1

loading...

Kamis, 01 November 2018

MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH “Baitul Mal Waat Tamwil”

MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH   “Baitul Mal Waat Tamwil” 

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Apa sebenarnya makna BMT di dalam sistem perekoniam umat islam? Pertanyaan ini dapatlah di jawab secara singkat sebagai berikut. Pertama, di saat krisis percaya diri dan bahaya kelaparan masal masal menghadang umat Islam Indonesia, maka BMT mengingatkan mereka pada pola pikir lain., ada prinsip prinsip pembangunan yang berbeda dari yang telah ditempuh selama ini yang perlu dan dapat dilaksanakan bukan saja untuk mengembalikan percaya diri tetapi juga untuk membangun masa depan yang lebih bermakna dan lebih kokoh.       Kedua, bahwa bilamana perekonomian umat islam ingin di bangun di atas prinsip-prinsip BMT maka umat islam Indonesia perlu mengambil keputusan untuk melaksanakan investasi besar-besaran dalam sumber daya manusia nya secepat mungkin. Investasi yang demikian itu akan menjadi andalan bagi kita semua untuk keluar dari krisis dan membangun masa depan yang lebih kokoh dan berkelanjutan.
Inilah dua makna besar yang dipancarkan oleh BMT dalam membangun perekonomian umat islam, prinsip-prinsip operasional pembangunan yang berbeda dari prinsip-prinsip yang dilaksanakan selama ini untuk meraih suatu masa depan yang lebih cerah dan pembangunan yang lebih bermakna.
B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
a.       Apa yang dimaksud dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)?
b.      Bagaimana sejarah  berdirinya BMT?
c.       Apa tujuan dari BMT?
d.      Bagaimana Karakteristik BMT sebagai Lembaga Keuangan BMT?
e.       Bagaimana Bentuk Badan Hukum BMT?
f.       Apa Prinsip dan Produk Inti dari BMT ?
g.      Bagaimana Bentuk Kebijakan Pengembangan BMT ?
C.      Rumusan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat:
a.     Mengetahui dan memahami Pengertian BMT.
b.    Mengetahui dan memahami Bagaimana Sejarah BMT.
c.     Mengetahui dan memahami Bagaimana Tujuan dari BMT.
d.    Mengetahui dan memahami Bagaimana Karakteristik BMT sebagai Lembaga Keuangan.
e.     Mengetahui dan memahami Bentuk Badan Hukum BMT.
f.     Mengetahui dan memahami Prinsip dan Produk Inti dari BMT.
g.    Mengetahui dan memahami bagaimana strategi pengembangan BMT.















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Baitul Mal Wat Tamwil
BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal Wat Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai namanya terdiri dari 2 fungsi utama, yaitu:
1.      Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2.      Baitul mal  (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sadakah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi penguasaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul Mal Wat Tamwil juga menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan daan amanatnya.[1]
Keberadaan BMT  dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layakya bank. Pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan BMT juga bertugas menghimpun dana masyarakat (anggota BMT) yang mempercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT) yang diberikaan pinjaman oleh BMT. Sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri dan pertanian.
1.      Tujuan BMT yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
2.      Sifat BMT yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri, ditumbuhkembangkan dengan swadaya dan dikelola secara professional serta berorientasi untuk kesejahteraan anggota dn masyarakat lingkungannya.
3.      Visi BMT yaitu menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat dan kut yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnyadan umat manusia pada umunya.
4.      Misi BMT yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani yang adil dan berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan berlandaskan syariah dan ridha Allah SWT.[2]
5.      Fungsi BMT yaitu (1), mengindetifikasi, memobilisas, mengorganisir, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota muamalat (Pokusma) dan kerjanya; (2) mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan global. (3)menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

a.       Ciri ciri utama BMT,yaitu:
a)      Berorientasi  bisnis,mencari laba bersama meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungan
b)      Bukan lembaga social tetapi dapat di manfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat,infak dan sedekah untuk kesejahteraan orang banyak
c)      Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta peran masyarakat sekitar
d)     Milik bersama masyarkat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri,bukan milik orang seorang dari masyarakat itu sendiri[3]

