RESUME "PENGERTIAN FIQH MUQARAN, RUANG LINGKUP, TUJUAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI FIQH MUQARAN
A.
Pengertian
Fiqh Muqaran
Terdapat
beberapa definisi tentang pengertian fiqh Muqaran yang diungkapkan oleh para
sarjana muslim diantaranya adalah sebagai berikut.
Fiqh Muqaran
adalah Suatu ilmu yang mengumpulkan pendapat-pendapat suatu masalah
ikhtilafiyah dalam fiqh, mengumpulkan, meneliti dan mengkaji serta
mendiskusikan dalil masing- masing pendapat secara objektif, untuk dapat
mengetahui pendapat yang terkuat, yaitu pendapat yang didukung oleh dalil-dalil
yang terkuat, dan paling sesuai dengan jiwa, dasar, dan prinsip umum syariat
Islam.
Fiqh Muqaran
atau dalam istilah lain disebut Perbandingan Mazdhab adalah ilmu pengetahuan
yang membahas pendapat-pendapat fuqaha’ (Mujtahidin) beserta dalil-dalilnya
mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati, maupun yang diperselisihkan
dengan membandingkan dalil masing-masing, yaitu dengan cara mendiskusikan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh mujtahidin untuk menemukan pendapat yang
paling kuat dalilnya. Terdapat tujuh kata kunci terkait dengan hal ini, yaitu :
Imam mujtahid, metode istinbath hukum, materi fiqh, madzhab sebagai aliran fiqh
yang kemudian menjadi komunitas, kelompok pendukung/pengikut, istilah hukum
yang digunakan, dan karya fiqh Imam Madzhab.
Definisi Fiqh
Muqaran Menurut Syeikh Mahmud Syaltut adalah Mengumpulkan pendapat para imam
mujtahid berikut dalil-dalil tentang suatu masalah yang diperselisihkan dan
kemudian membandingkan serta mendiskusikan dalil-dalil tersebut satu sama lain
untuk menemukan pendapat yang terkuat dalilnya.
Dalam kajian
fiqh muqaran akan sangat erat sekali dengan ikhtilaf fuqaha’, adapun
sebab-sebab ikhtilaf tersebut adalh sebagai berikut :
a.
Perbedaan
pemahaman tentang lafadz nash.
b.
Perbedaan
dalam masalah hadits.
c.
Perbedaan
dalam pemahaman dan penggunaan kaidah-kaidah lughawiyah nash.
d.
Perbedaan
dalam mentarjihkan dalil-dalil yan berlawanan.
e.
Perbedaan
tentang qiyas.
f.
Perbedaan
dalam penggunaan dalil-dalil hukum.
g.
Perbedaan
dalam masalah nash
h.
Perbedaan
dalam pemahaman illat hukum.
Syaikh Muhamad
al-Madaniyah dalam bukunya Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha membagi sebab-sebab
ikhtilaf itu kepada empat macam, yaitu:
1.
Pemahaman
Al-Qur’an dan sunnah rasul.
2.
Sebab-sebab
khusus tentang sunnah rasul
3.
Sebab-sebab
yang berkenaan dengan kaidah-kaidah ushuliyah atau fiqhiyah.
4.
Sebab-sebab
yang khusus mengenai penggunaan dalil-dalil di luar Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
B.
Ruang Lingkup
Fiqh Muqaran
Pada dasarnya,
ruang lingkup atau bidang kajian perbandingan mazhab ialah seluruh masalah fiqh
yang di dalamnya terdapat dua pendapat atau lebih maka masalah fiqih yang telah
terjadi “ijma” atau hanya satu pendapat, tidak termasuk kajian perbandingan
mazhab. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ruang lingkup perbandingan mazhab
begitu luas, mulai materi fiqih, pendapat ulama, dalil, metode, dan sumber yang
digunakan, semuanya diperbandingkan.
Ruang lingkup
kajian perbandingan mazhab diantaranya:
1.
Hukum-hukum
amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para
Mujtahid, dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang
dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.
2.
Dalil-dalil
yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari al-Qur’an maupun sunnah,
atau dalil-dalil lain yang diakui oleh syara’.
3.
