1

loading...

Wednesday, October 31, 2018

MAKALAH BAHASA INDONESIA (APRESIASI DRAMA)

MAKALAH BAHASA INDONESIA (APRESIASI DRAMA)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pementasan drama merupakan kesenian yang sangat kompleks. Sebab, seni drama bukan saja melibatkan banyak seniman, melainkan juga mengandung banyak unsur.Unsur-unsur itu saling mendukung dan merupakan bagian yang tak dapat di pisahkan dari keutuhan pementasan drama.
Semua unsur pementasan drama harus ada dan harus di garap dengan baik. Bila salah satu unsur digarap acak-acakan , maka pementasan drama tak akan berhasil.Pementasan drama juga merupakan karya kolektif yang dikoordinasikan oleh sutradara, yaitu pekerja teater yang dengan kecakapan dan keahliannya memimpin aktor-aktris dan pekerja teknis dalam pementasan.
B.     Rumusan Masalah
1.                   Apa yang dimaksud dengan naskah drama ?
2.                   Apa yang dimaksud dengan pemain ?
3.                   Apa yang dimaksud dengan sutradara ?
4.                   Apa yang dimaksud dengan tata rias ?
5.                   Apa yang dimaksud dengan tata busana?
6.                   Apa yang dimaksud dengan tata panggung ?
7.                   Apa yang dimaksud dengan tata lampu ?
8.                   Apa yang dimaksud dengan tata suara ?
9.                   Apa yang dimaksud dengan penonton ?

C.    Tujuan Penulisan
1.                   Untuk mengetahui apa itu naskah drama.
2.                   Untuk mengetahui apa itu pemain.
3.                   Untuk mengetahui apa itu sutradara.
4.                   Untuk mengetahui apa itu tata rias.
5.                   Untuk mengetahui apa itu tata busana.
6.                   Untuk mengetahui apa itu tata panggung.
7.                   Untuk mengetahui apa itu tata lampu.
8.                   Untuk mengetahui apa itu tata suara.
9.                   Untuk mengetahui apa itu penonton
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Naskah Drama
Naskah drama adalah aalah satu unsur yang membedakan antara teater modern dan teater tradisional. Teater tradisional adalah mengutamakan improsisai dan spontanitas, tidak pernah mengutakan naskah drama. Seiring perkembangan teater modern di indonesia yang lebih banyak berkiblat pada teater barat yang menggunakan naskah drama kemudian turut mengembangakan bentuk naskah drama di Indonesia (Sumardjo,1992)[1]
1.      Ciri-ciri Naskah Drama:
a.       Drama ditulis untuk dipentaskan, karena drama disusun berdasarkan persyaratan pentas.
b.      Adanya bentuk-bentuk dialog soli lokue, kadang-kadang ada prolog dan epilog.
c.       Adanya perintah pelaku yang ditulis secara singkat dan bentuk tulisan yang berbeda dari dialog.
d.      Seting latar diungkapkan secara singkat dan hanya merupakan petunjuk glibal bagi penggunaan naskah.
e.       Naskah pecerita tentang lakon dan tokoh-tokohnya. Jenis Naskah Drama

2.      Jenis Naskah Drama
Naskah drama terbagi beberapa jenis, jenis-jenisnya dilihat dari kecendrungan tematik dan gaya penulisannya dan zaman ketika ia menulisnya:
a.       Drama
Wiliam Froug (1993). Mendefinisasikan drama sebagai lakon serius yang memiliki segala rangkaian peristiwa yang Nampak hidup mengandung emosi. Konflik dya tarik memikat serta akhir dan tidak diakhiri oeh kematian tokoh utamanaya. Contoh lakon-lakon drama adalah hesda masyarakat, hantu-hantu (Hendrik Ifsen), domba-domba revolusi (B. Sularto). Titik-titik hitam (Nasja Djamin).[2]
b.   Tragedy
Tragedy berasal dari kata trogedia (bahsa Yunani) tragedy bahasa inggris, tragedy bahasa Prancis yaitu penggabungan kata tragos yang berarti kambing dan kata aiden yang berarti nyanyian jadi tragedy adalah nyanyian yang dinyanyikan untuk mengiringi kambing sebelum dibaringakan di atas autar untuk dikorbankan. Pengorbanan kambing dilakukan pada saat upacara untuk menghormati dewa bionsos yang dianggap sebagai dewa kesuburan. Bisa juga kata tersebut berarti untuk menyebut kostum kambing yang dikenakan oleh actor ketika memainkan lakon setir.
c.       Komedi
Komedi berasal dari kata comoedia (bahasa latin, commoedia (bahasa italia) berarti lakon yang berakhir dengan kebahagiaan. Menurut Aristoteles lakon komedi merupakan tiruan dari tingkah laku manusia biasa atau rakyat jelata. Tingkah laku yang lebih merupakan perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan sehingga mampu menumbuhkan tertawan dan cemoohan sampai terjadi katarsis atau penyucian jiwa (yudiaryani, 2002).[3]
d.      Satir
Satir berasal dari kata satura (bahasa latin), satyros (bahasa Yunani), satire (bahasa Inggris) yang berarti sindiran. Lakon satir adalah lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam, kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah perbaikan. Tujuan drama satir tidak hanya smata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai sebuah kritik terhadap seseorang, atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat cerdik.
e.       Melodrama
Melodrama adalah lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan dengan cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton. Menurut J. Waluyo (2001) melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan perasaan penonton.[4]

