1

loading...

Thursday, September 26, 2019

MAKALAH ISU-ISU BARU DALAM PEKEMBANGAN HUKUM DAN EKONOMI


MAKALAH ISU-ISU BARU DALAM PEKEMBANGAN HUKUM  DAN EKONOMI 

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
       Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untukmemandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomidengan cara-cara Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi,yang memiliki dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaituAl Qur'an dan Sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokoktersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja).Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan diIndonesia.
       Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segeramengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingisistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatusistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangandari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untukmengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.
       Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yangmenyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistemekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untukmewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistemekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullahmeningkatkan perekonomian di Zazirah Arab

B.  Rumusan masalah
       Dari Latar Belakang diatas dapat di rumusan masalah Bagaimana Isu-Isu Baru Dalam Perkembangan Hukum Dan Ekonomi ?

C.  Tujuan
       Untuk Mengetahui Isu-Isu Baru Dalam Perkembangan Hukum Dan Ekonomi ?

BAB II
PEMBAHASAN

    A.     ISU-ISU BARU DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DAN EKONOMI
          Istilah Hukum Ekonomi atau Economic Law mulai dikenal di Indonesia pada sekitar tahun 1972. Pada tahun itulah Universitas Padjadjaran menerbitkan seri Economic Law yang terdiri dari 5 jilid, yaitu : Agrarian Law, Taxation Law, Business Law, Labour Law and Social Legislation dan Mining Law. Namun demikian sampai sekitar akhir dasawarsa 1970 banyak kalangan pakar hukum yang masih menentang kehadiran Hukum Ekonomi sebagai suatu bidang studi hukum yang baru dan mandiri. [1]
          Memasuki awal dasawarsa 1980 barulah terlihat perkembangan baru yang menarik dari terhadap bidang studi Hukum Ekonomi di Indonesia. Banyak pihak, baik yang berasal dari kalangan ilmuwan, praktisi, pengusaha maupun pemerintah sendiri mulai menaruh perhatian besar terhadap bidang Hukum Ekonomi. Tumbuhnya perhatian besar terhadap Hukum Ekonomi itu tampaknya tidak bisa dilepaskan dari munculnya berbagai masalah ekonomi, baik yang berskala nasional maupun global. yang menghantam dunia dan tTerutama Indonesia. seperti masalah tersebut antara lain praktek dumping, kartel, monopoli dan persaingan tidak sehat. Hal inilah yang mengakibatkan para pengusaha dan ilmuwan pada akhirnya mulai berpaling ke arah hukum untuk memecahkan dan mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mikro dan makro yang dihadapi bangsa kita hiraukan sistem hukum yang berlaku sehingga menyebabkan banyak lembaga dan pranata ekonomi yang tidak atau belum diatur oleh kaidah hukum baru terutama kaidah hukum substantif. Kalaupun pranata dan lembaga ekonomi itu diatur seringkali kebijakan dan peraturan ekonomi nasional itu hanya didasarkan pada kaidah-kaidah hukum administrasi negara belaka tanpa adanya pengaturan hukum material atau hukum substantifnya. Akibatnya ialah bahwa seakanakan hukum dinilai ketinggalan. Padahal yang terjadi adalah hukum ditinggalkan oleh bidang ekonomi. [2]
          Selanjutnmya perkembangan ekonomi dunia yang makin terbuka serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkat pesat akan berpengaruh kepada kehidupan hukum di Indonesia. Sedangkan aspek hukum ekonomi seperti hukum pembuktian, hukum perikatan dan kepailitan yang terangkum dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang, masih mencerminkan hukum kolonial Belanda, yang tentu saja perangkat hukum tersebut sudah ketinggalan dan tidak relevan dengan perkembangan dunia bisnis modern. Peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai kegiatan di bidang ekonomi, banyak yang sudah tidak cocok untuk diterapkan pada masa sekarang.
          Secara kelembagaan isu baru yang diintrodusir dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yakni ketentuan tentang pemisahan (spin-off) terhadap UUS yang terdapat dalam Bank Umum Konvensional untuk dijadikan BUS, baik secara sukarela atau karena diwajibkan dengan telah terpenuhinya persyaratan tertentu. Pemisahan adalah pemisahan usaha dari Bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