Pengembangan BMT sendiri merupakan hasil prakarsa dari pusat inkubasi bisnis usaha kecil dan menengah(PINBUK)yang merupakan badan pekerja yang di bentuk oleh yayasan inkubasi usaha kecil dan menengah.
PINBUK memiliki fungsi:
a.       Mensupervisi dan membina teknis,administrasi,pembukuan dan finansial BMT-BMT yang terbentuk
b.      Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi bisnis pengusaha baru dan penyuburan pengusaha baru dan yang ada
c.       Meningkatkan nilai BMT sehingga meningkat nilai tambah nya
d.      Memberikan penyuluhan dan pelatihan
e.       Melakukan promosi,pemasaran hasil dan mengembangkan jaringan perdagangan usaha kecil
f.       Memfasilitasi alat alat yang tidak mampu dimiliki oleh pengusaha secara perorangan,seperti alat alat promosi dan alat pendukung lain nya.[4]



B.       Sejarah Berdirinya BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)
Istilah Baitul Maal telah ada dan tumbuh sejak zaman Rasllullah meskipun saat itu belum berbentuk suatu lembaga yang permanen dan terpisah. Kelembagaan Baitul Maal secara mandiri sebagai lembaga ekonomi berdiri pada masa Khalifah Umar bin Khattab atas usulan seorang ahli fiqih bernama Walid bin Hisyam.
Sejak masa tersebut dan masa kejayaan Islam selanjutnya (Dinasti abbasyiah dan Umayyah) Baitul Maal telah menjadi institusi yang cukup vital bagi kehidupan negara.Ketika itu, Baitul Maal telah menangani berbagai macam urusan mulai dari penarikan zakut (juga pajak), ghanimah, infaq, shadaqahsampai membangun fasilitas umum seperti jalan, jembatan, menggaji tentara dan pajabat negara, serta kegiatan sosial atau kepentingan umum lainya. Bila dipersamakan dengan saat ini, maka Baitul Maul ketika zaman sejarah Islam dapat dikatakan menjblankan fungsi sebagai Departemen Keuangan, Ditjen Pajak, Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum dan sebagainya.
Baitul Maal yang dalam istilah modern adalah Bank Islam, memiliki akar yang kuat dari pemikiran para pemimpin gerakan Islam sejak tahun 1940-an yang mengibarkan bendera dakwah sampai timbulnya Revavilisme Islam (kebangkitan Islam) sejak himbauan Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Iqbal, Ibnu Badis, Muhammad Abdub, Rasyid Ridha, Hasan al-Bana, Al-Maududi, Savid Qutub dan lainlain dalam waktu panjang yang menyerukan untuk pembebasan ekonomi dengan melaksanakan kembali Syari’at Islam di bidang keuangan dan mu 'alamah (inte raksi sosial) sebagai prasarana urat tunggang pemikiran bank-bank dan institusi keuangan Islam.
Meskipun pendahuluan pemikiran Islam ini belum mampu memberikan alternatif praktis tertentu, akan tetapi telah berhasil memberikan akomodasi dan mobilisasi opini umum hingga dapat mendesak dengan kuat beberapa permintaan hingga pemerintah muslim itu mengeluarkan izin untuk inendirikan bank-bank Islam. Maka pada tahun 1977, Hank Islam Faisal di Sudan melakukan operasi dan kemudian secara berurutan disusul oleh Kuwait Finance House (1978), Bahrain Islamic Bunk (1978), Bank Faisal Islami di Mesir (1978), Bank Investasi dan Pembangunan Islam Internasional (1979)Daru ’1-Ma1 l' Islami (1979), enam perusahaan Keuangan Islam, Perusahaan Islam Mudharabah dan Perusahaan Bank-bank Musyakarah Nasional di Pakistan (1980), Persatuan Investasi Islam di Bahrain (1981). Dan pada tahun 1982, semakin banyak pertumbuhan bank-bank Islam di berbagai Negara. Kemudian imbasnyapun pada tahun 1992 lahir Bank Mua’malat di Indonesia atas dasar PP No. 72 tahun 1992: bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Bahkan Pemerintah Repubik Pakistan pada tahun 1981, menetapkan bahwa semua bank di Pakistan dalam opersional deposit0 dan investasinya harus berdasarkan petunjuk dari syari’at Islam.
Dari akar sejarah diatas, tampaklah bahwa fungsi Baitul Maal wat Tamwilyang sebenarnya dalani konsepsi Islam merupakan alternatif kelembungaan keuangan syari’at yang memiliki dimensi sosial dan produktif dalam skala nasional bahkan global, dan denyut nadi perekonomian umat terpusat pada fungsi kelembagaan ini yang mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia, didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam terhadap banyaknya masyarakat miskin (yang notabenenya umat Islam) yang terjerat oleh rentenir dan juga dalam rangka memberikan alternatif bagi mereka yang ingin mengembangkan usahanya namun tidak dapat berhubungan secara langsung dengan perbankan Islam (baik BMI maupum BPRS) dikarenakan usahanya tergolong kecil dan mikro, maka pada tahun 1992 lahirlah sebuah lembaga keuangan kecil yang beroperasi dan menggunakan gabungan antara konsep Baitul Maal dan Baitut Tamwil yang target, sasaran, dan skalanya pada sektor usaha mikro. Lembaga tersebut “memberanikan diri” bernama Baitul Maal Wat Tamwil yang disingkat BMT.[5]