3.      Unsur-Unsur Naskah Drama
a.     Tema
Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh pengarang atau penulis melalui karangannya ( Gorys Keraf, 1994). Tema dalam lakon dapat diketahui melalui: apa yang diucapkan tokoh-tokohnya melalui dialog-dialog yang disampaikan, dan apa yang dilakukan tokoh-tokohnya.[5]
b.      Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implicit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang ceiruta berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
c.       Plot/Pengaluran
1.      Plot (ada yang menyebutnya sebagai alur) dalam pertujukan teater mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini berhubungan dengan pola penggandengan dalam permainan teater, dan merupakan dasar struktur irama keseluruhan permainan.
2.      Plot dapat dibagi berdasarkan babak dan adegan atau berlangsung terus tanpa pembagian.
3.      Plot adalah jalannya peristiwa dalam lakon yang terus bergulir hingga lakon tersebut selesai. Jadi plot merupakan susunan peristiwa lakon yang terjadi di atas panggung.
4.      Plot/alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakan jalan cerita melalui perumitan (penggawatan atau komplikasi) kearah klimaks penyelesaian. Pembagian plot dalam lakon klasik atau kompensionl biasanya sudah jelas yaitu: Bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir. Plot terkadang menggunakan tipe sebab akibat yang dibagi dalam lima pembagian: Eksposisi, aksi pendorong, krisis, klimaks dan resolusi.
4.      Penokohan dan Karakterisasi
Penokohan dalam sebuah lakon memegang peranan yang sangat penting, bahkan Lajos Egri berpendapat bahwa berperwatakanlah yang paling utama dalam lakon. Penokohan berfungsi untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain.
Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Peran-peran tersebut sebagai berikut:
a.       Protagonist (peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita).
b.      Antagonis (peran lawan, seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik).
c.       Deutragonis (tokoh lain yang berada di pihak tokoh protagonis).
d.      Tritagonis (peran penengah yang bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis).
e.       Untility (peran pembantu atau sebagai tokoh pelengkap).

B.     Pemain                                                                             
Pemain adalah orang yang meragakan cerita. Beberapa pemain yang dibutuhkan, tergantung berapa banyak tokoh yang ada dalam naskah drama yang akan dipentaskan itu. Sebab, setiap tokoh akan diperankan seorang pemain. Dalam upaya memilih pemain drama yang tepat, cara berikut ini dapat diterapkan, Antara lain :
1.         Pertama-tama naskah drama yang sudah dipilih itu harus dibaca berulang-ulang agar semuanya dapat dipahami. Dari dialog para tokoh dapat diketahui watak tiap-tiap tokoh dalam naskah drama itu.
2.         Setelah diketahui watak tiap-tiap tokoh, lalu dipilih pemain yang cocok dan mampu memerankan masing-masing tokoh.
3.         Selain pertimbangan watak, perlu dipertimbangkan perbandingan usia dan perkiraan perawakan ( postur ). Tokoh-tokoh yang tidak dijelaskan perwatakannya, ditentukan berdasarkan perkiraan saja.
4.         Kemampuan pemain menjadi pertimbangan penting pula. Sebaiknya dipilih pemain yang pintar. Artinya, dalam waktu tidak lama latihanya, dia sudah bisa memainkan tokoh yang di kehendaki naskah.

