1

loading...
Showing posts with label MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN. Show all posts
Showing posts with label MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN. Show all posts

Tuesday, December 17, 2019

MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN


MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

BAB I
PENDAHULUAN
            Sekolah merupakan sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang dimaksud adalah Staf Tata Laksana Administrasi, Staf Teknis Pendidikan didalamnya ada Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai peserta didik yang bisa ditempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai. Hubungan keempatnya harus sinergis, karena keberlangsungan operasioal sekolah terbentuknya dari hubungan “simbiosis mutualis” keempat komponen tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian tinggi, tentulah harus dihadapi dengan kesiapan yang optimal semata-mata demi kebutuhan anak didik. Berkaitan dengan upaya mewujudkan tujuan tersebut, seringkali timbul beberapa masalah. Masalah-masalah itu dapat dikelompokan sesuai dengan tugas-tugas administratif yang menjadi tanggung jawab administrator sekolah. Diantaranya adalah tugas yang dikelompokan menjadi substansi perlengkapan dan sistem keuangan sekolah.
Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, dan semuanya itu didukung sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal diatas tidak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Dengan demikian harus ada keseimbangan antara komponen-komponen diatas. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, diperlukan pengelola yang mengerti dan memahami prinsip-prinsip dalam pegelolaan sarana prasarana sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sarana dan Prasarana Pendidikan
     1.      Penegertian Sarana dan Prasana
Prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan di sekolah. Dalam pendidikan misalnnya lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang dan sebagainya. Sedangkan sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, seperti: ruang, buku, perpustakaan, labolatorium dan sebagainya.
Sedangkan menurut keputusan menteri P dan K No.079/1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:
     1.      Bangunan dan perabot sekolah.
     2.      Alat pelajaran yang terdiri dari pembukauan dan alat-alat peraga dan labolatarium.
   3.      Media pendidikan yang dapat dikelompokan menjadi audiovisual yang menguanakan alat  penampil dan media yang tidak menggunakan alat penampil.
Adapun yang bertanggungjawab tentang sarana dan prasarana pendidikan adalah para pengelola administrasi pendidikan. Secara mikro atau sempit maka kepala sekolah bertanggung jawab masalah ini, seperti :
    1.      Hubungan antara peralatan dan pengajaran dengan program pengajaran.
    2.      Tanggung jawab kepala sekolah dan kaitannya dengan pengurusan dan prosedur 
    3.      Beberapa pedoman administrasi peralatan 
    4.      Administrasi gedung dan perlengkapan sekolah
Dari beberapa uraian diatas, manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien.( Bafadal, 2003). Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran disekolah.
Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu : mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran. Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ; ruang, perpustakaan, kantor sekolah, UKS, ruang osis, tempat parkir, ruang laboratorium, dll.  
2. Ruang Lingkup Manajemen Sarana dan Prasarana
Ruang lingkup Manajemen sarana dan prasarana pendidikan dilihat dari segi prasarana dibedakan menjadi dua yakni bangunan dan prasarana umum. Sedangkan dari segi sarana pembelajaran dan sarana sumber belajar lebih jauh macam-macam sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut:
a). Ditinjau dari habis tidaknya dipakai
      1. Sarana pendidikan yang habis dipakai.
Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila   digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai contohnya adalah            kapur tulis yang biasanya digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran.
       2. Sarana pendidikan yang tahan lama.
Sarana pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat            digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama. Beberapa contohnya adalah bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe dan beberapa peralatan olah raga.
b). Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan.
       1. Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau       dipindahkan sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya. Lemari arsip sekolah misalnya,    merupakan sarana pendidikan yang bisa dipindahkan kemana-mana bila diinginkan. Demikian pula bangku sekolah termasuk sarana pendidikan yang bisa digunakan atau dipindahkan kemana saja.
       2. Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak
Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak adalah semua sarana pendidikan yang             tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya saja suatu sekolah yang sudah memiliki saluran dari PDAM. Semua peralatan yang berkaitan dengan itu, seperti pipanya, relative tidak mudah untuk dipindahkan ke tempat-tempat tertentu.
c)       Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar.
 Prasarana yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan dan ruang laboratorium. Prasarana yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Contohnya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah dan tempat parker kendaraan.
      B. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengadaan sarana dan prasarana sekolah  biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan pendidikan program sekolah, menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, di hapuskan, atau sebab-sebab lain yang dapat di pertanggung jawabkan. Dengan pengadaan tersebut diharapkan dapat menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun anggaran mendatang. Berkenaan dengan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan  di sekolah harus melalui perencanaan yang hati-hati. Kedua, bahwa banyak cara dalam pengadaan sarana dan prasarana pendidikan  di sekolah. Ketiga, bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan  di sekolah harus diadministrasikan dengan tertib, sehingga semua pegeluaran uang yang berkenaan dengan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan  di sekolah itu dapat dipertanggungjawabkan baik kepada Pemerintah, Yayasan Pembina, maupun masyarakat.
1.      Perencanaan Pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah
Pengadaan sarana dan prasarana sekolah seharusnya di rencanakan dengan hati-hati sehingga semua pengadaannya  selalu sesuai dengan, atau memenuhi kebutuhan pengadaan sarana dan prasarana sekolah. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses memikirkan dan menetapkan program pengadaan fasilitas sekolah, baik yang berbentuk sarana maupun prasarana pendidikan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu. Soekarno (1987) mendeskripsikan langkah-langkah perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah sebagai berkut:
     a.       Menempuh semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan oleh setiap unit kerja dan atau menginvestarisasi kekurangan perlengkapan sekolah.  
     b.      Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu, misalnya untuk satu triwula atau satu tahun ajaran. 
   c.       Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang tersedia sebelumnya.
    d.      Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pengadaan semua kebutuhan itu, maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan dengan melihat urgensi setiap perlengkapan yang dibutuhkan. Semua perlengkapan yang urgen segera didaftar. 
    e.       Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan yang urgen dengan dana atau anggaran yang tersedia, maka perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara membuat skala prioritas. 
f.       Penetapan rencana pengadaan akhir.
Bahwa perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu tidak mudah. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan di masa yang akan  datang dan bagaimana pengadaannya secara sistematis, rinci, teliti berdasarkan informasi yang realistik tentang kondisi sekolah.