          Hukum yang termanifestasi antara lain dalam peraturan perundangundangan pada dasarnya menurut Roscoe Pound merupakan alat rekayasa sosial kemasyarakatan (law as a tool of social engineering). Dalam penyusunan produk hukum hendaknya mendasarkan pada suatu paradigma tertentu yang sesuai dengan kepribadian bangsa (volkgeist), serta tetap memperhatikan realitas empiris yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Produk hukum paradigmatis akan mampu bertahan lama, sehingga penyusunannya memerlukan kajian akademis secara mendalam. Munculnya suatu produk hukum yang paradigmatis atau hanya karena didorong oleh kepentingan sesaat yang reaktif dapat kita lihat dari implikasi produk hukum dimaksud ketika diberlakukan efektif di masyarakat.
          Maka sifat daripada kebijakan Ekonomi Indonesia harus dapat melindungi kepentingan-kepentingan umum, baik kepentingan sekarang ada, maupun kepentingan dalam waktu yang akan datang. Untuk pembinaan Hukum Ekonomi diperlukan keahlian-keahlian yang terpadu atau interdisipliner. Pendekatan interdisipliner yang membutuhkan toleransi..
          Maka langkah pertama yang harus diambil ialah mengadakan inventarisasi dari seluruh undang-undang yang menyangkut penghitungan ekonomi, lebih-lebih yang tersebut dalam Pasal ; 33 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dengan demikian lebih jelas, bahwa untuk sebagian dari bidang ekonomi, lebih-lebih yang menyangkut kepentingan orang banyak, diperlukan Hukum Publik yang menyangkut Hukum Ekonomi. Bidang-bidang yang perlu pembinaan ialah :
1.         Tenaga kerja,dan perlindungan tenaga kerja. Termasuk didalamnya transmigrasi, sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1072 Pasal 2 dan sesuai dengan Pasal 16 termasuk dalam Hukum Publik.
2.         Produksi dan perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang timbul selama produksi yang dapat membahayakan perseorangan atau masyarakat sekelilingnya, termasuk perlindungan terhadap lingkungan hidup. Lebih-lebih produksi bahan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya hasil-hasil minyak dan gas bumi, atom, seperti terlihat dalam Undang-undang Pertamina dan yang menyangkut tenaga atom.
3.         Perlindungan konsumen terhadap bahaya-bahaya yang mungkin timbul karena kesalahan produksi, penipuan dan bahan yang dapat membahayakan orang banyak.
4.          Distribusi dan pemasaran bahan-bahan yang vital, seperti minyak bakar dan beras, yang masing-masing diatur secara langsung oleh negara lewat aparat-aparatnya.
Dengan demikian jelas, bahwa kebijakan Ekonomi membutuhkan pula keahlian dalam bidang-bidang lain, seperti perindustrian dan ahli ekonomi di samping sarjana-sarjana hukum yang ada. Hal ini tentu saja dapat diatur secara ad hoc atau secara permanen. Pembinaan Hukum Ekonomi meliputi :
1.         Penelitian terhadap undang-undang yang ada, apakah lebih banyak ditujukan untuk keadaan sekarang, ataukah ditujukan pada waktu yang akan datang. Undang-undang yang hanya melihat keadaan sekarang akan segera usang dan akan merupakan penghambat terhadap perkembangan ekonomi negara.
2.         Penelitian terhadap indikator-indikator yang merupakan bagian dari Sistem Peringatan Dini. Undang-undang yang baik adalah undangundang yang dapat merupakan pemberi peringatan tanda bahaya sebelum kejadian yang lebih parah terjadi.
3.         Penelitian terhadap fungsi undang-undang untuk melindungi kepentingan umum dan kepentingan politik Negara Republik Indonesia, agar kita dapat tetap hidup sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, khususnya ketidaktergantungan dalam bidang ekonomi kepada negara lain.
4.         Pernbinaan hukum yang dapat mempercepat transformasi dari susunan masyarakat yang agraris menjadi negara industri. Harus diusahakan agar prasyarat penerimaan teknologi baru dapat diatur dan dipaksakan dengan undang-undang, seperti misalnya tindakan keamanan, ketelitian, disiplin dan spesialisasi.
