Makalah Mudharabah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mudharabah dan
Murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Selain
itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor,
10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
Dan
Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah
adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.
B. Rumusan
Masalah
Didalam Makalah ini akan dibahas
meliputi :
1. Mudharabah
1) Pengertian Mudharabah
2) Dasar Hukum Mudharabah
3) Syarat dan Rukun Mudharabah
4) Jenis-jenis Mudharabah
5) Hikmah Mudharabah
6) Asas-asas Perjanjian Mudharabah
7) Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
2. Murabahah
1) Pengertian Murabahah
2) Jenis Murabahah
3) Rukun dan Syarat Murabahah
4) Dasar hukum Murabahah
5) Ketentuan umum Murabahah
6) Aplikasi Murabahah di LKS (Lembaga Keuangan
Syariah)
C. Manfaat
Penulisan
Manfaat dari
penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqh 2,
penulis berharap dengan makalah ini dapat menambah keilmuan para pembaca pada
umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mudharabah
1) Pengertian Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu
rizeki.[1]
Mudharabah
adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang pakar
dalam berdagang,[2] di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama
fiqh Hijaz menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik
modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya
(salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah
berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al ardh, yaitu
bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri mengatakan, Mudharabah
menurut bahasa berarti ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang
lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara
mereka berdua, dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan
menurut istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk
bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana
kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi
di antara mereka berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara
terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau qirad dengan :
أَنْ يَدْ فَعٍ
اَلْمَا لِكُ اِلَى الْعَامِلُ مَالًايَتَجَرَ فِيْهِ وَيَكُوْنُ الَّربْحُ
مُشْتَرِكًا
Pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan oleh
pemilik modal, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi
menurut kesepakatan bersama.
Secara teknis, al-Mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Namun, apabila
kerugian itu disebabkan kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
2)
Dasar Hukum Mudharabah
1.
Al-Qur’an
Akad Mudharabah
dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik
modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal
yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara itu
banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk
berdagang. Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal tersebut, Islam
memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang
yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa
jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh generasi
berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi kenyataan hajat
bagi setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah antara keduanya yang
mengandung sifat tolong menolong, karena orang yang mempunyai modal tetapi
tidak pandai berdagang, atau tidak berkesempatan, sedangkan yang lain pandai
dan cakap lagi mempunyai waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka
keduanya bisa saling mengisi demi kemajuan bersama.
Qirad
benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat Islam)
berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad
saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan tinggalkanlah
(jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika kamu benar beriman
kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa Allah
dan Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali kepada ajaran
Allah), maka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si
peminjam dan kamu tidak pula dianiayanya”.
(QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat Al-Qur’an
lain yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk bekerjasama
mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang lain
lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
Maksud dari QS. al-muzammil: 20 adalah
adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata Mudharabah yang berarti
melakuakn suatu perjalanan usaha.
“Tidak ada dosa
(halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari
Tuhanmu”. (QS. Al-Baqarah: 198).[3]
2.
Hadis
Sebelum
Rasulullah diangkat menjadi Rasul,
Rasulullah pernah melakukan Mudharabah dengan Khadijah, dengan modal dari
Khadijah. Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk
diperdagangkan.
قَالَ رَسُوُّلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ
إِلىَ اَجَلٍ وَاْلمقَارَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبُرِّ بِاالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ
لاَلِلْبَيْعِ
Rasulullah saw
bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli
secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan mencampur gandum putih dengan
gandum merah untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”
كَانَ
سَيِّدِنَا الْعَبَّاسُ بْنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ اِذَا دَفَعَ الْمَالَ
مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ اَنْ لَا يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا, وَلَا يَنْزِلَ بِهِ
وَادِيًا وَلَا يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ فَإِ نْ فَعَلَ
ذَلِكَ ضَمِنَ فَبَلَغَ شَرْتُهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَا‘لِهِ وَ سَلَّم فَأَ جَازُهُ
“Abbas bin Abdul
Muthallib jika menyerahkan
harta sebagai Mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan
ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau
membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).[4]
3.
Ijma’
Ibnu Syihab
pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari kakeknya:
“Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan cara
Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut lalu dia
mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal.
”Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari
bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah)”. Semua riwayat tadi
didengarkan dan dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu orang pun mengingkari dan menolaknya, maka hal itu
merupakan ijma’ mereka tentang kemubahan Mudharabah ini.
3)
Syarat dan
Rukun Mudharabah
Syarat yang
harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:[5]
1.
Harta atau Modal
a.
Modal harus
dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka
barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar
(atau sejenisnya).
b.
