1

loading...

Jumat, 27 September 2019

MAKALAH ISU-ISU BARU DALAM PEKEMBANGAN HUKUM DAN EKONOMI


MAKALAH ISU-ISU BARU DALAM PEKEMBANGAN HUKUM  DAN EKONOMI 

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
       Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untukmemandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomidengan cara-cara Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi,yang memiliki dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaituAl Qur'an dan Sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokoktersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja).Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan diIndonesia.
       Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segeramengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingisistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatusistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangandari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untukmengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.
       Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yangmenyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistemekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untukmewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistemekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullahmeningkatkan perekonomian di Zazirah Arab

B.  Rumusan masalah
       Dari Latar Belakang diatas dapat di rumusan masalah Bagaimana Isu-Isu Baru Dalam Perkembangan Hukum Dan Ekonomi ?

C.  Tujuan
       Untuk Mengetahui Isu-Isu Baru Dalam Perkembangan Hukum Dan Ekonomi ?

BAB II
PEMBAHASAN

    A.     ISU-ISU BARU DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DAN EKONOMI
          Istilah Hukum Ekonomi atau Economic Law mulai dikenal di Indonesia pada sekitar tahun 1972. Pada tahun itulah Universitas Padjadjaran menerbitkan seri Economic Law yang terdiri dari 5 jilid, yaitu : Agrarian Law, Taxation Law, Business Law, Labour Law and Social Legislation dan Mining Law. Namun demikian sampai sekitar akhir dasawarsa 1970 banyak kalangan pakar hukum yang masih menentang kehadiran Hukum Ekonomi sebagai suatu bidang studi hukum yang baru dan mandiri. [1]
          Memasuki awal dasawarsa 1980 barulah terlihat perkembangan baru yang menarik dari terhadap bidang studi Hukum Ekonomi di Indonesia. Banyak pihak, baik yang berasal dari kalangan ilmuwan, praktisi, pengusaha maupun pemerintah sendiri mulai menaruh perhatian besar terhadap bidang Hukum Ekonomi. Tumbuhnya perhatian besar terhadap Hukum Ekonomi itu tampaknya tidak bisa dilepaskan dari munculnya berbagai masalah ekonomi, baik yang berskala nasional maupun global. yang menghantam dunia dan tTerutama Indonesia. seperti masalah tersebut antara lain praktek dumping, kartel, monopoli dan persaingan tidak sehat. Hal inilah yang mengakibatkan para pengusaha dan ilmuwan pada akhirnya mulai berpaling ke arah hukum untuk memecahkan dan mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mikro dan makro yang dihadapi bangsa kita hiraukan sistem hukum yang berlaku sehingga menyebabkan banyak lembaga dan pranata ekonomi yang tidak atau belum diatur oleh kaidah hukum baru terutama kaidah hukum substantif. Kalaupun pranata dan lembaga ekonomi itu diatur seringkali kebijakan dan peraturan ekonomi nasional itu hanya didasarkan pada kaidah-kaidah hukum administrasi negara belaka tanpa adanya pengaturan hukum material atau hukum substantifnya. Akibatnya ialah bahwa seakanakan hukum dinilai ketinggalan. Padahal yang terjadi adalah hukum ditinggalkan oleh bidang ekonomi. [2]
          Selanjutnmya perkembangan ekonomi dunia yang makin terbuka serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkat pesat akan berpengaruh kepada kehidupan hukum di Indonesia. Sedangkan aspek hukum ekonomi seperti hukum pembuktian, hukum perikatan dan kepailitan yang terangkum dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang, masih mencerminkan hukum kolonial Belanda, yang tentu saja perangkat hukum tersebut sudah ketinggalan dan tidak relevan dengan perkembangan dunia bisnis modern. Peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai kegiatan di bidang ekonomi, banyak yang sudah tidak cocok untuk diterapkan pada masa sekarang.
          Secara kelembagaan isu baru yang diintrodusir dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yakni ketentuan tentang pemisahan (spin-off) terhadap UUS yang terdapat dalam Bank Umum Konvensional untuk dijadikan BUS, baik secara sukarela atau karena diwajibkan dengan telah terpenuhinya persyaratan tertentu. Pemisahan adalah pemisahan usaha dari Bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
