MAKALAH ULUMUL QUR’AN TAFSIR DAN TAKWIL
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “Tafsir dan Takwil”. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi
tugas dari mata kuliah Ulumul Qur’an . Disamping itu kami juga berharap semoga
dengan adanya makalah ini, dapat memberikan sedikit kontribusi dalam menambah
khasanah pengetahuan teman-teman pembaca.
Pada
kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada kami dalam menyusun
tugas ini serta kepada semua pihak yang telah membantu.
Selanjutnya
dalam penyajian makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengaharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dari pembaca, khususnya dari teman-teman mahasiswa dan
dosen pembimbing.
Bengkulu, Juni
2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang................................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................................ 1
C.
Tujuan
............................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tafsir .......................................................................................... 3
B.
Pengertian Ta’wil............................................................................................ 4
C.
Contoh Penggunaan Tafsir Dan Ta’wil Dalam Penafsiran............................. 6
D.
Cara Mentafsirkan Ayat-Ayat Yang Ghorib................................................... 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................................... 12
B.
Saran
............................................................................................................... 12
BAB I
PENNDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Quran Al-Karim adalah sumber hukum pertama bagi umat Muhammad. Kemampuan
manusia memahami makna al-Qur’an tentulah berbeda-beda. Hal ini tidak
dipermasalahkan namun terkadang menimbulkan banyak masalah yang spesifik. Untuk
kalangan masyarakat awam hal memaknai al-Qur’an terkadang diabaikan namun untuk
kalangan para Ulama’ dan para siswa/mahasiswa yang terpelajar akan dapat
memahami dan menyingkap makna-maknya al-Qur’an dengan menarik. Dengan demikian
al-Quran mendapatkan perhatian besar untuk meafsirkan kata-kata yanggharib.
Tafsir dan Ta’wil sendiri merupakan suatu penjelasan dan pendapat yang
banyak dipaparkan beberapa ulama’ yang menerangkan makna-makna al-Qur’an
dan mengembalikan sesuatu kepada tujuan utama dan apa yang dimaksud. Dengan
banyak pendapat dari beberapa ulama’ kita juga dapat memahami lebih jauh
tentang Tafsir. Definisi Tafsir dan Tawil kita juga tidak terlepas dari
banyaknya macam keduanya. Selain memahami Tafsir dan Ta’wil kita dapat
membenakan keduanya dengan seksama dan bisa menerapkan dan mengamalkan ilmu
kita terhadap sesama.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan tentu
dapat terlihat banyak hal yang perlu dibenahi lagi. Sehingga dapat disimpulkan
menjadi rumusan masalah yaitu :
1.
Apa yang dimaksud Tafsir dan Ta’wil?
2.
Apa saja perbedaan Tafsir dan Ta’wil?
3.
Macam-macam makna Ta’wil?
4.
Contoh pengunaan Tafsir dan Ta’wil dalam penafsiran?
5.
Apa saja tafsir yang gharib?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu tafsir dan ta’wil.
2. Untuk mengetahui perbedaan tafsir dan ta’wil.
3. Untuk mengetahui apa saja makna tafsir dan ta’wil.
4. Untuk mengetahui pengunaan tafsir dan ta’wil dengan
benar.
5. Untuk mengetahui bagaimana tafsir dan ta’wil yang
gharib.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TAFSIR
Pengertian Tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’îl”, berawalkan dari akar
kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan
menampakan atau menerangkan makna-makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti
wazan “daraba – yadribu” dan “nasara – yansuru”. Dikatakan: “fasara
(asy-syai’a) yafsiru” dan “yafsuru, fasran”, dan fassaruhu”, artinya “abânahu” (menjelaskannya).
Kata at-tafsîr dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang
tertutup. Dalam Lisanul ‘Arab didefinisikan dari kata “al-fasr”
berati menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata “at-tahsir” berarti
menyingkapkan maksud suatu lafazh yang musykil. Dalam Al-Qur’an dinyatakan:
وَلَايَٲْتُونَكَ
بِمَثَلٍ ٳِلَّاَ جِٸْنَٰكَ بِٱلْحَقِّ وَٲَحْسَنَ تَفْسِيرًا [الفرقان:٣٣]
“Tidaklah mereka datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melaikan kami
datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik tafsir-nya.” (Al-Furqan:
33). Yaitu penjelasan dan perinciannya.
Sedangkan Menurut istilah banyak ulama’ yang berpendapat sebagai berikut:
1. Abu Hayyan mendefinisikan tafsir sebagai, “Ilmu yang
membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Quran,
indikator-indikatornya, masalah hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang
berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna-maknanya yang berkaitan dengan
kondisi struktur lafazh yang melengkapinya.
