1

loading...

Friday, April 19, 2019

MAKALAH MEMAHAMI SURAT PADA AL-QUR'AN


 MAKALAH MEMAHAMI SURAT PADA AL-QUR'AN
 KONDIFIKASI AL-QUR'AN
BAB I
PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang
Menurut al-Qur’an sendiri, hikmah diturunkannya al-Qur’an secara bertahap adalah untuk meneguhkan  perasaan Muhammad sehingga ia senantiasa merasa dalam komunikasi intensif dengan Tuhan. Tidak hanya itu, alQur’an turun secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun untuk memberikan arahan tentang reformasi sosial budaya secara komprehensif dan terukur. Arahanarahan tersebut disampaikan dengan memperhatikan situasi, tempat, dan audiens al-Qur’an  pada saat peristiwa nuzûl. Salah satu ilmu yang harus diperhatikan dalam pembacaan al-Qur’an secara komprehensif dan terukur adalah ilmu tentang Makkiyyah dan Madaniyyah.
Kata Makkiyyah dan Madaniyyah bukanlah istilah syar’i yang konsepnya ditetapkan oleh Nabi, ia hanya sekedar istilah tekhnis yang disepakati para ulama tafsir untuk merujuk pada sebuah piranti analisis yang dipergunakan untuk mendapatkan data tentang suasana pewahyuan al-Qur’an pada audiensnya yang pertama kala itu.  Selama ini, kajian Makkiyah Madaniyah, menurut pandangan penulis belum digali secara maksimal, sehingga pemanfaatannya dalam memahami al-Qur’anpun masih sangat minim.
    B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Proses Kondifikasi Al-Qur’an?
2.      Bagaimana Memahami Surat Makkiyah dan Madaniah?

      C.    Tujuan Penulisan
1.      Agar Dapat Memahami Bagaimana Proses Kondifikasi Al-Qur’an.
2.      Agar Dapat Memahami Surat Makiyah dan Madaniah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Kodifikasi Al-Quran
1.      Kodifikasi al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw.
Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi yang diturunkan kebumi melalui seorang Nabi yang tidak bisa menulis dan membaca tulisan, beliau adalah Nabi Muhammad Saw. Walau beliau seorang yang tidak bisa menulis dan membaca pada awal masa kenabiannya, namun rasa semangat dalam menerima wahyu, serta menghafalkannya tidak mengurangi sama sekali. Hal itu dibuktikan ketika dalam proses pentransferan wahyu ke Rasulullah. Beliau mengikuti dengan seksama, serta perhatian tinggi dalam pengajaran dan pimbingan yang disampaikan oleh malaikat Jibril, ketika dalam proses pentrasferan.
Beliau benar-benar memperhatikan lafadz dan huruf yang keluar dari malaikat jibril, serta tidak mau melewatkan satu huruf pun dari al-Qur’an yang tertinggal dari konsentrasi beliau. Hal itu semua karena beliau sangat meperhatikan betul dalam menerima wahyu dari Ilahi. Sampai Allah SWT. Menggambarkan dalam al-Qur’an, sikap Rasulullah Saw. ketika hendak mengafalkan al-Qur’an, beliau sangat tergesa-gesa dan ingin sekali bisa menguasai al-Qur’an tersebut dalam hatinya.
Allah SWT. Berfirman dalam Surat al-Qiyaamah ayat 16-19, yaitu:
لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (١٦) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (١٧)فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (١٨) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ  (
“Janganlah kamu gerakan lidahmu untuk membaca al-Qur’an hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.  Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu. Kemudian, atas tanggung kamilah penjelasannya.”(Q.S.AL-Qiyamah ayat 16-19)
Dan setelah Nabi Muhammad Saw. Mengahafal dan memahami al-Qur’an, barulah beliau menyampaikan al-Qur’an kepada sahabat-sahabt, dengan membacakanya pelan-pelan dan penuh perhatian agar mereka bisa mengfalkannya dan mempelajarinya. Semangat mereka dalam mempelajari, memahami dan menghafal al-Qur’an seperti api yang menyala-nyala, karena dari mereka sendiri sangat mencinta terhadap Nabi, Allah Swt dan al-Qur’an, maka dengan landasan bahan bakar kecintaan tersebut, membantu mereka dalam menghafal dan mempelajari al-Qur’an. Peran Nabi Muhammad Saw. Dalam mendukung sahabatnya untuk menghafal al-Qur’an dan mempelajari selalu didorong terus dengan diberikannya kata-kata hikmah tentang keutamaan orang yang mempelajari dan menghafal al-Qur’an.
