1

loading...

Senin, 11 Februari 2019

MAKALAH SURVEILANS EPIDEMIOLOGI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya.
Pelaporan Penyakit Menular hanya salah satu bagian saja namun yang paling penting dari suatu system surveilans kesehatan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk dan “overcrowding” mempercepat terjadinya penularan penyakit dari orang ke orang. Faktor pertumbuhan dan mobilitas penduduk ini juga memperngaruhi perubahan gambaran Epidemiologis serta virulensi dari penyakit menular tertentu.
Perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah baru yang mempunyai ekologi lain membawa konsekuensi orang-orang yang pindah tersebut mengalami kontak dengan agen penyakit tertentu yang dapat menimbulkan masalah penyakit baru. Apapun jenis penyakitnya, apakah dia penyakit yang sangat prevalens di suatu wilayah ataukah penyakit yang baru muncul ataupun penyakit yang digunakan dalam bioteririsme, yang paliang penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan adalah mengenal dan mengidentifikasinnya sedini mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka system surveilans yang tertata rapi sangat diperlukan. CDC Atlanta telah mengembangkan rencana strategis untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul termasuk mengembangkan jaringan susrveilans sentinel, pengembangan pusat-pusat surveilans berbasis masyarakat dan berbagai proyek yang melengkapi kegiatan surveilans. Sebagai tambahan, Journal baru yang berjudul Emerging Infectious Diseases telah diterbitkan. CDC dengan WHO telah pula melakukan kerjasama tukar menukar informasi melalui media elektronika sejak tahun 1990 an. Bagaimanapun juga deteksi dini terhadap suatu kejadian penyakit menular sangat tergantung kepada kejelian para petugas kesehatan yang berada di ujung tombak untuk mengenali kejadian kesehatan yang tidak biasa secara dini. Dokter atau tenaga kesehatan yang menemukan yang aneh di lapangan punya kewajiban untuk melaporkan kepada otoritas kesehatan yang lebih tinggi agar dapat dilakukan tindakan yang semestinya.
B.     Tujuan
1   .      Mengetahui pengertian surveilans kesehatan masyarakat
2   .      Mengetahui rumusan tujuan surveilans kesehatan Masyarakat
3   .      Mengetahui jenis surveilans
4   .      Mengetahui pendekatan atau sumber data surveilans kesehatan Masyarakat
5   .      Mengetahui kegunaan surveilans kesehatan Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Landasan Teori
Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan teori simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus¬ menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan :
1    .      Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting  kesehatan masyarakat
2   .      Mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk identifikasi populasi resiko tinggi
3    .      Memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemic
4   .      Sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program
5   .      Mengevaluasi kebijakan-kebijakan publik
6   .      Memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan dan
7   .      Menyediakan suatu dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut.
Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus¬ menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.
Menurut Timmreck (2005), surveilans epidemiologi adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi secara sistematik dan berkesinambungan pada data yang berkaitan dengan kesehatan, penyakit, dan kondisi. Temuan dari kegiatan surveilans epidemiologi digunakan untuk merencanakan, mengkaji, mengevaluasi, dan menerapkan program pencegahan dan pengendalian di bidang kesehatan.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan, menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk yang dapat digunakan.
Sementara menurut pendapat lain dikemukakan, surveilans merupakan sebuah istilah umum yang mengacu pada observasi yang sedang berjalan, pengawasan berkelanjutan, pengamatan menyeluruh, pemantauan konstan, serta pengkajian perubahan dalam populasi yang berkaitan dengan penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan, atau kecenderungan kematian.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terusmenerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001). Kadang digunakan istilahsurveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health). Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008).
B.   Rumusan tujuan surveilans kesehatan Masyarakat
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:
ü   Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
ü   Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini    outbreak;
ü   Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)
ü   Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
ü   Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
ü   Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).
     C   Jenis Surveilans
Dikenal beberapa jenis surveilans:
a.    Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001). Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina, yaitu:
·         Karantina total; Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.
·         Karantina parsial. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
b.    Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c.    Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006). Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
d.    Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaansebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik
e.    Surveilans terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006).
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
ü  Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);
ü  Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
ü  Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;
ü  Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);
·     Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002).
f.     Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemergingdiseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi .

