MAKALAH PENDEKATAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM (BAYANI, BURHANI, ‘IRFANI)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemikiran-pemikiran filsafat Yunani
yang masuk dalam kancah pemikiran Islam lewat terjemahan, telah diakui oleh
banyak kalangan. Hal ini mendorong filsafat Islam menjadi semakin pesat. Islam
menganjurkan untuk mempelajari filsafat, namun tetap berpegang teguh pada
al-Qur’an dan al-Hadits. Filsafat digunakan untuk membuktikan kebenaran yang
telah ada di dalam wahyu.
Selanjutnya, yang mesti menjadi
perhatian adalah pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu
ternyata tidak hanya terpaku pada dunia empirik atau fisikal, tetapi mencakup
juga dunia ruh. Diri manusia sendiri adalah miniatur semesta yang tidak hanya
terdiri atas jasad tetapi juga hati, perasaan, jiwa, dan ruh yang merupakan
bagian dari Tuhan. Karena itu, metodologi pemikiran Islam tidak hanya bisa
mengandalkan eksperimen-eksperimen lahiriyah atau hanya mengandalkan kekuatan
atau kegeniusan rasio tetapi harus dengan kesucian hati. Apapun metode yang
digunakan harus didukung oleh kebersihan jiwa..
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah penjelasan dari metodologi,
burhani, irfani, dan bayani?
2. Bagaimanakah hubungan dan perbedaan metodologi
burhani, irfani, dan bayani?
C.
Tujuan Pembelajaran
1.
Agar
mengetahui penjelasan burhani, irfani, dan bayani
2. Untuk mengertahui perbedaan burhani,
irfani, dan bayani
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metodologi Burhani, Irfani, dan Bayani
1. Pengertian Metodologi
Burhani
Al-Burhani
secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu aktivitas berpikir untuk
menetapkan kebenaran proposisi melalui pendekatan deduktif dengan mengaitkan
proposisi satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukti kebenarannya
secara aksiomatik. Menurut Al-Jabiri, prinsip-prinsip burhani pertama kali
dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) yang dikenal dengan istilah metode
analitik (tahlili); suatu cara berpikir yang didasarkan pada proposisi
tertentu dengan mengambil 10 kategori, sebagai objek kajiannya.
Sarjana
pertama yang mengenalkan dan menggunakan metode burhani adalah al-Kindi
(806-875 M). Kemudian, metode rasional atau burhani ini semakin masuk sebagai
salah satu sistem pemikiran Islam Arab setelah masa al-Razi (865-925 M). Ia lebih
ekstrim dalam teologi dan dikenal sebagai seorang rasionalis murni yang hanya
mempercayai akal. Dan akhirnya, metode burhani benar-benar mendapat tempat
dalam sistem pemikiran Islam setelah masa al-Farabi (870-950 M).
Ciri
utama dari burhani adalah silogisme, tetapi silogisme tidak mesti menunjukkan
burhani. Dalam bahasa Arab, silogisme diterjemahkan denganqiyas.
Sedangkan secara istilah, silogisme adalah suatu bentuk argumen di mana dua
proposisi yang disebut premis, dirujukkan bersama sedemikian rupa, sehingga
sebuah keputusan (konklusi) pasti menyerta
2. Pengertian Metodologi
Irfani
Irfan
dari kata dasar bahasa Arab ‘arafa semakna dengan makrifat,
berarti pengetahuan. Irfan atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang
diperoleh secara langsung lewat pengalaman. Karena itu, secara epistimologis,
irfan dapat diartikan sebagai pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh
lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya serta adanya oleh ruhani
yang dilakukan atas dasar cinta. Irfan adalah wujud mutlak, yaitu Allah swt.
Para
ahli berbeda pendapat tentang asal sumber irfan:
Pertama, menganggap
bahwa irfan Islam berasal dari sumber Persia dan Majusi. Alasannya, sejumlah
besar orang-orang Majusi di Iran Utara tetap memeluk agama mereka setelah
penaklukan Islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan.
Kedua, irfan
berasal dari sumber-sumber Kristen. Alasannya,
a. adanya interaksi antara orang-orang Arab
dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman Islam
b. adanya segi-segi kesamaan antara
kehidupan para sufis, dalam soal ajaran, tata cara melatih jiwa, dengan
kehidupan Yesus dan ajarannya.
Ketiga, irfan
ditimba dari India. Alasannya
1) kemunculan dan penyebaran irfan pertama
kali adalah di Khurasan
2) kebanyakan dari para sufi angkatan
pertama bukan dari kalangan Arab
3) pada masa sebelum Islam, Turkistan
adalah pusat agama dan kebudayaan Timur serta Barat
4) konsep dan metode tasawuf seperti
keluasan hati dan pemakaian tasbih adalah praktek-praktek dari India.
Keempat, irfan berasal
dari sumber-sumber Yunani
Perkembangan
irfan, secara umum bisa dibagi dalam lima fase, yaitu:
a. Fase pembibitan (abad pertama hijriah).
Karakter periode ini adalah (1) berdasarkan ajaran al-Qur’an dan sunnah,
menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala dan menjaga diri dari neraka. (2)
bersifat praktis, tanpa ada perhatian untuk menyusun teori atas praktek-praktek
yang dilakukan. (3) motivasi zuhudnya adalah rasa takut.
b. Fase kelahiran (abad kedua hijriah).
