MAKALAH PANCASILA : LATAR BELAKANG SEJARAH, SOSIOLOGIS DAN FILOSOFIS, PROSES PERUMUSAN PANCASILA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II
No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Pancasila apabila dikaji
secara ilmiah memiliki pengertian-pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya
sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup Bangsa, sebagai kepribadian
Bangsa, sebagai ideologi Bangsa dan Negara, selain itu Pancasila secara
kedudukan dan fungsinya harus di pahami secara kronoligis. Kurangnya pemahaman
tentang Pancasila baik pengertian maupun kronologinya.
Sebagai warga negara yang
setia pada nusa dan bangsa, seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan
hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk
diamalkan dan dipertahankan sebagai ideologi negara. Oleh karena itu, pancasila
sebagai dasar filsafat negara yang secara resmi tercantum dalam pembukaan UUD
1945 wajib dipelajari dan dipahami, apa sebenarnya yang terkandung dalam ajaran
Pancasila itu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Latar Belakang Sejarah, Sosiologis
dan Filososfis Pancasila?
2.
Bagaimana Proses Perumusan- Perumusan Pancasila?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui latar
belakang sejarah, sosiologis dan filososfis pancasila.
2.
Untuk mengetahui proses perumusan- perumusan pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Sejarah,
Sosiologis dan Filosofis Pancasila
1.
Historis/ Sejarah
Secara historis istilah “Pancasila” mula-mula dipergunakan oleh
masyarakat India yang memeluk agama Budha, Pancasila berarti “lima-aturan”
atau “Five Moral Principles” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh
para penganut biasa (awam) agama Budha, yang dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa
pali “Panca-Sila”, yang berisi lima larangan atau lima pantangan yang bunyinya
menurut encyclopedia atau
kamus-kamus Buddhisme adalah sebagai berikut:
a. Panatipata
veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah mencabut nyawa setiap
yang hidup: maksudnya dilarang membunuh.
b.
Addinnadana veramani sikkhapadam
samadiyami. Artinya: Janganlah mengambil barang yang tidak diberikan:
maksudnya dilarang mencuri.
c.
Kameshu micchacara veramani
sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berhubungan kelamin yang tidak
sah dengan perempuan: maksudnya dilarang berzina.
d.
Musawada veramani sikkhapadam
samadiyami. Artinya: Janganlah berkata palsu: maksudnya dilarang berdusta.
e.
Sura-meraya –majja-pamadatthana
veramani sikkhapadam samadiyami.Artinya: Janganlah minum minuman yang
menghilangkan pikiran: maksudnya dilarang minum minuman keras.
Jadi pertama kali istilah “Pancasila” digunakan untuk memberi nama
rumusan lima dasar moral dalam agama Budha. Pancasila berarti lima aturan tingkah
laku yang baik, atau lima aturan moral.
Perkembangan selanjutnya
istilah “Pancasila” masuk dalam khazanah kesusasteraan Jawa Kuno pada zaman
Majapahit di bawah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Istilah
“Pancasila” terdapat dalam buku keropak Negara kertagama yang berupa syair
pujian ditulis oleh pujangga istana bernama Empu Prapanca selesai pada tahun
1365, yakni di dalam sarga 53 bait ke 2 yang berbunyi sebagai berikut:
“Yatnanggeguani pancasyila kertasangskarabhisekaka krama”.
Artinya: (Raja) menjalankan dengan setia kelima pantang (Pancasila)
itu begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Selain terdapat dalam buku Nagarakertagama yang masih dalam zaman
Majapahit istilah “Pancasila” juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular.
Dalam buku Sotasoma ini istilah Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu
sendi yang lima” (dari bahasa Sansekerta) juga mempunyai arti “pelaksanaan
kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu:
a. Tidak boleh
melakukan kekerasan
b.
Tidak boleh mencuri
c.
Tidak boleh berjiwa dengki
d.
Tidak boleh berbohong
e.
Tidak boleh mabuk minuman keras[1]
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai zaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa
Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat
hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda
dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father)
dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila)
dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan
pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah
masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa
yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila
Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal
nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri,
atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.[2]
Landasan historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. Berketuhanan yaitu percaya
pada sesuatu yang berkuasa di luar diri manusia. Berkemanusiaan dalam wujud
cinta sesama manusia. Berpersatuan baik persatuan dalam kelompok suku yang
kemudian meluas menjadi bangsa. Berkerakyatan dalam kelompok kecil
berkekeluargaan kemudian meluas dalam negara disebut berkerakyatan. Berkeadilan
yaitu ingin diperlakukan secara adil baik dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
Kelima hal ini kemudian
menjadi ciri khas dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang
kemudian direnungkan oleh tokoh-tokoh pendiri negara Indonesia, yang oleh Bung
Karno diberi nama Pancasila, yang selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945
disahkan sebagai dasar negara oleh PPKI.[3]
2.
