1

loading...

Thursday, November 1, 2018

RESUME "PENGERTIAN FIQH MUQARAN, RUANG LINGKUP, TUJUAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI FIQH MUQARAN

RESUME "PENGERTIAN FIQH MUQARAN, RUANG LINGKUP, TUJUAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI FIQH MUQARAN

A.    Pengertian Fiqh Muqaran
Terdapat beberapa definisi tentang pengertian fiqh Muqaran yang diungkapkan oleh para sarjana muslim diantaranya adalah sebagai berikut.
Fiqh Muqaran adalah Suatu ilmu yang mengumpulkan pendapat-pendapat suatu masalah ikhtilafiyah dalam fiqh, mengumpulkan, meneliti dan mengkaji serta mendiskusikan dalil masing- masing pendapat secara objektif, untuk dapat mengetahui pendapat yang terkuat, yaitu pendapat yang didukung oleh dalil-dalil yang terkuat, dan paling sesuai dengan jiwa, dasar, dan prinsip umum syariat Islam.
Fiqh Muqaran atau dalam istilah lain disebut Perbandingan Mazdhab adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha’ (Mujtahidin) beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati, maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing, yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh mujtahidin untuk menemukan pendapat yang paling kuat dalilnya. Terdapat tujuh kata kunci terkait dengan hal ini, yaitu : Imam mujtahid, metode istinbath hukum, materi fiqh, madzhab sebagai aliran fiqh yang kemudian menjadi komunitas, kelompok pendukung/pengikut, istilah hukum yang digunakan, dan karya fiqh Imam Madzhab.
Definisi Fiqh Muqaran Menurut Syeikh Mahmud Syaltut adalah Mengumpulkan pendapat para imam mujtahid berikut dalil-dalil tentang suatu masalah yang diperselisihkan dan kemudian membandingkan serta mendiskusikan dalil-dalil tersebut satu sama lain untuk menemukan pendapat yang terkuat dalilnya.
Dalam kajian fiqh muqaran akan sangat erat sekali dengan ikhtilaf fuqaha’, adapun sebab-sebab ikhtilaf tersebut adalh sebagai berikut :
a.       Perbedaan pemahaman tentang lafadz nash.
b.      Perbedaan dalam masalah hadits.
c.       Perbedaan dalam pemahaman dan penggunaan kaidah-kaidah lughawiyah nash.
d.      Perbedaan dalam mentarjihkan dalil-dalil yan berlawanan.
e.       Perbedaan tentang qiyas.
f.       Perbedaan dalam penggunaan dalil-dalil hukum.
g.      Perbedaan dalam masalah nash
h.      Perbedaan dalam pemahaman illat hukum.
Syaikh Muhamad al-Madaniyah dalam bukunya Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam, yaitu:
1.      Pemahaman Al-Qur’an dan sunnah rasul.
2.      Sebab-sebab khusus tentang sunnah rasul
3.      Sebab-sebab yang berkenaan dengan kaidah-kaidah ushuliyah atau fiqhiyah.
4.      Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil-dalil di luar Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
