MAKALAH EKONOMI MIKRO “PENENTUAN BALAS JASA ATAS FAKTOR PRODUKSI”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya sebuah perusahaan
pasti membutuhkan tenaga kerja, mesin, bahan baku dan faktor produksi lain.
Kebutuhan akan hal tersebut bukan untuk kepentingan mereka sendiri melainkan
untuk kepentingan menghasilkan barang dan jasa yang dijualnya. Permintaan dan
penawaran faktor-faktor produksi sangat menentukan harga dan kuantitas faktor
produksi dalam suatu pasar faktor prosuksi. Permintaan terhadap faktor produksi
juga memengarungi terhadap pendapatan bagi pengusaha. Di dalam menjalankan
perusahaan, pengusaha pasti tidak lepas dari keuntungan, sewa, bunga dll.
Tingkat suku bunga, sewa, keuntungan sangatlah memengaruhi terhadap
berkembangya sebuah perusahaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konsep permintaan terhadap faktor produksi?
2. Bagaimana penentuan upah di pasar tenaga kerja?
3. Bagaimana konsep sewa, bunga, dan keuntungan pengusaha?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Agar mahasiswa mampu memahami
permintaan terhadap faktor produksi
2.
Agar mahasiswa mampu memahami konsep
penentukan upah di pasar tenaga kerja
3.
Agar mahasiswa mampu memahami tentang sewa, bunga, dan laba pengusaha
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Permintaan Terhadap Faktor
Produksi
Permintaan terhadap faktor
produksi adalah permintaan turunan (derived demand) bukan merupakan permintaan
asli (genuine demand), yaitu sebagai hasil dari permintaan terhadap suatu hasil
produksi atau output. Munculnya permintaan terhadap suatu faktor produksi
adalah karena adanya permintaan terhadap hasil produksi. Sebagai ilustrasi,
para konsumen menginginkan roti, maka para produsen akan memroduksi roti. Untuk
memroduksi roti sesuai dengan permintaan konsumen diperlukan sejumlah faktor
produksi, misalnya tenaga kerja, modal, dan bahan-bahan dari alam. Seberapa
banyak dan dengan kombinasi seperti apa faktor-faktor produksi ini akan
ditentukan dari seberapa banyak roti yang diminta oleh konsumen. Jadi, nampak
jelas bahwa permintaan terhadap faktor produksi adalah turunan lebih lanjut
dari permintaan output. Karena merupakan permintaan turunan, maka sesungguhnya
eksistensi faktor-faktor produksi ini tergantung pada permintaan outputnya.
Tidak ada artinya eksistensi tenaga, modal dan sumber daya alam bagi masyarakat
secara sendiri, kecuali jika ada permintaan output oleh konsumen.[1]
Permintaan terhadap faktor
produksi oleh produsen ditentukan oleh beberapa faktor berikut :
1. Harga Faktor Produksi
Harga faktor produksi adalah
pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor produksi tersebut. Semakin
tinggi harga faktor produksi, semakin rendah jumlah faktor produksi yang
diminta.
2. Harga Faktor Produksi Lain
Permintaan terhadap suatu faktor
produksi berkaitan dengan faktor produksi lain, karena antar faktor produksi
mempunyai sifat hubungan faktor tertentu (substitusi atau komplementer).
Permintaan terhadap suatu faktor produksi akan semakin tinggi, jika semakin
tinggi harga faktor produksi lain yang mempunyai hubungan substitusi.
Sebaliknya, permintaan terhadap suatu faktor produksi akan semakin rendah, jika
semakin tinggi harga faktor produksi lain yang mempunyai
hubungan komplementer.
3. Permintaan Terhadap Output
Tingginya permintaan terhadap Output oleh konsumen akan mempengaruhi jumlah
output yang diproduksi menjadi tinggi, sehingga hal ini akan berpengaruh
terhadap gangguan penggunaan faktor produksi yang semakin tinggi oleh produsen.
Tingginya penggunaan faktor produksi ini pada akhirnya
akan menyebabkan permintaan terhadap faktor produksi menjadi semakin tinggi.
Dengan demikian semakin tinggi permintaan terhadap output (produk), semakin
tinggi permintaan terhadap faktor produksi.