Tidak hanya itu saja, Allah Swt. Juga sudah mengatur itu semua, bagaimana para sahabat bisa mempelajari dan menghafal al-Qur’an dengan mudah. Dengan adanya al-Qur’an yang diturunkan berangsur-angsur itu salah satu cara yang menyebabkan mereka mudah dalam menghafal al-Qur’an. Seperti yang sudah Allah SWT. Terangkan dalam surat al-Qomar ayat 17 : 

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran .”[QS. Al-Qomar:17]
Dalam kitab sahih-nya Bukhari telah mengemukakan tentang adanya tujuh hafiz, melalui tiga riwayat. Meraka adalah Abdullah bin Ma’ud, Salim bin Ma’qal bekas budak Abu Hudzaifah, Mua’az bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Stabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda’. Penyebutan para hafiz tujuh ini tidak berarti pembatasan, karena beberapa keterangan dalam kitab sejarah dan sunan menujukan bahwa para sahabat berlomba-lomba menghafalkan al-Qur’an dan meminta anak-anak dan istri mereka untuk menghafalkannya.
2.      Kodifikasi dimasa khalifah Abu Bakar
Lima hari menjelang wafat, Rasulullah Saw berpidato menerangkan keutamaan Abu Bakar ash-Shidik dibandingkan seluruh sahabat lainya, ditambah lagi instuksi nabi dihadapan seluruh sahabat agar Abu Bakar ditunjuk menjadi imam kaum muslim dalam shalat.[15]Setelah Rasulullah Saw. pulang keRahmatullah, maka Abu Bakar lah yang menjadi penggati urusan keIslaman. Dan dari situlah mulai bergerak Musailamah al-Kadzab mendakwakan dirinya adalah Nabi. Dia berupaya membuat activitas yang menyerupai perbuatan Rasulullah Saw. seperti Nabi pernah meludah disebuah sumur yang airnya seketika itu pula menjadi banyak, Musailamah pun meniruhnya dia pernah meludah kesebuah sumur tapi airnya malah menjadi kering, bahkan dia pernah meludah disebuah sumur yang lain namun airnya malah menjadi asin.
Setelah Abu Bakar mengetahui tindakan Musailamah itu, beliau menyiapkan suatu pasukan tentara terdiri dari 4000 pengendara kuda yang dipimpin oleh Kholid bin walid. Pasukan  Kholid berangkat untuk menggempur mereka. Dipeperangan Yamamah teresebut diantara para sahabat yang gugur dalam pertempuran tersebut adalah Zaid ibnu Khathabah, saudara ‘Umar dan selain dari pada itu pula 700 penghafal al-Qur’an. Setelah ummat Islam mengeraskan serangan meraka barulah pertolongan Allah Swt datang, dan pasukan Musailamah hancur lalu lari ke kebun kurma. Al-Barra’ ibn Malik. salah satu pasukan orang Islam menaiki tembok kebun untuk masuk kedalam, guna membuka gerbang pintu kebun kurma. Setelah tentara Islam masuk kedalam, barulah Musailah dan kawan-kawanya dibunuh, dan kebun tersebut dinami dengan kebun mati.
Melihat begitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran tersebut, maka timbullah Inisiatif ‘Umar ibn Khatab untuk mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an dalam satu tempat, karena dikhawatirkan al-Qur’an pada masa itu yang masih terpisah-pisah dan berada pada penghafal nanti akan musnah, disamping itu juga untuk menjaga al-Qur’an tetap utuh. Maka datanglah ‘Umar kepada Abu Bakar mengutarakan idenya untuk mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an pada satu tempat.
