1

loading...

Wednesday, December 12, 2018

MAKALAH FIQH KONTEMPORER MULTI LEVEL MARKETING


MAKALAH FIQH KONTEMPORER
MULTI LEVEL MARKETING

BAB II
PEMBAHASAN

MULTI LEVEL MARKETING (MLM)

1.      PENGERTIAN MULTI LEVEL MARKETING (MLM)
Secara Etimologi Multi Level marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris, Multi berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau tingkat. Adapun marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat difahami bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang.
Menurut Peter J .Clathier Multi Level Marketing (MLM)  adalah : suatu cara atau metode menjual barang secara langsung kepada  pelanggan melalui jaringan yang dikembangkan oleh para distributor  lepas yang memperkenalkan para distributor berikutnya  pendapatan dihasilkan terdiri dari laba eceran dan laba grosir  ditambah dengan pembayaran-pembayaran berdasarkan penjualan  total kelompok yang dibentuk oleh sebuah distributor.
Menurut David Roller definisi pengertian Multi Level Marketing (MLM) adalah sistem melalui mana sebuah induk perusahaan  mendistribusikan barang atau jasanya. Lewat suatu jaringan orang - orang bisnis yang independen tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi  di seluruh dunia. Orang-orang bisnis atau para wiraswatawan ini  kemudian mensponsori orang-orang lain lagi untuk membantu  mendistribusikan barang dan jasanya, proses orang membantu  orang ini bisa diteruskan lagi lewat satu atau beberapa tingkat  pemasukan .
Secara umum Multi level marketing adalah sistem penjualan berkelompok melalui keanggotaan yang membentuk tim pemasaran secara bertingkat. Sistem MLM ini lebih mengutamakan kebersamaan dalam mencapai tingkat omset penjualan perusahaan.[1]

2.      SEJARAH MULTI LEVEL MARKETING (MLM)
Bisnis pemasaran jaringan dimulai pada tahun 1940-an saat Califiornia Vitamins mendisain penjualan dengan sistem yang menarik para pemakai untuk mengajak pelanggan lebih banyak untuk memakai produk yang mereka pakai. Para pelanggan itu mempunyai hak yang sama yang dapat mensponsori pelanggan lain. Pada tahun berikutnya California Vitamins mengganti nama menjadi NatureLite Food Supplement Corporations. Pada tahun 1956, NatureLite menerapkan pola pemasaran jaringan dan bergabunglah Dr. Forrest Shaklee untuk memperluas pasar produk suplemen kesehatan, yaitu produk yang dikembangkan oleh dokter tersebut. Tidak lama kemudian, sekitar tahun 1959 Rich DeVoss dan Jay Van Andel mencetuskan perusahan Amway sebagai satu-satunya sarana bagi bangsa Amerika memasarkan produk dengan cara pemasaran jaringan.
Ketika sistem pemasaran jaringan diterapkan, bisnis ini tidak berjalan dengan baik ada banyak tantangan berat bahkan menjadi malapetaka. Konsep pemasaran jaringan disalahgunkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan menyelebarkan selebaran surat yang menyebutkan suatu keuntungan besar jika ada orang yang bersedia mengirimkan dana sebesar 1 USD kepada seseorang. Dengan kata lain bisnis ini disalahgunakan untuk mengeruk keuntungan dengan mempengaruhi orang lain lewat iming-iming keutungan besar. Pada tahun 1975 Federal Trade Commission (FTC) menuding Amway sebagai salah satu perusahan piramida illegal. Langkah FTC diantaranya melarang seluruh kegiatan penjualan produk-produk Amway. Setelah melakukan upaya hukum selama empat tahun, akhirnya FTC meyatakan sistem distribusi dan pembagian komisi yang dilakukan Amway adalah legal. Keputusan itu lebih dikenal dengan Amway Safeguards Rule yang kemudian dijadikan standar pengadilan dan badan hukum utnuk mengatur legalitas perusahan pemasaran jaringan. Diharapakan dengan peraturan tersebut, baik distributor maupun perusahan memilki payung hukum yang dapat melindungi hak-hak mereka secara hukum. Diera millennium ini, teknologi sangat berguna dalam pembangunan pemasaran jaringan. Teknologi internet misalnya, telah menjadi alat yang sangat membatu mempermudah bisnis ini, distributor dapat memesan melalui internet tanpa dibatasi tempat dan waktu pemesanan dan pemimpian jaringan dapat memantau perkembangan jaringannya dan transaksi-transaksi yang terjadi, artinya setiap distributor dan kepala jaringan memperoleh keuntungan yang sama dari pemakaian internet. Menjadi lebih efisein dan lebih mudah itu intinya. Namun seperti yang telah disebutkan diatas, penggunan teknologi internet digunakan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan atas nama bisnis pemasaran jaringan. Mereka menarik orang dengan iming-iming bisnis lewat internet dangan mendapatkan fasilitas menyerupai kantor virtual bisnis pemasaran jaringan tetapi mereka tidak pernah melakukan kegiatan bisnis selain merekrut orang-orang untuk memberikan uangnya kepada perusahan, atau istilah lainnya sering disebut money game.
Di Indonesia industri pemasaran jaringan dimulai sekitar tahun 1980. Helmi Attamimi (Andrew Ho dan Aa Gym, 2006: 12) orang yang pertama kali mencetuskan IDSA (Indonesian Direct Selling Association adalah Eddy Budiman yang saat ini berada di bawah Tiga Raksa. Sekarang Eddy Budiman berada di perusahan Busana Sejati. Pada tahun 1980-an belum ada perusahan jaringan di Indonesia kecuali Tiga Raksa. Ketika sistem pemasaran jaringan diterapkan di Indonesia menghadapi tantangan yang berat. Tidak sedikit orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang melakukan penipuan mengatasnamakan bisnis pemasaran jaringan untuk mengeruk kepentingan pribadi. Nyatanya banyak orang Indonesia yang tertipu oleh iming-iming keutungan yang ditawarkan. Hal inilah yang menjadi gambaran buruk akan bisnis pemasaran jaringan di Indonesia. Penapsiran atau pandangan negatif terhadap bisnis pemasaran jaringan berangsur terhapus. Perubahan tersebut dampak dari perubahan prilaku distributor yang mengembangkan bisnis mereka. Sekarang lebih banyak lagi perusahan pemasaran jaringan yang beroprasi di Indonesia, ada sedikitnya 63 perusahan yang tergabung dalam APLI (Asosiasi Penjulan Langsung Indonesia), Sekitar 5,5 juta penduduk Indonesia kini sedang aktif menjalankan bisnis ini dan sedikitnya 250 produk maupun jasa ikut menggunkan sisitem pemasaran jaringan, seiring pertumbuhan itulah bisnis pemasarang jaringan akan terus berkembang dan ini mengindikasikan bisnis pemasaran jaringan tidak pernah akan habis.[2]