C.      Tujuan Baitul Maal wat Tamwil
Lembaga ekonomi mikro ini pada awal pendiriannya memfokuskan diri untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal.Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat mendirikan ekonomi para peminjaman. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, BMT memainkan peran dan fungsinya dalam beberapa hal:
a.    Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat dan daerah kerjanya.
b.    Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
c.    Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Setelah itu BMT dapat melakukan penggalangan dan mobilisasi atas potensi tersebut sehingga mampu melahirkan nilai tambah kepada anggota dan masyarakat sekitar.
d.   Menjadi perantara keuangan antar agniyah sebagai shohibul maal dengan  dhu’afah sebagaimudhorib, terutama untuk dana sosial. BMT dalam fungsi ini bertindak sebagai amil yang bertugas untuk menerima dana zakat, infaq, sadaqah, dan dana sosial dan kemudian disalurkan kembali kepada golongan yang membutuhkan.
e.    Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun penyimpanan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.[6]

D.      Karakteristik BMT sebagai lembaga keuangan
Sebagai suatu lembaga, karakteristik  BMT di pengaruhi oleh falsafah lembaga tersebut. Sebagaimana halnya falsafah setiap lembaga keuangan syari’ah, falsafah BMT adalah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Selain itu operasional BMT harus sesuai dengan prinsip bisnis antara lain:
1.      Pelarangan riba
2.      Pencegahan gharar dalam perjanjian.
3.      Pelarangan usaha untung-untungan.
4.      Praktik jual beli atau dagang.
5.      Pelarangan perdagangan komoditas terlarang.[7]

E.       Bentuk Badan Hukum BMT
Pengertian badan hukum dikemukakan oleh Subekti, badan Hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.
Menurut Subekti, badan hukum sebagai subjek hukum mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.      Perkumpulan orang
2.      Dapat melakukan perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum.
3.      Mempunyai harta kekayaan tersendiri.
4.      Mempunyai pengurus.
5.      Mempunyai hak dan kewajiban.
6.      Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan.[8]

F.       Prinsip Dan Produk Inti Dari Baitul Maal Wat Tamwil
Baitul Maal Wat Tamwil sebenarnya merupakan dua kelembagaan yang menjadi satu, yaitu lembaga  Baitul Maal dan lembaga Baitut Tamwil yang masing-masing keduanya memiliki prinsip dan produk yang berbeda meskipun memiliki hubungan yang erat antara keduanya dalam menciptakan suatu kondisi perekonomian yang merata dan dinamis.

Prinsip prinsip utama BMT,yaitu:
1.              Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT,dengan mengimplementasikan prinsip prinsip syariah dan muamalah islam kedalam kehidupan nyata.
2.              Keterpaduan (kaffah) di mana nilai nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil dan berakhlak mulia.
3.              Kekeluargaan
4.              Kebersamaan
5.              Kemandirian
6.              Profesionalisme
7.              Istiqomah, konsisten, kontinuitas setelah mencapai suatu tahap maju ke tahap berikut nya.[9]
Secara ringkas P3UK (1994) menerangkan prinsip dan produk inti dari Baitul Maal wat Tamwiladalah sebagai berikut:[10]
a.    Prinsip dan Produk inti Baitul Maal
Memiliki prinsip sebagai sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqah-nya. Dapat diungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri atas:
1.      Produk Penghimpun Dana
a.       Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, dan juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, atau wakaf serta dana-dana yang sifatnya sosial.
2.      Produk Penyaluran Dana
a.       Penyaluran dana harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena sudah ditetapkan dalam nash, yaitu kepada 8 asnaf. Sedangkan dana di luar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya.[11]
b.    Prinsip dan Produk inti Baitut Tamwil
Dalam  Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank Islam. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai  Baitut Tamwil, yaitu:[12]
a)      Prinsip bagi hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara pemodal dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dan penyedia dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalahMudharabah dan Musyarakah 
b)      Prinsip jual beli dengan keuntungan ( Mark-up)
Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin Mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai’ Bitsaman Ajil.
c)      Prinsip non profit[13]
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebijakan, prinsip ini lebih bersifat social dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan.  