C.    Sutradara                                                                                                                        
Sutradara diterjemakan dari kata “ Director”: pemimpin direktor dll. Bebrapa pendapat dapat di gambarkan tentang siapa dan definisi sutradara itu.
1.      Sutradara adalah para penerjemah pada guru dan seniman-seniman kreatif.” (Russel j. Grandstaff)
2.      Sutradara adalah pemimpin jendral. Dia itu pemimpin tunggal dia merencanakan, memutuskan, menengarahkan, mewujudkan dan bertangung jawab. Dia adalah konspektor sekaligus koodinatur dan guru (suhu)”. ( Nano Riantiarno)
3.      Sutradara telah menjadi pemimpin .seseorang kepala bandit Dan punyutradaraan lebih merupakan pengaturan straregi cenderung menjadi rencana penggarongan, pencopetan, penyerangan, pemerkosaan, peniksaan, sulapan, hipnotisme dan pengibulan dan penonton .”(putu wijaya)
4.      Seorang sutradara adalah pusat kreatif dan koordinator dari seluruh kegiatan proses lakon.”(Suyatna Anirun)

1.      Syarat-syarat Menjadi Sutradara
a.       Memiliki jiwa pemimpin
b.      Memiliki ide atau gagasan, konsep, sistem , dan teknik mewujudkan pementasan dan memahami ilmu penyutradaraan.
c.       Memiliki pengetahuan dan wawasaan  luas tentang seni peran, seni rupa, sejarah, filsafat, sastra, psikologi, sosiologi, antropologi, dan berbagai ilmu pengetahuan umum yang mendukung kerja sutradara.
d.      Memiliki disiplin yang tinggi dan bertanggung jawab.
e.       Tekun, teliti, dan pantang menyerah.
f.       Siap dikritik dan menerima masukan dari siapa pun.

2.      Ruang Lingkup Kerja Sutradara
Ruang lingkup atau wilaya kerja seseorang, sutradara, menurut kernoddle(1967) terdiri dari tiga tahap:[6]
1.      Tahap perencanaan naskah diterjemakan dari naska drama menjadi naska utuh, divisualisasi dalam ruangan, waktu, dan warna panggungan  oleh sutradara.
2.      Tahap pelatihan naska diubah bentuknya menjadi tubuh dan suara aktor, serta perencangan aristik, merancangkan naska menjadi elemen aristik pertunjukan.
3.      Tahap pertunjukan sutradara, penulisan, dan desainer menyingkir.stage menager dan crew panggung membantu aktor menghadirkan naska di atas panggung.

3.      Tugas Sutradara
1.      Memilih naskah dan menganalisis naskah dan merencanakan audisi melakukan casting peran.
2.      Membimbing latihan aktor dan mempersiapkan elemen pementasan.
3.      Mengintergasikan seluruh unsur petunjuk hingga mengahasilkan sebuah produksi panggung.
4.      Mengevaluasi hasil.

4.      Proses kerja sutradara
 Tugas-tugas diatas dapat dijabarkan lebih rinci, sebagai berikut.
a.      Memilih dan menganalisis naskah lakon.
1.      Menentukan tema ide pementasan bersama-sama dengan kelompoknya.
2.      Mengendali sumber kreatif dari tema yang telah disepakati bersama,baik dari naskah-naskah yang sudah ada, maupun mencipta sendiri.
3.      Setelah naskah yang ditemukan sutradara membaca, menapsir, memahami, menggali, dan lantas merancang berbagai kemungkunan konsef arstistik dari naskah tersebut.
4.      Analisis beat dan adegan, analisis dasar pergerakan cerita dan analisis ruang panggung
5.      Sutradara mencatat perkembangan preparasi-komplikasi-krisis resolosi.
6.      Sutradara membagi naska menjadi beberapa bagian atau beats, menganalisis setiap adanya motifasi tokoh disetiap bagian, dan mengamati fungsi satu bagian dengan bagian lainya serta hubunganya dengan keseluruhan naskah.
7.      Sutradara menemukan through line of action, garis laku, yang menjadi tulang punggung cerita dan yang mengikat keseluruhan adegan.
8.      Sutradara mempelajari seluruh tokoh untuk mengetahui peran individunya ketika tokoh ini akan diperankan oleh seorang aktor.
9.      Sutradara mencatat kemungkinan traspormasi dari strukrur naske ke tekstur panggung,  yaitu dari plot, penokohan, tema, menjadi dialog, suasana, dan spektakel.
10.  Sutadaraa dapt mencari berbagai informasi tentang kehidupan pengarang atau bahkan pengarang lain dalam rangka lebih memperdalam pemahaman tentang isi naska.
11.  Apabila naska merupakan baru, sutaradara dapat dapat bekerja sama dengan penulis naska. Biasanya seorang penulis mudah beradaptasi dan melakukan perbaiakn demi penggarapan panggung.
b.          Bedah naska
1.      Hasil dari pembacaan/ penafsiran dipresentasikan dean didskusikan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pengarapan (baik tim artistik maupun timproduksi)
2.      Proses ini, berguna untuk menyatukan pemahaman/ orientasi pementasan bersama dari seluk-beluk teks naska yang akan dipentaskan.