4. Permintaan terhadap faktor produksi
lain
Seperti telah diuraikan dimuka
bahwa antar faktor produksi mempunyai sifat hubungan tertentu (substansi atau
komplementer). Permintaan terhadap suatu suatu produksi akan semakin tinggi,
jika semakin tinggi faktor produksi lain yang mempunyai hubungan substitusi.
Sebaliknya, permintaan terhadap suatu faktor produksi akan semakin rendah, jika
semakin tinggi harga faktor produksi lain yang mempunyai hubungan komplementer.[2]
B.
Penentuan Upah di Pasar Tenaga Kerja
1. Upah Uang dan Upah Riil
Pembayaran kepada tenaga kerja
dapat dibedakan kepada dua pengertian: gaji dan upah.
Dalam pengertian sehari- hari gaji diartikan sebagai pembayaran kepada pekerja-
pekerja tetap dan tenaga kerja professional seperti pegawai pemerintah, dosen,
guru, manager, akuntan. Pembayaran tersebut biasanya sebulan sekali. Sedangkan
upah dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja- pekerja kasar yang
pekerjaanya selalu berpindah- pindah, seperti misalnya pekerja pertanian,
tukang kayu, tukang batu, dan buruh kasar.
Di dalam teori ekonomi upah
diartikan sebagai pembayaran ke atas jasa- jasa fisik maupun mental yang
disediakan oleh tenaga kerja kepada pengusaha. Dengan demikian di dalam teori
ekonomi tidak dibedakan diantara pembayaran kepada pegawai tetap dengan
pembayaran ke atas jasa- jasa pekerja kasar dan tidak tetap. Di dalam teori
ekonomi kedua jenis pendapatan pekerja (pembayaran kepada para pekerja)
tersebut dinamakan upah.
2. Perbedaan Upah Uang dan Upah Riil
Di dalam jangka panjang sejumlah tertentu upah pekerja akan mempunyai
kemampuan yang semakin sedikit di dalam membeli barang- barang dan jasa- jasa
yang dibutuhkannya. Keadaan
seperti itu timbul akibat dari kenaikan harga- harga barang dan jasa tersebut,
yang selalu berlaku dari waktu ke waktu. Adanya kenaikan harga- harga akan
menurunkan daya beli dari sejumlah tertentu pendapatan.
Di dalam jangka panjang
kecenderungan yang selalu berlaku adalah keadaan dimana harga- harga barang
maupun upah terus menerus menghalami kenaikan. Tetapi kenaikan tersebut
tidaklah serentak dan juga tingkat kenaikannya berbeda. Walau bagaimanapun hal
ini tidak menimbulkan kesulitan untuk mengetahui sampai dimana kenaikan
pendapatan merupakan suatu gambaran dari kenaikan kesejahteraan yang dinikmati
oleh para pe4kerja. Untuk tujuan tersebut ahli ekonomi membuat perbedaan di
antara dua pengertian upah : upah uang dan upah riil. Upah
uang adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para
pengusaha sebagai pembayaran ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja yang
digunakan dalam proses produksi. Sedangkan upah riil adalah tingkat
upah pekerja yang diukurdari sudut kemampuan upahtersebut membeli barang-
barang dan jasa- jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.[3]
3. Hubungan antara Produktifitas dan
Upah
Upah rill yang diterima tenaga
kerja terutama tergantung kepada produktifitas dari tenaga kerja tersebut. Data
mengenai kenaikan upah di berbagai negara, terutama di negara- negara maju,
menunjukkan bahwa terdapat perkaitan yang erat antara kenaikan upah rill para
pekerja dengan kenaikan produktivitas mereka. Disamping dengan menggunakan
data, analisis secara grafik juga dapat menunjukkan hubungan antara
produktivitas dan upah rill.
4. Sumber- sumber Kenaikan
Produktivitas
Produktivitas dapat didefinisiklan
sebagai produksi yang diciptakan oleh seorang pekerja pada suatu waktu
tertentu. Kenaokan produktivitas berarti pekerja itu dapat menghasilkan lebih
banyak barang pada jangka waktu yang sama, atau suatu tingkat produksi tertentu
dapat dihasilkan dalam waktu yang lebih singkat. Kenaikan produktivitas
disebabkan oleh beberapa faktor, yang terpenting adala :
a.