2.      Cara Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengadaan perlengkapan pendidikan pada dasarnya merupakan upaya merealisasikan rencana pengadaan perlengkapan yang telah di susun sebelumnya. Sering kali sekolah mendapat bantuan sarana dan prasarana pendidikan dari Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi, dan Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten.
Dalam kaitan itu ada beberapa cara yang ditempuh untuk mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan di sekolah, yaitu sebagai berikut:
     a.       Pengadaan perlengakapan dengan cara membeli, baik secara langsung di Pabrik, di Toko, maupun melalui pemesanan terlebih dahulu. 
     b.      Pengadaan perlengkapan dengan cara mendapatkan hadiah atau meminta sumbangan kepada orang tua murid, lembaga-lembaga sosial tertentu yang tidak mengikat.
     c.       Pengadaan perlengkapan dengan cara tukar menukar barang lebih yang dimiliki sekolah dengan barang lain yang belum dimiliki sekolah.

 

C.      PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SARANA PENDIDIKAN



1. Alat yang langsung digunakan dalam proses belajar mengajar.
    Misalnya : alat pelajaran, alat peraga, media pendidikan.
2..Alat yang tidak langsung terlibat dalam proses belajar mengajar.
    Misalnya : bangunan sekolah, meja guru, perabot kantor tata usaha, WC, dll.
Pengaturan yang dilakukan sebelum alat-alat digunakan disebut pengaturan awal, yang meliputi :
1. Memberikan identitas, yaitu nomor inventaris dengan kode tertentu untuk jenis              tertentu.
            2. Pencatatan alat ke dalam buku daftar inventaris.
Yang dimaksud dengan buku inventaris adalah buku yang digunakan untuk mencatan       daftar kekayaan, dalam hal ini kekayaan sekolah. Dengan adanya buku inventaris      maka akan mempermudah pengontrolan dan pengecekan kembali sewaktu-waktu.
Buku inventaris berisi kolom-kolom untuk mencatat hal-hal berikut : nomor urut, nama alat atau bahan ( sebaiknya terpisah ), ukuran, jumlah sekarang dan keterangan. Penempatan alat ke dalam ruang atau almari yang sudah diberikan kode. Untuk sekolah yang besar yang memiliki banyak alat, pemisahan didasarkan atas penempatan dalam almari. Tetapi jika alat-alatnya hanya sedikit, pemisahan dilakukan atas rak-rak saja, misalnya rak alat IPA, rak alat matematika dan sebagainya.
Sesudah dilakukan pengaturan awal, maka selanjutnya alat-alat ataupun sarana lain sidah siap untuk digunakan. Penggunaan alat dipengaruhi 4 faktor yaitu :
a. Banyaknya alat untuk tiap macam
b. Banyaknya kelas
c. Banyaknya siswa dalam tiap kelas
d. Banyaknya ruangan atau lokal yang ada di sekolah itu