Sosiologis
Bangsa Indonesia yang
penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di
lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena
nilai-nilai yang terkandung didalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil,
formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan objektif
ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk
taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis
(peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak
tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang
tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan,
menyebabkan ideology Pancasila bisa
diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali
ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka
nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan
kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan
pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1
Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi
pemersatu Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan
dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian
nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan formal,
karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat
dikembangkan secara terencana dan terpadu.[4]
3. Filosofis
Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atas filsafat atau pandangan hidup.
Pancasila merupakan dasar filsafat negara. Dalam aspek penyelenggaraan negara
harus bersumber pada nilai-nilai pancasila termasuk sistem
perundang-perundangan.
Secara Filosofis bangsa
Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan
berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah
mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus
bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena
itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini
merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam
pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik,
hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.[5]
Dalam filsafat Pancasila terdapat 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
1)
Nilai Dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu
asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak.
Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu
dipertanyakan lagi. Nilai-Nilai dasar sendiri dalam Pancasila adalah
Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila. Nilai dasar itu mendasari semua aktivitas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar bersifat
fundamental dan tetap.
2)
Nilai Instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya terbentuk
norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3)
Nilai Praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai
Praksis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental
itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
B. Proses Perumusan
Pancasila
Secara historis-sosiologis Pancasila yang sekarang kita miliki
merupakan pandangan dan falsafah hidup hasil penggalian dan pemikiran yang
dalam oleh Bapak Pendiri Negara (the founding fathers). Selanjutnya hal
tersebut dikristalisasikan dan dirumuskan menjadi lima prinsip dasar yang
dinamakan Pancasila. Proses ini dimulai sejak Jepang secara resmi menguasai
Indonesia pada tanggal 9 maret 1942 setelah jenderal Ter Poorten sebagai
Panglima Tertinggi Angkatan darat Sekutu di Jawa menyerah tanpa syarat di
Kalijati. Setelah dua tahun menguasai Indonesia, secara pelan tapi pasti Jepang
mulai terdesak. Untuk menenangkan bangsa Indonesia agar tidak melakukan
pemberontakan, pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Kiso,
mengumumkan janji pemerintah Jepang kepada Indonesia bahwa Hindia Belanda akan
diberi kemerdekaan kelak dikemudian hari.
Untuk mendapatkan
dukungan dan simpati dari bangsa Indonesia, sebagai realisasinya tanggal 1
maret 1945 di pantai utara pulau Jawa, diumumkan antara lain
dibentuk Dokuritsu Zyuunbi Tioosakai atau badan untuk menyelidiki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Badan penyelidik tersebut
baru dibentuk tanggal 29 April 1945, yaitu pada saat hari ulang tahun Tenno
Heika, Maharaja Jepang. Tanggal 28 Mei 1945 diadakan upacara pembukaan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sususnan badan
penyelidik itu terdiri dari ketua Dr. Radjiman Wediodiningrat, ketu muda
Ichibangse (dari Jepang), Ketua Muda R.P Soeroso, dengan 60 orang snggota.
Sidang BPUPKI Tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 Membahas Dasar
Negara. Sidang BPUPKI ini dilaksanakan
selama 4 hari berturut-turut, yang tampil berpidato menyampaikan usulannya
adalah sebagai berikut :[6]
a.
Mr. Muh.
Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945, beliau mengusulkan
rumusan dasar negara yaitu sebagai berikut :[7]
1) Peri
Kebangsaan
2)
Peri Kemanusiaan
3)
Peri ketuhanan
4)
Peri Kerakyatan
5)
Kesejahteraan Rakyat (Keadilan
Sosial)
Selain usulan tersebut, pada akhir pidatonya Mr. Muh. Yamin
menyerahkan naskah lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi
rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan pembukaan yang rumusan dasar
negaranya adalah sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang
Maha Esa.
2)
Kebangsaan dan Persatuan Indonesia.
3)
Rasa Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab.
4)
Kerakyatan yang di Pimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5)
Keadilan bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Dari hasil yang dikemukakan oleh Mr. Muh. Yamin ini, jelas bahwa
beliau adalah penggali Pancasila yang lebih khusus, yakni Pancasila sebagai
Dasar Negara.
b.
Mr.
Soepomo (31 Mei 1945)
Dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945, beliau lebih menekankan
pengertian dasar negara sebagai staatsidee (cita-cita) dengan konsep
integralistik, yaitu mampu mengatasi semua aliran. Adapun mengenai dasar
negara, secara garis besar disampaikan usulan sebagai berikut :
1) Paham negara
persatuan (negara integralistik).