Arah kebijakan yang lebih signifikan pada perekonomian Indonesia ditaungkan dalam bentuk RPJM , digambarkan tentang kebijakan apakah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka pencapaian sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dinamika ekonomi dan hukum terkait pengaruh sistem ekonomi terhadap sistem hukum dan produk peraturan perundang-undangan di suatu negara sebagai masalah yang urgent untuk ditelit dan ditemukan solusi penyelesaiannya mengingat kejadian sepert Uni Soviet dapat terulang kembali di Indonesia.Terkait kajian mengenai teori dan realitas, suatu teori akan terlahir kembali dalam suatu bentuk atau transform yang baru terkait dengan kenyataanya.[3] Dalam hal ini suatu teori hukum terkait dengan realitasnya akan bertranformasi dari sekedar teori diaplikasikan menjadi sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur segala aspek sendi kehidupan yang menghubungkan manusia dengan sesama maupun individu lebih khususnya yang terkait dengan aspek ekonomi atau perdata. Sesuai dengan fungsi dari teori sebagai alat eksplanasi, alat pengontrol, alat peramal dan alat penguji.[4] Terkait hubungan antara ekonomi dan hukum modern, bukan lagi menjadi rahasia bila hukum modern (hukum positf) lebih berfungsi sebagai fasilitator atau instrumen yang memberikan kepastan hukum untuk menggerakkan roda perekonomian modern, dalam hal ini kapitalis atau neo liberalis yang merupakan bentuk baru dari imperialisme. Dan hal tersebut merupakan realitas yang terjadi di Indonesia sebagaimana diterapkannya “Teori Hukum Pembangunan” dalam substansi peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Di mana dengan teori tersebut, berbagai peraturan perundang-undangan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia seolah lebih berfungsi sebagai fasilitator atau instrumen dari sistem ekonomi neo liberal.
Beberapa realitas di atas mengenai sistem peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi sistem perekonomian yang ada, berakibat pada menjamurnya super dan minimarket merupakan cerminan terkait kebijakan yang selama ini dijalankan oleh pemerintah mengenai deregulasi pasar yang direkomendasikan oleh Bank Dunia. Meskipun masih banyak kasus lain terkait kebijakan pemerintah mengenai deregulasi, sepert UU No. 25 Tahun 2007 Pasal 22 yang tdak berlaku lagi karena judicial review oleh organisasi masyarakat.[5] Fenomena PT. Freeport terkait UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan lainnya.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas, berbagai hal tersebut cukup menjadi bukt bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia cenderung memfasilitasi sistem dan pola perekonomian tertentu bahkan tunduk pada sistem perekonomian yang ada. Maka elemen taat hukum yang ada pada masyarakat tdak akan pernah dapat bekerja dengan sempurna untuk mengatur maupun mengontrol secara paksa dinamika ekonomi yang ada, sehingga tampak seakan ekonomi lebih determinan dari hukum yang mengatur ekonomi itu sendiri. Namun bila melihat peristwa pada Mei 1998 dan kenyataan yang diangkat John Perkins dalam bukunya “Confessions of an Economic Hit Man” tentang Indonesia, telah menjelaskan terkait dinamika antara ekonomi dan hukum tdak hanya selalu pada determinasi ekonomi atas hukum melainkan dapat juga sebaliknya karena ekonomi modern membutuhkan unsur kepastan hukum dan kestabilan sosial politk untuk menjalankan roda perekonomian, dengan demikian hukum terkadang terlihat lebih determinan dari ekonomi.
Terkait dinamika antara hukum dan ekonomi sebagaimana telah dijelaskan, R. Pound dalam bukunya “An Introducton of The Philosophy of Law” pernah menerangkan, bahwa konsep hukum dalam realismenya dapat dimaknai sebagai jawaban atas tuntutan hukum ekonomi dan hukum sosial yang menghargai seseorang dalam masyarakat, dan dapat juga dimaknai sebagai perangkat sistem norma yang diberlakukan terhadap manusia dalam masyarakat oleh kelas masyarakat yang berkuasa untuk kepentngan kelas yang berkuasa.[6] Dua makna hukum Pound tersebut merupakan acuan bagaimana memahami dan menyikapi fungsi hukum dalam pembangunan masyarakat dan peran ilmu-ilmu sosial dalam membantu perkembangan ilmu hukum. Dalam hal ini Pound yang mengikut aliran instrumentalisme hukum, beranggapan bahwa dalam realitasnya, hukum dipengaruhi oleh tekanan sosial, faktor politk dan ekonomi.
Mengenai gambaran dinamika antara hukum dan eekonomi di atas, juga menjelaskan betapa kuatnya pengaruh kebutuhan dasar manusia dalam ekonomi, mengalahkan kebutuhan dasar akan rasa aman dan ketertban. Secara konseptual, dinamika di atas pada dasarnya mengerucut pada satu pola pokok bahwa manusia hidup bukan tanpa tujuan.[7]
Dengan demikian antara hukum dan ekonomi terdapat korelasi yang sangat erat kaitannya dalam tatanan sosial kemasyarakatan kenegaraan. Dalam hal ini determinasi ekonomi atas hukum lebih merusak sistem sosial kemasyarakatan dari pada determinasi hukum atas ekonomi. Selain merusak hukum dan tatanan sosial, determinasi ekonomi juga telah merusak unsur manusia dan kemanusiaan sebagai unsur terpentng dari semua elemen sosial, karena rusaknya moral attude manusia adalah awal dan biang dari segala kerusakan tatanan sosial termasuk hukum