3.      SISTEM KERJA MULTI LEVEL MARKETING
Seorang anggota yang dapat memimpin timnya dalam memasarkan produk perusahaan akan diberikan komisi atau bonus sesuai dengan sistem yang berlaku di masing-masing perusahaan MLM. Ini biasa disebut dengan upline (Leader) untuk posisi di atas dan downline untuk posisi anggota dibawahnya. Sistem penjualan ini sekarang banyak diaplikasikan pada banyak jenis produk. Sistem Kerja MLM Secara global dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota) dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Adapun secara terperinci bisnis MLM dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mula-mula pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member, dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan harga tertentu. Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
Sesudah menjadi member maka tugas berikutnya adalah mencari member-member baru dengan cara seperti diatas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi folmulir keanggotaan. Para member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi dengan cara seperti diatas yakni membeli produk perusahaan dan mengisi folmulir keanggotaan. Jika member mampu menjaring member-member yang banyak, maka ia akan mendapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka semakin banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan merasa diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus mennjadi konsumen paket produk perusahaan. Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paker produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan, karena perusahaan merasa diuntungkan dengan adanya member-member baru tersebut.
Diantara perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal diperusahaan tersebut, dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya. Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Upline) sedangkan level bawah (downline) selalu memberikan nilai point pada yang berada dilevel atas mereka. Berdasarkan ini semua, maka sistem bisnis semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya karena beberapa sebab yaitu : Mengenai produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur babi, khamr, bangkai atau darah. [3]
4.      MULTI LEVEL MARKETING (MLM) MENURUT KAJIAN FIQH
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh disebut sebagai “Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli. Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam fiqh termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan Ibrahim memandang boleh jasa ini. Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus memenuhi beberapa syarat diantaranya :

a. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
b. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
c. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.

Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. Pola ini sejalan dengan firman Allah :
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".( QS. Al-A’raf : 85)
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”.( al- Baqarah : 233)
Dan hadis nabi “ Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.”
(H.R. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Thabrani).[4]
Jadi pada dasarnya hukum dari MLM ini adalah mubah berdasarkan kaidah ushuliyah “ al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah hatta dallad dalilu ala tahrimiha “ (asal dari semua transaksi atau perikatan adalah boleh sehingga ada indikator yang menunjukkan keharamannya). Selain itu bisnis ini bebas dari unsur-unsur Riba (sistem bunga), gharar penipuan), dharar (bahaya), jahalah (tidak transparan) dan zhulm (merugikan orang lain) dan yang lebih urgen adalah produk yang dibisniskan adalah halal.[5]

5.      SYARAT MULTI LEVEL MARKETING (MLM) MENJADI SYARIAH
  1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan). 
  2.  Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah). 
  3.  Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah. 
  4.  Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh. 
  5.  Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama  yang memahami masalah ekonomi. 
  6.  Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up line tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya. 
  7.  Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota. 
  8.  Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara  orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir 
  9.  Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal. 
  10.  Tidak menitik beratkan  barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer. 
  11.  Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan  pesta pora, karena sikap itu  tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM. 
  12.  Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat[6]



       [1] Andreas Harefa. Multi Level Marketing (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama : 1999). Hal.73
       2Andreas Harefa. Multi Level Marketing (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama : 1999). Hal.80
       [3] Ahmad wardi. Fiqh Muamalat. (Jakarta:PT Persada Group: 2010). Hal.99
       [4] Muhamad Hidayat. Analisis Teoris Normatif Multi Level Marketing Dalam Perspektif Muamalah (Jakarta:PT Gramedia Pustaka: 2002). Hal.89
       [5] Abu Yasid. Fiqh Realitas.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar: 2005). Hal.146
       [6] Kuswara. Mengenal Multi Level Marketing Sya
riah (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama : 1999). Hal.68

No comments:

Post a Comment