Setelah Abu Bakar wafat, al-Qur’an disimpan oleh khalifah Umar, dan setelah Umar wafat, al-Qur’an tersebut disimpan oleh Hafsah istri Rasulullah Saw. sengaja Umar menyerahkan Mushaf tersebut kepada istri beliau, karena Hafsah lebih berhak, dan Umar pun mempunyai pertimbangan lain, kalau sendainya mushaf tersebut diserahkan kepada sahabat lainnya, dikhawatirkan akan timbul fitnah dan sebagainnya. Sengaja mushaf yang dikodifikasikan pada masa Abu Bakar tidak diperbanyak, kendati pada waktu itu para sahabat banyak yang sudah menghafal al-Qur’an.
3.      Kodifikasi pada masa ‘Ustman bin ‘Afan
Penyebaran Islam bertambah luas, para qurra pun tersebar di pelbagai wilayah, dan pendudukan disetiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qori-qori yang dikirim kepeda mereka. Cara bacaan Qur’an yang meraka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan huruf, yang mana al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf. Dan apabila meraka berkumpul pada suatu pertemuan atau disuatu medan perang, sebagian mereka merasa bingung dengan adanya perbedaan bacaan ini. Terkedang juga sebagian meraka merasa puas dengan perbedaan bacaan, karena perbedaan tersebut disandarkan pada Rasulullah Saw. tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusup keraguan pada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah Saw. sehingga terjadilah perbincangan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya juga terjadi pertentangan. bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Maka Fitnah yang demikian itu harus segera diselesaikan.
Ketika pengiriminan ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara muslim, sebagiannya direkrut dari siria dan sebagian lagi di Iraq. Masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, seperti meraka yang dari Syiria memkai qiraat Ubay bin Ka’ab, penduduk Iraq memkai qiraat Ibnu Mas’ud. Mereka menggungakan beberapa qiraat dengan memakai tujuh huruf. dan mereka juga menentang orang yang menyalahkan bacaannya, dan hingga saling mengkafirkan. Perselisihan ini cukup serius hingga menyebabkan pemimpinan peperangan yaitu Hudzaifah, melaporkan masalah tersebut kepada Ustaman bin Afan
B.     Pengertian Makiyyah dan Mahdaniyyah
Al-qur`an di turunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang di dasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-risalah-Nya. Dimana tempat turunnya al-Qur’an itu berbeda sehingga hal itu menyebabkan kita membedakan Al-Qur’an dari segi tempat turunnya. Seperti yang kita ketahui, Al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya itu dibedakan menjadi 2, yakni Makkiyah dan Madaniyyah.
Yang dimaksud dengan ilmu Makki dan Madani ialah ilmu yang membahas bagian-bagian dari pada Al-Qur'an Makki dan Madani, baik dari segi makna, cara mengetahui tanda masing-masing, maupun macam-macamnya.
Secara istilah al-makki wa al-madani berarti “suatu ilmu yang membahas tentang tempat dan periode turunnya surah atau ayat Al-qur’an, baik Mekkah ataupun Madinah”. Ayat atau surah yang turun pada periode Mekkah disebut dengan ayat/surah makkiyah dan ayat/surah yang turun pada periode Madinah disebut dengan ayat madaniyah.                             
 Ilmu al-makkiyah dan al-madaniyyah termasuk dalam kategori ilmu riwayah. Justru itu, ia tidak akan dapat dikuasai dan diketahui kecuali melalui riwayat dari sahabat. Karena hanya merekalah yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Alqur;an kepada Nabi, dalam suasana, tempat, dan masa tertentu. Atau boleh juga melalui riwayat tabi’n yang mereka terima dari sahabat.
      Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ayat al-makkiyah dan al-madaniyyah, yaitu berdasarkan penjelasan para sahabat secara langsung. Hal ini dapat diketahui melalui riwayat yang telah ditulis oleh para ahli hadits, seperti al-kuttub as-sittah.[1]Dan yang terkhir adalah dengan cara membandingkan tanda-tanda al-makki atau al-madani  dengan struktur ayat yang terdapat dalam surah. Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang jadi pedoman hidup bagi manusia untuk hidup di dunia. Ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kemudian disebarkan ke umatnya. Al-Quran diturunkan kepada Nabi SAW secara berangsur-angsur kurang lebih selama 23 tahun.                                Secara umum, Al-Qur'an diturunkan di dua kota yaitu kota Mekkah dan kota Madinah. Para ulama kemudian membedakan surat dalam Al-Qur'an menjadi dua, yaitu surat yang masuk golongan surat Makkiyah serta surat yang masuk dalam golongan surat Madaniyah. Istilah Makkiyah diambil dari kata Mekkah, merujuk pada kota Mekkah. Sedangkan istilah Madaniyah diambil dari kata Madinah, merujuk pada kota Medinah.Secara umum surat Makkiyah diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah, sedangkan surat Madaniyah diturunkan sesuah Rasulullah SAW hijrah.
Namun kedua golongan itu tidak hanya dibedakan dari waktu turunnya ayat saja. Ada beberapa perbedaan mencolok antara surat yang masuk kategori Makkiyah dan Madaniyah, mulai dari isi kandungan ayat hingga gaya bahasa yang digunakan.Terdapat ilmu Makki dan ilmu Madani yang digunakan untuk membahas bagian-bagian dari Al-Qur'an itu sendiri, mulai dari makna, tema ayat hingga kalimat yang digunakan. Berikut akan ditampilkan info Islami mengenai pengertian Makkiyah dan Madaniyah beserta ciri-cirinya dan perbedannya didasarkan pada bebarapa aspek.
Pembedaan Makiyyah dan Madaniyah sangat mendapat perhatian dari para ahli ilmu al-qur’an disebabkan karena ayat Makiyah dan Madaniyah menimbulkan konsekuwensi hukum syariah. Apabila ayat hukum itu turun di mekah maka akan terhapus hukumnya oleh ayat-ayat yang diturunkan di madinah.konsekuwensi ini menuntut para ahli untuk berupaya menentukan setepat mungkin masalah Makiyah dan Madaniyah. Maka para ahli ilmu al-Quran berbeda pendapat dalam menentukan definisi Makiyah dan Madaniyah. Pertama : pendekatan historis (Mulahadzatu zamanin nuzul) yaitu teori yang berorientasipada sejarah turunnya wahyu. Ulama mendefinisikan Makiyah adalah ayat yang diturunkan di Makkah sekalipun turunnya setelah Hijrah, sedangkan Madaniyah ialah ayat yang turun di kota Madinah.Maka ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah adalah ayat-ayat al-Quran yang diturunkan sebelum hijrah meskipun turunnya ayat tersebut di luar Makkah. [2]
Sedangkan Madaniyah ialah ayat-ayat al-Quran yang turun setelah nabi Muhammad hijrah meskipun turunnya di luar Madinah. Maka ayat yang turun diluar Madinah atau turun di Makkah atau Arafah setelah hijrah disebut Madaniyah.
Seperti contohnya ayat yang turun pada ‘aamul fath ( Hari pembukaan di kota Makkah) QS. An-Nisa 4 : 58, Sesungguhnya ayat ini turun di Makkah tepat di dalam ka’bah pada hari pembukaan kota itu.
 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya’ (QS.an-Nisa [4]: 58)
Maka untuk mempermudah memahami Makiyah dan Madaniyah dibuat tiga fase dalam teori ini :                                                                                    
1)      Fase Permulaan(Marhalah Ibtidaiyah), yakni sebelum hijrah Rasul ke kota Madinah.             
2)      Fase Pertengahan (Marhalah Mutawasittah) , yakni setelah hijrah Rasul.      
3)      Fase Terakhir(Marhalah Khitamiyah), yakni antara Makkah dan Madaniyah.