          Hukum yang termanifestasi antara lain dalam peraturan perundangundangan pada dasarnya menurut Roscoe Pound merupakan alat rekayasa sosial kemasyarakatan (law as a tool of social engineering). Dalam penyusunan produk hukum hendaknya mendasarkan pada suatu paradigma tertentu yang sesuai dengan kepribadian bangsa (volkgeist), serta tetap memperhatikan realitas empiris yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Produk hukum paradigmatis akan mampu bertahan lama, sehingga penyusunannya memerlukan kajian akademis secara mendalam. Munculnya suatu produk hukum yang paradigmatis atau hanya karena didorong oleh kepentingan sesaat yang reaktif dapat kita lihat dari implikasi produk hukum dimaksud ketika diberlakukan efektif di masyarakat.
          Maka sifat daripada kebijakan Ekonomi Indonesia harus dapat melindungi kepentingan-kepentingan umum, baik kepentingan sekarang ada, maupun kepentingan dalam waktu yang akan datang. Untuk pembinaan Hukum Ekonomi diperlukan keahlian-keahlian yang terpadu atau interdisipliner. Pendekatan interdisipliner yang membutuhkan toleransi..
          Maka langkah pertama yang harus diambil ialah mengadakan inventarisasi dari seluruh undang-undang yang menyangkut penghitungan ekonomi, lebih-lebih yang tersebut dalam Pasal ; 33 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dengan demikian lebih jelas, bahwa untuk sebagian dari bidang ekonomi, lebih-lebih yang menyangkut kepentingan orang banyak, diperlukan Hukum Publik yang menyangkut Hukum Ekonomi. Bidang-bidang yang perlu pembinaan ialah :
1.         Tenaga kerja,dan perlindungan tenaga kerja. Termasuk didalamnya transmigrasi, sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1072 Pasal 2 dan sesuai dengan Pasal 16 termasuk dalam Hukum Publik.
2.         Produksi dan perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang timbul selama produksi yang dapat membahayakan perseorangan atau masyarakat sekelilingnya, termasuk perlindungan terhadap lingkungan hidup. Lebih-lebih produksi bahan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya hasil-hasil minyak dan gas bumi, atom, seperti terlihat dalam Undang-undang Pertamina dan yang menyangkut tenaga atom.
3.         Perlindungan konsumen terhadap bahaya-bahaya yang mungkin timbul karena kesalahan produksi, penipuan dan bahan yang dapat membahayakan orang banyak.
4.          Distribusi dan pemasaran bahan-bahan yang vital, seperti minyak bakar dan beras, yang masing-masing diatur secara langsung oleh negara lewat aparat-aparatnya.
Dengan demikian jelas, bahwa kebijakan Ekonomi membutuhkan pula keahlian dalam bidang-bidang lain, seperti perindustrian dan ahli ekonomi di samping sarjana-sarjana hukum yang ada. Hal ini tentu saja dapat diatur secara ad hoc atau secara permanen. Pembinaan Hukum Ekonomi meliputi :
1.         Penelitian terhadap undang-undang yang ada, apakah lebih banyak ditujukan untuk keadaan sekarang, ataukah ditujukan pada waktu yang akan datang. Undang-undang yang hanya melihat keadaan sekarang akan segera usang dan akan merupakan penghambat terhadap perkembangan ekonomi negara.
2.         Penelitian terhadap indikator-indikator yang merupakan bagian dari Sistem Peringatan Dini. Undang-undang yang baik adalah undangundang yang dapat merupakan pemberi peringatan tanda bahaya sebelum kejadian yang lebih parah terjadi.
3.         Penelitian terhadap fungsi undang-undang untuk melindungi kepentingan umum dan kepentingan politik Negara Republik Indonesia, agar kita dapat tetap hidup sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, khususnya ketidaktergantungan dalam bidang ekonomi kepada negara lain.
4.         Pernbinaan hukum yang dapat mempercepat transformasi dari susunan masyarakat yang agraris menjadi negara industri. Harus diusahakan agar prasyarat penerimaan teknologi baru dapat diatur dan dipaksakan dengan undang-undang, seperti misalnya tindakan keamanan, ketelitian, disiplin dan spesialisasi.