            D.    Pendekatan atau sumber data surveilans kesehatan Masyarakat
Berdasarkan pendekatan sumber data surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:
a.    Surveilans pasif;
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktupetugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.
b.    Surveilans aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulituntuk dilakukan daripada surveilans pasif Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu (JHU, 2006).
    1.      Sumber data dalam survelans epidemiologi menurut kemenkes RI no. 1116/menkes/sk/VIII/2003:
    2.      Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat
   3.      Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan  kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat
   4.      Data demografi yang dapat diperoleh dari unit ststistik kependudukan dan masyarakat
   5.      Data geografi yang dapat di peroleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
   6.      Data laboratorium yang dapat di peroleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat
   7.      Data kondisi lingkungan
   8.      Laporan wabah
   9.      Laporan penyelidikan wabah/KLB
   10.  Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
   11.  Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
  12.  Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat
    13.  Laporan kondisi pangan.
           E.   Kegunaan surveilans kesehatan Msayarakat
Adapun kegunaan surveilans dalam pelayanan kesehatan Masyarakat adalah sebagai berikut:
1.      Mempelajari pola kejadian penyakit dan penyakit potensial pada populasi sehingga dapat efektif dalam investigasi, controling dan pencegahan penyakit di populasi.
2.      Mempelajari riwayat alamiah penyakit, spektrum klinik dan epidemiologi penyakit (siapa, kapan dan dimana terjadinya, serta keterpaparan faktor resiko).
3.      Menyediakan basis data yang dapat digunakan untuk memperkirakan tindakan pencegahan dan kontrol dalam pengembangan dan pelaksanaan.
BAB III
PENUTUP
       A.   KESIMPULAN
1.      Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan
2.      Dikenal beberapa jenis surveilans: Surveilans Individu, surveilan penyakit, surveilans sinromik dll
3.      Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif
4.      Menurut cara memperolehnya, sumber data surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: Surveilans pasif; Surveilans aktif
      B.   SARAN
Surveilans kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan penanggulangan penyakit terutama dalam penanggulangan wabah (KLB). Maka dari itu dalam pengoperasian data surveilans haruslah relevan dan akurat sehingga dalam pengambilan keputusan menjadi tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta.

Nur Nasry Noor, Bahan kuliah Epidemiologi Dasar. FKM. Unhas.

Ridwan, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat Surveilans Epidermiologi Sebuah Pengantar. FKM-UNHAS.

Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Atfabeta. Bandung. Hal.

Sutrisna, Bambang. 1986. Pengantar Metoda Epidemiologi. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Wahyudin Rajab, M.Epid. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan, EGC. Jakart