Adapun mengenai produk inti dari BMT sebagai fungsi Baitut Tamwil adalah sebagai berikut:
a.    Produk penghimpun dana
Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana disini, berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha produktif. Jenis simpanan tersebut antara lain:
a)      Al-Wadi’ah
b)      Al-Mudharabah
c)      Amanah
b.    Produk penyaluran dana
Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah:
a)      Pembiayaan Mudhharaba
b)      Pembiayaan Musyarakah
c)      Pembiayaan Murabahah
d)     Pembiayaan Bai’ Saman Ajil
e)      Pembiayaan al-Qardhul Hasa[14]

G.      Kebijakan Pengembangan BMT
Sebagai salah satu lembaga euangan syariah, BMT dipercaya lebih mempunyai peluang untuk berkembang dibanding dengan lembaga keungan lain yang beroperasi secara konvensional karena hal-hal sebagai berikut:
a.       tidak mengenal pola eksploitasi oleh pemilik dana kepada
b.      pengguna dalam bentuk beban bunga tinggi sebagaimana berlaku pada sistem
1.      konvensional.[15]Lembaga keuangan syariah dijalankan dengan prinsip keadilan, wajar dan rasional, dimana keuntungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan adalah benar berasal dari keuntungan penggunaan dana oleh para pengusaha lembaga keuangan syariah. Dengan pola ini, maka lembaga keuangan syariah terhindar dari negative spread, sebagaimana lembaga keuangan konvensional.
2.      Lembaga keuangan syariah mempunyai misi yang sejalan dengan program pemerintah, yaitu pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga berpeluang menjalin kerjasama yang saling bermanfaat dalam upaya pencapaian masing-masing tujuan. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mengembangkan perekonomian yang berbasis pada ekonomi kerakyatan melalui kredit-kredit program KPPA Bagi Hasil. Pembiayaan Modal Kerja (PMK) BPRS, Pembiayaan Usaha Kecil dan Mikro (PPKM). Hal ini tentu saja membuka peluang bagi BMT untuk mengembangkan pola kemitraan.
3.      Sepanjang nasabah peminjam dan nasabah pengguna dana taat asas terhadap sistem bagi hasil, maka sistem syariah sebenarnya tahan uji atas gelombang ekonomi. Lembaga keuangan syariah

H.      Prosedur Pendirian BMT
Baitul Mal Wat Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah nonperbankan yang sifatnya informal. Disebut bersifat informal karena lembaga keuangan ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya.
BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses legalitas hukum yang bertahap. Awalnya dapat dimulai sebagai kelompok swadaya masyarakat dengan mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari PINBUK dan jika telah mencapai nilai aset tertentu segera menyiapakan diri kedalam badan hukum koperasi.
Berikut tahapan pendirian BMT, yaitu:
a.     Perlu ada pemrakarsa, motivator yang telah menegtahui BMT dan peranannya dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat. Jika dukungan cukup ada, maka perlu berkonsultasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang berpengaruh, baik formal maupun yang informal.
b.    Diantara pemrakarsa membentuk Panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) dilokasi jamaah masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamataan atau lainnya. Jika dalam satu kecamatan terdapat beberapa P3B, makaa P3B kecamatan menjadi koordinatorr P3B yang ada.
c.     P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 30.000.000,- agar BMT memulai operasi dengan syarat modal itu. Modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, Pemda, dan sumber lainnya.
d.    P3B juga mencari modal-modal pendiri (Simpanan Pokok Khusus/SPK semacam saham) dari sekitar 20-44 orang dikawasan tersebut untuk mendapatkan dana urunan. Untuk kawasan perkotaan mencapai jumlah Rp. 20 sampai 35 juta. Sedangkan untuk kawasan pedesaan SPK antara 10-20 juta. Masing-masing para pendiri perlu membuat komitmen tentang peranan masing-masing.
e.     Jika calon pemodal-pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang ramping (3 orang maksimal 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT. Pengurus mewakili para pemilik modal BMT.
f.     P3B atau pengurus jika telah ada mencari dan memilih calon pengelola BMT.
g.    Mempersiapkan legalitas hukum untuk usaha sebagai:
a)    KSM/LKM dengan mengirim surat ke PINBUK
b)   Melatih calon pengelola sebaiknya juga diikuti oleh satu orang pengurus dengan menghubungi kantor PINBUK terdekat.
c)    Melaksanakan persiapan-persiapan sarana kantor dan berkas administrasi yang diperlukan.
d)   Melaksanakan bisnis operasi BMT.[16]
e)    Koperasi Simpan Pinjam (KSP) syariah atau Koperasi Serba Usaha (KSU) unit syariah dengan menghubungi kepala kantor/dinas/badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil diibukota kabupaten/kota.
























