MAKALAH STRATIFIKASI SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dalam perannya sebagai masyarakat terdiri dari
bermacam-macam kelompok dan memiliki beberapa ciri-ciri pembeda, yakni jenis
kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan agama atau politik, warna kulit,
tinggi badan, pendapatan atau pendidikan. Hal tersebut mau tidak mau selalu
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu
adalah ketidaksamaan. Beberapa pendapat sosiologis mengatakan dalam semua
masyarakat dijumpai ketidaksamaan di berbagai bidang misalnya saja dalam
dimensi ekonomi: sebagian anggota masyarakat mempunyai kekayaan yang berlimpah
dan kesejahteraan hidupnya terjamin, sedangkan sisanya miskin dan hidup dalam
kondisi yang jauh dari sejahtera. Dalam dimensi yang lain misalnya kekuasaan:
sebagian orang mempunyai kekuasaan, sedangkan yang lain dikuasai. Suka atau
tidak suka inilah realitas masyarakat, setidaknya realitas yang hanya bisa
ditangkap oleh panca indera dan kemampuan berpikir manusia. Pembedaan anggota masyarakat
ini dalam sosiologi dinamakan stratifikasi sosial.
Seringkali dalam pengalaman sehari-hari kita melihat
fenomena sosial seperti seseorang yang tadinya mempunyai status tertentu di
kemudian hari memperoleh status yang lebih tinggi daripada status sebelumnya.
Hal demikian disebut mobilitas sosial. Sistem Stratifikasi menuruf sifatnya
dapat digolongkan menjadi straifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup, contoh
yang disebutkan diatas tadi merupakan contoh dari stratifikasi terbuka dimana
mobilitas sosial dimungkinkan.
Suatu sistem stratifikasi dinamakan tertutup manakala
setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya,
sedangkan dinamakan terbuka karena setiap anggota masyarakat menduduki status
berbeda dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilitas
Sosial yang disebut tadi berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial.
Banyak sebab yang dapat memungkinkan individu atau kelompok berpindah status,
pendidikan dan pekerjaan misalnya adalah salah satu faktor yang mungkin dapat
meyebabkan perpindahan status ini.
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat sejak
jaman perbudakan sampai revolusi industri hingga sekarang secara mendasar dan
menyeluruh telah memperlihatkan pembagian kerja dalam masyarakat. Berdasarkan
hal tersebut maka diferensiasi sosial yang tidak hanya berarti peningkatan
perbedaan status secara horizontal maupun vertical. Hal ini telah menarik para
perintis sosiologi awal untuk memperhatikan diferensiasi sosial, yang termasuk
juga stratifikasi sosial. Perbedaan yang terlihat di dalam masyarakat ternyata
juga memiliki berbagai macam implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Status
yang diperoleh kemudian menjadi kunci akses kesegala macam hak-hak istimewa
dalam masyarakat yang pada dasarnya hak istimewa tersebut merupakan hasil dari
rampasan dan penguasaan secara paksa oleh yang satu terhadap yang lainya,
mendominasi dan didominasi, yang pada akhirnya merupakan sumber dari
ketidaksamaan di dalam masyarakat. Berbagai macam argumentasi pun diajukan guna
menjelaskan ketidaksamaan ini yang kemudian berubah menjadi ketidakadilan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan masyarakat)?
2.
Apa
saja bentuk stratifikasi sosial itu?
3.
Apa
faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial?
4.
Bagaimana
kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial?
5.
Bagaimana
dampak dari adanya stratifikasi sosial?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari stratifikasi sosial
(pelapisan masyarakat).
2. Untuk mengetahui
apa saja bentuk stratifikasi sosial.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk stratifikasi
sosial.
4. Untuk mengetahui kaitan antara stratifikasi sosial
dengan interaksi sosial.
5. Untuk mengetahui dampak dari adanya stratifikasi
sosial.
BAB II
ISI
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social
Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau
“strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, stratifikasi
sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam
kelas-kelas secara bertingkat.
Beberapa definisi stratifikasi sosial adalah Sebagai
berikut:
·
Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial Sebago perbedaan
penduduk atau masyarak kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarki).
·
Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu
kedalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, Dan
prestise.
·
Cuber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai suatu pola
yang di tempatkan diatas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Sejak lahir seseorang memperoleh
sejumlah status tanpa memandang perbedaan antar individu atau kemampuan.
Berdasarkan status yang diperoleh dengan sendirinya itu, anggota masyarakat
dibeda-bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan
keanggotaan dalam kelompok tertentu, seperti kasta, dan kelas.