Jika pada abad pertama hijriah, zuhud dilakukan atas dasar takut dan mengharap
pahala, pada periode ini zuhud dilakukan atas dasar cinta kepada Tuhan, bebas
dari rasa takut atau harapan mendapat pahala.
c. Fase pertumbuhan (abad 3-4 hijriah).
Pada fase ini, irfan telah mengkaji soal moral, tingkah laku dan
peningkatannya, pengenalan intuitif langsung pada Tuhan, dan pencapaian
kebahagiaan.
d. Fase puncak (abad ke-5 H). Pada periode
ini irfan mencapai periode gemilang dengan banyaknya pribadi besar yang lahir
dan menulis tentang irfan, di antaranya al-Ghazali (Ihya Ulum al-Din)
yang menyelaraskan tasawuf dan fiqh (irfan dan bayani).
e. Fase spesikasi (abad ke-6 dan 7 H).
Irfan semakin dikenal dan berkembang dalam masyarakat Islam berkat pengaruh
pribadi al-Ghazali.
3. Pengertian Metodologi
Bayani
Bayani
adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash),
secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasikan oleh akal kebahasaan
yang digali lewat inferensi (istidlal). Secara langsung artinya memahami
memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu
pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan
mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini tidak
berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi harus
tetap bersandar pada teks. Dalam bayani, rasio dianggap tidak mampu memberikan
pengetahuan kecuali disandarkan pada teks. Dalam perspektif keagamaan, sasaran
bidik metode bayani adalah aspek eksoterik (syari’at).
Pengertian
tentang bayani, berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran Islam. Begitu
pula aturan-aturan metode yang ada di dalamnya. Pada masa Syafi’i (767-820 M)
yang dianggap sebagai peletak dasar yurisprudensi Islam, bayani berarti nama
yang mencakup makna-makna yang mengandung persoalan ushul (pokok)
dan yang berkembang hingga ke cabang (furu’). Sedang dari segi
metodologi, Syafi’i membagi bayan ini dalam lima bagian dan tingkatan, yaitu:
a. Bayan yang tidak butuh penjelasan
lanjut, berkenaan dengan sesuatu yang telah dijelaskan Tuhan dalam al-Qur’an
sebagai ketentuan bagi makhluk-Nya.
b. Bayan yang beberapa bagiannya masih
global sehingga butuh penjelasan sunnah.
c. Bayan yang keseluruhannya masih global
sehingga butuh penjelasan sunnah.
d. Bayan sunnah, sebagai uraian atas
sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.
e. Bayan ijtihad, yang dilakukan dengan
qiyas atau sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an maupun sunnah.
Untuk
mendapatkan pengetahuan, epistimologi bayani menempuh dua jalan. Pertama,
berperan pada redaksi (lafadz) teks dengan menggunakan kaidah bahasa Arab,
seperti nahw dan sharaf sebagai alat
analisa. Kedua, menggunakan metode qiyas (analogi)
dan inilah prinsip utama epistimologi bayani.
B.
Hubungan dan Perbedaan Metodologi Burhani, Irfani,
dan Bayani
Dalam khazanah filsafat Islam, dikenal
ada tiga buah metodologi pemikiran, yakni burhani, irfani, dan bayani. Ketiga
model epistemologi ini, dalam sejarahnya telah menunjukkan keberhasilannya
masing-masing. Masing-masing model epistimologi ini tidak dapat digunakan
secara mandiri untuk pengembangan ilmu-ilmu keislaman kontemporer. Untuk
mencapai hal tersebut, ketiganya harus disatukan dalam sebuah jalinan yang
disebut “hubungan silkuler”.
Tata
kerja hubungan di antara ketiga epistimologi yaitu burhani, irfani, dan bayani
dapat digambarkan sebagai berikut:
Burhani berbeda dengan bayani dan
irfani, yang masih berkaitan dengan teks suci, burhani sama sekali tidak
mendasarkan diri pada teks, juga tidak pada pengalaman.burhani menyandarkan
diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dali-dalil logika. Bahkan,
dalil-dalil agam hanya bisa diterima sepanjang ia sesuai dengan logika
rasional. Perbandingan ketiga epistimologi ini adalah, bayani menghasilkan
pengetahuan lewat analogi realita non-fisik atas realitas fisik; irfani
menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan rohani pada Tuhan dengan
pernyataan universal; dan burhani menghasilkan pengetahuan melalui
prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini
kebenarannya.
BAB III
KESIMPULAN
Metodologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh
untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Ada bebarapa
metodologi dalam filsafat Islam, diantaranya:
a. Burhani, yaitu suatu aktivitas berpikir
untuk menetapkan kebenaran proposisi melalui pendekatan deduktif dengan
mengaitkan proposisi satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukti
kebenarannya secara aksiomatik.
b. Irfani, yaitu pengungkapan atas
pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya
serta adanya oleh ruhani yang dilakukan atas dasar cinta. Irfan adalah wujud
mutlak, yaitu Allah swt.
c. Bayani, yaitu metode pemikiran khas Arab
yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak
langsung, dan dijustifikasikan oleh akal kebahasaan yang digali lewat inferensi
(istidlal).
Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih belum sempurna dan kami membutuhkan masukan dari pembaca atau
pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai
masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adib,
Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arief,
Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.
Jakarta: Ciputat Pers.
Mudyahardjo,
Redja. 2008. Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Muthahhari,
Murtadha. 2002. Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shandra.
Bandung: Mizan.
Qomar,
Mujamil. 2012. Pemikiran Islam Metodologis: Model Pemikiran Alternatif
dalam Memajukan Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
No comments:
Post a Comment