Kemajuan
teknologi memproduksi
b. Pertambahan kepandaian dan ketrampilan tenaga kerja
c. Perbaikan dalam organisasi perusahaan dan masyarakat.
5. Penentuan Upah di Berbagai bentuk
Pasar Tenaga Kerja
Seperti juga dengan pasar barang,
pasar tenaga kerja dapat dibedakan dalam beberapa jenis. Bentuk- bentuk pasar
tenaga kerja yang terpenting adalah :
a. Persaingan sempurna dalam pasar tenaga kerja
Pasar persaingan sempurna dalam pasaran tega kerja berarti di dalam pasar
terdapat banyak perusahaan yang memerlukan tenaga kerja, dan tenaga kerja yang
ada dalam pasar tidak menyatukan diri di dalam serikat- serikatburuh yang akan
bertindak sebagai wakil mereka. Di
dalam pasar tenaga kerja yang seperti itu sifat- sifat permintaan dan penawaran
tenaga kerja tidak berbeda dengan sifat- sifat permintaandan penawaran di pasar
barang. Kurva permintaan ke atas tenaga kerja, seperti juga kurva permintaan ke
atas sesuatu barang, bersifat menurun dari kiri ke atas ke kanan bawah. Berarti
permintaan ke atas tenaga kerja bersifat : semakin tinggi/ rendah upah
tenaga kerja, semakin sedikit/ banyak permintaan ke atas tenaga kerja.[4]
b. Pasar Tenaga Kerja Monopsoni
Monopsoni berarti hanya terdapat
satu pembeli di pasar sedangkan penjual jumlahnya banyak. Berarti pasar tenaga
kerja seperti ini bersifat monopoli di pihak perusahaan.Dengan demikian
pasar tenaga kerja yang bersifat monopsoni, seperti telah dinyatakan sebelum
ini, berarti di dalam pasar hanya terdapat satu perusahaan yang akan
menggunakan tenaga kerja yang ditawarkan. Pasar tenaga kerja yang seperti ini
terwujud apabila di suatu tempat/ daerah tertentu terdapat sesuatu firma yang
sangat besar, dan ia satu- satunya perusahaan modern di tempat tersebut.
c. Monopoli Dari Pihak Tenaga Kerja
Dengan tujuan agar mereka dapat
memperoleh upah dan fasilitas buka keuangan yang lebih baik, tenaga kerja dapat
menyatukan diri dalam serikat buruh atau persatuan pekerja. Serikat buruh
adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan agar para pekerja dapat sebagai
suatu kesatuan, membicarakan atau menuntut syarat- syarat kerja tertentu dengan
para pengusaha. Setelah bermufakat dengan anggota- anggotanya, pimpinan
persatuan pekerja akan menuntut upah dan syarat- syarat kerja lain kepada para
pengusaha. Tindakan seperti ini menyebabkan tenaga kerja mempunyai kekuasaan
monopoli ke atas tenaga yang ditawarkannya.
Di pihak perusahaan kekuasaan
monopoli tersebut tidak terdapat. Ini berarti tiap perusahaan datang ke pasar
tenaga kerja tanpa terlebih dahulu mengadakan persepakatan diantara mereka.
Permintaan tenaga kerja tiap perusahaan didasarkan kepada efisiensi mereka
masing- masing dan kebutuhan mereka untuk memperoleh tenaga kerja. Penentuan
upah dalam pasar tenaga kerja yang bersifat monopoli pihak pekerja dibedakan
kepada tiga keadaan yaitu :[5]
1) Menuntut upah yang lebih tinggi dari yang dicapai pada
keseimbangan permintaan dan penawaran.
2) Membatasi penawaran tenaga kerja.
