1

loading...

Monday, December 3, 2018

MAKALAH STUDI ISLAM

MAKALAHPandangan Islam Mengenai Kebaikan dan Kebahagiaan

BAB I
PENDAHULUAN
     A.    Latar Belakang
Psikologi Islami, sebagai madzhab psikologi yang mendasarkan pada nilai-nilai Islam dalam memandang persoalan manusia, memiliki misi yang besar dan mulia dalam mengantarkan manusia agar dapat menemukan kembali visi spiritualnya, yaitu menggapai kehidupan yang bermakna menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Visi inilah yang akan membuat manusia dapat menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh rasa bahagia. Hanya saja, saat ini kajian psikologi Islami belum banyak yang mengarah kepada masalah kebahagiaan manusia. Berangkat dari kebutuhan tersebut, melalui makalah ini, penulis memandang perlu untuk melakukan sebuah konseptualisasi Psikologi Kebaikan dan Kebahagiaan dengan cara menggali ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait dengan tema Kebaikan dan Kebahagiaan.

    B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kebaikan menurut pandangan Islam ?
2.      Apa pengertian kebahagiaan menurut pandangan Islam ?

   C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui definisi kebaikan menurut Islam
2.      Mengetahui apa itu kebahagiaan menurut Islam

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kebaikan Menurut Pandangan Islam

Kebaikan berasal dari kata baik (al-khair), yang berarti sesuatu telah mencapai kesempurnaan, sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, membawa kesenangan dan persatuan.[1] Baik juga berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, nilai yang diharapkan memberikan kepuasaan, mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Dalam salah satu ayat Al-Quran, kebaikan disebut "Al-Biru". Ulama mengartikannya sebagai "kebaikan yang banyak". Allah SWT merinci apa saja yang disebut kebaikan dalam firman-Nya:  
Artinya: "Kebaikan itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. 2:177).
Dari ayat di atas, yang dimaksud perbuatan baik atau kebaikan dalam Islam antara lain:
1.      Beriman. Beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.
2.      Suka Infak, Dermawan. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; (memerdekakan) hamba sahaya.
3.      Taat Ibadah. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
4.      Menepati Janji. Menepati janjinya apabila ia berjanji
5.      Sabar. Orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Dalam Al-Quran dan Tafsirnya dari Universitas Islam Indonesia (1991) dijelaskan, ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup semua umat yang menganut agama samawi (agama yang turun dari langit) termasuk umat Islam.
Allah SWT menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebaktian bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada suatu arah tertentu (baik arah ke Timur atau ke Barat). Tetapi hakikat kebaktian adalah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menentramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman pada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana ini. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembaca wahyu dari Allah kepada para Nabi dan Rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab (Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Quran) yang diturunkan Allah. Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.