Bentuk-bentuk stratifikasi sosial
(lapisan) masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan-lapisan tersebut
tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalis, demokratis, komunis dan lain
sebagainya. Lapisan masyarakat tadi, mulai ada sejak manusia mengenal adanya
kehidupan bersama di dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat
mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbendaan antara pemimpin dengan
yang dipimpin. Golongan buangan/budak dengan golongan dan bukan buangan/budak,
pembagian kerja dan bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin
rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem
lapisan masyarakat.
Pada masyarakat-masyarakat kecil dan
bersahaja, biasanya pembedaan kedudukan dan peranan bersifat minim, karena
warganya sedikit dan orang-orang yang dianggap tinggi kedudukanya juga tak
banyak baik macam maupun jumlahnya. Di dalam masyarakat yang sudah kompleks,
pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks karena banyaknya orang
dan aneka warna ukuran yang dapat diterapkan padanya.
Bentuk –bentuk konkrit lapisan masyarakat
tersebut banyak. Akan tetapi secara prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat
diklasifikasikan kedalam tiga macam yaitu yang ekonomis, politis, dan yang
didasarkan kepada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.
B. Proses Terbentuknya Stratifikasi Sosial
a.
Secara Tidak Disengaja
Pelapisan sosial dapat
terjadi dengan sendirinya, yaitu sesuai dengan kondisi anggota masyarakat
karena aktif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan bernasib baik. Orang-orang
semacam ini akan menempati pelapisan sosial atas. Sebaliknya, bagi anggota
masyarakat yang malas dan nasibnya kurang menguntungkan, mereka biasanya akan
menempati pelapisan sosial bawah. pelapisan sosial di masyarakat dapat terjadi
disebabkan adanya kelas, status sosial, dan kekuasaan.
Pelapisan sosial yang
terbentuk dengan sendirinya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a)
Pelapisan sosial
terbentuk sejalan dengan perkembangan masyarakat yang bersangkutan.Perkembangan
itu meliputi kehidupan ekonomi, sosial, dan politik.
b)
Pelapisan sosial
terbentuk di luar kontrol masyarakat yang bersangkutan misalnya, suatu daerah
pertanian diubah menjadi kawasan industri.
c)
Pelapisan sosial
terjadi sesuai dengan kondisi sosial budaya di wilayah yang bersangkutan.
Kenyataan ini terbukti dari beragamnya diferensiasi sosial antara suatu daerah
dengan daerah lainnya.
d)
Kedudukan seseorang
dalam suatu lapisan beserta hak dan kewajiban berlangsung secara otomatis.
Misalnya turunan pembuka desa (wong baku) dalam masyarakat jawa otomatis
mendapat tempat terhormat daripada turunan pendatang (kuli gondok atau
lindung).
b.
Secara Disengaja
Pelapisan sosial
semacam ini menunjukan pada diferensiasi sosial yang dibentuk oleh suatu
kelompok sosial atau masyarakat dalam rangka mengejar tujuan tertentu. Uniknya kepribadian
manusia mengandung konsekuensi tidak teraturnya tindakan dan interaksi sosial.
kalau kondisi ini dibiarkan, kehidupan bersama akan terganggu. Untuk itulah,
maka diperlukan upaya mempolakan tindakan dan interaksi sosial yang dapat
diwujudkan dengan membentuk pelapisan sosial. Melalui pelapisan sosial,
masing-masing warga kelompok sosial menduduki lapisan sosialnya masing-masing.
Tiap-tiap warga mengetahui apa yang menjadi hak, kewajiban, dan tanggung
jawabnya.
Dalam kehidupan
sehari-hari pelapisan sosial yang terbentuk secara disengaja berlaku dalam
badan-badan resmi (organisasi formal) seperti pemerintahan, militer,
pendidikan, perusahaan, dan koperasi.
2.
Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Terbentuknya stratifikasi
sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dan dianggap
bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk
stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan
masyarakat semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara
garis besar bentuk-bentuk stratifikasi sosial sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam stratifikasi ini
dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan pada
jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum klasifikasi kelas
sosial terdiri atas tiga kelompok sebagai berikut.
1) Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang
memiliki kekayaan banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan
secara berlebihan. Golongan kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang
dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan, dan lain-lain.
2) Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang
berkecukupan yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya
sandang, pangan, dan papan. Keadaan golongan kelas ini secara umum tidak akan
sama dengan keadaan kelas atas.
3) Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang
miskin yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah
biasanya terdiri atas pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.
b. Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi sosial
berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam
kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu,
anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati
kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya, anggota masyarakat yang tidak memiliki
kedudukan sosial akan menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang
tokoh agama atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan
sosial.
c. Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila kita berbicara
mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat dengan sistem
pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan salah
satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik
atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani,
bahkan disanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki
jabatan di pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan
warga biasa. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan
masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok lapisan atas yaitu
elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai) sedangkan kelompok
lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok masyarakat yang dikuasai disebut massa
atau kelompok terdominasi (terkuasai).
d. Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang
dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam
masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi statusnya
daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Adapun
penggolongan masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai
berikut.