2. Menurut al-Jurjani, tafsir adalah menjelaskan makna
ayat keaaannya, kisahnya, dan sebab yang karenanya ayat diturunkan,
dengan lafat yang menunjukkan kepadanya dengan jelas sekali.
3. Menurut az-Zarkazyi, ialah suatu pengetahuan
yang dengan pengetahuan itu dapat dipahamkan kitabullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW menjelaskan maksud-maksudnya mengeluarkan hukum-hukumnya dan
hikmahnya.
4. Menurut al-Kilbyi ialah mensyarahkan al-qur’an,
menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya
atau dengan isyaratnya ataupun dengan najwahnya.
5. Menurut
Syeikh Thorir, ialah mensyarahkan lafad yang sukar difahamkan oleh pendengan
dengan uraian yang menjelaskan maksud dengan menyebut muradhifnya atau yang
mendekatinya atau ia mempunyai petunjuk kepadanya melaui suatu jalan
(petunjuk). (Masyhuri: 86)
6. Menurut
Syaikh Muhammad bin Shalih, Tafsir adalah menjelaskan makna-makna al-Qur’an.
7. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy yang dimaksud tafsir
adalah tafsir menurut bahasa adalah menerangkan dan menyatakan. Sedangkan
menurut istilah adalah:
شَرْحُ الْقُرْٱن وَبَيَانُ مَعْنَاهُ وَالإِڡْصَاحُ
بمَايَڡتَضِيْهِ بنَصِّهِ اَوْإِشَارَتِهِ اَوْنَحْوَاهُ.
“Menjelaskan al-Quran, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan mash al-Qur’an.”
8. Menurut Ali As-Shobuni dalam At-Tibyan menurutnya
Tafsir adalah ilmu yang dengan ilmu itu dapat memahami kitab Allah (Al-Qur’an)
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, menjelaskan makna-makna al-Qur’an serta
menggali hukum di dalam al-Qur’an.
B. TA’WIL
Pengertian Ta’wil
Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “a-u-l,” yang
berarti kembali ke asal. Dikatakan “آلَ إِلَيْهِ أَوْلاًوَمَآلاً” artinya, kembali kepadanya. “ٲَوَّلَ الْكَلاَ مَ تَأْوِيْلاً” artinya, memikirkan,
memperkitakan dan menafsirkannya. Atas dasar ini maka tawil
al-kalam (penakwilanterhadap suatu kalimat) dalam istilah
mempunyai dua makna :
Pertama, ta’wil kalam dengan
pengertian, suatu makna yang menjadi tempat kembalinya perkataan pembicara,
atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Dan kalam itu
sendiri biasanya merujuk kepada makna aslinya yang merupakan esensi sebenarnya
yang dimaksud. Kalam ada dua macam, insya’ danikhbâr. Salah
satu yang termasuk insya’ adalah amr (kalimat perintah).
Maka ta’wilul amr maksudnya perbuatan yang diperintahkan.
Misalnya hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Rahiyallahu Anha, ia berkata, “Adalah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam, membaca di dalam ruku’ dan
sujudnya Subhanallahu wa bi hamdikka allahummaghfirli. Beliau
menta’wilkan (menjalankan perintah) Al-Qur’an”. Maksudnya ayat, “Maka
bertasbihlah dengan memuji dan memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dian
Maha Penerima taubat.” (An-Nashr: 3)
Sedangkan ta’wil al-ikhbar ialah esensi dari apa yang diperintahkan itu
sendiri dan yang benar-benar terjadi. Misalnya firman Allah berikut ini:
9. وَلَقَدْجِئْنَٰهُم
بِكِتٰبٍ فَصَّلْنَٰهُ عَلَىٰ عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ۞هَلْ
يَنْظُرُونَ إِلاَّ تَأْوِيْلَهُ ۚيَوْم يَأْتِى تِأْوِيْلُهُ٫يَقُولُ ٱلَّذِيْنَ
نَسُوْهُ مِنْ قَبْلُ قَدْجَآءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِٱلْحَقِّ فَهَلْ لَّنَا مِن
شُفَعَٓاءَفَيَشْفَعُوْالَنَٓاأَوْنُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَٱلَّذِى
كُنَّا نَعْمَلُۚ۞(الأعراف:۵۲-۵۳)
“Dan sesungguh Kami telah mendatangkan Kitab (Al-Quran)
kepadan mereka yang telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan kami; menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Tiadalah mereka menunggu-nunggu
kecuali ta’wilnya. Pada hari ta’wil-itu datang, berkatalah orang-orang yang
melupakannya sebelum itu: ‘Sungguh telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa
yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan membetikan syafa’at
kepada kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat
beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” (Al-A’raf:
52-53).