Surat Makkiyah merupakan surat yang ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasulullah SAW sebelum hijrah ke Madinah atau di kota Mekkah. Surat yang termasuk dalam kategori Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, dimulai pada 17 Ramadhan saat Nabi Muhammad berusia 40 tahun. Biasanya surat Makkiyah ayatnya termasuk pendek sehingga umumnya surat pendek Al-Qur'an juz 30 tergolong surat Makkiyah.[3]                                                             
Surat madaniyah merupakan surat yang ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasulullah SAW sesudah hijrah ke Madinah atau diturunkan di kota Madinah. Sebuah surat bisa saja sebagian ayatnya termasuk dalam kategori Madaniyah dan sebagian lain masuk dalam kategori Makkiyah. Umumnya ayat pada surat Madaniyah termasuk agak panjang.

C.    Pengertian Surat dan Ayat dalam Al-Qur’an
Surah-surah Makkiyah dan Madaniyah  adalah sebuah istilah dan ungkapan di bidang jurusan Ulumul Quran dan sebagian dari cabang-cabang kajian Islam dan yang dimaksud darinya adalah dua bagian dari surah-surah Al-Quran yang berkaitan dengan tempat penurunannya. Mekah dan Madinah adalah dua tempat turunnya ayat-ayat al-Quran al-Karim dan mengenal ayat-ayat yang turun di dua kota ini termasuk dari kekhawatiran umat Islam sejak abad-abad permulaan hingga hari ini dan menyebabkan munculnya sebuah ilmu baru dengan nama "Ilmu al-Makki wa al-Madani". Surat mempunyai banyak arti, di antaranya :
1)      Tingkatan atau martabat,
2)      Tanda atau alamat,
3)      Gedung yang tinggi dan indah,
4)      Sesuatu yang sempurna atau lengkap,
5)      Susunan sesuatu atas lainnya yang bertingkat-tingkat.                     
Dalam surat al-Qur’an dalam berbagai pengertian sebagaimana disebutkan diatas,jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh memang mengandung beberapa kepentingan yaitu:[4]
    1)      Siapa yang membacanya dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan dengan segala isinya, niscaya ia akan mendapatkan tingkatan mulia dalam ilmu pengetahuan.
      2)      Surat-surat dalam Al-Qur’an itu sebagai tanda permulaan dan penghabisan untuk tiap-tiap bagian tertentu dari Al-Qur’an.
     3)      Surat-surat  di dalam Al-Qur’an itu memang laksana gedung-gedung indah,yang memiliki berbagai aksesoris atau kelengkapan. Akan halnya gedung yang indah, al-Qur’an mengandung beberapa hal yang lengkap dan sempurna.
     4)      Masing-masing surat al-Qur’an itu satu sama lain berhubungan erat, tidak dapat dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lain seakan-akan merupakan tangga yang bertingkat-tingkat.                                          
Intinya Al-Qur’an itu adalah kumpulan surat-surat yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Adapun pengertian surat menurut terminologi para ahli ilmu-ilmu Al-Qur’an, seperti dikemukakan para ulama di antaranya :                                              
1)      Menurut al-Ja’bari                                                                                                 “Batasan suarat ialah (sebagian) Qur’an yang mencakup beberapa ayat yang mempunyai permulaan dan penghabisan (penutup), dan paling sedikit adalah tiga ayat, yakni surat Al-Kautsar  [108] yang terdiri atas 3 ayat, 9 kata dan 41 huruf,dan surat Al-Nashr [110] yang terdiri atas 3 ayat, 19 kata, dan 79 huruf.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ{١} فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ{٢}
 إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ{ ٣}
                                                          
Artinya: ”Sungguh, kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhan-mu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)”. [QS. Al-Kausar (108)].
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ {١} وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجً{٢} فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا {٣}
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mohon ampunlah kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha penerima taubat”. (QS. An-Nashr [110] ).
2)      Menurut Kata Manna al-Qaththan                                                                                   
“Surat ialah sekumpulan ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai tempat bermula dan sekaligus tempat berhenti (berakhir).”                                 