BAB III
PENUTUP


a.        Kesimpulan
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi penguasaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul Mal Wat Tamwil juga menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan daan amanatnya.
Keberadaan BMT  dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layakya bank. Pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan BMT juga bertugas menghimpun dana masyarakat (anggota BMT) yang mempercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT) yang diberikaan pinjaman oleh BMT. Sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri dan pertanian.







DAFTAR PUSTAKA


Adriani. Baitul maal wat tamwil (konsep dan mekanisme di Indonesia)

Alma,buchari dan priansa,donni  juni 2009. Manajemen bisinis syariah bandung:alfabeta

Muhammad. 2007.Lembaga Ekonomi Syari’ah Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soemitra,andi.2012.bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta:kencana

Yunus, Jamal Lulail2009. Manajemen Bank Syari’ah. Malang:UIN-MalangPress















KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Baitul Mal Wat Tamwil”.
            Tugas makalah ini dibuat guna untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Syraiah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam prodi Perbankan Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.
            Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
            Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.



Bengkulu, 06 April 2016

                                                                                                  Penulis                      






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB. I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.       Tujuan Masalah..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian BMT.................................................................................... 3
B.       Sejarah Berdirinya BMT....................................................................... 6
C.       Tujuan BMT.......................................................................................... 8
D.      Karakteristik BMT sebagai Lembaga Keuangan.................................. 8
E.       Bentuk Badan Hukum BMT................................................................ 9
F.        Prinsip dan Produk Inti dari BMT........................................................ 9
G.      Kebijakan Pengembangan BMT........................................................... 12
H.      Prosedur Pendirian................................................................................ 13

BAB III PENUTUP  
Kesimpulan.................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA







[1]Andi Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.(Jakarta: Kencana. 2012) hlm. 451-452
[2]Andi Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.(Jakarta: Kencana. 2012) hlm. 453-454




[6]Muhammad. Lembaga Ekonomi Syari’ah (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007) hlm.  60. 
[7]Muhammad. Lembaga Ekonomi Syari’ah (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007) hlm. 59 
[8]Buchari Alma dan Donni Juni Priansa. Menejemen Bisnis Syari’ah (Bandung: Alfabeta. 2009) hlm. 21
[9]Andi Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah(Jakarta: Kencana. 2012) hlm.453
[10] Jamal Lulail Yunus. Manajemen Bank Syari’ah (Malang: UIN-Malang Press. 2009) hlm.33.



[14]Buchari Alma dan Donni Juni Priansa. Menejemen Bisnis Syari’ah (Bandung: Alfabeta. 2009) hlm. 18
[15] Andi Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.(Jakarta: Kencana. 2012) hlm. 465
[16]Ibid. Hlm. 458-459

