MAKALAH CIVIC EDUCATION "PERLINDUNGAN HAM"
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Hak Asasi Manusia
Ketika kalian mempelajari mengenai nilai, norma
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya
kalian masih ingat bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan nilai dan norma yang
sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan adanya perlindungan
dan penegakan HAM, maka kehidupan manusia yang beradab dan sejahtera dapat
diwujudkan.
Manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang
paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi
dan karsa yang merdeka sendiri. Semua manusia sebagai manusia memiliki martabat
dan derajat yang sama, dan memiliki hak-hak yang sama pula. Derajat manusia
yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya. Dengan demikian semua
manusia bebas mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat. Sebagai
mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki hak-hak yang sama sebagai
manusia. Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi
manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia
berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.
Hak asasi manusia (HAM) adalah hakhak dasar yang dimiliki manusia sebagai
manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Dengan mendasarkan pada pengertian HAM di atas,
maka HAM memiliki landasan utama, yaitu:
1. Landasan langsung yang pertama, yaitu
kodrat manusia;
2. Landasan kedua yang lebih dalam, yaitu
Tuhan yang menciptakan manusia.
Jadi HAM pada hakekatnya merupakan hak-hak
fundamental yang melekat pada kodrat manusia sendiri, yaitu hak-hak yang paling
dasar dari aspek-aspek kodrat manusia sebagai manusia. Setiap manusia adalah
ciptaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap manusia harus dapat
mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga ia harus berkembang secara
leluasa. Pengembangan diri sebagai manusia dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan
sebagai asal dan tujuan hidup manusia. Semua hak yang berakar dalam kodratnya
sebagai manusia adalah hak-hak yang lahir bersama dengan keberadaan manusia itu
sendiri. Dengan demikian hak-hak ini adalah universal atau berlaku di manapun
di dunia ini. Di mana ada manusia di situ ada HAM dan harus dijunjung tinggi
oleh siapapun tanpa kecuali. HAM tidak tergantung dari pengakuan orang lain,
tidak tergantung dari pengakuan mesyarakat atau negara. Manusia memperoleh
hak-hak asasi itu langsung dari Tuhan sendiri karena kodratnya (secundum suam
naturam). Penindasan terhadap HAM bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan,
sebab prinsip dasar keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia
memiliki martabat yang sama dengan hak-hak dan kewajibankewajiban yang sama.
Oleh karenanya, setiap manusia dan setiap negara di dunia wajib mengakui dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) tanpa kecuali. Penindasan terhadap
HAM berarti pelanggaran terhadap HAM.
Pengakuan oleh orang-orang lain maupun oleh
negara ataupun agama tidaklah membuat adanya HAM itu. Demikian pula orang-orang
lain, negara dan agama tidaklah dapat menghilangkan atau menghapuskan adanya
HAM. Setiap manusia, setiap negara di manapun, kapanpun wajib mengakui dan
menjunjung tinggi HAM sebagai hak-hak fundamental atau hak-hak dasar.
Penindasan terhadap HAM adalah bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan.
Untuk mempertegas hakekat dan pengertian HAM di atas dikuatkanlah dengan
landasan hukum HAM sebagaimana dikemukakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Hukum dan Kelembagaan Hak Asasi Manusia
1.
Beberapa Ketentuan Hukum atau Instrumen HAM
John Locke, pemikir politik dari Inggris, menyatakan bahwa semua orang
diciptakan sama dan memiliki hak–hak alamiah yang tidak dapat dilepaskan. Hak
alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak kemerdekaan, hak milik dan hak
kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini dikenal sebagai konsep HAM yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan HAM di berbagai belahan dunia. Pengakuan hak
asasi manusia (HAM) secara konstitusional ditetapkan pertama kali di Amerika
Serikat pada tahun 1776 dengan “Unanimous Declaration of Independence”, dan hal
ini dijadikan contoh bagi majelis nasional Perancis ketika menerima deklarasi
hak-hak manusia dan warga negara (Declaration des Droits de l’homme et de
Citoyen) 26 Agustus 1789. Badan dunia yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
juga memperkenalkan pengertian hak asasi manusia yang bisa kita dapatkan dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right).
Deklarasi Universal merupakan pernyataan umum mengenai martabat yang melekat
dan kebebasan serta persamaan manusia yang harus ada pada pengertian hak asasi
manusia
Dalam UDHR pengertian HAM dapat ditemukan dalam
Mukaddimah yang pada prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan
pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak–hak yang
sama dan tak teralihkan dari semua anggota keluarga manusia ialah dasar dari
kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Sejak munculnya Deklarasi Universal
HAM itulah secara internasional HAM telah diatur dalam ketentuan hukum sebagai
instrumen internasional. Ketentuan hukum HAM atau disebut juga Instrumen HAM
merupakan alat yang berupa peraturan perundang–undangan yang digunakan dalam
menjamin perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM terdiri atas instrumen
nasional HAM dan instrumen internasional HAM. Instrumen nasional HAM berlaku
terbatas pada suatu negara sedangkan instrumen internasional HAM menjadi acuan
negara–negara di dunia dan mengikat secara hukum bagi negara yang telah
mengesahkannya (meratifikasi).
Di negara kita dalam era reformasi sekarang
ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan hak asasi manusia telah dilakukan
melalui amandemen UUD 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia
(UURI) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta meratifikasi beberapa konvensi
internasional tentang HAM.
a.
Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Dalam amandemen UUD 1945 ke dua, ada Bab yang
secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia yaitu Bab XA yang
bersikan pasal 28A s/d 28J. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan HAM lebih
terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal – pasal yang
dikandungnya relatif banyak yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila
dicermati jaminan HAM dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UURI Nomor 39
Tahun 1999, secara garis besar meliputi :
- Hak untuk hidup (misalnya hak: mempertahankan hidup, memperoleh kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat)
- Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
- Hak mengembangkan diri (misalnya hak : pemenuhan kebutuhan dasar, meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari iptek, memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial);
- Hak memperoleh keadilan (misalnya hak : kepastian hukum, persamaan di depan hukum)
- Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak : memeluk agama, keyakinan politik, memilih status kewarganegaraan, berpendapat dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas bergerak dan bertempat tinggal);
- Hak atas rasa aman (misalnya hak : memperoleh suaka politik, perlindungan terhadap ancaman ketakutan, melakukan hubungan komunikasi, perlindungan terhadap penyiksaan, penghilangan dengan paksa dan penghilangan nyawa)
- Hak atas kesejahteraan (misalnya hak : milik pribadi dan kolektif, memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan sosial)
- Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak: memilih dan dipilih dalam pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, mengajukan usulan kepada pemerintah);
- Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga perkawinan);
- Hak anak (misalnya hak : perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan sexual, perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).
b. Undang
Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang
Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai
Konvensi Wanita).
Dengan ratifikasi Konvensi Wanita tersebut,
maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin
(laki–laki – perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh
wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik
bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki
posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Dengan demikian terjadi
perbedaan penghargaan terhadap pria dan wanita, bukan karena jenis kelaminnya
tetapi karena perbedaan pada prestasi. Kita harus menyadari bahwa pembangunan
suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki partisipasi
maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak dapat
menyangkal besarnya sumbangan wanita terhadap kesejahteraan keluarga dan
membesarkan anak . Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab
antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan
dasar diskriminasi.
c.
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Latar belakang dikeluarkannya undang-undang
ini, sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Umum undang-undang ini antara
lain:
1) Bahwa anak adalah amanah sekaligus
karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam
dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah
masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil
dan kebebasan.
2) Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan
kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan
negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu
undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.
Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya
merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Orang tua, keluarga, dan masyarakat
bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan
kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka
penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin
pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.
4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ini
menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah
dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus
demi terlindunginya hakhak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus
berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik
fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan inidimaksudkan untuk
mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa
yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia
dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan
bangsa dan negara.
5) Upaya perlindungan anak perlu
dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak
berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan
anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan
kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai
berikut :
a. nondiskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
6) Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan
perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan
anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
d. Undang
Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan
dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel,
Inhumanor Degrading Treatment or Punishment).
Konvensi ini mengatur pelarangan penyiksaan
baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh atau atas
hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang
lain yang bertindak dalam jabatannya. Ini berarti negara RI yang telah
meratifikasi wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum
dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan penyiksaan (tindak
pidana) di dalam wilayah yuridiksinya. Misalnya langkah yang dilakukan dengan
memperbaiki cara interograsi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum
dan pejabat publik lain yang bertanggungjawab terhadap orang – orang yang
dirampas kemerdekaannya.
e.
Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182
Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak.
Menurut Konvensi ILO (International Labour
Organization/Organisasi Buruh Internasional) tersebut, istilah “bentuk-bentuk
terburuk kerja anak mengandung pengertian sebagai berikut:
1). Segala bentuk perbudakan atau
praktik-praktik sejenis perbudakan, misalnya:
a) penjualan anak;
b) perdagangan anak-anak;
c) kerja ijon;
d) perhambaan (perbudakan);
e) kerja paksa atau wajib kerja;
f) pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib
untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;
2). Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak
untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan
porno;
3). Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak
untuk kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan.
4). Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan
tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau
moral anak.
Dengan UURI Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Pengesahan Konvensi ILO nomor 182, maka negara Republik Indonesia wajib
mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum, dan langkah-langkah
efektif lain guna mencegah tindakan praktek memperkerjakan anak dalam
bentuk-bentuk terburuk kerja anak dalam industri maupun masyarakat.
C. Undang-undang
RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Undang-undang ini mengatur pengadilan terhadap
pelanggaran HAM berat.
2. Latar
Belakang Lahirnya Instrumen Nasional HAM
Bagaimana latar belakang lahirnya instrumen
nasional HAM atau perundang-undangan nasional HAM? Jaminan hak asasi manusia
dalam UUD 1945 (sebelum perubahan/amandemen) menurut Kuntjara Purbopranoto
belum disusun secara sistematis dan hanya empat pasal yang memuat
ketentuan–ketentuan tentang hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Meskipun
demikian bukan berarti HAM kurang mendapat perhatian, karena susunan pertama
UUD 1945 adalah merupakan inti-inti dasar kenegaraan.
Dari keempat pasal tersebut, terdapat 5 (lima)
pokok mengenai hak – hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD
1945, yaitu :
a. Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga
negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan (Pasal 27 ayat 1);
b. Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2);
c. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang – undang (Pasal 28);
d. Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi
penduduk di jamin oleh Negara (Pasal 29 ayat 2);
e. Hak atas pengajaran (Pasal 31 ayat
1).
Masuknya pasal–pasal HAM dalam UUD 1945 di
atas, tidak lepas dari perdebatan yang mendahuluinya antara kelompok yang
keberatan (terutama Soekarno dan Soepomo) dan kelompok yang menghendaki
dimasukan (terutama Moh. Hatta). Alasan kedua pendapat yang berbeda tersebut
sebagaimana dituturkan Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya Naskah Persiapan UUD
1945, Jilid I, antara lain sebagai berikut :
Bung Karno menjelaskan bahwa telah ditentukan
sidang pertama bahwa ”kita menyetujui keadilan sosial. Keadilan sosial inilah
protes kita yang maha hebat terhadap dasar individualisme.
3. Kelembagaan
HAM
Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM
telah dibentuk lembaga–lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas HAM, Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga–lembaga
yang dibentuk oleh masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan HAM.
Uraian masing-masing sebagai berikut.
a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya
dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan
jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang
perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya
UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur
tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk
dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999
b.
Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang
berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau
kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat
yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM) Kejahatan genosida adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara
yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat
kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran,
memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap
kemanusiaan misalnya:
1) pembunuhan, pemusnahan, perbudakan,
penyiksaan;
2) pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa;
3) perampasan kemerdekaan atau perampasan
kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok
hukum internasional;
4) perkosaan, perbudakan seksual,
pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
5) penganiayaan terhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
6) penghilangan orang secara paksa
(penangkapan, penahanan, atau penculikan disertai penolakan pengakuan melakukan
tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban
dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang);
7) kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi
oleh suatu kelompok ras atas kelompok ras atau kelompok lain dan dilakukan
dengan maskud untuk mempertahan peraturan pemerintah yang sedang berkuasa atau
rezim). Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat. Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan di luar batas territorial
wilayah negara RI oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal
Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk mengadili pelanggaran HAM
berat yang terjadi sebelum di undangkannya UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM. Oleh karena itu pelanggaran HAM berat tidak mengenal
kadaluwarsa. Dengan kata lain adanya Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan
pemberlakuan asas retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran HAM berat.
c. Komisi
Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini
lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah
dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab untuk
memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat. Tugas KNPA melakukan
perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik
ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Disamping KNPA juga dikenal KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan amanat pasal 76
UU RI Nomor 23 Tahun 2002.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
a. melakukan sosialisasi seluruh
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak
b. mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
c. memberikan laporan, saran,
masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta
pemerintah segera membuat undang–undang larangan merokok bagi anak atau
setidak-tidaknya memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU.
d. Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan
pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan
menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional ini
bersifat independen dan bertujuan:
- menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.
- mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
- meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi
Nasional ini memiliki kegiatan sebagai berikut:
1) penyebarluasan pemahaman, pencegahan,
penanggulangan, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
2) pengkajian dan penelitian terhadap
berbagai instrumen PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap
perempuan.
3) pemantauan dan penelitian segala
bentukkekerasan terhadap perempuan dan memberikan pendapat, saran dan
pertimbangan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil pemantauan dan
penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat.
5) pelaksanaan kerjasama regional dan
internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap
perempuan
2. Berbagai
Contoh Pelanggaran HAM
Banyak terjadi pelanggaran HAM di Indonesia,
baik yang dilakukan pemerintah, aparat keamanan maupun oleh masyarakat. Hal ini
dapat ditunjukan adanya korban akibat bergai kerusuhan yang terjadi di tanah
air. Misalnya, korban hilang dalam berbagai kerusuhan di Jakarta, Aceh, Ambon
dan Papua diperkirakan ada 1148 orang hilang dalam kurun waktu 1965 – Januari
2002 (Kompas 1 Juni 2002).
Kita juga dapat dengan mudah menemukan
pelanggaran HAM di sekitar kita yang menimpa anak – anak. Misalnya, dalam
kehidupan sehari – hari kita menyaksikan banyak anak (dibawah umur 18 tahun)
dipaksa harus bekerja mencari uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun
untuk membantu keluarganya atau pihak lain. Ada yang menjadi pengamen di
jalanan, menjadi buruh, bahkan dieksploitasi untuk pekerjaan-pekerjaan yang
tidak patut. Mereka telah kehilangan hak anak berupa perlindungan oleh orang
tua, keluarga, masyarakat dan negara, perlindungan dari eksploitasi ekonomi,
dan pekerjaan.
Begitu pula kita juga dapat menemukan kasus
sejumlah anak yang melanggar hukum (berkonflik dengan hukum). Misalnya data
Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Lampung menyatakan jumlah anak yang berkonflik
dengan hukum selama Januari–Maret 2008 mencapai 83 orang. Pelanggaran hukum
yang dilakukan anak–anak adalah pencurian, penganiayaan, penggunaan narkoba,
pemerkosaan, perampasan, penodongan, pembunuhan, perjudian, perampokan,
penjambretan, curanmor, dan perkelahaian (“Anak – anak Berkonflik dengan
Hukum”, Kompas, 7 April 2008).
Dalam kehidupan sehari–hari kasus pelanggaran
HAM oleh seseorang/masyarakat terutama pada perbuatan main hakim sendiri,
seperti pertikaian antar kelompok (konflik sosial), pengeroyokan, pembakaran
sampai tewas terhadap orang yang dituduh atau ketangkap basah melakukan
pencurian. Kebiasaan pengeroyokan sebagai bentuk main hakim sendiri dalam
menyelesaikan pertikaian atau konflik juga tampak sangat kuat di kalangan para
pelajar.
Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, karena
mencerminkan suatu kehidupan yang tidak beradab yang semestinya dalam
menyelesaikan persoalan (konflik) dilakukan dengan cara–cara yang bermartabat
seperti melakukan perdamaian , mengacu pada aturan atau norma yang berlaku,
melalui perantara tokoh–tokoh masyarakat/adat, dan lembaga–lembaga masyarakat
yang ada.
Berikut ini dipaparkan beberapa contoh
pelanggaran HAM yang menjadi sorotan nasional
a. Kasus
Pemerkosaan dan Pembunuhan di Rejang Lebong
Kasus kekerasan seksual (perkosaan) terhadap
perempuan cukup tinggi di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Sedikitnya
Woman Crisis Centre (WCC) Bengkulu mencatat ada sembilan selama empat bulan terakhir
tahun 2016 ini.
Hal
tersebut disampaikan Manager Program Cahaya Perempuan WCC Juniarti Boermansyah
saat bertemu Wakil Bupati Rejang Lebong, H Iqbal Bastari SPd MM.
Menurut,
Juniarti sembilan kasus di Rejang Lebong tersebut dari total 15 kasusyang mereka
catat di Provinsi Bengkulu.
Puncak dari kasus perkosaan ini yaitu dialami
oleh Yuyun dan yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang remaja. "Kasus
Yuyun ini, merupakan kasus yang membuat kita terkejut dan memancing kemarahan
kita semua," tegas Juniarti seperti dikutip dari Bengkulu Ekspress (Jawa
Pos Group).
Dijelaskan
Juniarti, kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun, merupakan kasus
kejahatan dan pelanggaran paling serius terhadap perempuam. Pelangaran tersebut
antara lain hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dan keamanan dan hak untuk
bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk.
