PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena
terganggunya fungsi otak: kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi
emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.[1]
Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan
menilai terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan
mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon yakni perilaku non verbal
(Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
Memperhatikan perilaku klien seperti ini tentu akan menjadi suatu hal yang
perlu direspon oleh Perawat profesional, paling tidak mengeliminir
masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang pasien tidak berkembang
menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku kekerasan).
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang
integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan
jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang.
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta
orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku
dan jumlahnya terus meningkat. Pada study
terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang,
sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada
tahun utama. Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada
dimasyarakat.
Dari 150
juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan
4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat
kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang
semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia
khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Mahasiswa
mampu memahami konsep teoritis dan asuhan keperawatan jiwa dengan halusinasi
C. Rumusan masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan halusinasi?
2. Jelaskan
klasifikasi halusinasi?
3. Jelaskan
tanda-gejala dari halusinasi?
4. Jelaskan
etiologi halusinasi?
5. Jelaskan
rentang respon halusinasi?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Halusinasi
Halusinasi
ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien,
yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikopatik ataupun histerik.
Halusinasi
sebagai “hallucinations are defined as
false sensory impressions or experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan
palsu atau pengalaman indera. (Sundeen's, 2004). Halusinasi ialah terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus.[2]
B.
Klasifikasi
Berikut
adalah klasifikasi halusinasi:
a.
Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola cahaya ) atau
berbentuk ( orang, binatang atau barang
lain yang dikenalnya), berwarna atau tidak
b.
Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian
alamiah dan musik
c.
Halusinasi pencium (olfaktorik) :
mencium sesuatu bau
d.
Halusinasi pengecap (gustatorik) :
merasa/mengecap sesuatu
e.
Halusinasi
peraba (taktil) :
merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti
ada ulat bergerak dibawah kulitnya
f.
Halusinasi kinestetik :
merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau
anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantom
limb”).
g.
Halusinasi viseral :
perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
h.
Halusinasi hipnagogik :
terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat
sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah
i.
Halusinasi hipnopompik :
seperti no.8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun
samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam
impian yang normal.
j.
Halusinasi histerik :
timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
C. Tanda- gejala halusinasi
Perilaku yang
berkaitan dengan halusinasi adalah
sebagai berikut :[3]
a.
Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
b.
Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, dan respon verbal yang lambat.
c.
Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk
menghindari diri dari orang lain.
d.
Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan
keadaan yang tidak nyata.
e.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah.
f.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya
beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g.
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut.
h.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
i.
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan
marah.
j.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
k.
Tampak tremor
dan berkeringat, perilaku
D.
Etiologi
Halusinasi
a. Faktor
Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor
risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya.
Faktor predisposisi dapat meliputi :[4 ]
1) Faktor
Perkembangan
Jika tugas
perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan intrapersonal terganggu, maka
individu akan mengalami stres dan kecemasan
2)
Faktor Sosiokultural
Berbagi faktor di masyarakat dapat
menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa
kesepian di lingkungan yang membesarknya.
3) Faktor
Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka
di dalam tubuhnya akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase ( DMP ).
4) Faktor
Psikologis
Hubungan intrapersonal yang tidak
harmonis serta adanay peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh
seseorang akan menagkibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas
5) Faktor
GenetikGen
Penelitian menunjukkan bahwa anak
sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaiutu stimulus
yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari
lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak
diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau
terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik
1. Rentang
Respon Halusinasi
a. Tahap I (
Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu
memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara unum pada
tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami
kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba
berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan kecemasan
3) Pikiran dan
pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Prilaku yang
muncul :
1) Tersenyum
atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan
bibir tanpa suara
3) Pergerakan
mata yang cepat
4) Respon
verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi
b. Tahap II (
Non – psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap
menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang
ada dapat menyebabkan antipati.
Karakteristik :
1) Pengalaman
sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut
2) Mulai merasa
kehilangan kontrol
3) Menarik diri
dari orang lain
Prilaku yang
muncul :
1) Terjadi
peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
2) Perhatian
terhadap lingkunagn menurun
3) Konsentrasi
terhadap pengalaman sensori menurun
4) Kehilangan
kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan realita
c. Tahap III ( Psikotik
)
Klien biasanya tidak dapat
mengontrol didinya sendiri, tingkat kecemasnan berat, dan halusiansi tidak
dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien
menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi
halusinasi menjadi atraktif
3) Klien
menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Prilaku yang
muncul :
1) Klien
menuruti perintah halusinasi
2) Sulit
berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian
terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4) Tidak mampu
emngikuti perintah yang nyata
5) Klien tampak
temor dan berkeringat
d. Tahap IV (
Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh
halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Prilaku yang muncul :
1) Risiko
tinggi mencederai
2) Agitasi /
kataton
3) Tidak mampu
merespons rangsang yang ada
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi ialah pencerapan tanpa
adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam
kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik
ataupun histerik.
Berikut adalah klasifikasi halusinasi:
·
Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
·
Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
·
Halusinasi pencium (olfaktorik) :
·
Halusinasi pengecap (gustatorik) :
·
Halusinasi
peraba (taktil) :
·
Halusinasi kinestetik :
·
Halusinasi viseral :
·
Halusinasi hipnagogik :
·
Halusinasi hipnopompik :
·
Halusinasi histerik :
B. Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar
kritis dalam menghadapi kasus halusinasi yang terjadi dan kita harus mampu
membedakan resiko halusinasi tersebut dan bagaimana cara penanganannya
DAFTAR
PUSTAKA
Isaacs,
Ann. 2002. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Anonim.
(2010). Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi. Diunduh pada 16
Caroline.
(2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Halusinasi
Terhadap
Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa
Soeharto Heerdjan Jakarta. Tesis. Tidak
Dipublikasikan.
Chaery,
I. (2009). TAK: Persepsi Sensori.
Skripsi. Diunduh pada 16 Oktober 2012
dari
http://www.schizophrenia.com
|
No comments:
Post a Comment