D.    Tata Rias
Tata rias secara umum memang untuk mempercantik wajah.dalam dunia teater tata rias digunakan untuk menggambarkan watak diatas panggung,maka tata rias dapat dikatakan sebagai seni yang menggunkaan bahan bahan kosmetika untuk menunjukan wajah peranan yang memberikan perubahan atau dandanan pada wajah pemain diatas panggung dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993:134).[7]
1.      Fungsi tata rias teater
a.       Menyempernakan penampilan wajah
b.      Menggambarkan krakter tokoh
c.       Memberi ruang grak pada eksperesi pemain
d.      Menegaskan dan menghasilkan garis garis wajah sesiuai dengan tokoh
Menambahkkan aspek dramatik
2.      Jenis jenis tata rias
a.       Rias korektif adalah tata rias yang biasa digunakan perempuan yang biasa bertujuan mempercantik wajah,untuk kebutuhan panggung tata rias korektif juga diperlukan terutama memperjelas wajah pemain terutama dari jauh
b.      Rias karakter tata rias yang mengubha karakter misalnya menjadi baik,menjadi buruk,menjadi tua,atau sesuai watak dari pemeran ,yang memang banyak digunakan untuk teater,film/telrvisi.tata rias teater berupaya memaduhkan tata rias dalam mewujudkan keindahhan pada penampilan seseorang dengan menggunakan bahan bahan kosmetika tertentu. Ciri ciri tata rias
1.      Garis garis wajah yang tajam.
2.      Pilihan warna yang mencolok dan kontras.
3.      Ada bedak yang digunakan lebih tebal.
3.      aksen dalam tata rias panggung
a.      Pipi perlu diberi blush on ,sesuai dengan wajah.
b.      Dahi banyak kerutan dan dagu ada cengkungan.
c.       Pelipis akan mendalam ,maka perlu diberi shadow.
d.      Pangkal hidung ada kerut kerutdan mulut banyak pecah pecah.
e.      Mata,penonjolan mata dan kantong mata serta mata perlu diberi shadow.

E.     Tata Busana
Tata busana dan tata rias menunjukakan keserasian kraktar.maka tata busana dan tata rias adalah segalah sesuatu yang dikenakan pemain diatas panggung ketika memerankan seorang tokoh,termasuk perlengkapan yang digunakannya.funggsi tata busana adalah membantu menghidupkan perwatakkanprilaku dan memberi fasilitas dan membantu gerak aktor
1.      Bagian bagian tata busana
a.      Pakaian dasar,sebagai dasar sebelum menggunakan pakaian pokok,misalnya stagen,kursel,rok dalam,straples.
b.      Pakaian kaki,pakaian yang digunakan pada bagian kaki.misalnya minggal ,gongseng,kaos kaki sepatu.
c.       Pakaian tubuh ,pakaian pokok yang dikenakan pada bagian tubuh mulai dari dada sampai pinggul,misalnya kain,rok ,kemeja,rompi dll.
d.      Pakaian kepalah,pakaian yang digunakan pada bagian kepala,misalnya berbagai jenis tata rambut,(hairdo) dan berbagai hiasan berbentuk rambut(gelung tekuk,gulung konde,gulung keong).
e.      Perlengkapan /acceriories,adalah perlengkapan yang melengkapi keempat pakaian diatas, untuk memberikan efek dekoratif pada karakter yang dibawakkan,misalnya perhiasan,gelang,kalung,ikat pinggang dll.