Implementasi kebaikan dalam konteks ayat di atas antara lain:
1.      Memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
2.      Mendirikan salat, artinya melaksanakan pada waktunya dengan khusyu' sesuai rukun-rukun salat dan syarat-syarat salat.
3.      Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan QS. 9: 60. Dalam Al-Quran, antara salat dan zakat terjalin hubungan sangat erat dalam melaksanakan kebaktian dan kebajikan.
4.      Menepati janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian, baik janji kepada Allah SWT (seperti sumpah dan nazar) maupun janji kepada manusia.
Menurut Al-Ghazali ada empat pokok keutamaan etika baik, yaitu sebagai berikut [2]:
1.      Mencari Hikmah. Hikmah adalah keutamaan yang lebih baik. Ia memandang bentuk hikmah yang harus dimiliki seseorang yaitu jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan ingin terlepas dari semua kesalahan dari semua hal.
2.      Bersikap berani. Berani berarti sikap yang dapat mengendalika kekuatan amarahnya dengan akal untuk maju. Orang yang memiliki etika baik biasanya pemberani, dapat menimbulkan sifat-sifat yang mulia suka menolong, cerdas, dapat mengendalikan jiwanya, suka menrima saran dan kritik orang lain, penyantun, memiliki perasaan kasih dan cinta.
3.      Bersuci Diri. Suci berarti mencapai fitrah, yaitu sifat yang dapat mengendalikan syahwatnya dengan akal dan agama. Orang yang memiliki sifat fitrah dapat menimbulkan sifat-sifat pemurah, pemalu, sabar, toleransi, sederhana, suka menolong, cerdik, dan tidak rakus. Fitrah merupakan suatu potensi yang diberikan Allah, di bawa oleh manusia sejak lahir yang menurut tabi’atnya cenderung kepada kebaikan, dan mendorong manusia untuk berbuat baik.
4.      Berlaku Adil. Adil yaitu seseorang yang dapat membagi dan memberi haknya sesuai dengan fitrahnya, atau seseorang mampu menahan kemarahannya dan nafsu syahwatnya untuk mendapatkan hikmah di balik peristiwa yang terjadi. Adil juga berarti tindakan keputusan yang dilakukan dengan cara tidak berat sebelah atau merugikan satu pihak, tetapi saling menguntungkan. Pepatah mengatakan bahwa langit dan bumi ditegakkan dengan keadilan.
Orang yang mempunyai etika baik dapat bergaul dengan masyarakat secara luwes, karena dapat melahirkan sifat saling cinta mencintai dan saling tolong menolong. Etika baik, bukanlah semata-mata teori yang muluk-muluk, melainkan etika baik sebagai tindak-tanduk manusia yang keluar dari hati. Etika baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya. Suatu perbuatan yang dilihat merupakan gambaran dari sifat-sifatnya tertanam dalam jiwa baik.
      B.     Kebahagiaan Hidup Menurut Islam
 Dalam pengertian biasa, bahagia itu disamakan artinya dengan kesenangan. Kesengan yang dimaksud adalah menurut ukuran pisik, harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat di nilai dengan uang.[3] Jadi orang yang sudah senang karena harta bendanaya yang banyak, sudah sama artinya dengan orang yang berbahagia. Bahagia = Kesenangan. Yang mengherankan adalah orang yang sudah menganggap diri sudah bahagia tidak tahu memberikan penjelasan, apakah sebenarnya bahagia yang telah diperoleh itu.
Sedangkan menurut Achmad Charris Zubair dalam bukunya yang berjudul kuliah etika, Kebahagiaan terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Kebahagian Subjektif
Kebiasaan subjektif ini meliputi :
1)      Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak terpenuhi. Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah terlaksana, di sebut kebaikan.
2)      Seluruh manusia mencari kebahagiaan, karena setiap orang berusaha memenuhi keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan manusia. Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang memberikan kebahagiaan.
3)      Kebahagiaan sempurna dapa tercapai. Beberapa hal yang menjadikan landasan bahwa kebahagiaan dapat tercapai adalah sebagai berikut : Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.  Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan dorongan pada alam rohaniah yang bukan sekedar efek samping. Keinginan tersebut berasal dari sesuatu yang transenden. Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan harkat manusia.
2.      Kebahagiaan Objektif
ü  Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan (sempurna) yang tetap. Ini tujuan subjektif manusia.
ü  Pandangan Tentang Objek Kehidupan. Pandangan tentang Objek kehidupan tidak akan lepas dari beberapa hal, antara lain :  Kekayaan, kekuasaan, bukan merupakan tujuan akhir manusia untuk mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan, melainkan hanya sebagai alat saja.  Kebutuhan hidup jasmani, sebagai kesehatan, kekuatan, keindahan, tergolong ketidaksempurnaan  Kebutuhan jiwa adalah pengetahuan untuk kebajikan.  Dimana kebutuhan mulia itu sangat diharuskan untuk kebahagiaan.
Sedangkan kebahagiaan hidup dalam pandangan Islam tidak dilihat pada sisi materi. Walaupun Islam mengakui kalau materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan. Islam pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan. [4]Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup. Beberapa nash syar'i telah menunjukkan hal ini:
"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan." (QS. An-Nahl: 5-6).
Menurut pandangan Islam ada dua jenis kebahagiaan,[5] sebagai berikut:
a)      Kebahagiaan dunia
Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju akhirat. Sedangkan kehidupan yang sebenarnya yang harus dia upayakan adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman:
Artinya: "Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl: 97)



Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (QS. Al-Qashshash: 77)
b)      Kebahagiaan akhirat
Kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi balasan atas keshalihan hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,

Artinya: "(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS. An Nahl: 32)

 

Artinya: "Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS. Al Nahl: 30)
Islam telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di dalamnya. Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia yang ada di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan, sehingga menuntutnya bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup tidak hanya kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan orang. Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.
Ujian-ujian ini  akan selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya untuk bersabar, berkeinginan kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani, berkorban, dan berakhlak mulia serta lainnya. Semua ini akan mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, dan ridla.  Allah Ta'ala berfirman:

Artinya: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157).
Selain jenis-jenis kebahagiaan ada juga beberapa cara meraih kebahagiaan, sebagai berikut:[6]
1)      Beriman dan beramal shalih.
Meraih kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi:
a.       Orang yang beriman kepada Allah Yang Mahatinggi dan Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa, maka dia akan merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. b.    Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang mendorongnya untuk diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang tinggi dan berharga yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di Jalan-Nya. Dengan itu pula, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia tinggal.

b.       Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang mukmin tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya.

2)       Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik kepada sesama.
Manusia adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan makhluk sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Jika bersosialisasi dengan mereka merupakan satu keharusan, sedangkan manusia memiliki tabiat dan pemikiran yang bermacam-macam, maka pasti akan terjadi kesalahpahaman dan kesalahan yang membuatnya sedih. Jika tidak disikapi dengan sikap bijak maka interaksinya dengan manusia akan menjadi sebab kesengsaraan dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah, Islam memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya.
3)      Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah.
Sesungguhnya keridlaan hamba tergantung pada dzat tempat bergantung. Dan Allah Dzat yang paling membuat hati hamba tentram dan dada menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepadaNya seorang mukmin meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan dari mara bahaya.
BAB III
PENUTUP 
       A.    Kesimpulan
Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi eksternal (potensi yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakan tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.
Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Di samping itu, manusia di beri akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Kemampuan manusia dalam mengendalikan hawa nafsunya berbeda-beda. Mengalirnya ruh diseluruh tubuh itu, menimbulkan cahaya kehidupan, menumbuhkan perasaan, melahirkan pendengaran, penglihatan dan penciuman penerimaan akal lebih kepada perkara yang zahir. Apabila sampai bab hakikat dan makrifat, akal tidak boleh memainkan peranannya.

      B    Saran
Dengan segala yang telah melekatat pada manusia, mulai dari proses penciptaan sampai dengan keistimewaan yang dimiliki olehnya, hendaknya manusia lebih mengetahui apa sebenarnya tujuan dari hidupnya, untuk apa dan siapa dia hidup. Hingga dapat mencapai titik kemuliaan yang sesungguhnya disisi Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Charris Zubair. 1995. Kuliah Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M. Yatimin, Abdillah. 2006.Pengantar Studi Etika,. Jakarta: Raja Grafindo.
Poerwantana, Ahmadi, Rosali.1988. Seluk-beluk  Filsafat Islam.Rosda:bandung,1988
Risalah Islam. 2016. Pengertian kebaikan dalam islam. Di akses pada 01 , Desember 2018, dari https://www.risalahislam.com/2016/02/pengertian-kebaikan-dalam-Islam.html



[1] Risalah Islam. Pengertian kebaikan dalam islam. Di akses pada 01 , Desember 2018, dari https://www.risalahislam.com/2016/02/pengertian-kebaikan-dalam-Islam.html

[2] M. Yatimin. Abdillah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hlm. 97-99
[3] Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm. 84-85.
[4] Poerwantana, Ahmadi, Rosali.Seluk-beluk  Filsafat Islam.Rosda:bandung,1988, hlm.21.

[5] Ibid, hlm.23
[6] Risalah Islam. Pengertian kebaikan dalam islam. Di akses pada 01 , Desember 2018, dari https://www.risalahislam.com/2016/02/pengertian-kebaikan-dalam-Islam.html

No comments:

Post a Comment