Modal harus
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c.
Modal harus
diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2.
Keuntungan
a.
Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin
dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus
jelas prosentasinya.
b.
Kesepakatan
rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c.
Pembagian
keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau
sebagian modal kepada shahib al-mal.
Menurut madzhab
Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak yang
menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima) dari
pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika
pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu
telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada
tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
a)
Dua pihak yang
berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib);
Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan
orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan
mewakili.
b)
Materi yang
diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha
(berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut),
keuntungan;
c)
Sighat, yakni
serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan
menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul)[6].
4)
Jenis-Jenis
Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi tiga
yaitu:[7]
1.
Mudharabah Mutlaqah (URIA)
Mudharabah Mutlaqah
adalah bentuk kerjasama antara shahib al-mal(penyedia dana) dengan mudharib
(pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan kekuasaan yang
sebesar-besarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya. Jadi bank memiliki
kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang
diperkirakan menguntungkan.
Penerapan umum dalam produk ini adalah:
1.
Bank wajib
memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan
keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus
dicantumkan dalam akad.
2.
Untuk tabungan
Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan. Sebagai bukti penyimpanan
serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung.
3.
Tabungan
Mudharabah dapat diambil setiap saat
oleh penabung sesuai dengan perjajian yang disepakati namun tidak diperkenankan
mengalami saldo negatif.
4.
Ketentuan-ketentuan
lain yang berkaitan dengan tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
2.
Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet
Mudharabah
muqayyadah on balance sheet adalah akad Mudharabah yang disertai pembatasan penggunaan dana dari
shahib al-mal untuk investasi-investasi tertentu. Contoh pengelolaan dana dapat
diperintahkan untuk:
1.
Tidak
mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
2.
Tidak menginvestasikan
dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa pinjaman, tanpa jaminan; atau
3.
Mengharuskan
pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
Jenis
Mudharabah ini merupakan simpanan khusus
di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini adalah:
a.
Pemilik dana
wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank, wajib
membuat akad yang mengatur persyaratn penyaluran dana simpanan khusus.
b.
Bank wajib
memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan
keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus
dicantumkan dalam akad.
c.
Sebagai tanda
bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan
dana dari rekening lainnya.
3.
Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet
Jenis
Mudharabah ini merupakan penyaluran dana Mudharabah langsung kepada pelaksanaan
usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis
(pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini
adalah:
a)
Sebagai tanda
bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan
dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam
rekening administratif.
b)
Dana simpanan
khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh
pemilik dana.
c)
Bank menerima
komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan
pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Dalam lembaga
keuangan akad tersebut diterapkan untuk proyek yang dibiayai langsung oleh dana
nasabah, sedangkan lembaga keuangan hanya bertindak sebagai wakil yang
mengadministrasikan proyek itu.
5)
Hikmah Mudharabah
Sebagian orang
memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk memproduktifitaskannya.
Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai
kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan muamalah
ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta
mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi modal),
sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan
demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak
menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan
terbendungnya kesulitan.
Adapun hikmah
dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan, kefakiran dan
kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling menyayangi
antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan orang yang
pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya
tersebut.[8]
6)
Asas-Asas
Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah
adalah;
1)
Perjanjian
Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis maupun
lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283
yang menekankan agar perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2)
Perjanjian
Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan beberapa
mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal dan beberapa
mudharib.
3)
Pada hakekatnya
kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan modal Mudharabah kepada
mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian Mudharabah menjadi
tidak sah.
4)
Shahib al-mal
dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat
sebagai wakil.
5)
Shahib al-mal
menyediakan dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6)
Mudharib
berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib al-mal ditambah
bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7)
Syarat-syarat
perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8)
Shahib al-mal
berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9)
Shahib al-mal
harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada mudharib dengan nisbah
(prosentase).
10) Mudharabah
berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut. Sebagaimana
dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya jangka waktu
perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib
al-mal atau mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan kepada pihak
lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri perjanjian Mudharabahitu.[9]
7)
Sebab-Sebab
Batalnya Mudharabah
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
a)
Tidak
terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan
upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin
pemilik modal dan mudharib melakukan
suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.Semua laba yang dihasilkan dari
usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka
pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini
berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.
b)
Pengelola atau
mudharib sengaja tidak melakukan tugas
sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka,
pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari kerugian
tersebut.
c)
Pengelola
meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan menjadi batal. Jika pemilik modal yang
wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris
pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya
sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola
usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya
dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah
yang sudah disepakati.