Dalam ayat ini Allah telah menceritakan bahwa Dia
telah menjelaskan Al-Qur’an secara detail, dan merekan tidak menunggu-nunggu
kecuali ta’wilnya yaitu datangnya apa yang diberitakan AL-Qur’an bahwa itu akan
terjadi, seperti hari kiamat dan tanda-tandanya serta segala apa yang ada di
akhirat berupa buku catatan amal (suhuf), neraca amal (mizan),
surga, neraka dan lain sebagainya. Maka pada saat itulah mereka mengtakan:
“Sungguh telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi
kami pemberi syafaat yang akan membetikan syafa’at kepada kami, atau dapatkah
kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang
pernah kami amalkan?”
Kedua, ta’wil al-kalam atau ta’wilul kalam dalam arti
Menafsirkan dan Menjelaskan maknanya.
Pengertian
inilah yang dimaksudkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya dengan
kata-kata: “Pendapat tentang ta’wil terhadap firman Allah ini...begini dan
begitu..” dan kata-kata: “Ahli ta’wil berbeda pendapat tentang ini.” Maka yang
dimaksudkan ta’wil disini adalah tafsir.
Ulama Salaf mendefinisikan takwil sebagai berikut:
1. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mutashfa
“Sesungguhnya takwil itu dalah ungkapan tentang
pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh
dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh
zahir.”
2. Kaum muhadditsin mendefinisikan takwil, sejalan dengan
definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqh,
3. Menurut Wahab Khalaf takwil yaitu “memalingkan
lafazh dari zahirnya, karena adanya dalil.”
4. Menurut Abu Zahra takwil adalah “mengeluarkan lafazh
dari artinya yang zahir kepada makna yang lain, tetapi bukan zahirnya.”
Macam-macam ta’wil
1.
Ta’wil yang jauh dari pemahaman, yakni ta’wil yang dalam penetapannya tidak
mempunyai dalil yang terendah sekalipun.
2.
Ta’wil yang mempunyai relevasi, paling tidak memenuhi standar makna
terendah serta diduga sebagai makna yang benar.
3.
C.
CONTOH
PENGGUNAAN TAFSIR DAN TA’WIL DALAM PENAFSIRAN
1) Menafsirkan Al-Qur’an dengan
As-Sunnah/Hadits
Contoh Surat Al-An’am ayat 82:
4.
الذي آمنوا ولم يلبس tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=t OßguZ»yJÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,
mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan mereka orang-orang yang
mendapat petunjuk”
Kata
“al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan
pengertian “al-syirk” (kemusyrikan)
2) Menafsirkan Al-Qur’an dengan
pendapat para sahabat
Contoh surat an-Nisa’ ayat 2
Mengenai
penafsiran sahabat terhadap Alquran ialah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu
Halim dengan Sanad yang saheh dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan
ayat ini:
5.
وآت اليتامى أموالهم ولا تتبدلوا الخبيث بالطيب ولا تأكلوا أموالهم إلى أموالكم إنه كان حوباكبيرا
“Dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik
dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar.”
Kata ”hubb” ditafsirkan oleh Ibnu
Abbas dengan dosa besar
3)
Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat para Tabi’in:
Contoh
Surat Al-Fatihah:
Penafsiran
Mujahid bin Jabbar tentang ayat: Shiraat al-Mustaqim yaitu
kebenaran.
Contoh
bukunya:
1) Jami al-bayan fi tafsir
Al.Qur’an, Muhammad B.
Jarir al. Thabari, W. 310 H. terkenal dengan tafsir Thabari
2) Bahr al-Ulum, Nasr b. Muhammad al- Samarqandi, w. 373 H. terkenal
dengan tafsir al- Samarqandi.
3) Ma’alim al-Tanzil, karya Al-Husayn
bin Mas’ud al Baghawi, wafat tahun 510, terkenal dengan tafsir al Baghawi.
1. Tafsir Bir Ra’i
Yaitu
penafsiran Al-Qur’an berdasarkan rasionalitas pikiran (ar-ra’yu), dan
pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan
“ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran
riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu mufassir dituntuk untuk
memiliki kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan
pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya
menjadi pertimbangan para mufassir.