2.       Warna-warna busana
a.       warna primer,yaitu warna pokokutama,yang terdiri dari warna merah,kuning,dan biru.warna merah adalah warna keberaniaan ,agresif\aktif,pada drama tari tradisional warna tersebut biasanya dipakai oleh raja yang sombong.biru mempunyai kesan ketenteraman yang mempunyai arti kesetiaan,pada drama tardisional biasa dipakai oleh satria.warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.
b.      warna skunder,adalah warna campuran yaitu hijau,unggu,dan orangge.
c.       warna intermediat, warna pentempuran antara warna primer dn warna dihadapannya,misalnya merah dengan hijau,biru dengan orange,kuning denganviolet.
d.      warna tersier,yaitu warna pencampuran primer dengan skunder,yaitu merah dengan orange,kuning dengan orange,kuning dengan hijau,hijau dengan biru,e, warna kuanter,yaitu pencampuran warna primer dengan tersier, yang melahirkan dua belas warna campuran.
e.       Warna netral yaitu warna hitam dan putih,hitam memberi kesan kematian dan kebijaksanaan. Pada drama teradisional biasa dipakai oleh raja,satria,putri yang bijaksana.putih memberi kesan muda atau mempunyai arti kesucian,dalam drama luar biasa dipakai pendeta

3.      Bentuk Tata Busana
a.       Tata busana korektif
Tujuannya adalah untuk mempertegas busana karna berada jauh dari penonton,maka dibutuhkan bahan khusus yang bersifat korektif,seperti bisbend,pita dan randa pada bagian lengan.
b.      Tata busana karakter
Adalah tata busana yang sesuai dengan karakter yang dimainkanseperti dokter tyang memakai pakaian dokter,anak sekolah yang memakai seragam sekolah.
c.       Tata busana fantasi
yang tidak dipakai dalam kehiduppan sehari hari,misalnya superhero,supermen,atau busana yang sesuai denga hayalan.

F.     Tata Panggung
Istilah “tata panggung” disebut juga dengan istilah skenery (tata dekorasi).seorang tata panggung, harus mampu mewujudkan gambaran tempat kejadian sebuah pristiwa dalam lakon.tidak hanya sekedar dekorasi (atau bersifat hiasan semata) ,tetapi segala perlaratan fisik yang akan digunakan oleh aktor disediahkan oleh penata panggung. Maka seorang penata panggung harus memahami naskah, dan kongsep sutradara.
Istilah”skenografi”telah ada sejak zaman yunani dulu. Secara harfiah”skini”yang berarti “panggung |pentas” dan “grafo” yang berarti “menuliskan| menguraikan”.jadi skenografi  berhubungan dengan bidang usaha dan pekerjaan atau disiplin kerja yang menangani segala sesuatu diatas panggung|pentas.dan penata panggungnya dikenal dengan sebutan skenografer.
1.      Syarat-syarat menjadi seorang skenografer.
a.       Kreatif, mempunyai imajinasi tinggi.
b.      Mampu menginterperesikan suasana panggungkedalam bentuk sketsa atau gambar.
c.       Mampu mendesain sebuah ruang dengan ukuran terbatas menjadi panggung yang mampu mendukung kongsep seni pertunjukan.
d.      Memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang penguasaan ruang, masalah komposisi, dan propesi
e.       Mampu bekerja dalam sebuah tim, menguasai teknologi dan memahami latar budaya dalam naskah yang akan dipentaskan.