"Kekerasan
terhadap Yuyun merupakan bentuk pelanggaran HAM sebagaimana yang telah
ditentukan dalam deklarasi umum HAM tahun 1948," tegas Juniarti
Menyikapi
kasus Yuyun yang sudah melalui proses persidangan perdana pada 27 April lalu
yang tanpa didampingi dan perlindungan negara. WCC bersama sejumlah organisasi
dan perseorangan lainnya yang tergabung dalam aksi solidaritas untuk perempuan
korban kekerasan seksual menyampaikan tuntutan kepada pemerintah daerah baik
provinsi maupun kabupaten yang ada di Bengkulu.
Tuntutan
mereka tersebut antara lain pemerintah harus membentuk tim penanganan
khusus untuk pemulihan psikis dan sosial dan dampingan hukum untuk keluarga
korban yang melibatkan para pihak. Kemudian pemerintah desa, kecamatan,
kabupaten dan kota serta Provinsi Bengkulu harus menjamin keamanan dan
perlindungan bagi keluarga, teman korban, saksi dan pendampingan.
"Pemerintah
harus segera merancang dan menjalankan program pendidikan dan penyadaran tentak
hak kesehatan seksual dan reproduksi bagi perempuan," pinta Juniarti.
Tuntutan
selanjutnya yaitu harus ada saksi bersama untuk membangun kekuatan solidaritas
anti kekerasan seksual dimanapun dan pada siapapun yang melibatkan para pihak
antaran lain aparat penegak hukum, lembaga agama, adat, organisasi
kemasayrakatan dan LSD serta media massa.
"Tuntutan
terakhir akmi adalah hukum para pelaku kejahatan perkosaan dengan memenuhi rasa
keadailan bagi perempuan korban kekerasan seksual," akhir Juniarti.
Sementara
itu, Wakil Bupati Rejang Lebong, H Iqbal Bastari SPd MM mengaku sangat
mengapreasiasi apa yang dilakukan aksi solidaritas untuk perempuan korban
kekerasan seksual.
Wabup
juga mengaku pemerintah kabupaten Rejang Lebong sudah berkoordinasi dengan
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Perlindungan Perempuan. Wabup berharap
semua pihak dapat berkolaburasi dalam menangani masalah yang menimpa Yuyun.
"Kita
berharap agar penangan kasus ini bisa dilakukan secara bersama-sama sehingga
tidak sepotong-sepotong," harap Wabup.
Menurut
Wabup, kasus Yuyun ini merupakan titik awal dari penanganan kasus kekerasan
seksual terhadap perempuan kedepannya, sehingga kedepannya Wabup berharap tidak
ada Yuyun Yuyun lain yang yang menjadi korban. Oleh karena itu semua pihak
harus bergerak untuk mengantisipasinya.
·
Kronologi Yuyun Saat di Perkosa
Yuyun, gadis kecil berusia 14 tahun, baru
pulang sekolah dan melintasi kebun karet di daerah Lembak, kabupaten Rejang
Lebong, Bengkulu ketika sejumlah pemuda menggodanya. Ia tidak menggubrisnya.
Ketika
salah seorang pemuda menarik tangannya Yuyun masih bisa menepisnya. Tapi ketika
empat pemuda lainnya menyeretnya ke kebun karet, ia tak kuasa melawan. Juga
ketika 10 orang lainnya merobek seragam pramuka yang dikenakannya, mencekik
lehernya dan menghantamkan sebatang kayu ke kepalanya. Yuyun pingsan.
Mayatnya
ditemukan beberapa hari kemudian dalam keadaan nyaris membusuk. Visum dokter
menunjukkan penganiayaan seksual yang mengerikan. Hal ini disampaikan Kapolres
Padang Ulak Tanding PUT IPTU Eka Candra kepada VOA ketika dihubungi Senin pagi
(2/5).
“Ketika
ditemukan, mayat terikat dan bisa dipastikan ia mati dibunuh. Hasil visum
menunjukkan kemaluan, dubur dan bagian diantara keduanya hancur. Kami langsung
melakukan olah TKP kembali karena tempat kejadian di kebun karet yang dekat
jurang. Banyak rumput tinggi," ujarnya.
"Kami
olah TKP lebih dari setengah hari dan menemukan rok, sepatu dan tas. Kami
mendapat banyak gambaran dan ada empat calon tersangka yang kami selidiki
bersamaan. Dari empat orang yang diinterogasi, salah seorang di antaranya
mengarahkan kami ke 12 orang," kata Eka.
Ia
menambahkan “Kami pertama kali menyelidiki keluarganya, orang yang pertama kali
menemukan dan beberapa anggota keluarga jauh. Akhirnya kita mengarah ke para
tersangka karena tindak tanduk mereka sendiri. Banyak perubahan-perubahan.
Kalau soal pintarnya pelaku-pelaku itu memang sudah luar biasa. Ketika
menemukan korban, mendatangi rumah hingga menggali kuburan untuk menguburkan
korban mereka ikut."
"Kami
selidiki terus dan akhirnya panggil secara persuasif tiga orang. Kami
interogasi dengan berbagai macam cara, tapi tidak dengan kekerasan ya! Dari
keterangan itu terkuak ada 11 tersangka lagi. Kami langsung melakukan
pengejaran dan penggerebekan, dan kami berhasil tangkap sembilan orang, dua
lainnya buron. Jadi total yang kami tanggal ada 12 orang, dua gak dapat."
"Memang
jika mengikuti UU ada yang masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur, di
bawah 18 tahun, tetapi mereka pada dasarnya sudah dewasa. Jadi ada dua orang
usia 16 tahun, lima orang usia 17 tahun, lalu usia 18, 19, 20, 23 masing-masing
satu tahun. Jadi ada tujuh di bawah umur, lima dewasa," jelas Eka.