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
     Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa dinamika antara hukum dan ekonomi yang tengah terjadi di Indonesia selalu tergambar dan tercermin dalam determinasi ekonomi atas hukum dan sebaliknya. Determinasi ekonomi atas hukum dan sebaliknya dapat dilihat dalam dua pola: Pertama, dinamika antara hukum dan ekonomi terkait untung rugi kadang menjadikan undangundang atau hukum yang ada tdak berlaku atau diabaikan “lawless”, karena tuntutan ekonomi lebih diutamakan dari pada penegakan hukum yang merugikan kepentngan ekonomi. Kedua, hukum (peraturan perundang-undangan) hadir untuk menjamin dan memfasilitasi sistem ekonomi yang ada, dalam hal ini terkait kegiatan ekonomi tdak dapat dilakukan tanpa adanya situasi atau keadaan yang kondusif, maka hukum dalam bentuk peraturan perundangundangan hadir untuk menjamin kepastan hukum tersebut dan dari pola kedua inilah hukum kadang lebih determinan atas ekonomi. Selain itu, berdasarkan data serta fakta yang disajikan pada pembahasan di atas juga dapat disimpulkan, bahwa peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia pada masa pemerintahan tertentu memang cenderung memfasilitasi sistem dan pola perekonomian tertentu, bahkan cenderung tunduk pada sistem perekonomian yang ada.
B.       Saran
     Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam pembahasan masih terdapat kekurangan baik dari substansi materi maupun contoh dari setiap materi yang dibahas. Dalam penulisan makalah ini juga masih terdapat kekurangan lain, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan dalam memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli, Teori Hukum Integratf Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Cet. I (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012)
H.R. Otje Salman S. dan Anthon F. Susanto,2013. Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cet. 7. Bandung: Refika Aditama.
Juhaya S. Praja,2011. Teori Hukum dan Aplikasinya, Cet. I. Bandung : Pustaka Setia, 2011
Rusydianta.Muhammad.2017.Dinamika Hukum dan Ekonomi dalam Realitas Sosial di Indonesia. Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 3
Sunaryati Hartono, Pengantar Hukum Ekonomi, Unpar, Bandung, 1990.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal




[1] Sunaryati Hartono, Pengantar Hukum Ekonomi, Unpar, Bandung, 1990.
[2] Anshori. Abdul Ghofur, 2008. Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di indonesia dan Implikasi  bagi Pebankan Nasioanla. Jurnal: Ekonomi Islam. Vol.II No. 2
[3] H.R. Otje Salman S. dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cet. 7 (Bandung: Refika Aditama, 2013), hlm. 30.
[4] Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, Cet. I (Bandung : Pustaka Setia, 2011), hlm. 3-4
[5] Terkait dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 22 yang menyatakan “kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal”, dinilai sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada modal asing karena dapat mengakomodir kepentingan pihak asing untuk menguasai sektor strategis seperti pertambangan dan kehutanan. Lihat Saut P. Panjaitan, “Politik Pembangunan Hukum di Bidang Investasi, Suatu Keniscayaan Konstitusi Ekonomi”, Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 2, April (2010): 60-61.
[6] R. Pound, An Introduction of The Philosophy of Law, dalam Romli Atmasasmita, Op.Cit, hlm. 70.
[7] Rusydianta.Muhammad.2017.Dinamika Hukum dan Ekonomi dalam Realitas Sosial di Indonesia. Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 3, hlm. 309–327

No comments:

Post a Comment