1) Elite yaitu orang kaya dan orang yang
menempati kedudukan atau pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2) Profesional yaitu orang yang berijazah dan
bergelar kesarjanaan serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3) Semiprofesional mereka adalah para pegawai
kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil
mencapai gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4) Tenaga terampil mereka adalah orang-orang
yang mempunyai keterampilan teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja
pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5) Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu
rumah tangga dan tukang kebun.
e. Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara kelas sosial dan
pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai pendidikan
tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi,
kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya pendidikan akan berpengaruh pada jenjang
kelas sosial.
f. Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa
Pada dasarnya setiap suku
bangsa memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda. Misalnya pada suku Jawa.
Di Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah sebagai
berikut.
1) Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu
orangorang keturunan para pendiri desa. Mereka mempunyai hak pakai atas tanah
pertanian dan berkewajiban memikul beban anak keturunan para cikal bakal
tersebut. Kewajiban seperti itu disebut dengan gogol atau sikep.
2) Golongan kuli gandok (lindung), yaitu
orang-orang yang mempunyai rumah sendiri, tetapi tidak mempunyai hak pakai atas
tanah desa.
3) Golongan mondok emplok, yaitu orang-orang
yang mempunyai rumah sendiri pada tanah pekarangan orang lain.
4) Golongan rangkepan, yaitu orang-orang yang
sudah berumah tangga, tetapi belum mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.
5) Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda
yang belum menikah dan masih tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.
Selain itu, stratifikasi
sosial pada masyarakat Jawa didasarkan pula atas pekerjaan atau keturunan,
yaitu golongan priayi dan golongan wong cilik. Golongan priayi adalah
orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai pemerintah serta kaum
cendekiawan yang menempati lapisan atas. Sedangkan golongan wong cilik antara
lain para petani, tukang, pedagang kecil, dan buruh yang menempati lapisan
kelas bawah. Pada tahun 1960-an, Clifford Geertz seorang pakar antropolog
Amerika membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu santri, abangan,
dan priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum
abangan adalah penganut Islam secara nominal atau menganut Kejawen, sedangkan
kaum priayi adalah kaum bangsawan.
C. Sistem Stratifikasi Sosial
Menurut pelapisan berdasarkan
kriteria sosial, masyarakat terdiri atas beberapa pelapisan berupa kelas sosial
atau kasta. Istilah kelas sosial antara lain digunakan untuk pelapisan
berdasarkan kriteria ekonomi maupun sosial. Sedangkan istilah kasta dipakai
untuk pelapisan dalam masyarakat berkasta, seperti pada pelapisan masyarakat
Hindu di Bali dan India.
Masyarakat Hindu di Bali dan India secara umum terbagi menjadi
empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Kasta Brahmana, Ksatria
dan Waisya disebut triwangsa, sedangkan kasta Sudra disebut jaba. Gelar-gelar
tersebut diwariskan menurut garis keturunan ayah.
Nah, menurut Mac Iver, ada tiga pola
umum sistem stratifikasi sosial, yaitu tipe kasta, oligarki, dan demokratis.
a.
Tipe Kasta
Tipe kasta memiliki sistem stratifikasi dengan garis pemisah yang
kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta dan hampir
tidak memungkinkan tiap individu untuk bergerak secara vertikal untuk naik
kasta. Di tatanan paling atas ditempati penguasa tertinggi seperti raja. Di
lingkup sekitarnya terdapat kaum bangsawan, tentara, dan para pemuka agama.
Pelapisan kedua ditempati oleh kalangan pekerja seperti petani, dan pelapisan
terendah terdiri atas para budak.
Dalam sistem kasta, pemuka agama
termasuk dalam kasta tertinggi atau Brahmana.
(Sumber: kompas.com)
b.
Tipe
Oligarki
Tipe oligarki memiliki tipe stratifikasi yang menggambarkan garis
pemisah yang sangat tegas di antara strata. Akan tetapi, perbedaan antar strata
satu dengan strata lain tidak begitu mencolok. Walaupun kedudukan para warga
masyarakat masih banyak didasarkan kepada aspek keturunan, akan tetapi individu
masih diberikan kesempatan untuk naik ke strata yang lebih atas. Contohnya bisa
dilihat dari kelas menengah yang mempunyai warga paling banyak, seperti
masyarakat di industri, perdagangan dan keuangan yang memegang peranan lebih
penting di masyarakat. Ada bermacam-macam cara warga dari strata bawah naik ke
strata yang lebih atas dan juga ada kesempatan bagi warga kelas menengah
untuk menjadi penguasa.
c.
