanan dan bidang garapannya, mereka tetap memiliki
posisi penting sampai sekarang. Hal ini dikarenakan pengetahuan agamanya yang faqih. Ini juga didukung oleh beberapa
ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi yang menunjukkan posisi tinggi seorang ulama. Tetesan tinta ulama sama dengan tetesan
darah para syuhada. Sirnanya ilmu pengetahuan dilambangkan dengan punahnya para
ulama.
Di Indonesia, Ulama tetap merupakan
suatu kelompok yang diakui eksistensinya. Secara sosial, mereka sangat dekat
dengan rakyat, sebab hubungan tersebut lebih bersifat personal daripada
birokratis. Masyarakat memerlukan ulama untuk membimbing mereka ke jalan yang
benar dalam segala persoalan yang berkaitan dengan agama.
B. Saran
Adapun harapan penulis, semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan tentang akhlak baik
tersebut. Sehingga dengan memahami materi yang ada di dalam makalah ini semoga
memberi semangat kepada kita agar selalu berbuat baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Huda, Nor. 2007.ISLAM
NUSANTARA “Sejarah Sosia Intelektual Islam di Indonesia”.
Jogjakarta:Ar-Ruzz Media
Sunanto, Musyrifah. 2017.SEJARAH PERADABAN ISLAM DI INDONESIA.Depok:RAJAWALI PERS
[1] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir;
Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:Pustaka
Progesif, 1997), hlm. 966.
[2] Nur Huda.,islam nusantara….hlm 208-210
[3]
https:id.m.Wikipedia.org
[4]
Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, sejarah peradaban islam Indonesia…hlm
89-91
[5]
Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, sejarah peradaban islam Indonesia…hlm 92
[6] Nur Huda.,islam nusantara….hlm 216-222
No comments:
Post a Comment