            Dengan mengingat beberapa faktor di atas serta pola pengaturan alat pelajaran (sentralisasi atau disentralisasi) maka secara umum dapat diatur sebagai berikut :
a. Alat pelajaran untuk kelas tertentu
Ada kalanya sesuatu alat hanya dipergunakan untuk kelas tertentu sesuai dengan meteri kurikulum, jika banyaknya alat untuk mencukupi banyaknya kelas, maka sebaiknya alat-alat tersebut disimpan di kelas agar mempermudah penggunaan.
b. Alat pelajaran untuk beberapa kelas
Apabila banyaknya alat terbatas, padahal yang membutuhkan lebih dari satu kelas, maka alat-alat tersebut terpaksa digunakan bersama-sama secara bergantian.
            c. Alat pelajaran yang diangkut yang diangkut ke kelas yang membutuhkan secara bergantian.
            d. Alat pelajaran tersebut disimpan disuatu ruangan dan guru mengajak siswa mendatangi ruangan itu (sistem laboratorium)
e. Alat pelajaran untuk semua siswa. Penggunaan alat pelajaran untuk semua kelas dapat dilakkukan dengan membawa ke kelas yang membutuhkan secara bergantian atau siswa yang akan menggunakan mendatangi ruangan tertentu.

Dua sistem yaitu mendatangkan alat ke kelas atau mendatangkan siswa ke ruang alat ada kebaikan dan keburukannya. Alat didatangkan ke kelas terjadi kelas tetap, dan ke siswa mendatangi ruangan-ruangan terjadi kelas berjalan (kelas adalah sekelompok anak yang dalam waktu yang sama, di bawah bimbingan seorang guru).
Setelah alat-alat pelajaran digunakan maka kegiatan selanjutnya adalah pengaturan kembali.yang perlu ditekankan disini adalah bahwa anak-anak harus diberi kesempatan untuk melaksanakan pengaturan kembali terhadap alat-alat yang mereka gunakan. Yang lebih awal dari itu adalah anak-anak harus diberi tahu dan diawasi bagaimana menggunakan perabotan sekolah. Banyak sekali ketahanan perabot sekolah tergantung dari cara menggunakannya. Mengikutsertakan anak ke dalam pemeliharaan dan pengaturan kembali mempunyai sekurang-kurangnya 3 manfaat, yaitu :
1. Melatih anak untuk bertanggung jawab terhadap barang-barang yang mereka gunakan.
2.  Mendidik anak untuk merasa ikut memiliki barang-barang sekolah.
3. Anak-anak menjadi lebih paham akan seluk beluk alat-alat yang mereka pergunakan.

D. Pengertian Pengelolaan Sarana dan Prasarana
            Pendidikan Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khusunya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang belajar, ruang kelas, meja kursi, serta alat- alat dan media pembelajaran. Sedangkan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Seperti : halaman yang bagus untuk melakukan pembelajaran, kebun atau taman sekolah yang enak di pandang, jalan menuju ke sekolah mudah, tata tertib sekolah, dan sebagainya. Menurut Dirjen Dikdasmen Depdikbud (1997: 134) bahwa sarana pendidikan sering diartikan dengan semua fasilitas yang digunakan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan pembelajaran sehingga dapat meninggkatkan kualitas pendidikan. Kemudian menurut B. Suryo Subroto (1988: 75) bahwa sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja. contoh gedung kantor. Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas fungsi unit kerja. Dari pengertian – pengertian tersebut maka pengelolaan sarana pendidikan adalah suatu kemampuan untuk merencanakan, mengadakan, menyimpan, atau memelihara, menggunakan sumber daya pendidikan serta penghapusan yang berupa alat pembelajaran, alat peraga, dan media pendidikan di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yag telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