MAKALAH EKOLOGI PANGAN & GIZI


MAKALAH EKOLOGI PANGAN & GIZI 

BAB I
PENDAHULUAN

       1.      Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumberdaya manusia. Penentu gizi yang baik terdapat pada jenis pangan yang baik pula yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Jenis pangan yang baik harus mempunyai ketahanan pangan dan keamanan pangan yang baik. Ketahanan pangan (food security) ini harus mencakup aksesibilitas, ketersediaan, keamanan dan kesinambungan. Aksesibilitas di sini artinya setiap rumah tangga mampu memenuhi kecukupan pangan keluarga dengan gizi yang sehat. Ketersediaan pangan adalah rata-rata pangan dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan konsumsi di tingkat wilayah dan rumah tangga. Sedangkan keamanan pangan (food safety) dititikberatkan pada kualitas pangan yang memenuhi kebutuhan gizi.
Ketahanan pangan merupakan basis ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional secara berkesinambungan. Namun. di Indonesia ketahanan pangan ini belum bisa terpenuhi secara optimal karena banyak masyarakat yang terkendala dengan kemiskinan. Kemiskinan ini yang mengakibatkan timbulnya penyakit gizi seperti busung lapar, kwashiorkor, dll. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan dan di sisi lain akan meningkatkan produktivitas.
     2.      Rumusan Masalah
1)   Apa pengertian ekonomi, pangan, dan gizi?
2)   Apa hubungan gizi dan perkembangan ekonomi?
3)   Apa pengaruh ekonomi terhadap status gizi?
4)   Apa hubungan pangan dan gizi?
5)   Bagaimana perencanaan gizi dan pertumbuhan ekonomi?
      3.      Tujuan Penulisan
1)      Mengetahui pengertian ekonomi, pangan, dan gizi.
2)      Mengetahui hubungan gizi dan perkembangan ekonomi.
3)      Mengetahui pengaruh ekonomi terhadap status gizi.
4)      Mengetahui hubungan pangan dan gizi.
5)      Mengetahui perencanaan gizi dan pertumbuhan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Ekonomi, Pangan, dan Gizi
 Ekonomi merupakan salah satu ilmu social yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah Ekonomi sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu oikos=keluarga atau rumah tangga, nomos=peraturan atau hukum. Ekonom adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.
Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (UU Pangan nomor 18 Tahun 2012).
Gizi berasal dari bahasa arab Ghidza yang berarti makanan yang bermanfaat atau sari makanan. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Ekonomi pangan gizi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menyeimbangkan kebutuhan manusia yang tidak terbatas akan zat gizi karena pertambahan penduduk dengan jumlah bahan yang dijadikan makanan /yang menghasilkan zat gizi itu.
B.     Hubungan Gizi dan Perkembangan Ekonomi
Dalam jangka panjang, pembangunan ekonomi memberikan dampak peningkatan taraf hidup dan gizi penduduk. Dalam era pembangunan walaupun taraf pendapatan penduduk bertambah, namun ternyata konsumsi pangan penduduk tidak meningkat secara otomatis.
 Kadang-kadang perubahan pola pertanaman dari tanaman pangan ke tanaman perdagangan (cash crops) mengakibatkan penurunan kualitas maupun kuantitas konsumsi pangan. Foster (1962) menunjukkan bahwa kecenderungan yang menurun pada kuallitas konsumsi pangan kadang-kadang mengikuti pangan perubahan dari sistem subsistem menjadi sistem ekonomi uang. Suatu peningkatan tanaman perdangangan dapat mengurangi kesuburan tanah, selain itu tanaman pangan makin kurang dibudidayakan penduduk, sehingga pangan yang tersedia dari produksi semakin sedikit, tidak cukup untuk dikonsumsi sendiri. Memang, dengan dibangunnya sarana dan prasarana perhubungan memungkinkan berbagai jenis bahan makanan dapat di datangkan dari luar sehingga ketersediaan dapat terjamin. Umumnya jenis buah-buahan dan sayur-sayuran lebih banyak yang dikirim ke kota untuk dipasarkan daripada untuk dikonsumsi sendiri. Sejauh itu bagi golongan penduduk berpendapatan rendah di perkotaan tetap saja tidak mampu membelinya karena harga yang cukup tinggi.
Dalam tahun 1933, Orde Browne menunjukkan bahwa orang yang konsumsi pangannya kira-kira tidak cukup kebutuhan, maka bila orang itu bekerja sebagai buruh kemampuan kerjanya akan rendah. Pernyataan ini ditekankan oleh FAO (1962) dimana untuk bekerja di pabrik-pabrik para pekerja memerlukan konsumsi pangan yang cukup agar produktivitas kerjanya dapat ditingkatkan.
Investasi manusia sejak tahun 1940-an jarang diperhitungkan dalam pembangunan ekonomi nasional. Investasi dalam bentuk jasa-jasa pendidikan, pakaian dan makanan memberikan dampak pada kualitas manusia dan produktivitas kerja. Tetapi karena pengaruh itu sulit diukur, maka sering sekali tidak dianggap sebagai faktor penting dalam mempengaruhi pertumbuhan nasisonal. Namun akhir-akhir ini konsep investasi telah mencakup investasi manusia yang merupakan unsur penentu dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini faktor gizi menjadi makin penting untuk diberi perhatian khusus dalam pembangunan bangsa dan negara.