3) Menjalankan usaha- usaha yang bertujuan menaikkan
permintaan tenaga kerja.[6]
d. Pasar Tenaga Kerja Monopoli Bilateral
Terdahulu telah dibuat analisis
berikut (i) penetuan tingkat upah apabila pasar tenaga kerja adalah monopsoni,
dan (ii) penentuan tingkat upah apabila pasar tenaga kerja adalah monopoli di
pihak tenaga kerja. Dari analisis tersebut dapat dilihat bahwa di dalam pasar
monopsoni upah adalah lebih rendah dari di pasar persaingan sempurna,
sedangkan di pasar dimana tenaga kerja mempunyai kekuasaan monopoli, upah
adalah lebih tinggi dari pasar persaingan sempurna.
Dengan demikian upah mencapai
tingkat yang berbeda sekali di dalam dua pasar tersebut. Berdasarkan kepada
kedua analisi tersebut dalam bagian ini akan diterangkan penentuan tingkat upah
di dalam pasar, tenaga kerja monopoli bilateral, yaitu di dalam pasar
tenaga kerja dimana tenaga kerja bersatu dalam satu serikat buruh, dan di dalam
pasar tenaga kerja di mana hanya terdapat satu perusahaan saja yang menggunakan
tenaga kerja.
e. Faktor- Faktor Yang Menimbulkan Perbedaan Upah
Anda tentunya telah menyadari
bahwa diantara para pekerja maupun diantara berbagai golongan tenaga kerja
terdapat perbedaan upah. Adakalanya perbedaan upah itu sangat menyolok sekali.
Ada yang upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan suatu kehidupan
yang menyenangkan dan ada pula yang memungkinkan suatu kehidupan yang sangat
mewah. Sebagai contoh bandingkanlah saja pemain bola bayaran yang terkemuka di
dunia dengan pemain bola amatiryang bermain bola sekedar untuk berolahraga.
Tentunya anda pernah membaca di surat kabar bahwa diantara mereka terdapat
perbedaan pendapatan yang sangat besar sekali.
Faktor- faktor penting yang
menjadi sumber dari perbedaan upah (i) di antara pekerja- pekerja di dalam
suatu jenis kerja tertentu, dan (ii) di antara berbagai
golongan pekerja adalah :
1) Perbedaan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai
jenis pekerjaan
2) Perbedaan dalam jenis- jenis pekerjaan
3) Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan
4) Terdapatnya pertimbangan bukan keuangan dalam memilih
pekerjaan
5) Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja. [7]
C.
Teori Nilai Faktor-Faktor Produksi
1. Bunga Modal
Bunga modal atau rente adalah
pendapatan yang diterima oleh pemilik modal. Jika penggunaan modal dapat
menggantikan sebagian dari tenaga kerja maka upah yang seharusnya diberikan
kepada pekerja bisa dihemat. Jasa dari modal harus dibayar kepada pemilik modal
berupa bunga modal. Teori-teori bunga modal yang berkembang akan dijelaskan di
bawah ini.
a. Teori Produktivitas
Teori ini diajukan oleh Jean
Baptiste Say, dinyatakan bahwa penggunaan modal dalam produksi berhasil
meningkatkan produktivitas. Penambahan hasil produksi akibat pemakaian modal
ini memberi keuntungan yang lebih besar bagi pengusaha. Sebagian dari
keuntungan yang diperoleh diberikan sebagai ganti kerugian kepada pemilik modal
yang telah memberikan jasa modalnya kepada pengusaha.
b. Teori Abstinence
Teori ini dikemukakan oleh William
Nassau Senior. Menurut teori ini pemilik modal telah memberikan pengorbanan untuk
tidak memakai modalnya dan menyerahkannya untuk proses produksi. Oleh karena
itu, teori ini disebut juga teori pengorbanan. Bunga modal yang diberikan
kepada pemilik modal adalah sebagai balas jasa atas pengorbanannya. [8]
c. Teori Agio
Teori ini dikemukakan oleh Eugene
Von Bohm Bawerk yang melihat teori bunga modal dari sudut psikologis. Menurut
Bawerk secara psikologis setiap orang menganggap kebutuhan sekarang lebih
mendesak daripada kebutuhan yang akan datang. Nilai benda pada waktu sekarang
lebih besar daripada nilai benda di masa yang akan datang. Perbedaan nilai itu
disebut agio. Perbedaan nilai itulah yang menyebabkan timbulnya bunga modal.