1. Prinsip Dasar Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Prinsip-prinsip Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan menurut Bafadal (2003) adalah:
            a. Prinsip pencapaian tujuan Pada dasarnya manajemen perlengkapan sekolah dilakukan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen perlengkapan sekolah dapat dikatakan berhasil bilamana fasilitas sekolah itu selalu siap pakai setiap saat, pada setiap ada seorang personel sekolah akan menggunakannya.
              b. Prinsip efisiensi Dengan prinsip efisiensi berarti semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan perencanaan yang hati-hati, sehingga bisa memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif murah. Selain itu juga berarti bahwa pemakaian semua fasilitas sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Dalam rangka itu maka perlengkapan sekolah hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya. Petunjuk teknis tersebut dikomunikasikan kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana dipandang perlu, dilakukan pembinaan terhadap semua personel.
             c. Prinsip administratif Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan sarana dan prasarana pendidikan. Sebagai contohnya adalah peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan milik negara. Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan pedoman yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, setiap penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya memahami semua peraturan perundang-undangan tersebut dan menginformasikan kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan berpartisipasi dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan.
            d. Prinsip kejelasan tanggung jawab Di Indonesia tidak sedikit adanya lembaga pendidikan yang sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga manajemennya melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu terjadi maka perlu adanya pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam pengorganisasiannya, semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu dideskripsikan dengan jelas.
             e. Prinsip kekohesifan Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen perlengkapan pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan perlengkapan itu telah memiliki tugas dan tanggung jawab masing- masing, namun antara yang satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik

E. Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Secara defenitif, penghapusan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik lambaga (bisa juga milik negara) dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai salah satu aktivitas dalam pengelolaan sarana prasarana pendidikan, penghapusan bertujuan untuk:

     1.      Mencegah dan atau membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk perbaikan perlengkapan yang rusak. 
    2.      Mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan perlengkapan yang tidak berguna lagi. 
    3.      Membebaskan lembaga dari tanggungjawab pemeliharaan dan pengamanan. 
    4.      Meringankan beban inventarisasi.
Kepala sekolah memiliki untuk melakukan penghapusan terhadap perlengkapan sekolah. Namun perlengkapan yang akan dihapus harus memenuhi persyaratan-persyaratan penghapusan. Demikian pula prosedurnya harus  mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Barang-barang yang memenuhi syarat untuk dihapus adalah:
    1.      Barang-barang dalam keaadan rusak berat sehingga tidak dapat manfaatkan lagi 
    2.      Barang-barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan 
   3.      Barang-barang kuno yang penggunaannya tidak efisien lagi
   4.      Barang-barang yang terkena larangan 
   5.      Barang-barang yang mengalami penyusutan diluar kekuasaan pengurus barang 
   6.      Barang-barang yang pemeliharaan tidak seimbang dengan penggunaannya 
   7.      Barang-barang yang berlebihan dan tidak digunakan lagi 
   8.      Barang-barang yang dicuri 
   9.      Barang-barang yang diselewengkan 
   10.  Barang-barang yang terbakar atau musnah akibat adanya bencana alam

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
            Sekolah merupakan sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang dimaksud adalah Staf Tata Laksana Administrasi, Staf Teknis Pendidikan didalamnya ada Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai peserta didik yang bisa ditempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai.
            Prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan di sekolah. Dalam pendidikan misalnnya lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang dan sebagainya. Sedangkan sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, seperti: ruang, buku, perpustakaan, labolatorium dan sebagainya.
            


Tuesday, December 4, 2018

MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN


MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH



BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Sistem manajemen yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umunya. Dalam kasus-kasus tertentu, manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi dibanding pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MPS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan muncul kemandirian sekolah.
Manajemen berbaris sekolah ini merupakan sistem penyelenggaraan dan pengelolaan yang dilakukan secara mandiri. Sistem ini memberikan peluang bagi sekolah untuk mengatur pengelolan sekolahnya secara demokratis bidang yang didesentralisasikan adalah bidang pendidikan, dimana dalam penerapan disekolah disebut manajement berbasis sekolah (MBS).
    B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah?
2.      Apa saja tujuan dari Manajemen Berbasisi Sekolah?
3.      Sebutkan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah?
4.      Apa manfaat dari Manajemen Berbasis Sekolah?
5.      Jelaskan faktor-faktor Manajemen Berbasis Sekolah?
     C.    Tujuan
1.      Memahamai apa itu MBS.
2.      Tahu tujuan MBS itu apa.
3.      Mengetahui prinsip-prinsip MBS
4.      Mengertia manfaat dari MBS tersebut.
5.      Tahu faktor-faktor dari MBS.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen,  berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak lain adalah kepala sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa.
Manajemen Berbasis Sekolah meletakan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel, dan kurikulum. Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.[1]
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengolah sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan antara lain;
a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada
      peserta didik, orangtua, dan guru.
b.    Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
c.  Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar,
            tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah.
d.     Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru,
            manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini.[2]