2.      Tujuan pokok skenografer
a.       Dapat memberi ruang kepada gerak laku dan dapat memberi pernyataan suasana lakon.
b.      Dapat memberi pandangan yang menarik dan dapat dilihat dan dimengerti oleh penonton.
c.        
G.    Tata Cahaya
Tata cahaya dalam teater sering disebut juga dengan istilah lighting(bahasa Inggris). Tata cahaya dalam teater mulai berkembang sejak lahir abad ke-19, ketika unsur cahaya menjadi salah satu "seni yang mencahayai lakon secara dramatis". Dan tata cahaya telah mampu menghadirkan ciri: waktu, tempat dan suasana. Sampai pada tahun 1881, teater Savoy di Inggris menggunakan lampu sorot listrik pertama, yang kemudian menandai perkembangan peran cahaya dalam pementasan teater.
1.      Fungsi tata cahaya
Secara umum fungsi dari tata cahaya dalam teater, terbagi menjadi dua yaitu:
a.       Sebagai penerangan, agar panggung beserta unsur-unsur pementasan dapat terlihat.
b.      Sebagai pencahayaan, sebagai salah satu unsur artistik pementasan yang bermanfaat untuk membentuk dan mendukung suasana sesuai dengan tuntutan naskah.
Selain dua fungsi umum itu terdapat lima fungsi khusus tata cahaya, sebagai berikut (dalam Pamodaryama:1988)
a.       Mengadakan Pilihan Bagi Segala Hal Yang  Diperlihatkan
Hal yang sangat penting bagi cahaya lampu adalah dapat berperan di atas panggung untuk membiarkan penonton dapat melihat dengan enak dan jelas.
b.      Mengungkapkan Bentuk
Pengungkapan bentuk pada hakikatnya disempurnakan oleh pencahayaan. Sudut datang cahaya dan arah cahaya lampu khusus, harus diramu bersama dengan hati-hati sehingga menghasilkan pencahayaan yang seimbang hingga ada pembeda antara keremangan dan bayangan.
c.       Membuat Gambar Wajar
Di dalam fungsi ini, juga termasuk cahaya lampu tiruan yang menciptakan gambaran cahaya wajar yang memberi petunjuk terhadap waktu sehari-hari, waktu setempat dan musim.
d.      Membuat Komposisi
Membuat komposisi dengan cahaya adalah sama dengan menggunakan cahaya sebagai elemen rancangan.
e.       Menciptakan Suasana
Dengan pengaturan cahaya diharapkan dapat menciptakan suasana termasuk adanya perasaan atau efek kejiwaan yang diciptakan oleh pemeran dengan didukung oleh cahaya.
Nano Riantiarno (2011) juga lebih merinci fungsi-fungsi tata cahaya dalam teater, di antaranya:[8]
a.       Meniru efek alami.
b.      Meningkatkan perubahan bentuk, modal, bunyi dan suasana hati.
c.       Menciptakan jarak penglihatan, sehingga aktor dan unsur lainnya bisa terlihat.
d.      Membantu menciptakan ruang dan waktu.
e.       Memperkuat ciri khas (karakter) lakon.
f.       Membangun irama dan gerakan visual.

2.      Persiapan seorang penata cahaya
Beberapa hal yang harus disiapkan dan diketahui oleh seseorang penata cahaya adalah:
a.       Ketersediaan peralatan dan perlengkapan
Seperti kabel, bolder dan beberapa peralatan yang berhubungan dengan lighting dan listrik sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pementasan.
b.      Tata letak dan titik fokus
Tata letak adalah penempatan lampu sedangkan titik fokus adalah daerah jatuhnya cahaya.
c.       Keseimbangan warna
Keseimbangan warna adalah keserasian penggunaan warna cahaya yang dibutuhkan. Hal ini berarti, seorang penata cahaya harus memiliki pengetahuan tentang waktu.
d.      Penguasaan alat dan perlengkapan
Penata cahaya harus memiliki pemahaman mengenai sifat karakter cahaya dari perlengkapan tata cahaya.
e.       Pemahaman naskah
Selain kesiapan teknis di atas, pemahaman terhadap naskah dan konsep sutradara menjadi penting untuk memulai sebuah kerja penataan artistik.

3.      Proses kerja penata cahaya
Setelah memiliki bekal-bekal persiapan di atas, seorang penata cahaya memulai proses pekerjaanya dengan:
a.       Mencatat peristiwa atau kejadian, juga peralatan pentas apa saja yang berlangsung di atas panggung pada saat latihan,  seperti bentuk dan warna rias-busana aktor, bloking pemain, property, set-dekor yang akan digunakan.
b.      Membuat ligh-plot, instrumen schedule, channel book up, magic sheet dan cue list.
c.       Menyiapkan colour gel yang akan digunakan.
d.      Mengkomunikasikan desai pencahayaan kepada manager panggung, setelah sebelumnya mendapat persetujuan dari sutradara.
e.       Mendistribusikan hasil desai lampu pada tim artistik lain seperti stage manager, kepala instalasi, direktur teknik.
Proses kerja berikutnya adalah pengaplikasian desai pencahayaan, dengan urutan kerja sebagai berikut:
a.       Hanging, menggantung lampu pada posisi yang telah ditemukan.
b.      Installing, menyambung lampu dengan kabel-kabel pada sirkuit yang telah ditetapkan.
c.       Channel Check, mengecek apakah semua lampu telah berada pada posisi dan cahanel yang dikehendaki.
d.      Focusing, mengarahkan cahaya pada area yang dikehendaki dan memasang colour gel yang sesuai dengan plot.
e.       Ploting, membuat plot sesuai dengan urutan sekuen para pemain.
f.       Cueing/ Technical Rehearsal/ Dry Rehearsel, latihan teknik pergatian sekuen tanpa pemain.
g.      Dress Rehearsal, latihan dengan busana dan tata rias lengkap, tapi dengan cut oleh sutradara jika masih ada yang kurang.
h.      General Rehearsal/ Preview, latihan dengan seluruh pendukung pergelaran tanpa intervensi sutradara.
i.        Pementasan Perdana, pergelaran untuk umum.