Arah kebijakan yang lebih signifikan pada perekonomian Indonesia ditaungkan dalam bentuk RPJM , digambarkan tentang kebijakan apakah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka pencapaian sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dinamika ekonomi dan hukum terkait pengaruh sistem ekonomi terhadap sistem hukum dan produk peraturan perundang-undangan di suatu negara sebagai masalah yang urgent untuk ditelit dan ditemukan solusi penyelesaiannya mengingat kejadian sepert Uni Soviet dapat terulang kembali di Indonesia.Terkait kajian mengenai teori dan realitas, suatu teori akan terlahir kembali dalam suatu bentuk atau transform yang baru terkait dengan kenyataanya.[3] Dalam hal ini suatu teori hukum terkait dengan realitasnya akan bertranformasi dari sekedar teori diaplikasikan menjadi sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur segala aspek sendi kehidupan yang menghubungkan manusia dengan sesama maupun individu lebih khususnya yang terkait dengan aspek ekonomi atau perdata. Sesuai dengan fungsi dari teori sebagai alat eksplanasi, alat pengontrol, alat peramal dan alat penguji.[4] Terkait hubungan antara ekonomi dan hukum modern, bukan lagi menjadi rahasia bila hukum modern (hukum positf) lebih berfungsi sebagai fasilitator atau instrumen yang memberikan kepastan hukum untuk menggerakkan roda perekonomian modern, dalam hal ini kapitalis atau neo liberalis yang merupakan bentuk baru dari imperialisme. Dan hal tersebut merupakan realitas yang terjadi di Indonesia sebagaimana diterapkannya “Teori Hukum Pembangunan” dalam substansi peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Di mana dengan teori tersebut, berbagai peraturan perundang-undangan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia seolah lebih berfungsi sebagai fasilitator atau instrumen dari sistem ekonomi neo liberal.
Beberapa realitas di atas mengenai sistem peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi sistem perekonomian yang ada, berakibat pada menjamurnya super dan minimarket merupakan cerminan terkait kebijakan yang selama ini dijalankan oleh pemerintah mengenai deregulasi pasar yang direkomendasikan oleh Bank Dunia. Meskipun masih banyak kasus lain terkait kebijakan pemerintah mengenai deregulasi, sepert UU No. 25 Tahun 2007 Pasal 22 yang tdak berlaku lagi karena judicial review oleh organisasi masyarakat.[5] Fenomena PT. Freeport terkait UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan lainnya.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas, berbagai hal tersebut cukup menjadi bukt bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia cenderung memfasilitasi sistem dan pola perekonomian tertentu bahkan tunduk pada sistem perekonomian yang ada. Maka elemen taat hukum yang ada pada masyarakat tdak akan pernah dapat bekerja dengan sempurna untuk mengatur maupun mengontrol secara paksa dinamika ekonomi yang ada, sehingga tampak seakan ekonomi lebih determinan dari hukum yang mengatur ekonomi itu sendiri. Namun bila melihat peristwa pada Mei 1998 dan kenyataan yang diangkat John Perkins dalam bukunya “Confessions of an Economic Hit Man” tentang Indonesia, telah menjelaskan terkait dinamika antara ekonomi dan hukum tdak hanya selalu pada determinasi ekonomi atas hukum melainkan dapat juga sebaliknya karena ekonomi modern membutuhkan unsur kepastan hukum dan kestabilan sosial politk untuk menjalankan roda perekonomian, dengan demikian hukum terkadang terlihat lebih determinan dari ekonomi.
Terkait dinamika antara hukum dan ekonomi sebagaimana telah dijelaskan, R. Pound dalam bukunya “An Introducton of The Philosophy of Law” pernah menerangkan, bahwa konsep hukum dalam realismenya dapat dimaknai sebagai jawaban atas tuntutan hukum ekonomi dan hukum sosial yang menghargai seseorang dalam masyarakat, dan dapat juga dimaknai sebagai perangkat sistem norma yang diberlakukan terhadap manusia dalam masyarakat oleh kelas masyarakat yang berkuasa untuk kepentngan kelas yang berkuasa.[6] Dua makna hukum Pound tersebut merupakan acuan bagaimana memahami dan menyikapi fungsi hukum dalam pembangunan masyarakat dan peran ilmu-ilmu sosial dalam membantu perkembangan ilmu hukum. Dalam hal ini Pound yang mengikut aliran instrumentalisme hukum, beranggapan bahwa dalam realitasnya, hukum dipengaruhi oleh tekanan sosial, faktor politk dan ekonomi.
Mengenai gambaran dinamika antara hukum dan eekonomi di atas, juga menjelaskan betapa kuatnya pengaruh kebutuhan dasar manusia dalam ekonomi, mengalahkan kebutuhan dasar akan rasa aman dan ketertban. Secara konseptual, dinamika di atas pada dasarnya mengerucut pada satu pola pokok bahwa manusia hidup bukan tanpa tujuan.[7]
Dengan demikian antara hukum dan ekonomi terdapat korelasi yang sangat erat kaitannya dalam tatanan sosial kemasyarakatan kenegaraan. Dalam hal ini determinasi ekonomi atas hukum lebih merusak sistem sosial kemasyarakatan dari pada determinasi hukum atas ekonomi. Selain merusak hukum dan tatanan sosial, determinasi ekonomi juga telah merusak unsur manusia dan kemanusiaan sebagai unsur terpentng dari semua elemen sosial, karena rusaknya moral attude manusia adalah awal dan biang dari segala kerusakan tatanan sosial termasuk hukum