B.     Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama sumber daya melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Ciri-ciri sekolah yang berdaya pada umumnya tingkat kemandirian tinggi atau tingkat ketergantungan rendah bersifat adaptif dan antisipatif maupun proaktif sekaligus dan memiliki jiwa kewirausahaan tinggi seperti ulet, inovatif, gigih dan juga berani mengambil resiko.
Adapun bertanggung jawab terhadap hasil sekolah memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya kontrol terhadap kondisi kerja komitmen yang tinggi pada dirinya dan dinilai oleh pencapaian prestasinya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya memiliki ciri-ciri seperti pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, dia memiliki suara bagaimana sesuatu  dikerjakan, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Tujuan manajemen berbasis sekolah juga bisa dikatakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan penelitian mengenaiefektivitas sekolah secara lebih luas bahwa salah satu ciri sekolah efektif yang dapat meningkatkan perbaikan prestasi peserta didik adalah pada sekolah-sekolahyang relatif otonom, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat. Dengan kata lain, MBS dimaksudkan untuk membentuk sekolah-sekolah efektif sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah juga bertujuan untuk memberikan kebebasan yang luas kepada kepala sekolah dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas pemerintah. Strategi-strategi yang dapat ditawarkan adalah: Pertama, kurikulum yang bersifat inklusif. Kedua, proses pembelajaran yang efektif. Ketiga, lingkungan sekolah yang mendukung. Keempat, sumber daya yang berasas pemerataan. Kelima, standarisasi dalam hal-hal tertentu seperti monitoring, evaluasi, dan tes. Kelima strategi itu harus menyatu ke dalam empat fungsi pengelolaan sekolah, yaitu pertama, manajemen organisasi-kepemimpinan. Kedua, proses pembelajaran. Ketiga, sumber daya manusia. Keempat, administrasi sekolah.
Ada beberapa penerapan Manajemen Berbasis Sekolah antara lain;
1.      secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah dan dimanfaatkan untuk pengambilan keputusa dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran.
2.      melibatkan guru, staf lainnya dan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah.
3.      meningkatkan moral guru-guru.
4.      keputusan yang diambil oleh sekolah memiliki akuntabilitas.
5.      menyesuaikan sumber-sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah.
6.      membina dan menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah, dan
7.      untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah sesuai yang telah diprogramkan.[3]
C.    Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
1.       Prinsip Ekuifinalitas (principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi, bahwa terdapat beberapa metode yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. Model MBS menekankan pada fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya tugas sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, terutama perbedaan prestasi akademik dan non akademik siswa dan karakteristik lingkungannya, maka sekolah tidak dapat dijalankan dengan struktur yang standar secara nasional.
2.      Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas pembelajaran dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
3.      Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self-Managing System)
Manajemen Berbasis Sekolah menyadari pentingnya sekolah mendisain sistem pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pembelajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Oleh karena itu, sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab.
4.      Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Sejalan dengan perkembangan pergerakan hubungan antar manusia dan pergerakan ilmu perilaku pada manajemen modern, manusia mulai menaruh perhatian serius pada pengaruh penting faktor manusia pada efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa manusia adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga prioritas utama manajemen adalah mengembangkan sumber daya manusia di sekolah untuk berinisiatif. Berdasarkan perspektif ini, maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber daya manusianya.[4]
D.    Ciri-Ciri Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam MBS peran serta masyarakat sangat penting, tidak seperti masa lalu yang hanya terbatas memobilisasi sumbangan uang dan sejenisnya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam model MBS memiliki fungsi dan peran yang sangat besar. Masalah keuangan, kegiatan pembelajaran, sarana prasarana, dan seluruh komponen penunjang pendidikan di sekolah merupakan tanggung jawab sekolah yang telah “di-result”oleh masyarakat.
Dalam hal pembelajaran atau proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), maka model MBS ini menekankan kepada pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran efektif (efektive learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Cara pembelajaran seperti ini memungkinkan munculnya keberanian pada diri siswa untuk mengemukakan pendapat, bertanta, mengkritik, dan mengakui kelemahannya apabila memang mereka melakukan kesalahan.
Dengan semangat belajar yang tinggi, kondisi tempat dan iklim belajar yang menyenangkan, dukungan dari masyarakat serta orang tua yang cukup. Pada gilirannya pendekatan ini akan dapat mengurangi bahkan mengikis habis masalah putus sekolah atau Drop Out (DO). Manajemen sekolah yang menitik beratkan pada aspek kemandirian sekolah dengan ciri utama pada adanya keterbukaan atau transparansi pelaksanaannya dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan diselenggarakan secara terbuka.
Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri manajemen berbasis sekolah antara lain:
1. Ada upaya meningkatkan peran serta BP3 dan masyarakat untuk mendukung kinerja   
   sekolah.
2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan        
    proses belajar mengajar (kurikulum), bahkan kepentingan administratif.
3.  Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah
         (anggaran, personil, dan fasilitas).
4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan  
          kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat, selain
         kepada pemerintah atau yayasan.
6.  Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
7.   Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.
8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah,
           pelaksanaan sampai dengan evaluasi (kepala sekolah, guru, BP3, dan tokoh   
           masyarakat, dan lain-lain)
9.  Adanya keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan sekolah, baik yang menyangkut
           program, anggaran, ketenagaan, prestasi sampai dengan pelaporan.
    10.  Pertanggungjawaban sekolah dilakukan baik terhadap pemerintah, yayasan, maupun
           masyarakat.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi.