Oleh karena itu untuk membangun keadaan ekonomi suatu negara tidak cukup hanya menciptakan lapangan kerja saja tetapi membentuk manusia yang berpotensi dan berkualitas tinggi justru harus merupakan hal yang memperoleh penekenan dalam rencana pembangunan ekonomi nasional. Untuk ini perbaikan gizi memegang peranan penting dan harus ditempatkan sebagai bagian integral daripada upaya pembangunan nasional.
C.     Pengaruh Ekonomi Terhadap Status Gizi
Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai  tahun 1999 penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Kurang Energi dan Protein (KEP) pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar, dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.
Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan masalah yang menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat 2.200 balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin.
Dari semua masalah kesehatan yang ada tersebut menunjukkan bahwa ekonomi atau pendapatan suatu masyarakat sangat berpengaruh pada status gizi masyarakat tersebut. Kemampuan untuk membeli bahan makanan yang berkualitas dengan gizi yang seimbang disebabkan karena daya beli dan pengetahuan pula. Dari pengertian ini dapat dijelaskan bahwa semakin basar pendapatan dan pengetahuan dari masyarakat akan semakin tinggi pamenuhan gizi dan semakin baik pula status gizi pada masyarakat. Status gizi yang rendah dan masalah-masalah kesehatan terjadi karena rendahnya daya beli barang atau jasa untuk pemunuhan kesehatannya, sedangakan rendahnya daya beli tersebut disebabkan karena rendahnya pendapatan serta pengetahuan kesehatan yang kurang.
D.     Hubungan Pangan dan Gizi
Pangan menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi. Pada gilirannya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagai tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa diatara zat gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat gizi esensia, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan yang normal, jadi zat esensial yang disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan, umumnya dalah zat gizi yang tiak dibentuk dalam tubuh dan harus disediakan dari unsur-unsur pangan diataranya adalah asam amino esensial semua zat esensial diperlukan untuk kesehatan yang baik.
Pada umumnya zat gizi dibagi dalam lima kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Sedangkan sejumlah pakar juga berpendapat bahwa air juga merupakan bagian dari zat gizi. Hal ini didasarkan kepada fungsi air dalam metabolisme makanan yang cukup penting walaupun air dapat disediakan di luar bahan pangan. Dalan konteks ini penulis lebih memilih memasukkan air dalam kelompok zat gizi, sehingga zat gizi erbagi kedalam enam kelompok yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Tiga golongan zat gizi yang dapat diubah menjadi energi adalah karbohidrat, protein dan lemak. Akan tetapi vitamin, mineral dan air diperlukan untuk membantu mengubah zat gizi tersebut menjadi energi atau menjadi sesuatu dalam biosintesis.
Susunan pangan dalam makanan yang seimbang adalah susunan bahan pangan yang dapat menyediakan zat gizi penting dalam jumlah cukup yang diperlukan tubuh untuk tenaga, pemeliharaan, pertumbuhan, dan perbaikan jaringan. Banyaknya gizi yang diperlukan, berbeda antara satu orang dengan orang lain disebabkan berbagai faktor yang dibicarakan kemudian, tetapi fungsi gizi pada pokoknya sama utnuk semua orang. Berdasarkan asaupan gizi tersebutlah seseorang akan mempunyai status gizi. Secara umum ada 3 status gizi yailtu status gizi kurng, status gizi seimbang (normal), dan status gizi lebih. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah sebagai berikut:
a)      Produk pangan (jumlah dan jens makanan)
Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan dalam pola pangan di suatu Negara/daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang pangan.
b)      Pembagian makan atau pangan
Secara tradisional, di beberapa daerah Ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Padahal justru anak-anaklah yang harus diperhatikan terutama utnuk proses pertumbuhan dan perkembangannya. Baik pertumbuhan fisiologis, psikologis, dan kecerdasarannya tetapi pada kenyataannya masyarakat Indonesia yang masih awam masih menganut anggapan/masih percaya bahwa ayah adalah orang yang harus diutamakan dalam segala hal. Faham ini dikenal dengan nama pernalistik.
c)      Akseptabilitas (daya terima)
Aseptabilitas menyangkut penerimaan atau penolakan terhadap makanan yang terkait dengan cara memilih dan menyajikan pangan. Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun termurun untuk mencari, memilih, menagani, menyiapkan, menyajikan dan makan makanan.
d)      Prasangka buruk pada bahan makaan tertentu.
Kita janganlah terlalu berperasangka buruk terhadap bahn makanan tertentu, sebab tidak semua bahan makanan tertentu merugikan bagi manusia. Contohnya banyaknya orang menganggap bahwa terong dapat berdampak buruk bagi kita yaitu menyebakan keloyoan pada tubuh kita, padahal sebenarnya tidak.
e)      Pantangan pada makanan tetentu
Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan, tahayul, dan larangan yang beragam yang didasarkan kepada kebudayaan dan daerah yang berlainan di dunia. Beberapa pola pantangan dinanut oleh suatu golongan masyarakat atau oleh bagian yang lebih besar dari penduduknya. Misalnya saja masih banyak orang-orang di Indonesia ini yang beranggapan ada beberapa makanan yang harus dihindari atau menjadi pantangan terutama pada beberapa kondisi tertentu.