·
Pelaku
Pemerkosaan Yuyun
7 dari 14 Pelaku di
Bawah Umur, Tujuh dari 14 pelaku berusia di bawah 18 tahun
dan ada yang satu sekolah dengan korban. Meski perawakan mereka besar dan bisa
diketagorikan dewasa, tetapi di mata hukum mereka tetap anak-anak dan jika
pengadilan menjerat mereka dengan UU Perlindungan Anak, maka ancaman hukuman
maksimal yang akan dijatuhkan adalah 15 tahun.
“Tapi pengalaman saya, paling mereka dikenakan
hukuman separuhnya. Meskipun semuanya tergantung pertimbangan hakim," ujar
IPTU Eka Candra.
Padalah menurutnya belum pernah ia melihat
kejahatan sekeji ini dalam masa tugasnya di Lembak, Rejang Lebong selama 11
tahun terakhir.
Pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun ini mengundang
kemarahan publik. Tidak saja karena kasus ini baru tercium media nasional
setelah hampir tiga minggu, tetapi juga karena ini bukan kasus pertama.
Bulan Februari lalu, seorang anak perempuan
juga diperkosa beramai-ramai oleh enam temannya yang juga masih di bawah umur.
Peristiwa itu terjadi di kelurahan Talang Benih, kecamatan Curup, Bengkulu.
Korban memang selamat, tapi trauma yang dialaminya hingga kini masih membekas
dalam.
·
Komnas
Perempuan Harapkan Pemerintah Mensahkan RUU
Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengutuk keras peristiwa
ini dan menilainya sebagai peringatan keras bagi pemerintah supaya segera
mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah masuk dalam Prolegnas
2016, karena aturan-aturan yang ada sudah tidak lagi bisa merespon isu
kekerasan seksual secara komprehensif.
Komnas
Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual tahun 2016 naik menjadi peringkat
kedua dengan jumlah kasus perkosaan mencapai 2.399 kasus atau 72 persen,
pencabulan mencapai 601 kasus atau 18 persen, sementara kasus pelecehan seksual
mencapai 166 kasus atau 5 persen.
·
Pranata Sosial
Gagal Lindungi Perempuan & Anak Perempuan
Sementara
sejumlah aktivis perempuan mengaitkan maraknya kasus kekerasan seksual ini
dengan kegagalan pranata sosial masyarakat.
Peneliti isu
gender dan Islam, Lies Marcus menilai kasus Yuyun bukan sekedar syahwat kelamin
melainkan "kutuk kejantanan" yang harus dipikul remaja laki-laki yang
mengalami frustrasi yatim piatu sosial mereka.
Dalam akun
Facebooknya, Lies menulis ‘’Orang tua dan dewasa memusuhi, peer pressure,
kehendak menunjukkan kejantanan, semangat menahlukkan, adu keberanian,
solidaritas kelompok, kehendak untuk diterima dalam gang-nya dan kegembiraan
yang membuncah di atas penderitaan orang lain. Tanpa pemahaman soal "kutuk
kejantanan" atau maskulinitas itu, sungguh sulit meletakkan logika
perkosaan remaja yang biadab tiada tara itu."
Lebih jauh ia
juga mengecam kentalnya budaya patriarki sebagai penyebab terjadinya kekerasan
seksual terhadap kaum perempuan.
·
RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual
Beberapa
anggota DPR mengatakan kepada VOA akan turun ke lapangan untuk memberi tekanan
terhadap penyelesaian kasus ini dan sekaligus memperjuangkan pengesahan RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual di DPR. RUU ini memang tidak menjadi prioritas,
tetapi sudah dimasukkan dalam daftar tambahan RUU prioritas.
Rabu pagi (3/5)
puluhan LSM dan organisasi masyarakat akan melangsungkan konferensi pers
bersama untuk membangun gerakan dan mengkampanyekan pengesahan segera RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual. Disusul unjuk rasa di depan Istana Negara yang
menurut rencana akan dilangsungkan hari Kamis (4/5).
Kampanye di
media sosial juga berlangsung gencar. Tanda pagar #NyalaUntukYuyun di Twitter,
Facebook, Path dan sejumlah media sosial lain mulai menarik perhatian massa
sejak Senin (2/5).
Penyelesaian
kasus Yuyun dengan menangkap dan mengadili ke-14 pelaku saja dinilai belum
cukup. Masih ada kerja panjang untuk mengesahkan payung hukum yang lebih tegas
dan sekaligus mengkampanyekan pendidikan seksual yang lebih komprehensif untuk
mencegah kekerasan berbasis gender, sekaligus mengingatkan secara terus menerus
potensi bahaya yang dialami perempuan dan anak perempuan.
Sejumlah
lembaga dan aktivis dari berbagai daerah di Sumatera, membentuk kelompok
Koalisi Pedulu Perempuan Korban Kekerasan Seksual untuk Yuyun, seorang pelajar
SMP yang ditemukan tewas di jurang di sebuah desa di Kabupaten Rejang Lebong
pada 4 April lalu.
Yuyun
tewas setelah diperkosa bergiliran oleh 14 remaja yang masih satu desa
dengannya dua hari sebelum jasadnya ditemukan. Perisitwa tragis pemerkosaan
Yuyun terjadi saat ia pulang dari sekolah menuju rumahnya sekira pukul 13.00
WIB.
Salah
satu perwakilan KPPKKS Susi Handayani mengatakan, aksi solidaritas yang digelar
bertema Save Our Sisters – Nyalakan Cahaya untuk Yuyun. Dalam aksi itu
disampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota di Bengkulu.
Di
antaranya mereka menuntut pemerintah segera membentuk tim penanganan khusus
untuk pemulihan psikis dan sosial serta pendampingan hukum untuk keluarga
korban kekerasan seksual. Tuntutan lainnya, pemerintah harus menjamin keamanan
keluarga, teman korban, saksi dan pendamping.
Dan
untuk memenuji rasa keadilan terhadap korban kekerasan seksual, pelaku harus
diberi hukuman berat. "Kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun,
merupakan kasus kejahatan dan pelanggaran paling serius terhadap hak
perempuan," ujar Susi pada Okezone.