Organisasi Sekolah
Proses Belajar Mengajar
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya dan Administrasi
Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
Meningkatkan kualitas belajar siswa
Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan semua siswa
Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah
Mengelola dana sekolah
Mengelola kegiatan operasional sekolah
Menyelenggarakan pengajaran yang efektif
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf
Menyediakan dukungan administratif
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait (school community)
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
Mengelola dan memelihara gedung dan sarana lainnya
Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab (akuntabel) kepada masyarakat dan pemerintah
Program pengembangan yang diperlukan siswa
Kesejahteraan staf dan siswa
Memelihara gedung dan sarana lainnya

Ciri-ciri lain MBS banyak diungkapkan oleh beberapa ahli manajemen pendidikan di berbagai negara, sehingga menimbulkan adanya perbedaan antara satu pendapat dengan pendapat yang lain. Untuk menemukan karakteristik ideal MBS memerlukan perjalanan yang panjang dan penelitian yang sangat serius. Di Amerika Serikat misalnya, karakteristik yang dimaksud baru ditemukan pada era reformasi pendidikan generasi keempat.[5]
1.      Adanya Keragaman dalam Pola Penggajian Guru
Pendekatan prestasi (merit system) dalam hal penggajian dan pemberian kesejahteraan material lainnya harus ditegakkan dan diutamakan. Hal ini dapat dilakukan dengan penetapan kebijakan melalui penerimaan langsung gaji guru ke rekening sekolah kemudian kepala sekolah mengalokasikan gaji guru itu per bulan sesuai dengan prestasinya.
2.      Otonomi Manajemen Sekolah
Sekolah menjadi sentral utama manajemen pada tingkat strategis dan operasional dalam kerangka penyelenggaraan program pendidikan dan pembelajaran. Sementara, kebijakan internal lain menjadi penyertanya.
3.      Pemberdayaan Guru secara Optimal
Dikarenakan sekolah harus berkompetisi membangun mutu dan membentuk citra di masyarakat, guru-guru harus diberdayakan dan memberdayakan diri secara optimal bagi terselenggaranya proses pembelajaran yang bermakna.
4.      Pengelolaan Sekolah secara Partisipatif
Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan dan melalui seluruh komunitas sekolah agar masing-masing dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi secara baik dan terjadi transparansi pengelolaan sekolah.
5.      Sistem yang Didesentralisasikan
Pelaksanaan MBS mendorong sekolah-sekolah siap berkompetisi untuk mendapatkan bantuan dari masyarakat atau dari pemerintah secara kompetitif (block grant) dan mengelola dana itu dengan baik.
6.      Otonomi Sekolah dalam Menentukan Program
Program akademik dan nonakademik dapat dikreasi sekolah sesuai kapasitasnya serta sesuai pula dengan kebutuhan masyarakat lokal, nasional, dan global.
7.      Hubungan Kemitraan antara Dunia Bisnis dan Dunia Pendidikan
Hubungan kemitraan itu dapat dilakukan secara langsung atau melalui Komite Sekolah. Hubungan kemitraan ini bukan hanya untuk keperluan pendanaan, melainkan juga untuk kegiatan praktik kerja dan program pembinaan dan pengembangan lainnya.
8.      Akses Terbuka bagi Sekolah untuk Tumbuh Relatif Mandiri
Perluasan kewenangan yang diberikan kepada sekolah memberi ruang gerak baginya untuk membuat keputusan inovatif dan mengkreasi program demi peningkatan mutu sekolah.
9.      Promosi Sekolah secara Komprehensif
Tugas pokok dan fungsi sekolah adalah menawarkan produk unggulan atau jasa. Jika sekolah sudah mampu membangun citra mutu dan keunggulan, lembaga itu akan mampu beradu tawar program dengan masyarakat, misalnya berkaitan dengan jumlah dana yang akan ditanggung oleh penerima jasa layanan.[6]
E.     Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan pesrta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua, misalnya orangtua dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.
Manajemen Berbasis Sekolah menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orangtua, peserta didik dan masyarakat yang lebih luas dalam  perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas  dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah , pengelolaan sekolah menjadi akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis, serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pendidikan. Untuk kepentingan tersebut diperlukan kesiapan pengelola pada berbagai level untuk melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.[7]