4.      Komposisi tata cahaya
Pembagian komposisi tata cahaya, dapat digolongkan ke dalam empat komposisi ( Nano, 2011 ):[9]
a.       Tata Cahaya Dominan, adalah cahaya yang mnjangkau seluruh kebutuhan utama dari dramatik adegan.
b.      Tata cahaya sekunder, adalah cahaya pelengkap untuk cahaya utama.
c.       Tata Cahaya Isi, adalah cahaya yang menyoroti pemeran dan cahaya batas sisi pemeran, dengan tujuan untuk memisahkan latar belakang.
d.      Tata Cahaya Pengisi, adalah cahaya yang pada umumnya datang dari bagian depan yang mlembutkan bayangan, dan memadukan cahaya utama dan cahaya sekunder.

5.      Trik-trik aplikasi warna
a.       Aplikasi warna cerah pada salah satu elemen luar, misalnya untuk warna merah bata pada pagar, menjadi aksen untuk keseluruhan rumah.
b.      Warna netral untuk fasad bangunan lebih baik, tapi jika ingin menggunakan warna cerah aplikasikan hanya pada satu bidang.
c.       Perpaduan warna cokelat dengan hijau dapat membuat atmosfer ruang menjadi lebih tenang.
d.      Abu-abu muda serta hijau kecokelatan mampu menghadirkan kecerahan dalam ruangan.
e.       Pada warna ruanganyang terlihat monoton, tambahkan cahaya buatan agar ruangan lebih “hidup”
f.       Warna-warna lembut dan cahaya buatan yang temaram dapat memberikan kehangatan dan keakraban suasana pada ruang keluarga dan kamar tidur.
g.      Permainan dinding dengan warna natural akan membuat ruangan lebih luas.
h.      Warna dinding natural yang berbeda-beda pada setiap ruang akan menciptakan suasana yang berbeda pula untuk masing-masing ruang tersebut.
i.        Pagar merah bata, dinding abu-abu tua dan dinding abu kecokelatan membuat tampilan rumah lebih dinamis.
j.        Untuk menghilangkan kesan gelap di kamar mandi, gunakan keramik warna krem pada dinding dan putih pada lantai.
k.      Unsur dekor juga memanfaatkan cahaya untuk membantu suasana tertentu.

H.    Tata Suara, Tata Musik
Tata suara bisa diartikan sebagai cara untuk mengtur musik, efek bunyi maupun berbagai bunyi-bunyian yang mendukung terciptanya suasana sehingga munculnya nuansa emosional yang tepat.
Herymawan(198:10) mengungkapkan bahawa sering terjadi kesimpang siuran pemakaian istilah untuk tata suara, terutama dari bahasa asing. Ia menyebutkan beberapa istilah yang biasa digunakan di dalam praktik pemanfaatan suara di dalam pementasan drama yaitu: sound(bunyi), voice(suara), desah, tone(nada), hume(dengung). Namun, untuk pementasa drama, aspek yang mendominasi adalah aspek suara.[10]

1.      Suara (Dialog Aktor)
Suara adalah yang bersumber dari makhluk hidup. Dialog-dialog di dalam pementasan disampaikan lewat suara para tokoh. Sementara suara alam atau binatang, dapat pula berperan penting yang memberi efek bunyi misalnya: suara tangis, suara anjing melolong, suara marga satwa, suara air terjun dan sebagainya. Melalui suara inilah penonton menangkap alur cerita yang dipentaskan.
Didalam penggunaan suara, menurut Harymawan (1986:160), terdapat pula beberapa istilah yang juga bisa dipergunakan di dalam pementasan drama yaitu:
a.       Textur, merupakan kualitas suara yang dapat dirasakan senang, kasar, lancar dan sebagainya.
b.      Intonation, merupakan tinggi rendahnya suara pada saat bicara.
c.       Stress, adalah tekanan suara pada hal-hal yang dianggap penting pada saat bicara.
d.      Mood, merupakan suara yang menyangkut tentang perasaan dan suara hati.
e.       Pacing, adaalh suara yang pengucapannya dapat dilakukan dengan lebih cepat atau lebih lambat dari kata-kata yang lain.
f.       Accent, adalah tekanan pada suatu bagian kata atau suku kata.