Susi
menegaskan, kekerasan terhadap Yuyun adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi
Manusia sebagaimana diatur dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tahun 1948,
UU RI Nomor 7 tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan.
"Publik
tidak boleh diam, anak kita harus aman berada di luar rumah untuk menuntut
ilmu, berkreasi dan anak laki-laki kita harus didik menjadi laki-laki sejati
yang hormat pada perempuan. Pemimpin harus diajari menjadi orang tua
tauladan," tambah Susi.
Para
aktivis dan lembaga yang tergabung dalam KPPKKS berasal dari Jambi, Aceh,
Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
Kalau sahabat Arako merasa tidak heran atas kasus tragedi
yang menimpa seorang remaja belia siswi SMP kelas 5 Satu Atap Padang Ulak
Tanding dengan suluruh cerita yang ditulis olehnya, saya malah semakin heran
atas kejadian ini. Saya terhitung belum lama tinggal di Bengkulu, baru sekitar
2 tahun. Itupun belum bisa dikatakan menetap. Akhir tahun 2013 saya datang ke
Bengkulu, mencari pengalaman dan menyelesaikan tugas study.
·
Penilaian Masyarakat Terhadap
Kasus Yuyun
Pertama sekali menilai keunikan kondisi sosial masyarakat
Bengkulu saya cukup heran dengan kebiasaan para pejabat yang mudah
membagi-bagikan uang melalui kupon yang disebar di surat khabar pada saat bulan
ramadhan. Kupon itu diberi nama "Uang Bukoan" (uang untuk berbuka
puasa). Warga yang berminat mendapatkan uang bukoan, memotong kupon yang
ada dii salah satu media massa cetak lokal itu dan mengumpulkannya ke tempat
yang telah ditentukan. Pada hari-hari tertentu akan diundi dan ditarik beberapa
lembar kupon untuk mendapatkan pemenang kupon bukoan yang untuk selanjutnya
berhak mendapatkan uang bukoan senilai tertentu dari sang pejabat atau tokoh
itu. Saya berfikir ini sesuatu yang unik yang baru saya dapatkan.
Pejabat di Bengkulu
ternyata sangat dermawan meskipun caranya lewat undian, dan ternyata warga
Bengkulu senang yang instan-instan seperti mendapatkan uang cash langsung dari
pejabat, terlepas ada kepentingan politik pencitraan atau tidak dari sang
pejabat yang bersangkutan. Setelah beberapa waktu tinggal di Bengkulu, saya
mendapati bahwa masyakat Bengkulu adalah masyarakat yang terbuka yang terhimpun
dari berbagai etnis suku.
Setidaknya yang saya ketahui ada suku Rejang, Serawai,
Lembak, Padang, Jawa, dan Sunda. Ada juga mungkin Batak, Aceh, Tionghoa, Bali,
dan suku-suku lainnya yang belum saya kenal, namun secara keseluruhan mayoritas
suku terbesar adalah suku Rejang dan Serawai. Dari yang saya rasakan selama
pergaulan ternyata masyarakat Bengkulu cukup terbuka, tegas dan cenderung
sedikit keras. Belum lama ini saya mencermati pemberitaan media cetak di
Bengkulu tentang berita kriminalitas yang dipublish.
Ditemukan fakta bahwa setiap hari rata-rata ada 12-17 berita
tentang kekerasan dan kriminalitas, termasuk kekerasan seksual, pencabulan dan
pembunuhan. Dalam hitungan sederhana ditemukan kurang lebih 360 tindak
kekerasan yang terjadi di Bengkulu, itu yang terpublish di media cetak, belum
lagi kemungkinan yang tidak tercium awak media. Saat kejadian tragedi
pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun di Padang Ulak Tanding, itu berbarengan dengan
berita-berita kriminalitas yang lain yang juga terjadi. Namun memang kejadian
kasus Yuyun adalah yang paling parah dari tindak kriminalitas yang lain pada
waktu itu. Saya sempat membatin, "ini sangat sadis dan biadab".
Namun karena disisi lain banyak juga kejadian kriminalitas
yang lain, perasaan batin dan nalar menjadi seperti biasa dan tawar, karena
mungkin saking seringnya mendengar kekerasan dan kekejaman yang serupa. Kasus
ditemukannya sesorang mayat perempuan di pinggir jalan di Kabupaten Bengkulu
Tengah yang diduga karena dirampok , kasus ditemukannya mayat mengapung di
sungai dekat Pulau Bai, kasus pencabulan seorang guru kepada muridnya, kasus
sering terjadinya pembegalan di jalur jalan lintas Curup - Lubuk Linggau,
seperti yang di sebutkan Sahabat Arako sebagai jalur Texas, dan kasus-kasus
yang lainnya.
Memang jalur Texas ini sudah cukup dikenal masyakakat sekitar
Bengkulu dan tindak kejahatan sering terjadi di wilayah ini. Apalagi masih
teringat jelas kasus kerusuhan di daerah Lembak yang menyebabkan sebuah pos
polisi dibakar warga, yang disinyalir ada kepentingan politik terkait usulan
pemekaran Kabupaten Baru di sekitar wilayah tersebut. Saya semakin heran karena
ternyata kejadian ini terus berlarut-larut terjadi di Bengkulu, tindak
kejahatan dan kekerasan semacam ini terus saja terjadi bahkan nampaknya semakin
meningkat.
Di Kota Bengkulu,
kasus perampokan nasabah Bank, pemecahan kaca mobil dan raibnya barang-barang
berharga didalam mobil saat diparkir, dan pembobolan rumah atau kantor sudah
sering terjadi. Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum nampak tak berdaya
menghadapi masalah ini. Padahal kalau menurut kisah sahabat Arako sudah bukan
lagi rahasia umum dan sudah berjalan bertahun-tahun. Jadi hal ini yang membuat
saya sangat heran. Kejadian yang terus berulang dan ketakberdayaan aparat
penegak hukum. Tentu masih hangat juga dalam ingatan kita saat Badan Narkotika
hendak melakukan sidak dan razia di Lapas Malabero yang mendapat perlawanan dan
sabotase penghuni lapas hingga dibakarnya beberapa ruangan di dalam lapas oleh
penghuni lapas itu sendiri yang akhirnya memakan korban jiwa. Disusul
perlawanan serupa yang terjadi di Lapas Curup.
Pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya telah memiliki
kajian mengenai karater, budaya / sosiologis masyarakat Bengkulu juga mengenai
ekonomi, sumber daya alam dan kondisi masyarakat. Harusnya telah mengambil
langkah-langkah preventif atas semua kondisi ini. Tokoh-tokoh dan pejabat di
Bengkulu bukan sibuk dengan pencitraan diri demi kepentingan politik lima
tahunan. Namun secara serius membahas langkah penanganan dan tindakan preventif
jangka panjang.
Saya setuju jika dikatakan Rejang Lebong tanahnya subur,
penduduk sesungguhnya mampu mencukupi kebutuhannya dengan bertani dan berkebun.
Namun ada kebiasaan yang semakin hari semakin buruk yang seolah terus dilestarikan,
yang pada dasarnya menjadi salah satu akar permasalahan yang timbul dari tindak
kejahatan, yakni kebiasaan minum tuak. Tuak, suatu minuman dari sari nira
kelapa atau aren yang difermentasikan mampu membuat seseorang menjadi mabuk
tidak dipungkiri banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh warga. Kabupaten Seluma
merupakan salah satu tempat produksi tuak terbesar di Bengkulu selain di
sekitar wilayah Rejang Lebong.
Minuman yang memabukkan bisa menjadi akar dari segala tindak
kejahatan, seperti halnya narkoba yang merusak generasi muda. Inilah yang perlu
menjadi perhatian berbagai pihak, jika ingin menilai salah satu akar masalah
yang timbul di Rejang Lebong. Saat ini proses hukum atas pelaku kejahatan
pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun sedang dilakukan.
Menurut informasi pada
hari Selasa (10/5) nanti Pengadilan Negeri Curup akan mengadakan sidang
lanjutan setelah sidang pledoi dilakukan pada Rabu (4/5) kemarin. Sambil
menunggu proses hukum yang sedang berjalan baiknya berdoa untuk almarhum Yuyun dan
berharap vonis hakim nantinya memberikan hukuman yang setimpal kepada para
pelaku sesuai aturan hukum dan rasa keadilan. #DoaUntukYuyun dan
#HukumBeratPelaku. Selain itu saya juga berharap ini menjadi titik awal bagi
perbaikan masalahsosialdiBengkulu.
·
Solidaritas untuk yuyun
Sejumlah
aktivitas menggelar aksi damai di seberang Istana Negara sebagai bentuk
solidaritas untuk Yuyun.
Di Jakarta, ratusan warga memnfaatkan acara Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB)
untuk menggelar aksi solidaritas untuk Yuyun di Bundaran Hotel Indonesia.
Dalam aksinya, mereka menggelar spanduk sepanjang 300 meter dan
mengajak pengunjung tanda tangan mendukung penuntasan kasus Yuyun.
Inisiator aksi, Grace Natalie mengatakan, aksi
ini sengaja dilakukan untuk mendesak aparat penegak hukum memberikan hukuman
seberat- beratnya kepada para pelaku.
“kami ingin para pelaku mendapatkan hukuman
seberat- beratnya. Tidak cukup hanya 15 tahun” kata Grace, minggu 8 mei 2016.
Grace menambahkan, kasus Yuyun merupakan
masalah yang harus segera dibenahi. Tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga
oleh seluruh warga masyarakat. Sebab kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kaum
perempuan terus saja terjadi.
Di Bengkulu, hujan gerimis tidak menyurutkan
langkah ratusan warga Bengkulu menggelar do’a untuk Yuyun. Bertempat di kawasan
Sport Center Pantai Panjang, mereka mengheningkan cipta, do’a bersama dan
menyatakan sikap bahwa kasus ini harus jadi pelajaran bersama agar tidak ada
lagi korban seperti Yuyun.
Koordinator aksi Muharram Efendi menyatakan
semua pihak harus memantau proses ini dan memberikan dukungan moril,
perlindungan serta pemulihan pada keluarga korban kekerasan seksual.
“yuyun hanya contoh kecil dari banyak kasus
kekrasan seksual di Indonesia. Negara harus hadir melindungi generasi muda
penerus bangsa,” ujar Effendi di Bengkulu.
Usai menyatakan sikap, para peserta aksi
menggalang tandatangan dukungan mendesak pemrintah segera merevisi undang-
undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Saat ini, kasus kekerasan seksual juga terjadi
di Kabupaten Lebak yang korbannya anak-anak dan pelajar. Bahkan, mereka pelaku
kejahatan seksual itu seorang gurujugakepalasekolah.Ketua MPR Zulkifli Hasan
menili tragedy yang menimpa Yuyun di Bengkulu dapat menjadi momentum untuk
pengesahan RUU Perlidungan Anak dan Kejahatan Seksual menjadiUU.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
akan segera melakukan langkah-langkah koordinatif dengan pihak keamanan untuk
melindungi dan menjamin hak-hak keluarga YY, siswi korban pemerkosaan di Rejang
Lebong, Bengkulu.
Wakil Ketua LPSK, Lili Pintauli Siregar
mengatakan potensi ancaman yang diterima keluarga korban dianggap cukup besar
lantaran banyaknya pelaku, belum lagi dengan desa tempat tinggal pelaku
berdekatan dengan desa keluarga korban.
''LPSK akan segera berkoordinasi dengan aparat
terkait untuk mengambil langkah nyata bagi keluarga korban. Semua ini untuk
menjamin hak-hak keluarga korban tetap terpenuhi,'' ujarnya dalam keterangan
resmi .