2)
Hubungan antara agama dan negara
harus terpisah. Warga negara hendaknya tunduk dan patuh kepada Tuhan.
3)
Sistem badan permusyawaratan.
4)
Sosialisme negara.
5)
Hubungan antarbangsa yang bersifat
Asia Timur Raya.
c.
Ir.
Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar Negara dalam
sidang BPUPKI pertama berikutnya adalah dari Ir.Soekarno. Beliau mengusulkan
rumusan dasar negara yang diberi nama Pancasila yaitu sebagai berikut :
1) Nasionalisme
(kebangsaan Indonesia)
2)
Internasionalisme (peri
kemanusiaan)
3)
Mufakat (demokrasi)
4)
Kesejahteraan sosial
5)
Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan
Yang Berkebudayaan)
Kelima dasar tersebut kemudian diberi nama Pancasila yang
menurut Bung Karno sendiri, atas petunjuk dari teman beliau yang seorang ahli
bahasa. Kemudian dengan suara bulat sidang menerima Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia yang abadi. Dengan
selesainya rapat tanggal 1 Juni, selesai pula persidangan pertama Badan
Penyelidik.
d.
Rumusan Dasar
Negara menurut Piagam Jakarta (tanggal 22 juni 1945)
Setelah sidang pertama selesai, dibentuk panitia perumus yang
tugasnya adalah menggolong-golongkan usulan-usulan pada rapat BPUPKI pertama.
Jumlah tim perumus tersebut adalah delapan orang. Pada tanggal 22 juni 1945
diadakan pertemuan antara panitia kecil (tim perumus) dengan sebagian anggota
BPUPKI yang kebetulan ada acara di Jakarta. Disepakati dibentuk panitia kecil
yang jumlahnya sembilan orang yang terkenal dengan Panitia Sembilan. Anggita
panitia tersebut adalah:
1) Ir. Soekarno,
2)
Wachid Hasyim,
3)
Mr. Muh. Yamin,
4)
Mr.Maramis,
5)
Drs Moh. Hatta,
6)
Mr. Soebardjo,
7)
Kyai Abdul Kahar Moezakir,
8)
Abikoesno Tjokrosoejoso, dan
9)
Haji Agus Salim.
Panitia sembilan ini setelah mengadakan pertemuan secara masak dan
sempurna telah mencapai suatu hasil yang baik yaitu suatu modus atau
persetujuan antara golongan islam dan golongan nasionalis. Modus atau
persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu rancangan pembukaan hukum dasar,
yang terkenal dengan Piagam Jakarta dengan rumusan dasar negara sebagai berikut
:
1) Ketuhanan
dengan Kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)
Persatuan Indonesia.
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Konsep itu diterima
dengan suatu perubahan penting, yakni sila pertama yang tercantum pada
Pembukaan itu, yang semula berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha
Esa”, sehingga pada pembukaan UUD 1945 yang telah ditetapkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, rumusan Pancasila
adalah sebagai berikut :
1) Ketuhan Yang
Maha Esa.
2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)
Persatuuan Indonesia.
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesi
Dengan disahkannya UUD 1945 yang didalamnya terdapat
Pancasila sebagai dasar Negara, maka secara resmi Pancasila sebagai dasar
Negara Lahir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara
historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
2. Bangsa Indonesia yang
penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di
lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena
nilai-nilai yang terkandung didalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil,
formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia.
3. Pancasila
merupakan dasar filsafat negara. Dalam aspek penyelenggaraan negara harus bersumber
pada nilai-nilai pancasila termasuk sistem perundang-perundangan. Secara Filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan
obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME.
4.
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik
Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara
Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila
sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan
kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara
Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang
menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
B. Kritik dan Saran
Demikian pembahasan makalah yang dapat kami susun. Pemakalah
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan.
Karenanya, sudilah kiranya pembaca budiman berkenan memberikan saran guna
perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila.
Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987.
Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2010
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila.
Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987.
Komunitas guru Pkn. 2017. Sejarah Perumusan Pancasila.
http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2017/01/sejarah-perumusan-pancasila-sebagai.html.
Diakses pada 24 September 2017 pukul 15.12 WIB.
[5] Komunitas guru Pkn. 2017. Sejarah Perumusan Pancasila. http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2017/01/sejarah-perumusan-pancasila-sebagai.html.
Diakses pada 24 September 2017 pukul 15.12 WIB.
[6]
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan
Dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap
MPR No. II/MPR/1987.
[7] Komunitas guru Pkn. 2017. Sejarah Perumusan Pancasila.
http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2017/01/sejarah-perumusan-pancasila-sebagai.html.
Diakses pada 24 September 2017 pukul 15.12 WIB.
No comments:
Post a Comment