Teori ini mengundang pertanyaan mengenai penilaian terhadap benda yang berbeda
pada waktu sekarang dengan waktu yang akan datang. Mengapa penilaian terhadap
benda pada waktu sekarang lebih tinggi daripada penilaian terhadap benda di
waktu yang akan datang, padahal benda yang dinilai adalah benda yang sama.
Dibawah ini akan dikemukakan
alasan mengapa terjadi hal demikian. Alsan tersebut antara lain:
1) Alasan ekonomis
Kebanyakan orang berpandangan
bahwa keadaan kehidupan di masa yang akan datang akan lebih baik daripada di
masa sekarang. Itulah sebabnya oran membutuhkan modal untuk usahanya meminjam
modal dan mau membeyar bunganya.
2) Alasan Psikologis
Pada umumnya manusia lebih
mengutamakan kebutuhan sekarang daripada kebutuhan yang akan datang. Demikina
juga hanya dengan alat-alat pemuas kebutuhan yang akan datang.[9]
3) Alasan teknis
Secara teknis, modal yang dimiliki
sekarang dapat segera menghasilkan modal yang akan datang. Dengan meminjam
modal, produsen dapat menggunakan modal tersebut untuk membuat alat-alat
produksi seperti mesin, gedung, pabrik, atau barang-barang modal yang lain.
Dengan alat-alat produksi itu dapat dihasilkan barang jadi. Oleh sebab itu,
modal yang dipinjamkan dapat lebih produktif dan lebih menguntungkan.
4) Teori Liquidity Preference
Teori ini termasuk teori bunga
modal yang modern. Menurut teori yang dikemukakan oleh J.M Keynes ini, uang
tunai yang dimiliki seseorang, yang disebut uang likuid, dapat dipergunakan
oleh pemiliknya setiap saat untuk bermacam-macam keperluan.[10]
J.M Keynes mengemukakan
alasan-alasan mengapa orang lebih suka memiliki uang tunai. Ada tiga macam
motif yang dikemukakan, yakni:
a)
Motif
transaksi
b)
Motif
berjaga-jaga
c)
Motif
spekulasi
Pengeluaran seringkali tidak bisa
diperkirakan lebih dahulu sehingga sangat diperlukan uang tunai yang selalu
tersedia agar kelancaran transaksi tidak mengalami gangguan. Meskipun
penerimaan dan pengeluaran dapat diperkirakan dengan tepat, tetapi uang tunai
tetap dibutuhkan karena bagaimanapun tepatnya perkiraan, pada kenyataannya
tidak selalu demikian.
Permintaan akan uang untuk tujuan
spekulasi sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga,
makin rendah keinginan orang memegang uang yang berarti mengorbankan bunga yang
seharusnya bisa diterima jika kekayaan disimpan dalam bentuk surat berharga.
Orang memegang uang untuk tujuan spekulasi apabila tingkat bunga rendah. Turun
naiknya tingkat bunga di pasar membuka kesempatan bagi orang untuk berspekulasi
dalam perdagangan surat-surat berharga seperti saham dan obligasi. Bila tingkat
suku bunga tinggi maka kurs surat-surat berharga turun sehingga orang membeli
surat berharga dengan melepas uang tunai yang dipegang untuk tujuan spekulasi.
Bila kurs surat berharga naik yang berarti tingkat suku bunga turun maka orang
lebih senang memegang uang tunai dan menjual surat berharga.[11]
2. Sewa
Sewa ekonomi dapat diartikan sebagai harga yang di bayar keatas penggunaan
tanah dan faktor-faktor produksi lainnya yang jumlah penawarannya tidak
dapat di tambah. Pengertian
sewa meliputi arti yang lebih luas, yaitu meliputi pula “pembayaran kepada
faktor-faktor produksi lainnya yang penawarannya tidak dapat di tambah. Dalam
arti lain pengertian sewa adalah bagian pembayaran atas sesuatu faktor
produksi yang melebihi dari pendapatan yang diterimanya dari pilihan terbaik
dari pekerjaan-pekerjaan lain yang mungkin dilakukan.