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
     Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa dinamika antara hukum dan ekonomi yang tengah terjadi di Indonesia selalu tergambar dan tercermin dalam determinasi ekonomi atas hukum dan sebaliknya. Determinasi ekonomi atas hukum dan sebaliknya dapat dilihat dalam dua pola: Pertama, dinamika antara hukum dan ekonomi terkait untung rugi kadang menjadikan undangundang atau hukum yang ada tdak berlaku atau diabaikan “lawless”, karena tuntutan ekonomi lebih diutamakan dari pada penegakan hukum yang merugikan kepentngan ekonomi. Kedua, hukum (peraturan perundang-undangan) hadir untuk menjamin dan memfasilitasi sistem ekonomi yang ada, dalam hal ini terkait kegiatan ekonomi tdak dapat dilakukan tanpa adanya situasi atau keadaan yang kondusif, maka hukum dalam bentuk peraturan perundangundangan hadir untuk menjamin kepastan hukum tersebut dan dari pola kedua inilah hukum kadang lebih determinan atas ekonomi. Selain itu, berdasarkan data serta fakta yang disajikan pada pembahasan di atas juga dapat disimpulkan, bahwa peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia pada masa pemerintahan tertentu memang cenderung memfasilitasi sistem dan pola perekonomian tertentu, bahkan cenderung tunduk pada sistem perekonomian yang ada.
B.       Saran
     Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam pembahasan masih terdapat kekurangan baik dari substansi materi maupun contoh dari setiap materi yang dibahas. Dalam penulisan makalah ini juga masih terdapat kekurangan lain, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan dalam memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli, Teori Hukum Integratf Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Cet. I (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012)
H.R. Otje Salman S. dan Anthon F. Susanto,2013. Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cet. 7. Bandung: Refika Aditama.
Juhaya S. Praja,2011. Teori Hukum dan Aplikasinya, Cet. I. Bandung : Pustaka Setia, 2011
Rusydianta.Muhammad.2017.Dinamika Hukum dan Ekonomi dalam Realitas Sosial di Indonesia. Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 3
Sunaryati Hartono, Pengantar Hukum Ekonomi, Unpar, Bandung, 1990.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal




[1] Sunaryati Hartono, Pengantar Hukum Ekonomi, Unpar, Bandung, 1990.
[2] Anshori. Abdul Ghofur, 2008. Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di indonesia dan Implikasi  bagi Pebankan Nasioanla. Jurnal: Ekonomi Islam. Vol.II No. 2
[3] H.R. Otje Salman S. dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cet. 7 (Bandung: Refika Aditama, 2013), hlm. 30.
[4] Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, Cet. I (Bandung : Pustaka Setia, 2011), hlm. 3-4
[5] Terkait dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 22 yang menyatakan “kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal”, dinilai sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada modal asing karena dapat mengakomodir kepentingan pihak asing untuk menguasai sektor strategis seperti pertambangan dan kehutanan. Lihat Saut P. Panjaitan, “Politik Pembangunan Hukum di Bidang Investasi, Suatu Keniscayaan Konstitusi Ekonomi”, Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 2, April (2010): 60-61.
[6] R. Pound, An Introduction of The Philosophy of Law, dalam Romli Atmasasmita, Op.Cit, hlm. 70.
[7] Rusydianta.Muhammad.2017.Dinamika Hukum dan Ekonomi dalam Realitas Sosial di Indonesia. Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 3, hlm. 309–327

Jumat, 20 September 2019

MAKALAH“PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA”

MAKALAH“PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA”




BAB I


PENDAHULUAN

     A.    Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah pesat, sejalan dengan kemajuan jaman, begitu pula dengan cara berpikir masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal yang dinamis. Semakin banyak penemuan-penemuan atau penelitian yang dilakukan oleh manusia, tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan-kelemahan didalamnya, maka dari itu dari apa yang telah diciptakan atau diperoleh dari penelitian tersebut ada baiknya berdasar pada nilai-nilai yang menjadi tolak ukur kesetaraan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yaitu sila pancasila.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara indonesia guna melaksanakan pembangunan nasional, reformasi, dan pendidikan pada khususnya.
    B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Paradigma ?
2.      Apa yang dimaksud Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan?
3.      Bagaimana Penerapan Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi?
4.      Apa yang dimaksud Aktualisasi Pancasila?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui arti dari paradigma
2.      Mengetahui peranan pancasila sebagai paradigma pembangunan
3.      Memahami Penerapan Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
4.      Mahamami Aktualisasi Pancasila.