Bagi tiap-tiap surat ada namanya sendiri-sendiri, dan nama-nama itu pada umumnya diambil dari permulaan surat kecuali hanya 35 dari 114 surat Al-Qur’an yang namanya diambil dari pertengahannya. Nama-nama surat ddalam Al-Qur’an itu sendiri paling sedikit menurut sebagian para pakar ilmu-ilmu Al-Qur’an, semuanya resmi berdasarkan tuntunan wahyu ilahi.[5]
Beralih kepada pengertian ayat, secara etimologis berarti tanda. Terkadang diartikan juga sebagai pengajaran ,urusan yang mengherankan dan mukjizat disamping juga digunakan untuk pengertian sekumpulan manusia. Adapun pengertian ayat menurut terminologi ahli-ahli tafsir antara lain seperti dikemukakan dibawah ini : Al-Ja’bari mengatakan :
“Batasan ayat adalah (sebagian) Qur’an yang tersusun atas beberapa kata walau dalam bentuk takdir (prakiraan sekalipun) yang mempunyai tempat permulaan dan tempat berhenti yang terhimpunm dalam suatu surat.             
Dalam beberapa definisi surat dan ayat Al-Qur’an diatas, dapat disimpulkan  bahwa     surat dalam konteks  Al-Qur’an pada dasarnya adalah bagian tertentu dari keseluruhan Al-Qur’an  yang membicarakan perihal topik tertentu, sedangkan ayat adalah bagian tertentu dari surat yang membicarakan persoalan tertentu dari surat-surat Al-Qur’an.                       
Pada umumnya , para ulama membagi surat surat al qur’an menjadi dua bagiaan yaitumakiyyah dan madaniyah . Sebagian ulama mengatakan bahwa surat makiyyah ada 94 surat , sedangkan madaniyah 20 surat. Pendapat yang di pakai mushaf utsmani jumlah surat makiyyah 94 surat sedangkan madaniyah 28 surat.
Yang paling mendekati surat makiyyah 82 surat , surat madaniyah 20 surat , surat yang di perselisihkan 12 surat .Di karenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat ayat makiyyah dan madaniyyah dan ada sebagian surat yang tergolong makiyyah atau madaniyah, tetapi didalamnya berisi sedikit ayat diantara salah satunya.[6]                                                     
D.     Ciri-Ciri Makiyah dan Madaniyah                                                                 
Ayat-ayat Makkiyah maupun Madaniyyah yang terdapat Al Qur’an memiliki beberapa perbedaan yang menjadi ciri khas. Berikut ini adalah ciri-ciri yang terdapat pada kedua kategori ayat tersebut. Ciri-ciri Makkiyah Diawali dengan yaa ayyuhan-naas (wahai manusia),Kebanyakan mengandung masalah tauhid, iman kepada Allah swt, masalah surga dan neraka, dan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi).Ciri-ciri Madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, Diawali dengan yaa ayyuhal-ladziina aamanuu (wahai orang-orang yang beriman), Kebanyakan tentang hukum-hukum agama (syariat),orang-orang yang berhijrah    (Muhajirin) dan kaum penolong (Anshar), kaum munafik, serta ahli kitab.Nabi Muhammad saw menerima wahyunya yang pertama di sebuah gua benama Gua Hira. Gua tersebut terletak di pegunungan sekitar kota Mekah. Wahyu yang pertama kali beliau terima adalah lima ayat pertama surat Al ‘Alaq.
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610), yaitu ketika Nabi Muhammad saw berusia 40 tahun. Rasulullah saw menyampaikan Al Qur’an secara langsung kepada para sahabatnya orang-orang Arab asli- sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka.                                  
Ciri-ciri Ayat Makkiyah dan Madaniyyah dalam Al-Quran
اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَلَمۡ يَلۡبِسُوۡۤا اِيۡمَانَهُمۡ بِظُلۡمٍ اُولٰۤـئِكَ لَهُمُ الۡاَمۡنُ وَهُمۡ مُّهۡتَدُوۡنَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk”. (QS. Al-An’am[6]: 82).