a. Tanah dan Sewa Ekonomi
Tanah merupakan faktor produksi
yang jumlahnya tidak dapat di ubah, yaitu jumlahnya tidak dapat di tambah atau
di kurangi. Yang dapat dilakukan adalah memperbaiki mutu dari tanah yang
tersedia, misalnya dengan menyediakan irigasi yang baik di tanah-tanah yang di
gunakan untuk persawahan, dan membuat proyek-proyek mencagah banjir di tanah
yang di genangi air. Sebagai akibat dari sifat penawaran tanah seperti yang
dinyatakan ini, di dalam analisis ekonomi kurva penawaran tanah bersifat tidak
elastis sempurna. Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa harga yang tinggi
tersebut di sebabkan karena tuan tanahnya menuntut sewa yang
tinggi keatas tanah yang di milikinya.
Seperti harga jagung yang semakin
naik jadi para petani ingin menanam jagung yang lebih banyak dan ingin
menaikkan permintaan mereka keatas tanah. Dengan demikian bukan sewa tanah yang
menyebabkan harga jagung tinggi.Yang bener adalah yang sebaliknya, yaitu harga
jagung yang tinggi menyebabkan sewa tanah tinggi.
Oleh karena itu sifat penawaran
tanah yang seperti itu, besarnya sewatanah tergantung sepenuhnya kepada
permintaan keatas tanah tersebut. Jadi semakin tinggi permintaan, .maka semakin
tinggi pula sewa tanah yang harus dibayar. Sedangkan permintaan atas duta tanah
tergantung kepada sampai di mana besarnya permintaan barang-barang yang dapat
di hasilkan di atas tanahtersebut.
b. Sewa Tanah adalah Suatu Surplus
Dipandang dari sudut-sudut penawarannya, tanah adalah sangat berbeda dengan
faktor produksi lainnya.Sifat penawaran tanah itu menyebabkan ahli ekonomi
menganggap sewa tanah sebagai suatu surplus,Maksudnya, sewa tanah bukanlah
suatu pembayaran untuk menjamin agar tanah dapat di gunakan dalam berbagai
kegiatan ekonomi.Apakah sewanya nol, atau sedikit, atau sangat tinggi, jumlah
tanah yang tersedia untuk digunakan dalam kegiatan ekonomi tetap
sama banyaknya.
c. Sewa ekonomi dan pendapatan pindahan
Dalam menguraikan arti sewa
ekonomi telah dinyatakan dua definisi dari pengertian tersebut. Yang
pertama adalah definisi yang sederhana, dan yang kedua adalah definisi yang
telah disempurnakan lagi oleh ahli-ahli ekonomi.Dari definisi tersebut keatas
di pandang dari sudut yang seperti itu, pembayaran keatas penggunaan tanah
perlu dibedakan menjadi dua macam pembayaran, yaitu sewa ekonomi dan pendapatan
pindahan.
Dalam pengertianya yang sudah lebih disempurnakan, sewa ekonomi juga di
nikmati oleh faktor-faktor produksi lain yang penawarannya semakin bertambah
banyak apabila harganya naik. Tenaga kerja,
sebagai contoh juga akan memperoleh sewa ekonomi.[12]
3. Keuntungan
Keuntungan atau laba pengusaha
adalah pendapatan yang diterima oleh pengusaha sebagai balas jasa karena
mengorganisasi produksi. Penghasilan pengusaha adalah selisih antara jumlah
penjualan hasil produksi dikurangi seluruh biaya produksi, hal ini sangat
ditentukan oleh keunggulan pengusaha menemukan kombinasi atau metode produksi
baru yang lebih efisien dan lebih produktif.
a.
Teori-Teori
Laba Rugi
1) Teori Schumpeter (Teori Dinamis)
Teori ini dikemukakan oleh J.
Schumpeter, seorang ahli ekonomi Austria. Dia mengemukakan bahwa laba pengusaha
timbul karena kemajuan yang dinamis dari pengusaha yang menemukan kombinasi
baru dari modal dan kerja sehingga pengusaha dapat memeroleh pemasukan yang
lebih tinggi karena biya lebih rendah dan produksi lebih tinggi. Kelebihan
nilai itulah yang disebut keuntungan atau laba pengusaha.[13]
2) Teori J.B Say
Teori ini mengatakan bahwa tugas
utama pengusaha adalah memimpin dan mengawasi perusahaan agar berhasil. Untuk
tugas tersebut pengusaha menerima upah yang disebut laba pengusaha. J.B Say
tidak membedakan antara laba pengusaha dengan upah.