BAB II
PEMBAHASAN


     A.    Pengertian Paradigma Secara Luas
Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma berkembang dari definisi paradigma yang di kembangkan oleh Thomas kuhn dalam rangka menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan kususnya ilmu-ilmu alam. Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intlektual yang dalam kondisi normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmu yang membentuk 'masyarakat ilmiah' dalam disiplin tertentu dan pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.[1]
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik,
hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam
pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi,
sumber, tolak ukur, parameter, arah dan tujuan.Sesuatu dijadikan
paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur,
parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian,
paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala
hal dalam kehidupan manusia.
Robert Winslow menambahkan paradigma ilmiah sebagai gambaran intlektual yang daripadanya dapat ditentukan suatu subjek kajian. Perspektif intlektual inilah yang kemudian akan membentuk ilmu pengetahuan normal (normal science) yang mendasari pembentukan krangka teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah.
George Ritzer memberikan pengertian paradigma sebagai gambaran fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradima memberikan batasan mengenai apa yang harus di kaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagai mana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh.
Paradigma ialah unit konsensus yang amat luas dalam ilmu pengetahuan dan dipakai untuk melakukan pemilihan masyarakat ilmu pengetahuan (sub-masyarakt) yan satu dengan masyarakat yang lain. Paradigma membantu ilmuan dan teoritis intlektual untuk memandu, mengintegrasikan dan menafsirkan karya mereka agar terhindar dari penciptaan informasi yang acak dan tidak beraturan.
Menurut Khun, tidak ada sejarah kehidupan yang dapat di interpretasikan
tanpa sekurang-kurangnya berapa bentuk teori dan keyakinan metodologi implicit yang berkaitan satu sama dengan yang lain yang memungkinkan untuk melakukkan seleksi, evaluasi dan bersikap kritis.
Meskipun selalu terlihat bernuansa akademis,sebenarnya paradigma tidak menjadi bahan kaji atau dominasi para kaum intlektual untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, paradigma mungkin juga akan di terapkan pada ranah-ranah kehidupan sosial yang lain. Sebenarnya Khun mendapatkan gagasannya mengenai paradigma dari dunia sejarah dan sastra yang kemudian di terapkannya kedalam domain ilmu-ilmu alam yang pada waktu itu di anggap sebagai satu-satunya ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah. Sedangkan cabang ilmu pengetahuan yang sekarang telah di anggap sebagai ilmu,dulunya hanya di anggap sebagai seni saja misalnya sejarah, sastra, dan politik.
    B.     Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat berbangsa dan berwarga negara indonesia melaksanakan pembangunan nasional, Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa daalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai yang terkandung pada sila-sila pancasila.[2]
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa pancasila adalah dasar negara Indonesia. Sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolak ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Nilai-nilai dasar pancasila itu di kembangkan atas dasar hakikat manusia, hakikat manusia menurut pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antaralain:
a.       Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b.      Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c.       Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan
Berdasarkan itu, pembangunan nasional di arahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas, Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat marnusia secara keseluruhan.
    C.    Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Pancasila sebagai paradigma reformasi adalah dimana apabila terjadi suatu perubahan kedepannya maka asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai yang mendukung perubahan tersebut haruslah selalu berlandaskan pada pancasila.[3]
Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang bermatabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan menelan banyak korban jiwa dari anak-anak bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian ketenteraman serta kesejahteraan.
Namun demikian di balik berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang memilikinya yaitu nilai-nilai yang terakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai Pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam system Negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan kebenaraan kearah sumber nilai yang merupakan Platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yangselama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia Nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi Total tesebut.
a.      Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Dalam Berbagai Bidang
1.      Pengertian Paradigma
Dalam beberapa kamus ditemukan beberapa pengertian paradigma, yaitu antara lain: Contoh, Tasrip, Teladan, -Pedoman. Dalam kamus ilmiah Populer, yang ditulis oleh Pius A. Partanto & MD AIBarry, terbitan: Arkola, Surabaya, disebutkan: Paradigma dipakai untuk menunjukkan Gugusan Sistem Pemikiran, Bentuk Kasus dan Pola Pemecahannya.[4]
Berdasarkan kutipan tersebut, dapatlah disimpulkan pengertian Paradigma sebagai beiikut. Paradigma adalah suatu pedoman dasar/pokok untuk dipakai dalam menghadapí segala aspek kehidupan dengan segala permasalahannya untuk dipecahkan, sebingga tercapai suatu tujuan.
2.      Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.
3.      Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan sumber nilai system politik Indonesia dalam pembukaan UUD’45 alenia IV, jika dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini menunjukkan bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan Orba tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan yang memang diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini.
4.      Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
 Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
    D.    Aktualisasi Pancasila
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktualisasi diambil dari kata actual  yaitu “betul-betul ada (terlaksana)”. Jadi aktualisasi Pancasila adalah mengaplikasikan atau mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[5]
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap aspek dalam penyelenggaraan negara dan sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara harus berdasar pada nilai-nilai Pancasila. Hakikat Pancasila adalah bersifat universal, tetap dan tidak berubah. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan dalam setiap aspek dalam penyelenggaraan negara dan dalam wujud norma-norma baik norma hukum, kenegaraan, maupun norma-norma moral yang harus dilaksanakan oleh setiap warga negara Indonesia.
Permasalah pokok dalam aktualisasi Pancasila  adalah bagaimana wujud realisasinya itu, yaitu bagaimana nilai-nilai pancasila yang universal itu dijabarkan dalam bentuk-bentuk norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah laku semua warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Berdasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia bahwa setiap manusia adalah sebagai individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Kesepakatan kita sebagai suatu kesepakatan yang luhur untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila mengandung konsekuensi bahwa kita harus merealisasikan Pancasila itu dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan tingkah laku dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia merealisasikan Pancasila adalah merupakan suatu keharusan moral maupun yuridis.
Aktualisasi Pancasila dapat terealisasi jika kita sebagai warga Indonesia memahami nilai- nilai apa saja yang terdapat dalam Pancasila lalu menjalankan dalam kehidupan kita sehari-hari misal dengan cara menghindarkan diri dari perilaku diskriminasi.
Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan kampus, berarti realisasi penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma dalam setiap aspek kehidupan kampus. Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan kampus, merupakan aktualisasi Pancasila yang obyektif, karena dilaksanakan dalam suatu lembaga. Dalam hal ini lembaga pendidikan atau lembaga akademik, yaitu kolektifitas masyarakat yang ilmiah.  Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan kampus, dilaksanakan oleh seluruh lapisan / kalangan masyarakat kampus, yaitu dosen, mahasiswa, dan juga karyawan / tenaga administrasi.
a.      Macam Aktualisasi Pancasila.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Pancasila obyektif dan subyektif :
1.      Aktualisasi Pancasila yang Objektif
Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang – bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang - undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.
2.      Aktualisasi Pancasila yang Subjektif
Aktualisasi Pancasila subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting dari aktualisasi yang objektif, karena aktualisasi subjektif ini merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang objektif.`
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif akan terselenggara dengan baik apabila suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral, sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan menimbulkan akibat moral, dan ini lebih ditekankan pada sikap dan tingkah – laku seseorang. Sehingga Aktualisasi Pancasila yang subjektif berkaitan dengan norma – norma moral.
b.      Pengamalan Aktualisasi Pancasila dalam Berbagai Bidang.
      1.      Bidang Politik
Sistem politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila. Dimana demokrasi pancasila itu merupakan sistem pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai  Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengamalan Pancasila agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
     2.      Bidang Ekonomi
Pengaktualisasian pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
     3.      Bidang Sosial Budaya
Aktualisasi Pancasila dalam bidang social budaya berwujud sebagai pengkarakter sosial budaya (keadaban) Indonesia yang mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan, kehidupan yang selaras-serasi-seimbang, serta kerakyatan profil sosial budaya Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia yang gagasan, nilai, dan norma/aturannya yang tanpa paksaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan proses pembangunan budaya yang dibelajarkan/dikondisikan dengan tepat dan diseimbangkan dalam tatanan kehidupan, bukan sebagai suatu warisan dari generasi ke generasi, serta penguatkan kembali proses integrasi nasional baik secara vertical maupun horizontal.
Begitu luasnya cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia.
4.      Bidang Hukum
Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision should give way to State’s discretion in enacting or enforcing its law, striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging confrontantions.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law awareness”. Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:
a.       Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses amandemen.
b.      Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia.
c.       Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers menentukan urutan Pancasila.