Hukum-hukum
yang berlaku dinegara tempat muqarin hidup, baik hukum nasional/positif, maupun
hukum internasional.
Bila menyimak
silabi yang digunakan di Fakultas Syariah di beberapa perguruan tinggi, baik
negeri maupun swasta, paling tidak ada empat kelompok tipe perbandingan:
1.
Muqaranatul
mazhahib fil fiqih, diantaranya tentang fiqih ibadah perbandingan, fiqih
muamalah perbandingan, fiqih mawaris perbandingan, fiqih munakahat perbandingan,
fiqih jinayah perbandingan, dan fiqih siyasah perbandingan.
2.
Muqaranatul
mazhahib fil ushul, ialah semua masalah ushul fiqih yang didalamnya terdapat
perbedaan: definisi, pembagian hukum (taklifi dan wadh’i), rukhshah dan azimah,
hakim, mahkum alaih, mahkum bih, zhanny dan qath’i, mujmal, mufashshal,
dalil-dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma, qiyas, istihsan,
fatwa shahabat, ‘urf, mashalib al mursalah, sadduz zara’i, istishab, dan
lain-lain; ta’arrud, ijtihad, dan lain-lain dalam bidang kajian ushul fiqih;
sistem istinbath dan sistematika sumber, corak mazhab ushul dalam Islam dan
gejala munculnya mazhab Ushul baru.
3.
Muqaranatus
syara’i, adalah bidang kajian sistem hukum; hukum barat, adat dan Islam. Bahkan
Muslim Ibrahim, menambahkan, bidang ini mengkaji hukum-hukum syari’at Islam
yang berbeda dengan hukum syari’at Nasrani dan Yahudii dalam masalah tertentu.
Dapat juga dikaitkan dengan ajaran-ajaran agama Ardhiy, seperti: Hindu, Budha,
Shinto dan lain-lain.
4.
Muqaranatul
mazhahib fil qawanin al wadh’iyyah, adalah kajian tentang perbandingan hukum
dan perundang-undangan yang muncul dan ada di dunia Islam atau juga
perbandingan hukum Islam dengan hukum umum – hukum positif yang digunakan di
suatu negara.
C.
Tujuan dan
Manfaat Mempelajari Fiqh Muqaran
Paling tidak,
ada dua tujuan yang hendak dicapai ilmu perbandingan mazhab:
a.
Tujuan
praktis, yaitu tujuan yang bisa dirasakan baik oleh muqarin atau masyarakat
secara umum.
1)
Untuk
menimbulkan rasa saling menghormati atau toleransi dengan yang berbeda pendapat
2)
Dapat
mendekatkan berbagai mazhab di satu pihak, sehingga perpecahan umat dapat
disatukan kembali atau jurang perbedaan dapat diperkecil
3)
Memberikan
kesadaran kepada masyarakat bahwa perbedaan adalah sunnatullah yang tidak bisa
dihindari
4)
Dapat
menimbulkan rasa puas dalam mengamalkan suatu hukum sebagai hasil dari berbagai
pendapat imam mazhab
5)
Dapat
menentramkan jiwa karena membandingkan adalah jalan yang mudah untuk mengetahui
cara-cara para imam dalam menentukan hukum
b.
Tujuan secara
akademik, sebagai tujuan yang sarat dengan unsur-unsur ilmiah, paling tidak,
ada tujuan besar, yaitu sebagai berikut:
1)
Untuk
mengetahui pendapat, konsep, teori, dasar, kaidah, metode, teknik ataupun
pendekatan yang digunakan oleh tiap-tiap imam mazhab fiqih dalam menggali hukum
islam dan menetapkan hukumnya
2)
Untuk
mengetahui betapa luasnya pembahasan ilmu fiqih dan betapa kayanya khazanah
hukum Islam yang diwariskan oleh para imam mazhab, hampir tidak bisa dihindari,
langsung ataupun tidak langsung, konsep perbandingan mazhab.
Ada yang
berpendapat, bahwa studi perbandingan madzhab itu tidak bermanfaat secara
praktis, baik bagi kehidupan perorangan maupun bagi jamaah, baik dalam soal
ibadah maupun dalam mu’amalah. Pendapat ini lahir karena berorientasi pada
madzhab yaitu:
a.