MAKALAH PARADIGMA POST-POSITIVISME

MAKALAH PARADIGMA POST-POSITIVISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Pendidikan belakangan ini mengalami kondisi yang memprihatinkan, dengan maraknya tawuran antar remaja di berbagai kota ditambah dengan sejumlah perilaku mereka yang cenderung anarkis, meningkatnya penyalahgunaan narkoba, dan suburnya pergaulan bebas di kalangan pelajar adalah bukti bahwa pendidikan  telah gagal membentuk akhlak anak didik. Pendidikan selama ini memang telah melahirkan alumnus yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan formal yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan yang ada tidak berhasil menanamkan nilai-nilai kebajikan atau karakter yang baik. Dapat di lihat di berapa banyak lulusan pendidikan memiliki kepribadian yang justru merusak diri mereka. Tampak dunia pendidikan di Indonesia masih perlu perbaikan  karena sekarang ini yang dikejar hanya gelar dan angka. Bukan hal mendasar yang membawa peserta didik pada kesadaran penuh untuk mencari ilmu pengetahuan dalam menjalani realitas kehidupan. Pendidikan semacam itu tidak terjadi di negeri ini sebab orientasinya semata-mata sebagai sarana mencari kerja. Kenyataannya yang dianggap sukses dalam pendidikan adalah mereka yang dengan sertifikat kelulusannya berhasil menduduki posisi pekerjaan yang menjanjikan gaji tinggi. sementara nilai-nilai akhlak dan budi pekerti menjadi `barang langka’ bagi dunia pendidikan.
Pendidikan juga masih menghasilkan lulusan berakhlak buruk seperti suka menang sendiri, pecandu narkoba dan hobi tawuran, senang curang dan tidak punya kepekaan sosial, atau gila harta dan serakah. Kegagalan pendidikan bukan hanya diukur dari standar pemenuhan lapangan kerja. Masalah yang lebih besar adalah pendidikan kita belum bisa menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Ahmad Tafsir menegaskan, bangsa-bangsa yang dimusnahkan Tuhan bukan karena tidak menguasai iptek atau kurang pandai, namun karena buruknya akhlak.
Karena itu, mengutip kata-kata bijak para filosof, pendidikan sejatinya ditujukan untuk membantu memanusiakan manusia. Pendidikan tersebut harus mencakup unsur jasmani, rohani dan kalbu. Implementasi ketiga unsur itu dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai kemanusiaan yang tinggi. Hanya saja, kita melihat pendidikan di Indonesia sangat jauh dari yang diharapkan bahkan jauh tertinggal dengan Negara-negara berkembang lainnya. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan. Pendek kata, pendidikan kita belum mampu mengantarkan anak didik pada kesadaran akan dirinya sebagai manusia. Padahal, manusia adalah pelaku utama dalam proses pendidikan. Pentingnya Suatu Penentuan Filsafat dalam Pendidikan :Dr. Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani mengemukakan pentingnya penentuan suatu falsafat bagi pendidikan sebagai berikut, Filsafat pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakan pendidikan dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran yang sehat terhadap proses pendidikan.
Post positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran ini bersifat critical realisme yang memandang bahwa realitas memang Fisafat sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan unuk membantu individu  untuk mengevaluasi keberadaanya dengan cara memuaskan. Filsafat Post Positivisme lawan dari positivisme yaitu cara berpikir yg subjektif Asumsi terhadap realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi.[1]
Di samping itu dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah pendidikan; Filsafat pendidikan dapat membentuk azas yang khamenyangkut kurikulum, metode, alat-alat pengajaran, dan lain-lain. Filsafat pendidikan menjadi azas terbaik untuk mengadakan penilaian pendidikan dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan institusi-institusi pendidikan.
Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi para pendidik untuk membela tindakan-tindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah pertarungan filsafat umum yang mengusasi dunia pendidikan. Filsafat pendidikan positivisme akan membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran serta pendidikan siswanya di sekolah dan mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budaya dan lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan untuk menciptakan insane yang sempurna baik lahir maupun batinnya, hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah yang membahas mengenai “ Peran Post positivisme dalam pendidikan.[2]
B.     Rumusan Masalah.
1.      Apa yang dimaksud dengan Post-Positivisme?
2.      Bagaimana Paradigma Post-Positivisme ?
3.      Bagaimana Asumsi dasar Post-Positivisme?
C.    Tujuan Penulis
1.      Mengetahui apa itu Post-Positivisme
2.      Mengetahui Bagaimana Post-Positivisme
3.      Mengetahui Bagaimana Post-Positivisme
 BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Post-Positivisme.
Filsafat Post Positivisme lawan dari positivisme yaitu cara berpikir yang subjektif Asumsi terhadap realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi. Post Positivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi thd realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi.
 Munculnya gugatan terhadap positivisme  di mulai tahun 1970-1980an. Pemikirannya dinamai “post-positivisme”. Tokohnya; Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah karena.
Post positivisme juga merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan, sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang  mustahil bila suatu realitas   dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori. Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivism dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan.
Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran post-positivisme bersifat critical realism dan menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan peneliti dengan realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus interaktif dengan subjektivitas seminimal mungkin. Secara metodologis adalah modified experimental/ manipulatif.[3]Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara menyamaratakan.[4]
Kesadaran berilmu pengetahuan yg pertama-tama adalah kesadaran manusia tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional: semantik dan ontologik. Makna semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu makna). Ontologik: sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin untuk dikatakan equivalen atau identik Inti Pemikiran Husserl. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip  trianggulasi, yaitu  penggunaan  bermacam-macam  metode,  sumber  data, data, dan lain-lain. Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation, yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori.
BagaimanaMunculnya gugatan terhadap positivisme di mulai tahun 1970-1980an. Pemikirannya dinamai “post-positivisme”. Tokohnya; Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah. Observasi yang didewakan positivisme dipertanyakan netralitasnya, karena observasi dianggap bisa saja dipengaruhi oleh persepsi masing-masing orang. Proses dari positivisme ke post-positivisme melalui kritikan dari tiga hal yaitu :
 1) Observasi sebagai unsur utama metode penelitian
2) Hubungan yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu,
3)Tradisi keilmuan yang terus berkembang dan dinamis (Salim, 2001).
Filsafat post positivisme tehadap dalam Pendidikan indonesia post positivisme adalah suatu penggerak ide yang menggantikan ide2 positivisme post positivisme memiliki cita-cita ingin meninggkatkan kondisi ekonomi  dan sosial,  kesadaran dan akan peristiwa  sejarah dan perkembangan dalam bidang pendidikan Filsafat post positivisme agar pendidikan  tidak hanya kejadian atau hal-hal yang dapat dibuktikan  secara impiris atau dapat dilihat  melainkan menggambugkan antara yang dilihat dan dirasakan contoh pendidikan berkarakter itu akan berjalan dengan baik  dan memberi dampak yang positip, dilihat bukan hanya materi dalam pembelajaran melainkan ada juga dari prilaku adri guru, keluarga,  dan lingkungan serta emosi anak.
B.       Paradigma Post-Positivisme.
Dalam proses keilmuan, paradigma keilmuan memegang peranan yang penting. Fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsistensi dari proses keilmuan. Menurut Thomas Kuhn, paradigma sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita, baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.
Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways.”Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metode    tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. 
C.      Asumsi dasar Post-Positivisme
1.    Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori. ( falibilitas  teori tidak satupun teori yang dapat dijelakan dengan bukti-bukti2 empiris bukti empiris kemungkinan menunjukan fakta anomali)
2.    Fakta tidak bebas, melainkan penuh dengan nilai (Interaksi  antara  subjek  dan  objek  penelitian.  Hasil  penelitian  bukanlah  reportase  objektif, melainkan  hasil  interaksi  manusia  dan  semesta  yang  penuh  dengan  persoalan  dan  senantiasa berubah)
3.     Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual. (Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal, melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan)
4.     Fokus kajian post-positivisme adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan. [5]
Ada empat pertanyaan dasar yang akan memberikan gambaran tentang posisi aliran post-positivisme yaitu
1)        dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan, yaitu:Bagaimana sebenarnya posisi postpositivisme di antara paradigma-paradigma ilmu yang lain? Apakah ini merupakan bentuk lain dari positivisme yang posisinya lebih lemah? Atau karena aliran ini datang setelah positivisme sehingga dinamakan postpositivisme? Harus diakui bahwa aliran ini bukan suatu filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
2)        Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang sudah sangat tua dan usang? Dugaan ini tidak seluruhnya benar. Pandangan awal aliran positivisme (old-positivism) adalah anti realis, yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan postpositivisme.
3)        banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme. Bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan (multiple realities) dan setiap masyarakat membentuk realitas mereka sendiri? Pandangan ini tidak benar karena relativisme tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari dalam dunia ilmu. Yang pasti postpositivisme mengakui bahwa paradigma hanyalah berfungsi sebagai lensa bukan sebagai kacamata. Selanjutnya, relativisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar, sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Postpositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
4)        karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak bisa diterima. Objektivitas merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua penyelidikan. Jika kita menolak prinsip ini, maka tidak ada yang namanya penyelidikan. Yang ingin ditekankan di sini bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran. Postpositivisme.[6]