BAB II
PENUTUP

     A.    Kesimpulan
Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma berkembang dari definisi paradigma yang di kembangkan oleh Thomas kuhn dalam rangka menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan kususnya ilmu-ilmu alam. Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intlektual yang dalam kondisi normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmu yang membentuk 'masyarakat ilmiah' dalam disiplin tertentu dan pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat berbangsa dan berwarga negara indonesia melaksanakan pembangunan nasional, Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa daalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai yang terkandung pada sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma reformasi adalah dimana apabila terjadi suatu perubahan kedepannya maka asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai yang mendukung perubahan tersebut haruslah selalu berlandaskan pada pancasila.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktualisasi diambil dari kata actual  yaitu “betul-betul ada (terlaksana)”. Jadi aktualisasi Pancasila adalah mengaplikasikan atau mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum pelajar untuk selalu mengingatkan kepada masyarakat agar dapat menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.Karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini. Sebagaimana yang kita ketahui bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu. Sebagai bangsa yang besar harus kita menghargai nilai-nilai sejarah tersebut dengan tetap menghormati bahasa melayu. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan bahasa indonesia ini. Disamping itu alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahasa indonesia secara baik dan benar karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional kita.

DAFTAR PUSTAKA 
Budiyanto. 2006 pendidikan kewarganegaraan untuk SMA Kelas XII, jakarta:
Erlangga
Budiyono, Kabul. (2016). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta
Calam, Ahmad dan Sobirin. 2008. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Saintikom.
Kaelan. 2010 pendidikan pancasila, paradigma: yogyakarta
Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia



[1] Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.

[2] Budiyanto. 2006 pendidikan kewarganegaraan untuk SMA Kelas XII, jakarta: Erlangga
[3] Kaelan. 2010 pendidikan pancasila, paradigma: yogyakarta
[4] Budiyono, Kabul. (2016). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta
[5] Calam, Ahmad dan Sobirin. 2008. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa, dan Bernegara. Saintikom.