Contoh surat al-Alaq: 2
“Khalaqal insaana min ‘alaq”
Kata alaq disini diberi makna dengan bentuk
jamak dari lafaz alaqah yang berarti segumpal DARAHyang
kental
a) Tafsir Terpuji (Mahmud)
Suatu penafsiran yang cocok dengan tujuan syar’i, jauh dari kesalahan dan
kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, serta berpegang teguh
pada ushlub-ushlubnya dalam memahami nash Al-Qur’an.
b) Tafsir Al-Bathil Al-Madzmum
Suatu
penafsiran berdasarkan hawa nafsu, yang berdiri di atas kebodohan dan
kesesatan. Manakala seseorang tidak faham dengan kaidah-kaidah bahasa Arab,
serta tujuan syara’, maka ia akan jatuh dalam kesesatan, dan pendapatnya tidak
bisa dijadikan acuan.
Contoh bukunya:
1) Mafatih al-Ghayb, Karya Muhammad bin Umar bin al-Husain al Razy, wafat
tahun 606, terkenal dengan tafsir al Razy.
2) Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta’wil, Karya
‘Abd Allah bin Umar al-Baydhawi, wafat pada tahun 685, terkenal dengan tafsir
al-Baydhawi.
3) Aal-Siraj al-Munir, Karya Muhammad al-Sharbini al Khatib, wafat tahun 977,
terkenal dengan tafsir al Khatib.
2) Tafsir Bil Isyari
Suatu penafsiran diamana menta`wilkan ayat tidak
menurut zahirnya namun disertai usaha menggabungkan antara yang zahir dan yang
tersembunyi.”
Contoh Surat Al-Baqoroh: 67
“...Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah…”
Yang mempunyai makna ZHAHIR adalah “……Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina…” Tetapi
dalam tafsir Isyari diberi makna dengan “….Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah…”
Contoh dalam kisah Nabi Khidir dan Musa:
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang
telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Penjelasan: Allah telah menganugerahkan ilmu-Nya
kepada Khidhir tanpa melalui proses belajar sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang biasa. Ia memperoleh ilmu karena ketaatan dan kesalihannya. Ia jauh
dari maksiat dan dosa. Ia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Dalam
kesuciannya, Khidhir diberikan ilmu dari sisi-Nya yang dinamakan ilmu ladunni
menggunakan pendekatan qalbi (hati) atau rasa.
Contoh bukunya:
1) Tafsir al-Qur’an al
Karim, Karya Sahl bin
‘Abd. Allah al-Tastari, terkenal dengn tafsir al-Tastari.
2) Haqa’iq al-Tafsir, Karya Abu Abd. Al-Rahman al- Salmi, terkenal dengan
Tafsir al-Salmi.
3) Tafsir Ibn ‘Arabi, Karya Muhyi al-Din bin ‘Arabi, terkenal dengan nama
tafsir Ibn ‘Arabi.
Contoh Surat al Fajr : 89
“Bahwasanya rabb mu sungguh memperhatikan kamu”
Tafsirnya: Bahwasanya
allah senantiasa dalam mengintai-intai memperhatika keadaan hambanya”
Ta’wil:Menakutkan
manusia dari berlalai-lalai, dari lengah mempersiapkan persiapan yang perlu.
D. CARA
MENTAFSIRKAN AYAT-AYAT YANG GHORIB
Permasalahan ini menjadi persoalan yang
sangat rumit, khususnya setelah Nabi SAW.wafat, sebab saat beliau masih hidup
semua permasalahan yang timbul langsung ditanyakan kepadanya. Tentu tidak semua
persoalan sosial dan kemasyarakatan serta keagamaan muncul saat beliau masih
hidup karena umur beliau relatif singkat, sementara pesoalan kemasyarakatan
tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Namun Rasulullah sebelum wafat
telah meninggalkan dua pusaka yang sangat ampuh dan mujarab serta berharga,
yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Nabi menjamin barang siapa yang berpedoman
kepada keduanya niscaya dia tidak akan sesat selama-lamanya.
تـَرَكـْتُ فِـيْكُـمْ شَـيْـئَـيْـنِ لَنْ
تـَضِـلُّـوْا بـَعْـدَهُـمَا كِـتـَابَ اللهِ وَ سُـنَّـتِى (رواه الحكم)
“Aku meninggalkan dua perkara pada diri
kalian yang kalian tidak akan tersesat setelahnya yaitu Kitab Allah dan
Sunnahku”.
Hadits
ini dikuatkan oleh firman Allah yang tertera pada surat al Nisa’ ayat 59
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.Kemudian jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah persoalan tersebut
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian.yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya”.