Ketika ayat ini turun (surat Al-An’am, ayat 82), yang memiliki arti ’Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman’, para sahabat gelisah dan khawatir, kemudian bertanya pada Rasulullah: ”Ya, Rasulullah siapakah di antara kita yang tidak berbuat zalim pada dirinya sendiri?” Nabi menjawab:
            Kezaliman di sini tidak seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah mendengar apa yang dikatakan oleh seorang hamba yang saleh, ’Sesungguhnya kemusyrikan adalah benar-benar kezaliman yang besar’ (Luqman (31):13). Jadi yang dimaksud kezaliman adalah kemusyrikan. Ini adalah salah satu cara menafsirkan ayat yang diajarkan oleh Rasulullah, yakni menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lain.[7]      
            وَاِذۡ قَالَ لُقۡمٰنُ لِا بۡنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَىَّ لَا تُشۡرِكۡ بِاللّٰهِ ؕ اِنَّ الشِّرۡكَ لَـظُلۡمٌ عَظِيۡمٌ
            Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “wahai anakku! Janganlah engkau persekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” (QS. Al-Luqman [31]: 13).
Para ulama menetapkan surat-surat Makiyah dan Madaniyah, dan mereka mengambil kesimpulan analogis dari setiap ayat-ayat tersebut yang menjelaskan tentang kekhususan uslub dan topik yang ia miliki, serta menyusun pula undang-undang penentuan Makiyah dan Madaniyah serta keistimewaan masing-masing.
 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi yang diturunkan kebumi melalui seorang Nabi yang tidak bisa menulis dan membaca tulisan, beliau adalah Nabi Muhammad Saw. Kodifikasi adalah suatu pemgumpulan,pembukuan, dan penulisan al-quraan dari berbgai generasi sahabat.
Kajian Makkiyah-Madaniyah yang mendalam dapat merekonstruksi situasi dan kondisi sosial, politik, dan psikologis yang melingkupi peristiwa pewahyuan. Pemahaman terhadap situasi dan kondisi tersebut akan membantu kita dalam memahami variasi tema dan tehnik wacana yang dipakai oleh al-Qur’an. Di sisi lain pemahaman konteks Makkiyah-Madaniyah juga membantu kita untuk memahami duduk perkara yang melatar belakangi turunnya al-Qur’an sehingga kita dapat dengan bijak mentransformasikan nilai-nilai al-Qur’an dalam konteks kehidupan modern.
B.     Saran
Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam penyusunan makalah ini yang membahas tentang kewarganegaraan masih jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi penyajian materinya.        
Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing atau dosen yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang bersifat kousteuktif dan bersifat komulatif sangat kami harapkan supaya dalam penugasan makalah yang akan datang lebih baik dan lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
Shalahuddin Hamid.2006.Study Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Nusantara Lestari Ceria Pratama.
Muhammad Amin.2013.Ulumul Qur’an.Jakarta :Raja Grafindo Persada.
Chalik, Chaerudji Abd. 2007. ‘Ulumul Qur’an. Jakarta. Diadit Media


[1] Shalahuddin Hamid,Study Ulumul Qur’an (Jakarta : PT NusantaraLestariCeriaPratama,2006),hlm.186
[2] Shalahuddin Hamid,Study Ulumul Qur’an (Jakarta : PT NusantaraLestariCeriaPratama,2006),hlm.186-188
[3] Shalahuddin Hamid,Study Ulumul Qur’an (Jakarta : PT NusantaraLestariCeriaPratama,2006),hlm.191           
[4] Shalahuddin Hamid,Study Ulumul Qur’an (Jakarta : PT NusantaraLestariCeriaPratama,2006),hlm.195
[5] Muhammad Amin.,Ulumul Qur’an(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2013)hlm.60
[6] Muhammad Amin.,Ulumul Qur’an(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2013)hlm.62-70.
[7]  Chaerudji  Chalik Abd. 2007. ‘Ulumul Qur’an. Jakarta. Diadit Media

No comments:

Post a Comment