B.     Ruang Lingkup Fiqh Muqaran
Pada dasarnya, ruang lingkup atau bidang kajian perbandingan mazhab ialah seluruh masalah fiqh yang di dalamnya terdapat dua pendapat atau lebih maka masalah fiqih yang telah terjadi “ijma” atau hanya satu pendapat, tidak termasuk kajian perbandingan mazhab. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ruang lingkup perbandingan mazhab begitu luas, mulai materi fiqih, pendapat ulama, dalil, metode, dan sumber yang digunakan, semuanya diperbandingkan.
Ruang lingkup kajian perbandingan mazhab diantaranya:
1.      Hukum-hukum amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para Mujtahid, dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.
2.      Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari al-Qur’an maupun sunnah, atau dalil-dalil lain yang diakui oleh syara’.
3.      Hukum-hukum yang berlaku dinegara tempat muqarin hidup, baik hukum nasional/positif, maupun hukum internasional.
Bila menyimak silabi yang digunakan di Fakultas Syariah di beberapa perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, paling tidak ada empat kelompok tipe perbandingan:
1.      Muqaranatul mazhahib fil fiqih, diantaranya tentang fiqih ibadah perbandingan, fiqih muamalah perbandingan, fiqih mawaris perbandingan, fiqih munakahat perbandingan, fiqih jinayah perbandingan, dan fiqih siyasah perbandingan.
2.      Muqaranatul mazhahib fil ushul, ialah semua masalah ushul fiqih yang didalamnya terdapat perbedaan: definisi, pembagian hukum (taklifi dan wadh’i), rukhshah dan azimah, hakim, mahkum alaih, mahkum bih, zhanny dan qath’i, mujmal, mufashshal, dalil-dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma, qiyas, istihsan, fatwa shahabat, ‘urf, mashalib al mursalah, sadduz zara’i, istishab, dan lain-lain; ta’arrud, ijtihad, dan lain-lain dalam bidang kajian ushul fiqih; sistem istinbath dan sistematika sumber, corak mazhab ushul dalam Islam dan gejala munculnya mazhab Ushul baru.
3.      Muqaranatus syara’i, adalah bidang kajian sistem hukum; hukum barat, adat dan Islam. Bahkan Muslim Ibrahim, menambahkan, bidang ini mengkaji hukum-hukum syari’at Islam yang berbeda dengan hukum syari’at Nasrani dan Yahudii dalam masalah tertentu. Dapat juga dikaitkan dengan ajaran-ajaran agama Ardhiy, seperti: Hindu, Budha, Shinto dan lain-lain.
4.      Muqaranatul mazhahib fil qawanin al wadh’iyyah, adalah kajian tentang perbandingan hukum dan perundang-undangan yang muncul dan ada di dunia Islam atau juga perbandingan hukum Islam dengan hukum umum – hukum positif yang digunakan di suatu negara.
C.    Tujuan dan Manfaat Mempelajari Fiqh Muqaran
Paling tidak, ada dua tujuan yang hendak dicapai ilmu perbandingan mazhab:

a.       Tujuan praktis, yaitu tujuan yang bisa dirasakan baik oleh muqarin atau masyarakat secara umum.
1)      Untuk menimbulkan rasa saling menghormati atau toleransi dengan yang berbeda pendapat
2)      Dapat mendekatkan berbagai mazhab di satu pihak, sehingga perpecahan umat dapat disatukan kembali atau jurang perbedaan dapat diperkecil
3)      Memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa perbedaan adalah sunnatullah yang tidak bisa dihindari
4)      Dapat menimbulkan rasa puas dalam mengamalkan suatu hukum sebagai hasil dari berbagai pendapat imam mazhab
5)      Dapat menentramkan jiwa karena membandingkan adalah jalan yang mudah untuk mengetahui cara-cara para imam dalam menentukan hukum
b.      Tujuan secara akademik, sebagai tujuan yang sarat dengan unsur-unsur ilmiah, paling tidak, ada tujuan besar, yaitu sebagai berikut:
1)      Untuk mengetahui pendapat, konsep, teori, dasar, kaidah, metode, teknik ataupun pendekatan yang digunakan oleh tiap-tiap imam mazhab fiqih dalam menggali hukum islam dan menetapkan hukumnya
2)      Untuk mengetahui betapa luasnya pembahasan ilmu fiqih dan betapa kayanya khazanah hukum Islam yang diwariskan oleh para imam mazhab, hampir tidak bisa dihindari, langsung ataupun tidak langsung, konsep perbandingan mazhab.
Ada yang berpendapat, bahwa studi perbandingan madzhab itu tidak bermanfaat secara praktis, baik bagi kehidupan perorangan maupun bagi jamaah, baik dalam soal ibadah maupun dalam mu’amalah. Pendapat ini lahir karena berorientasi pada madzhab yaitu:
a.       Sebagian ulama telah menetapkan bahwa bagi orang yang telah menganut madzhab tertentu tidak dibenarkan berpindah madzhab, dan taqlid merupakan suatu keharusan dan bagi yang sudah bertaqlid kepada madzhab tertentu, tidak boleh bertaqlid kepada madzhab lain dalam beberapa masalah.
b.      Ulama Hanafiah telah menetapkan pula suatu ketentuan yang sangat mengikat, yaitu: “.... tidak dibenarkan bagi ulama muta’akhirin untuk membahas atau mentarjih masalah-masalah yang telah dibahas dan ditarjih oleh ulama terdahulu, dan wajib bagi mereka mengikuti apa yang sudah ada.”
Kalau demikian halnya, yakni berorientasi kepada pemikiran madzhab, maka jelas studi perbandingan madzhab tidak ada faedahnya, karena tidak bisa diambil manfaatnya sebab mengamalkan hasil muqaranah memungkinkan:
a.       Terjadi perpindahan madzhab
b.      Bertaqlid kepada beberapa madzhab dalam berbagai masalah
Alasan di atas antara lain, bahwa mengamalkan hasil muqaranah itu memungkinkan untuk melakukan berbagai pendapat dalam sebagian masalah, baik ibadah maupun muamalah, yang kemungkinan tidak dibenarkan oleh semua madzhab yang ada karena campur aduk.
Kedudukan madzhab yang semula merupakan pemikiran dan pemahaman atau pendapat yang diterima dan ditolak tidak benar/kurang tepat, menjadi keharusan dan pegangan yang bersifat keagamaan, yakni tidak boleh seorangpun tidak bermadzhab/menyimpang dari madzhabnya dan mengikuti madzhab lain.
Sikap tersebut memberikan pengaruh dan akibat yang negatif, yaitu menghalangi ummat Islam untuk menikmati pembahasan hukum dari sumbernya (al-Qur’an dan Hadits), sekaligus menghalangi mereka untuk memetik buah studinya dari kedua nash tersebut. Akibatnya yang paling berbahaya bagi umat Islam adalah timbulnya apatisme, sehingga syari’at Islam yang seharusnya berkembang dan dinamis menjadi beku dan statis.
Mereka mengharamkan beramal dengan hasil penyelidikan yang dilakukan dalam al-Qur’an dan Hadits sendiri. Sebagai akibat dari pada itu, maka putuslah cita-cita dan berhentilah Fiqih Islam, sedang para Ulama madzhab sibuk dengan pembelaan madzhab masing-masing dan meringkaskan kitab-kitab yang tebal serta mensyarahkan kitab-kitab yang ringkas. Dan begitulah orang mengharamkan fiqih dan malakah fiqih.
Menurut Muhammad Syaltout, dalam bukunya, “Perbandingan Mazhab dalam Masail Fiqh”, bahwa membandingkan adalah wajib bagi orang yang mampu dan beramal dengan hasilnya juga wajib, tidak dapat dicegah oleh pendapat-pendapat ulama mutaakhirin yang tidak berdasarkan kepada suatu dalil pun yang menunjukkan shahihnya. Selain itu, muqaranah atau membandingkan itu, adalah jalan untuk mengetahui cara-cara para Imam berijtihad, dan juga jalan untuk dapat memilih hukum yang dapat menentramkan jiwa.
Sesungguhnya orang yang membanding antara mazhab-mazhab mengenai masalah-masalah terperinci, apabila ia mengetahui sumber perselisihan dan mengetahui berbagai pengertian kata-kata serta mengetahui pula jiwa tasyri’, maka dengan pertolongan Allah ia akan sampai kepada perbandingan yang menghasilkan buah, baik memperkecil jurang perselisihan, maupun mentarjihkan yang lebih dekat kepada kebenaran. Sedang mengetahui itu semua sekarang sudah menjadi mudah, berkat jerih payah ulama-ulama terdahulu.

No comments:

Post a Comment