f)       Kesukaan terhadap jenis makan tertentu
Dalam pemenuhan makanan apabila berdasarkan pada makanan kesukaan saja maka akan berakibat pemenuhan gizi akan menurun atau sebaliknya akan berlebih. Anjuran empat sehat lima sempurna, enam halalan thoyiban adalah anjuran yang perlu diikuti dalam pola makan keluarga.
g)      Keterbatasan ekonomi
Di Negara seperti Indonesia yang jumlah pendapatanan penduduk sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak kepada pemenuhan bahan makanan terutama makany bergizi. Keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya juga akan terganggu.
h)      Kebiasaan makan
Pada umumnya kebiasaan makan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat yang terkandung dalam makanan. Kebiasaan ini berasal dari pola makan yang di didasarkan pada budaya kelompok dan diajarkan pada seluruh anggota keluarga. Beberapa keluarga mengembangkan pola makan tiga kali sehari yaitu makan paagi, siang dan malam.
i)        Selera makan
Selera makan juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk energi dan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatannya.
j)        Senitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan)
k)      Dimulai dair penyiapam, penyajian, dan penyimpanan suatu bahan makanan atau pangan hendaknya jangan sampai kadar gizi yang terkandung dalam bahan makanan tersebut tercampur atau tidak higenis dan mengandung banyak kuman penyebab penyakit. Makanan harus cukup mengandung kalori, makanan mudah dicerna oleh alat-alat pencernaan, pengolahan atau pemasakannya harus disesuaikan dengan sifat fisik dan kimiawi dari masing-masing bahan makanan.
l)        Pengetahuan gizi
Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap Negara di dunia. Penduduk di mana pun akan beruntung dengan bertambahnya pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usianya dan eadaan fisiologisnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi tersebut akan saling berinteraksi satu sama lain sehingga berimplikasi kepada status gizi seseorang. Status gizi seimbang sangant penting terutama bagi pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan kesejahteraan manusia. Secara umum status gizi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:
1)      Kecukupan gizi (gizi seimbang)
2)      Gizi Kurang
3)      Gizi lebih
E.     Perencanaan Gizi dan Pertumbuhan Ekonomi
            Perencanaan adalah suatu proses atau kumpulan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengendalikan jalannya kejadian ke dalam beberapa jalan atau petunjuk yang diinginkan. Jalan yang  diinginkan tentunya ditentukan berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai. menurut ahli ekonomi, perencanaan sangat pening sekali, apabila kita ingin menggunakan sumberdaya yang ada, perlu ada pemberian teknologi dan lingkungan sosial politik yang sesuai.  Sumberdaya berhubungan dengan tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan.
            Perencanaan meliputi langkah-langkah utama sebagai berikut :
     1)      Penentuan tujuan dan sasaran yang penting penting diperhatikan adalah bahwa sasaran atau tujuan rencana harus konsisten dengan tujuan serta sasaran.
     2)      Gambaran program dan proyek dengan target yang sesuai
    3)      Formulasi kebijakan dan pengukuran disiapkan untuk menilai pencapaian target
    4)      Pembagian tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan program
    5)      Penentuan anggaran yang diperlukan untuk perencanaan
Di pihak lain, pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang dinamis di mana dengan perbaikan efisiensi  penggunaan sumberdaya bertujuan memperbaiki kesejahteraan (materi) masyarakat. Walaupun pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertumbuhan politik dan social, tetapi perencanaan gizi akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Gizi mempengaruhi produktifitas kerja, di mana produktifitas kerja ini secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Ekonomi pangan gizi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menyeimbangkan kebutuhan manusia yang tidak terbatas akan zat gizi karena pertambahan penduduk dengan jumlah bahan yang dijadikan makanan /yang menghasilkan zat gizi itu.
Ekonomi atau pendapatan suatu masyarakat sangat berpengaruh pada status gizi masyarakat. Status gizi yang rendah dan masalah-masalah kesehatan terjadi karena rendahnya daya beli barang atau jasa untuk pemunuhan kesehatannya, sedangakan rendahnya daya beli tersebut disebabkan karena rendahnya pendapatan serta pengetahuan kesehatan yang kurang.
B.     Saran
 Sebaiknya ada keseimbangan antara kebutuhan manusia akan jumlah bahan makanan dengan daya beli sehingga dapat terpenuhi akan asupan zat gizi. Juga ketersediaan pangan dapat terjaga sehingga masyarakat dapat memenuhi asupan gizi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta.
Roedjito, Djiteng. 1987. Perencanaan Gizi. Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.