F.     Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam  Manajemen Berbasis Sekolah
Beberapa faktor yang harus diperhatikan Manajemen Berbasis Sekolah. Fakto-faktor tersebut yaitu;
a.       Kewajiban Sekolah
MBS yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang tinggi. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggungjawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
b.      Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Pemerintah juga perlu merumuskan seperangkat pedoman umum tentang pelaksanaan MBS untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevaluasi dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan dalam kerangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai dengan tujuan.
c.       Peranan Orangtua dan Masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih yaitu melalui partisispasi masyarakat, orangtua dan dewan sekolah (school council).

d.      Peranan Profesionalisme dan Manajerial
Kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan. Kepala sekolah perlu mempelajari kebijakan pemerintahan maupun prioritas sekolah sendiri. Ia harus :
1)       Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar
sekolah;
2)       Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan
pembelajaran;
3)       Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisis situasi sekarang
berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan situasi sekarang;
4)       Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah;
5)       Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tentangan sebagai peluang,
serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
e.       Pengembangan Profesi
Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatiahan bagi tenaga kependidikan untuk MBS.[8]

BAB III
PENUTUP
     A.    Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pemberian otonomi dan kewenangan pada tingkat sekolah. Tanggung jawab dan pengambilan keputusan kegiatan operasional sekolah diserahkan kepada kepala sekolah, para guru, orang tua, para siswa, dan anggota masyarakat lainnya. Pelaksana tingkat sekolah, bagaimanapun mereka dapat menyusuaikan, atau menjalankan kegiatan sekolah sesuai kebijakan pemerintah pusat.  
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama sumber daya melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan.
Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah dalam mengelola sekolah, yaitu:
1) prinsip ekuifinalitas, 2) prinsip desentralisasi, 3) prinsip sistem pengelolaan mandiri, dan 4) prinsip inisiatif sumber daya manusia. Sedangkan ciri-ciri MBS lain yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah menurut Saud yang dirangkum dari pelaksanaan MBS di beberapa negara yaitu: a) pemberian otonomi yang luas pada sekolah, b) partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, c) kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, dan d) adanya tim work yang tinggi dan profesional.
B.   Saran
            Jadi Manajemen Berbasis Sekolah bukan hanya tugas sekolah melainkan tugas yang seharusnya meletakan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel, dan kurikulum. Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.



[1]  Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Grasindo, 2003). Hlm 1-2
[2]  Asnawir, Manajemen Pendidikan, ( Padang: IB Press, 2006). Hlm 96
[3]  Ismail Solihin, Manajemen Strategi, ( Bandung: Erlangga, 2012). Hlm 93
[4]  Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Grasindo, 2003). Hlm 52-53
[5]  Mulya, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm 58-60
[6]  Danim Sudarwan, Manajemen Sekola, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008). Hlm29-30
[7]  Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, (Jakarta: Chalia Indonesia, 2001). Hlm 60
[8]  Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: Depdiknas, 2001). Hlm 92