Secara
teoritis kembali kepada al qur’an dan hadits boleh dikatakan tidak ada masalah,
tetapi problema muncul lagi dan terasa memberatkan pikiran ketika teori
itu diterapkan untuk memecahkan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh
karena hal itu cara yang digunakan oleh ulama’ dalam memahami gharib al
qur’an, – dan ini disebut juga “Ahsana al Thuruq”oleh sebagai
ulama – adalah sebagi berikut :
1) Menafsirkan al qur’an dengan al qur’an
Contoh
Surat al An’am ayat 82
Kata ظلم dalam ayat tersebut jika diartikan
secara tekstual maka terasa membawa pemahaman yang asing dan tidak cocok dengan
kenyataan sebab hampir tidak ditemukan orang-orang yang beriman yang tidak
pernah melakukan perbuatan dzalim sama sekali. Jika begitu maka tidak ada orang
mukmin yang hidupnya tentram dan tidak akan mendapat petunjuk.
2) Jika tidak ditemukan di dalam hadits maka
dicari dalam atsar (pendapat) shahabat
Pendapat para sahabat lebih akurat dari
pada lainnya dikarenakan mereka telah berkumpul dengan Rasulullah dan mereka
telah meminum air pertolongan beliau yang bersih. Mereka menyaksikan wahyu dan
turunnya, mereka tahu asbabun nuzul dari sebuah ayat maupun
surat dari al qur’an, mereka mempunyai kesucian jiwa, keselamatan fitrah dan
keunggulan dalam hal memahami secara benar dan selamat terhadap kalam Allah
SWT. bahkan menjadikan mereka mampu menemukan rahasia-rahasia al qur’an lebih
banyak dibanding siapapun orangnya.
3) Jika masih belum didapati pemecahannya maka
sebagian ulama memeriksa pendapat tabi’in. diantara tabi’un ada yang
menerima seluruh penafsiran dari sahabat, namun tidak jarang mereka juga
berbicara tentang tafsir ini dengan istinbat (penyimpulan)
dan Istidlal (penalaran dalil) sendiri. Tetapi yang harus
menjadi pegangan dalam hal ini adalah penukilan yang shohih
4) Melalui sya’ir
Walaupun sebagian besar ulama nahwu
mengingkari cara yang kelima ini dalam menafsirkan ayat yanggharib namun
cobalah kita melepaskan diri dari perbedaan itu dan melihat penjelasan dari Abu
Bakar Ibnu Anbari yang berkata “telah banyak riwayat yang menyebutkan bahwa
sahabat dan tabi’in berhujjah dengan sya’ir-syair dengan kata-kata yang asing
bagi al qur’an dan yang musykil (yang sulit)”.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1) Tafsir dan Ta’wil sendiri merupakan suatu penjelasan
dan pendapat yang banyak dipaparkan beberapa ulama’ yang menerangkan
makna-makna al-Qur’an dan mengembalikan sesuatu kepada tujuan utama dan apa
yang dimaksud. Dengan banyak pendapat dari beberapa ulama’ kita juga dapat
memahami lebih jauh tentang Tafsir. Definisi Tafsir dan Tawil kita juga tidak
terlepas dari banyaknya macam keduanya.
2) Contoh-contoh tentang menfsirkan ta’wil dan tafsir
dapat membantu mengurangi ketidak tahuan kita tentang memahami tafsir.
3) Secara
teoritis kembali kepada al qur’an dan hadits boleh dikatakan tidak ada masalah,
tetapi problema muncul lagi dan terasa memberatkan pikiran ketika teori
itu diterapkan untuk memecahkan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh
karena hal itu cara yang digunakan oleh ulama’ dalam memahami gharib al
qur’an, – dan ini disebut juga “Ahsana al Thuruq”oleh sebagai
ulama – adalah sebagi berikut :
a) Menafsirkan al qur’an dengan al qur’an.
b) Jika tidak ditemukan di dalam hadits maka dicari
dalam atsar (pendapat) shahabat.
c) Jika masih belum didapati pemecahannya maka
sebagian ulama memeriksa pendapat tabi’in.
d) Melalui
sya’ir
B.
SARAN
Demikian pembahasan makalah yang dapat kami
susun. Pemakalah menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan. Karenanya, sudilah kiranya pembaca budiman berkenan memberikan
saran guna perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Manna’ Khalil al-Qattan. (2012). Studi Ilmu-ilmu Qur’an.
Bogor: Pustaka Litera antarnusa.
Muhammad Ali As-Shobuni(2003). At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an. Jakarta:
Dar Al-Islamiyah.
syaikh manna’ al-qaththan.(2013). Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Syaikh Muhammad bin Shalih(2008). Pengantar Ilmu Tafsir.
Jakarta: Darus Sunnah Press.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy(2000). Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
No comments:
Post a Comment