Jika
Mudharabah telah batal, sedangkan modal
berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual
atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si
pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka
pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam
keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya.
Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.[10]
2. Murabahah
1)
Pengertian
Murabahah
Apa itu
Murabahah? Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun
kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual
harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta
jumlah keuntungan yang diperoleh.
Penjualan dapat dilakukan secara
tunai atau kredit , jika secara kredit harus dipisahkan antara keuntungan dan
harga perolehan .Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad , kalau terjadi
kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar karma
lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana
kebajikan . Uang muka juga dapat diterima , tetapi harus dianggap sebagai
pengurang piutang.[11]
2)
Jenis Murabahah
2.1.Murabahah
Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order)
Murabahah ini
dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus
dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi
pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan
barang tersebut .
2.2.Murabahah
Tanpa Pesanan
Murabahah ini
termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan
tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan
sendiri oleh penjual.[12]
3)
Rukun dan
Syarat Murabahah
1.
Pengertian
Rukun Murabahah
Rukun adalah suatu elemen yang
tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak
ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau
lembaga tersebut tidak eksis.[13]
Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun
dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual(Ba'I'),orang yang
membeli(Musytari),Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan.[14]
2.
Syarat
Murabahah
1.
Pihak yang
berakad,yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa), dan
mereka saling meridhai (rela)
2.
Khusus untuk
Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang akan
ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram.
3.
Harga dan
keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya, semuanya ini
dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis.[15]
4)
Dasar hukum
Murabahah
Dalam
islam,perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai
moral,sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan
tidaklah bersifat islami.[16]
· Al-Qur'an[17]
"Hai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka rela diantaramu. . . . ." (QS.4:29)
"Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS.2:275)
· Al-Hadist
Dari Abu Sa'id
Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu
harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi
menurut Ibnu Hibban)
5)
Ketentuan Umum
Murabahah
1.
Jual beli
murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan
telah berada ditangan penjual.
2.
Adanya
kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya
lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli..
3.
ada informasi
yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui
oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
4.
dalam system
murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin
kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu
tidak ditetapkan.
5.
transaksi
pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka
tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi
penjual kedua dengan pembeli murabahah.[18]
6)
Aplikasi
Murabahah di LKS (Lembaga Keuangan Syariah)
1.
pengertian dan makna
Dalam daftar
istilah himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba.
Murabahah
merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi
pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam islam,
jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang
diridhai oleh Allah SWT. "Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba" (QS. Al-baqarah :275).[19]
2.
Rukun dan syarat
Rukun murabahah
dalam perbankan adalah sama dengan fiqih dan hanya dianalogikan dalam pratek
perbankannya.
Mengenai syarat yang diminta oleh bank adalah
sesuai dengan kebijakan bank syariah yang bersangkutan.umumnya persyaratan
tersebut menyangkut tentang barang yang diperjual belikan, harga dan ijab qobul
(akad). Rasulallah SAW. Bersabda: "kaum muslimin boleh melangsungkan
sesuatu berdasarkan ketentuan yang mereka tetapkan". (HR. Abu daud &
Hakim)
3.
Harga dan Keuntungan
1.
Bank menjual
harga barang sesuai harga pokok yang dibeli dari pemasok ditambah dengan
keuntungannya yang disepakati bersama .
2.
Selama akad belum
berakhir, maka harga jual beli tidak boleh berubah.
3.
System
pembayaran dan jangka waktunya yang disepakati bersama. [20]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Mudharabah
Mudharabah
adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal
(shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan
suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Ayat Al-Qur’an
yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk bekerjasama mencari
rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang lain
lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
Menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun
dari Mudharabah yaitu:
1.
Dua pihak yang
berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib)
2.
Materi yang
diperjanjikan atau objek yang diakadkan
3.
Sighat
(ijab-qabul)
Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis
yaitu:
1.
Mudharabah
Mutlaqah
2.
Mudharabah
Muqayyadah On Balance Sheet
3.
Mudharabah
Muqayyadah Off Balance Sheet
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.
Tidak
terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah
2.
Pengelola atau
mudharib sengaja tidak melakukan tugas
sebagaimana mestinya dalam memelihara modal
3.
Pengelola
meninggal dunia atau pemilik modalnya
2.
Murabahah
Akad seluruhnya
halal asalkan memenuhi hukum dan ketentuan syaria'ah.untuk biaya yang terkait
dengan aset Murabahah boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan itu adalah
biaya langsung-menurut Jumhur Ulama-atau biaya tidak langsung yang memberi
nilai tambah pada asset murabahah[21].
No comments:
Post a Comment