Ia melanjutkan, langkah-langkah itu berupa
bantuan rehabilitasi psikologis terhadap orang tua korban. Tidak hanya itu,
pendampingan itu pun akan disesuaikan dengan UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Pun dengan pemberian perlindungan darurat kepada keluarga korban, yang juga
diatur dalam UU tersebut.
''Korban tindak pidana seksual terhadap anak
merupakan korban yang diprioritaskan mendapat perlindungan, sesuai dengan amanat
UU 41 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,'' jelasnya.
Tidak hanya dilakukan oleh LPSK, Lili berharap,
Pemerintah Daerah juga dapat memberikan bentuk perlindungan terhadap keluarga
korban dan masyarakat Rejang Lebong secara luas. Peristiwa perkosaan keji itu
tentu dapat menimbulkan rasa takut di masyarakat.
Terkait pemberitaan kasus perkosaan YY tersebut
di media, Lili secara khusus meminta kepada awak media untuk turut berperan
dalam perlindungan kepada korban. Hal ini seperti yang diatur dalam Kode Etik
Jurnalistik, berupa penyamaran nama korban. Termasuk dengan penyamaran
identitas orang tua dan keluarga korban serta sekolahkorban.
''Dengan menyamarkan identitas korban, para
jurnalis sudah berperan dalam melindungi korban,'' ujarnya.
"Kekerasan, perkosaan dan akibat
pornografi sebenarnya sudah akut, maka harus dimaksimalkan hukumannya agar
menjerakan. Sanksi sosial dengan mepublikasikan pelaku bisa dipakai sebagai
hukuman tambahan," ujar Menteri Khofifah
Tak hanya publikasi sebagai
sanksi sosial. Khofifah juga menyinggung hukuman kebiri bisa diberikan agar
menjadi contoh bagi masyarakat dan memberikan efek jera.
"Mepublikasikan pelaku
bisa dipakai sebagai hukuman tambahan, termasuk kebiri," terangnya
YY diperkosa dan dibunuh empat
belas orang pemuda yang tengah berpesta sembari meminum minuman keras jenis
tuak. YY yang mengenakan seragam biru putih melintas di hadap kumpulan pemuda
itu. Jenazah YY kemudian ditemukan di dalam jurang sedalam lima meter.
D. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM
Mengapa pelanggaran hak asasi manusia sering
terjadi di Indonesia, meskipun seperti telah dikemukakan di atas telah dijamin
secara konstitusional dan telah dibentuknya lembaga penegakan hak asasi
manusia. Apa bila dicermati secara seksama ternyata faktor penyebabnya
kompleks. Faktor–faktor penyebabnya antara lain:
a. masih belum adanya kesepahaman pada
tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang HAM bersifat
universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa memiliki paham
HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam pelaksanaannya
(partikularisme);
b. adanya pandangan HAM bersifat
individulistik yang akan mengancam kepentingan umum (dikhotomi antara
individualisme dan kolektivisme);
c. kurang berfungsinya
lembaga–lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan); dan
d. pemahaman belum merata tentang HAM
baik dikalangan sipil maupun militer.
Disamping faktor-faktor penyebab pelanggaran
hak asasi manusia tersebut di atas, menurut Effendy salah seorang pakar hukum,
ada faktor lain yang esensial yaitu “kurang dan tipisnya rasa tanggungjawab”.
E. MENGHARGAI UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Upaya penegakan HAM dapat dilakukan melalui
jalur hukum dan politik. Maksudnya terhadap berbagai pelanggaran HAM maka upaya
menindak para pelaku pelanggaran diselesaikan melalui Pengadilan HAM bagi
pelanggaran HAM berat dan melalui KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi).
Upaya penegakan HAM melalui jalur Pengadilan HAM, mengikuti ketentuan-ketentuan
antara lain, sebagai berikut:
1. Kewenangan memeriksan dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut di atas oleh
Pengadilan HAM tidak berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun pada
saat kejahatan dilakukan.
2. Terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang
berat yang terjadi sebelum diundangkan UURI No.26 Tahun 2000, diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc. Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc diusulkan
oleh DPR berdasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dibatasi pada tempat dan waktu perbuatan tertentu (locus dan
tempos delicti ) yang terjadi sebelum diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000.
3. Agar pelaksanaan Pengadilan HAM
bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranya dilakukan majelis hakim Pengadilan
HAM yang berjumlah 5 orang. Lima orang tersebut, terdiri atas 2 orang hakim
dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc (diangkat di
luar hakim karir).
Beberapa
contoh kegiatan yang dapat dimasukan menghargai upaya penegakan HAM, antara
lain :
1. Membantu dengan menjadi saksi dalam
proses penegakan HAM;
2. Mendukung para korban untuk memperoleh
restitusi maupun kompensasi serta rehabilitasi;
3. Tidak mengganggu jalannya persidangan
HAM di Pengadilan HAM;
4. Memberikan informasi kepada aparat
penegak hukum dan lembaga–lembaga HAM bila terjadi pelanggaran HAM;
5. Mendorong untuk dapat menerima cara
rekonsiliasi melalui KKR kalau lewat jalan Peradilan HAM mengalami jalan buntu,
demi menghapus dendam yang berkepanjangan yang dapat menghambat kehidupan yang
damai dan harmonis dalam bermasyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa norma yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya kalian masih
ingat bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan nilai dan norma yang sangat
penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan adanya perlindungan dan
penegakan HAM, maka kehidupan manusia yang beradab dan sejahtera dapat
diwujudkan.
B. Saran
Mengenai makalah yang telah dibuat yang berjudul tharah pada mata
kuliah fiqih ibadah penulis telah dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini,
tetapi penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
dala pembuatan makalah ini. Untuk itu diharapkan pembaca agar dapat meberikan
masukan, kritik atau saran agar dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/beni_sumarlin/aku-semakin-heran-dengan kasusyuyun_572b12022323bdbb0a733f79
http://www.sekolahdasar.net/2009/11/teori-multipleHAM.html#ixzz3pqSi0yoQ
No comments:
Post a Comment