1

loading...

Sunday, January 13, 2019

MAKALAH PSIKOLOGI HALUSINASI


MAKALAH PSIKOLOGI HALUSINASI 

BAB I

PENDAHULUAN

          A.      Latar Belakang
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena terganggunya fungsi otak: kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.[1]
            Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan menilai terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon yakni  perilaku non verbal (Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Memperhatikan perilaku klien seperti ini tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh Perawat profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku kekerasan).
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama. Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).

         B.     Tujuan penulisan
Mahasiswa mampu memahami konsep teoritis dan asuhan keperawatan jiwa dengan halusinasi
       C.    Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan halusinasi?
2.      Jelaskan klasifikasi halusinasi?
3.      Jelaskan tanda-gejala dari halusinasi?
4.      Jelaskan etiologi halusinasi?
5.      Jelaskan rentang respon halusinasi?
BAB II
PEMBAHASAN

       A.    Pengertian Halusinasi
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik.
Halusinasi sebagai “hallucinations are defined as false sensory impressions or experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau pengalaman indera. (Sundeen's, 2004).  Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus.[2]
       B.     Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi halusinasi:
a.       Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola cahaya ) atau berbentuk ( orang, binatang  atau barang lain yang dikenalnya), berwarna atau tidak
b.      Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik
c.       Halusinasi pencium (olfaktorik) :
mencium sesuatu bau
d.      Halusinasi pengecap (gustatorik) :
merasa/mengecap sesuatu
e.        Halusinasi peraba (taktil) :
merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya
f.       Halusinasi kinestetik :
merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantom limb”).
g.      Halusinasi viseral :
perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
h.      Halusinasi hipnagogik :
terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah
i.        Halusinasi hipnopompik :
seperti no.8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
j.        Halusinasi histerik :
timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
      C.    Tanda- gejala halusinasi
Perilaku yang berkaitan  dengan halusinasi adalah sebagai berikut :[3]
a.       Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
b.      Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat.
c.       Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain.
d.      Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata.
e.       Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
f.       Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g.       Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut.
h.      Sulit berhubungan dengan orang lain.
i.        Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
j.        Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
k.       Tampak tremor dan berkeringat, perilaku
       D.    Etiologi Halusinasi
a.       Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi :[4  ]
1)      Faktor Perkembangan
Jika tugas perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan intrapersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan
2)          Faktor Sosiokultural
Berbagi faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarknya.
3)      Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase ( DMP ).
4)      Faktor Psikologis
Hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanay peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan menagkibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas
5)      Faktor GenetikGen
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b.      Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaiutu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik
1.      Rentang Respon Halusinasi
a.       Tahap I ( Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1)      Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2)      Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan kecemasan
3)      Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Prilaku yang muncul :
1)      Tersenyum atau tertawa sendiri
2)      Menggerakkan bibir tanpa suara
3)      Pergerakan mata yang cepat
4)      Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi
b.      Tahap II ( Non – psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat menyebabkan antipati.
Karakteristik :
1)      Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut
2)      Mulai merasa kehilangan kontrol
3)      Menarik diri dari orang lain
Prilaku yang muncul :
1)      Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
2)      Perhatian terhadap lingkunagn menurun
3)      Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
4)      Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan realita
c.       Tahap III ( Psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat kecemasnan berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1)      Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2)      Isi halusinasi menjadi atraktif
3)      Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Prilaku yang muncul :
1)      Klien menuruti perintah halusinasi
2)      Sulit berhubungan dengan orang lain
3)      Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4)      Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
5)      Klien tampak temor dan berkeringat
d.      Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Prilaku yang muncul :
1)      Risiko tinggi mencederai
2)      Agitasi / kataton
3)      Tidak mampu merespons rangsang yang ada

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik.
Berikut adalah klasifikasi halusinasi:
·         Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
·         Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
·         Halusinasi pencium (olfaktorik) :
·         Halusinasi pengecap (gustatorik) :
·          Halusinasi peraba (taktil) :
·         Halusinasi kinestetik :
·         Halusinasi viseral :
·         Halusinasi hipnagogik :
·         Halusinasi hipnopompik :
·         Halusinasi histerik :

B.  Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus halusinasi yang terjadi dan kita harus mampu membedakan resiko halusinasi tersebut dan bagaimana cara penanganannya

DAFTAR PUSTAKA
Isaacs, Ann. 2002. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Anonim. (2010). Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi. Diunduh pada 16
Caroline. (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi
Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa
Soeharto Heerdjan Jakarta. Tesis. Tidak Dipublikasikan.
Chaery, I. (2009). TAK: Persepsi Sensori. Skripsi. Diunduh pada 16 Oktober 2012
dari http://www.schizophrenia.com


No comments:

Post a Comment