Tipe demokratis
Tipe demokratis adalah tipe ketiga dengan garis pemisah antar
lapisan yang sifatnya fleksibel. Faktor keturunan tidak menentukan kedudukan
atau tinggi-rendahnya status seseorang, namun yang diutamakan adalah
kemampuannya dan kadang-kadang juga ditambah dengan faktor keberuntungan.
D.
Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Herdiyanto
(2005), Soerjono Soekanto membedakan lapisan sosial berdasarkan sifatnya,
yaitu:
a.
Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap
strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi
sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contoh:
Ø Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan
Brahmana.
Ø Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak
bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
Ø Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.
b.
Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar.
Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal
maupun horizontal. Contoh:
Ø Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
Ø Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh
pendidikan asal ada niat dan usaha.
c.
Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi
sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka.
Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali,
namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan
rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di
Jakarta.
E.
Unsur –
Unsur Stratifikasi Sosial
Selo Soemardjan (1964), seorang
tokoh sosiologi Indonesia, menyatakan bahwa hal yang mewujudkan unsur-unsur
dalam teorisosiologi tentang sistem berlapis lapis dalam masyarakat, adalah
kedudukan (status) dan peranan (role) ; kedudukan dan peranan ini
kecuali merupakan unsur-unsur baku dalam sistem berlapis-lapis, juga mempunyai
arti yang penting bagi sistem sosial masyarakat; Ralph Linton (1967)
mengartikan sistem sosial itu sebagai pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik
antar individu dalam masyarakat dan antar individu dengan masyarakatnya, dan
tingkah laku individu-individu tersebut. Dalam hubungan-hubungan timbal balik
tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang penting, karena
keberlangsungan hidup masyarakat tergantung daripada keseimbangan kepentingan
kepentingan individu-individu termaksud (Moeis, 2008).
a.
Kedudukan (Status)
Kadang-kadang dibedakan antara pengertian-pengertian ‘kedudukan’
(status), dengan ‘kedudukan sosial’ (social status); kedudukan diartikan
sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan
dengan orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok
sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar
lagi. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam
masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Kedudukan,
sebagaimana lazim dipergunakan, mempunyai dua arti :
Ø Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola
tertentu; dengan demikian seseorang dikatakan memiliki beberapa kedudukan, oleh
karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola-pola kehidupan.
Ø Apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan hanya
merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban-kewajiban termaksud hanya dapat
terlaksana melalui perantaraan individu-individu, maka agak sukar untuk
memisahkannya secara tegas dan kaku.
Menurut Anonimous (2010), dalam masyarakat, sekurangnya ada tiga
macam kedudukan, yaitu :
1.
Ascribed Status
Merupakan status yang
diperoleh seseorang secara alamiah, misalnya:
·
Status
perbedaan usia (age stratification)
·
Stratifikasi
berdasarkan jenis kelamin (gender) (sex stratification)
·
Status
yang didasarkan pada sistem kekerabatan
·
Stratifikasi
berdasarkan kelahiran (born
stratification)
·
Stratifikasi
berdasarkan kelompok tertentu (grouping
stratification)
2.
Achieved Status
Merupakan status seseorang yang disandangnya karena diperoleh
melalui perjuangan. Contoh model ini adalah:
·
Stratifikasi
berdasarkan jenjang pendidikan (education
stratification)
·
Stratifikasi
berdasarkan senioritas (seniority
stratification)
·
Stratifikasi
di bidang pekerjaan (job stratification)
·
Stratifikasi
di bidang ekonomi (economic
stratification)
3.
Assigned Status
Yaitu status
sosial yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang karena pemberian, akan
tetapi dimasukkan ke dalam achieved status.
1)
Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan,
dimana apabila seseorang melaksanakan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya maka orang itu telah menjalankan suatu peran.
Peranan dan kedudukan itu saling melengkapi, kedua-duanya tidak dapat
dipisahkan, oleh karena yang satu tergantung pada yang lain dan demikian
sebaliknya. Yang membedakan dari keduanya adalah menyangkut proses, harus ada
kedudukan terlebih dahulu baru kemudian ada peranan, keadaan ini tidak bisa
terbalik. Pentingnya peranan adalah bahwa hal itu mengatur perikelakuan
seseorang, dan juga bahwa peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas
tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain, sehingga dengan
demikian, orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perikelakuan sendiri
dengan perikelakuan orang-orang sekelompoknya (Moeis, 2008).
No comments:
Post a Comment