3) Teori Karl Mark
Teori Karl Mark mengatakan bahwa
laba pengusaha merupakan nilai lebih yang tidak dibayarkan oleh majikan kepada
buruh. Nilai lebih timbul akibat tindak pemerasan terhadap tenaga kerja. Hasil
pemerasan ini dijadikan pendapatan oleh pengusaha. Misalnya, tenaga kerja
menghasilkan Rp 5.000,00, tetapi yang dibagikan kepada pekerja hanya Rp
2.000,00 sehingga terdapat nilai lebih Rp 3.000,00 yang menjadi laba pengusaha.
4) Teori Hauley (teori risiko)
Hauley berpendapat bahwa fungsi
esensial pengusaha adalah menanggung risiko. Oleh karena itu, dia berpendapat
bahwa laba pengusaha bukanlah balas jasa atas tugas yang dilakukan oleh
pengusaha, tetapi balas jasa atas keberaniannya menanggung risiko.
b. Unsur-Unsur Pendapatan Pengusaha
Pendapatan bruto pengusaha
mengandung beberapa unsur. Apabila seorang pengusaha memiliki semua faktor
produksi, maka dia akan menerima semua balas jasa sehingga pendapatan pengusaha
itu akan terdiri atas:
1) Bunga modal
2) Sewa tanah
3) Upah pengusaha
4) Premi risiko
Bunga modal diterima pengusaha
apabila dia menggunakan modalnya sendiri dalam perusahaannya. Sewa tanah
diterima pengusaha apabila dia menjadi pemilik tanah yang digunakan oleh
perusahaan. Upah pengusaha diterimanya sebagai pengganti kerugian bagi
pekerjaan pimpinan dalam perusahaannya. Terakhir, premi risiko diterima
pengusaha sebagai orang yang menanggung risiko perusahaan.[14]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dapat kita lihat bahwasannya konsep
permintaan terhadap faktor produksi bahwasannya permintaan terhadap faktor produksi merupakan
suatu permintaan turunan dari permintaan atas output. Karena merupakan permintaan turunan, maka sesungguhnya
eksistensi faktor-faktor produksi ini tergantung pada permintaan outputnya.
Tidak ada artinya eksistensi tenaga, modal dan sumber daya alam bagi masyarakat
secara sendiri, kecuali jika ada permintaan output oleh konsumen.
2.
Adapun penentuan upah tenaga kerja di
pasar tenaga kerja dapat dibayar melalui gaji dan upah. Gaji diberikan kepada
pegawai tetap sedangkan upah diberikan kepada pegawai kasar(serabutan). Faktor-faktor yang memengaruhi upah tenaga kerja:
a.
Perbedaan
corak permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan
b. Perbedaan dalam jenis- jenis pekerjaan
c. Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan
d. Terdapatnya pertimbangan bukan keuangan dalam memilih
pekerjaan
e. Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja
3. Teori-teori nilai faktor produksi ada tiga, yakni: bunga
modal, sewa, dan laba keuntungan. Bunga modal diterima pengusaha apabila dia
menggunakan modalnya sendiri dalam perusahaannya. Sewa tanah diterima pengusaha
apabila dia menjadi pemilik tanah yang digunakan oleh perusahaan. Upah
pengusaha diterimanya sebagai pengganti kerugian bagi pekerjaan pimpinan dalam
perusahaannya. Terakhir, premi risiko diterima pengusaha sebagai orang yang
menanggung risiko perusahaan.
B.
Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesahalahan dan
kekurangan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun dari dosen
pembimbing dan teman-teman guna perbaikan makalah ini kedepannya, penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Anto, Hendrie. 2003. Pengantar
Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta: Ekonisia.
Habibi, Maksum, dan Widodo, Ahmad. 2008. Ekonomi Untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta:
Penerbit Piranti Darma Kalokatama.
Sarnowo, Henry. 2011. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Jakarta :
CAPS PT. Buku Seru.
Sukirno. 2006. Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.
No comments:
Post a Comment