Sebagian ulama
telah menetapkan bahwa bagi orang yang telah menganut madzhab tertentu tidak
dibenarkan berpindah madzhab, dan taqlid merupakan suatu keharusan dan bagi
yang sudah bertaqlid kepada madzhab tertentu, tidak boleh bertaqlid kepada
madzhab lain dalam beberapa masalah.
b.
Ulama Hanafiah
telah menetapkan pula suatu ketentuan yang sangat mengikat, yaitu: “.... tidak
dibenarkan bagi ulama muta’akhirin untuk membahas atau mentarjih
masalah-masalah yang telah dibahas dan ditarjih oleh ulama terdahulu, dan wajib
bagi mereka mengikuti apa yang sudah ada.”
Kalau demikian
halnya, yakni berorientasi kepada pemikiran madzhab, maka jelas studi
perbandingan madzhab tidak ada faedahnya, karena tidak bisa diambil manfaatnya
sebab mengamalkan hasil muqaranah memungkinkan:
a.
Terjadi
perpindahan madzhab
b.
Bertaqlid
kepada beberapa madzhab dalam berbagai masalah
Alasan di atas
antara lain, bahwa mengamalkan hasil muqaranah itu memungkinkan untuk melakukan
berbagai pendapat dalam sebagian masalah, baik ibadah maupun muamalah, yang
kemungkinan tidak dibenarkan oleh semua madzhab yang ada karena campur aduk.
Kedudukan
madzhab yang semula merupakan pemikiran dan pemahaman atau pendapat yang
diterima dan ditolak tidak benar/kurang tepat, menjadi keharusan dan pegangan
yang bersifat keagamaan, yakni tidak boleh seorangpun tidak
bermadzhab/menyimpang dari madzhabnya dan mengikuti madzhab lain.
Sikap tersebut
memberikan pengaruh dan akibat yang negatif, yaitu menghalangi ummat Islam
untuk menikmati pembahasan hukum dari sumbernya (al-Qur’an dan Hadits),
sekaligus menghalangi mereka untuk memetik buah studinya dari kedua nash
tersebut. Akibatnya yang paling berbahaya bagi umat Islam adalah timbulnya
apatisme, sehingga syari’at Islam yang seharusnya berkembang dan dinamis
menjadi beku dan statis.
Mereka
mengharamkan beramal dengan hasil penyelidikan yang dilakukan dalam al-Qur’an
dan Hadits sendiri. Sebagai akibat dari pada itu, maka putuslah cita-cita dan
berhentilah Fiqih Islam, sedang para Ulama madzhab sibuk dengan pembelaan
madzhab masing-masing dan meringkaskan kitab-kitab yang tebal serta
mensyarahkan kitab-kitab yang ringkas. Dan begitulah orang mengharamkan fiqih
dan malakah fiqih.
Menurut
Muhammad Syaltout, dalam bukunya, “Perbandingan Mazhab dalam Masail Fiqh”,
bahwa membandingkan adalah wajib bagi orang yang mampu dan beramal dengan
hasilnya juga wajib, tidak dapat dicegah oleh pendapat-pendapat ulama
mutaakhirin yang tidak berdasarkan kepada suatu dalil pun yang menunjukkan
shahihnya. Selain itu, muqaranah atau membandingkan itu, adalah jalan untuk
mengetahui cara-cara para Imam berijtihad, dan juga jalan untuk dapat memilih
hukum yang dapat menentramkan jiwa.
Sesungguhnya
orang yang membanding antara mazhab-mazhab mengenai masalah-masalah terperinci,
apabila ia mengetahui sumber perselisihan dan mengetahui berbagai pengertian
kata-kata serta mengetahui pula jiwa tasyri’, maka dengan pertolongan Allah ia
akan sampai kepada perbandingan yang menghasilkan buah, baik memperkecil jurang
perselisihan, maupun mentarjihkan yang lebih dekat kepada kebenaran. Sedang
mengetahui itu semua sekarang sudah menjadi mudah, berkat jerih payah
ulama-ulama terdahulu.
No comments:
Post a Comment