2.      Ilustrasi musik
Fungsi dari tata musik adalah sebagai berikut:
a.       Memberikan ilustrasi yang memperindah.
b.      Memberikan latar belakang waktu dan zaman, budaya, sosial atau keagamaan, juga latar belakang karakter.
c.       Memberikan warna psikologis peran.
d.      Memberikan tekanan kepada nada dasar drama atau suasana batin yang dominan.
e.       Membantu dalam penanjakan lakon, penonjolan, progresi, membantu pemberian isi serta meningkatkan irama permainan.
f.       Memberi tekananan pada keadaan yang mendesak.
g.      Memberikan selingan.

3.      Jenis musik dalam pementasan
Daalm pertunjukan teater, setidaknya ada empat jenis musik yang digunakan yaitu:
a.       Musik pembuka
Musik pembuka dalah musik di awal pertunjukan teater atau sering disebut musik opening. Fungsinya untuk merangsang imajinasi para penonton dalam memberikan sedikit gambaran mengenai pertunjukan teater yang akan disajikan atau juga bisa untuk pengkondisian penonton.
b.      Musik pengiring
Musik pengiring adalah musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan di beberapa adegan pertunjukan teater atau perpindahan adegan/ setting.
c.       Musik suasana
Musik suasana berfungsi untuk menghidupkan irama permainan serta suasana dalam pertunjukan teater baik senang, gembira, sedih, tragis dan lain-lain.
d.      Musik penutup
Musik penutup adalah musik terakhir dalam pementasan teater yang berfungsi memberikan kesan tertentu dari pertunjukan teater yang telah disajikan.

4.      Tahapan kerja penata musik (Musik)
a.       Mempelajari naskah drama yang akan disajikan.
b.      Berkomunikasi dan berdiskusi dengan sutradara.
c.       Membuat rancangan musik (efek suara), pembuka, pengiring, suasana dan penutup.
d.      Hasil rancangan didiskusikan kembali dengan sutradara.
e.       Setelah disetujui mulai proses latihan
f.       Proses latihan musik dilakukan setelah melihat dan mencatatat dengan seksama latihanlatihan aktor, agar mengetahui ritme permainan.
g.      Mengkondisikan dan membut schedule latihan sendiri, bersama tim musik.
h.      Setelah jadi tim musik mulai masuk dalam peroses latihan bersama.
i.        Selama latihan terus bangun komunikasi dengan sutradara dan aktor.
j.        Terus bangun semangat kebersamaan dan jangan sesekali merasa peran musik tidak lebih penting dari yang lain.

I.       Penonton
Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan drama. Bagaimanapun sempurnanya persiapan,kalau tak ada penonton rasanya drama tak akan dimainkan. Penonton adalah orang-orang yang mau datang ke tempat pertunjukan. Dilihat dari segi motivasinya penonton dapat di bagi menjadi tiga ragam penonton yaitu :
1.      Penonton peminat
Penonton peminat adalah penonton intelektual yang mampu mengapresiasi seni,terutama seni drama.
2.      Penonton iseng
Penonton iseng sebenarnya penonton yang tak punya perhatian khusus pada drama, tetapi mungkin menyukai seni lain, terutama seni musik.
3.      Penonton penasaran
Penonton ini berhasrat menonton karena penasaran, yaitu ingin tahu apa sebenarnya tontonan drama itu



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Pemain adalah orang yang meragakan cerita. Sutradara adalah pemimpin dalam pementasan drama. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan pementasan drama, ia tentu harus membuat perencanaan dan pelaksanaannya. Yang dimaksud dengan tata rias adalah cara mendandani pemain. Tata busana adalah pengaturan pakaian baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Yang dimaksud panggung adalah pentas atau arena untuk bermain drama. Yang dimaksud tata lampu adalah pengatur cahaya di panggung. Yang dimaksud tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara ( sound system ), melainkan juga musik pengiring.   Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan drama.

B.     Saran
Kita harus mengetahui unsur-unsur pementasan drama agar kita sebagai generasi penerus bangsa bisa menciptakan drama yang indah, penuh dengan seni sastra yang tidak lepas dari unsur-unsur pementasannya.










DAFTAR PUSTAKA
Zaini, Murhalim. 2016. Seni Teater. Yogyakarta: Frame Publishing.
























[1] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 55
[2] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 59
[3] Ibid., hal 61
[4] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 62
[5] Ibid., hal 62
[6] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 112
[7] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 132
[8] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 141
[9] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 146
[10] Murhalim Zaini, Seni Teater, (Yogyakarta: Frame Publishing, 2016) hal. 149

No comments:

Post a Comment