Guba (1990:20) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: “Postpositivism is best characterized as modified version of positivism. Having assessed the damage that positivism has occured, postpositivists strunggle to limited that damage as well as to adjust to it. Prediction and control continue to be the aim.”Kutipan tersebut mempunyai arti Postpositivisme mempunyai ciri utama sebagai suatu modifikasi dari Positivisme. Melihat banyaknya kekurangan pada Positivisme menyebabkan para pendukung Postpositivisme berupaya memperkecil kelemahan tersebut dan menyesuaikannya. Prediksi dan kontrol tetap menjadi tujuan dari Postpositivisme tersebut.”
Salim (2001:40) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.
Selanjutnya dijelaskan secara epistomologis hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, tidak seperti yang diusulkan aliran Positivisme. Aliran ini menyatakan suatu hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas dapat dikurangi secara minimal (Salim, 2001:40).
Dari pandangan Guba maupun Salim yang juga mengacu pandangan Guba, Denzin dan Lincoln dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam.[7] Tetapi pada sisi lain. Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektifitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara. Kedua, Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang sudah sangat tua dan usang? Dugaan ini tidak seluruhnya benar. Pandangan awal aliran positivisme (old-positivism) adalah anti realis, yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan postpositivisme.[8] Ketiga, banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme. Bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan (multiple realities) dan setiap masyarakat membentuk realitas mereka sendiri? Pandangan ini tidak benar karena relativisme tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari dalam dunia ilmu. Yang pasti postpositivisme mengakui bahwa paradigma hanyalah berfungsi sebagai lensa bukan sebagai kacamata. Selanjutnya, relativisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar, sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Postpositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya. Keempat, karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak bisa diterima. Objektivitas merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua penyelidikan Untuk mengetahui lebih jauh tentang postpositivisme empat pertanyaan dasar berikut, akan memberikan gambaran tentang posisi aliran ini dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan ; Pertama, Bagaimana sebenarnya posisi postpositivisme di antara paradigma-paradigma ilmu yang lain? Apakah ini merupakan bentuk lain dari positivisme yang posisinya lebih lemah? Atau karena aliran ini datang setelah positivisme sehingga dinamakan postpositivisme? Harus diakui bahwa aliran ini bukan suatu filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang amat dekat dengan paradigma positivisme Jika kita menolak prinsip ini, maka tidak ada yang namanya penyelidikan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat Post Positivisme lawan dari positivisme yaitu cara berpikir yg subjektif Asumsi terhadap realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi. Post Positivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi thd realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi.Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Dalam proses keilmuan, paradigma keilmuan memegang peranan yang penting. Fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsistensi dari proses keilmuan. Menurut Thomas Kuhn, paradigma sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita, baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.Asumsi dasar Post-Positivisme antara lain yaitu :
1.        Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori. 
2.        Fakta tidak bebas, melainkan penuh dengan nilai. 
3.        Interaksi  antara  subjek  dan  objek  penelitian.  Hasil  penelitian  bukanlah  reportase  objektif, melainkan  hasil  interaksi  manusia  dan  semesta  yang  penuh  dengan  persoalan  dan  senantiasa berubah. 
4.        Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual. 
5.         Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal, melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan. 
B.     Saran
Dalam mempelajari pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari filsafat degan berbagai macam cabang ilmunya. Karena dengan cara kerja yan bersifat sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas, menganalisa sesuatu secara mendalam, ternya sangat relavan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu menjadi perekat antara berbagai disiplin ilmu yng terpisah kaitan satu sama lain. Dengan demikian, menggunakan analisa filsafat, berbagai macam disiplin yang berkembang sekarang ini, akan menentukan kembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masayrakat adan akan lebih mampu lagi meninggkatkan fungsi bagi kesajrahan hidup manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim Atang, Filsafat umum Pustaka setia : Bandung, 2009
Mustansyi Rizal  dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Santoso Purwo, Membedah M etodologi Ilmu Politik, (Yogyakarta, UGM 2012)
Gaffar Afan, Bahan ajar mata kuliah Skope dan Metodologi Ilmu Politik  Yogyakarta, 1989



[1] Atang Abdul Hakim, Filsafat umum (Pustaka setia : Bandung, 2009) , h. 24
[2]Ibid
[3]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 87
[4]Ibid
[5]Ibid
[6]Afan Gaffar, Bahan ajar mata kuliah Skope dan Metodologi Ilmu Politik(Yogyakarta, 1989) h. 4
[7] Ibid
[8]Purwo Santoso, Membedah Metodologi Ilmu Politik, (Yogyakarta, UGM 2012) h.45