MAKALAH FILSAFAT
SEJARAH
“PERMASALAHAN
POKOK DALAM FILSAFAT SEJARAH”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman Yang Lalu Disertai Peran Pemimpin Terkenal sebagai
subjek Pembuat Sejarah PADA zamannya. Menurut Prof. Sartono Karodirdjo,
filosofi sejarah adalah salah satu bagian yang memerlukan jawaban terhadap
pertanyaan tentang proses prakiraan sejarah. Manusia berbudi tidak puas dengan
pengetahuan sejarah, dicarinya makna yang menguasai peristiwa sejarah.
Dicarinya hubungan antara fakta-fakta dan sampai kepada asal dan lawan.
Untuk memudahkan masalahn gerak sejarah, perlu di kaji secara
analitik tentang pelaku dan apa isi sejarah itu. Sejarah adalah sejarah
manusia, peran sejarah adalah manusia,
penulis dan peminat sejarah adalah manusia juga, maka manusia harus di pandang
sebagai inti permasalahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian
Filsafat Sejarah ?
2.
Apa saja Hakikat
Sejarah ?
3.
Bagaimana Sumber
Prima Causa Gerak dan Tujuan Sejarah ?
4.
Bagaimana Gerak
Sejarah dan Tujuannya ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Sejarah
2. Untuk Mengetahui Hakikat Sejarah
3. Untuk Mengetahui Sumber Prima Causa Gerak dan Tujuan Sejarah
4. Untuk Mengetahui Gerak Sejarah dan Tujuannya
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian Filsafat Sejarah
Filsafat Sejarah Kajian ilmu sejarah mengkaji masalah waktu dan
peristiwa. Jadi filsafat sejarah adalah ilmu filsafat yang ingin member jawab
anatas alas an dan alas an untuk menemukan sejarah. Jelasnya, filsafat sejarah
adalah salah satu bagian filsafat yang ingin sebab-sebab terakhir dan juga
ingin memberikan jawaban atas sebabdan sayang segala sesuatu untuk istiwa
sejarah .Filsafat sejarah berusaha mencari penjelasan serta benusaha masuk
kepikiran dan cita-cita manusia sendiri dan memberikan keterangan tentang
hagaimana mengatas Negara, bagaimana proses pembangunan pertaniannya samapai
mencapai puncak kejayaannya dan berkembang kemunduran seperti permadi alami
Oleh Negara-gatra differences PADA zaman Yang Lalu Disertai Peran Pemimpin
Terkenal sebagai subjek Pembuat Sejarah PADA zamannya. Menurut Prof. Sartono
Karodirdjo, filosofi sejarah adalah salah satu bagian yang memerlukan jawaban
terhadap pertanyaan tentang proses prakiraan sejarah. Manusia berbudi tidak
puas dengan pengetahuan sejarah, dicarinya makna yang menguasai peristiwa
sejarah. Dicarinya hubungan antara fakta-fakta dan sampai kepada asal dan
lawan. Kekuatan apakah yang menggerakkan sejarah kearah dipindahkan? Bagaimara
proses terakhimya situ sejarah?. Sedangkan Menurut Dr. Zaenab Al Ku dari
mengemukakan fisafat sejarah merupakan Suatu tinjauanTerhadap
Peristiwapesejarah peristiwa dengan tujuan untuk mengetahui fakta-fakta
esensial yang mengendalikan perjalanan peristiwa sejarah.Kedudukan dan status
filsafat sejarah merupakan cabangdari filsafat yang berkaitan dengan sejarah
sebagai ilmu (yang memiliki sistematika). Dalam sistematika tersebut tidak ada
yang namanya filsafat sejarah maka lebih penting sebagai anak cabang atau
ranting dari ilmu sejarah.[1]
Adapun masalah-masalah pokok dalam filsafat sejarah yaitu:
A.
Hakikat Sejarah
Sejarah adalah ilmu yang mandiri,artinya filsafat ilmu,
permasalahan, penjelasan sendiri. Itulah hakikat dan intisari sebuah ilmu,
termasuk sejarah dan filsafat sejarah. Hakikat sejarah terbagi dari beberapa
beberapa fungsi, yaitu menafsiran, memhahami, mengerti. Dimulai dari kekhasan
sejarah sebagai ilmu, Wilhelm Dilthey (1833-1911) membagi ilmu menjadi dua,
yaitu ilmu tentang dunia "luar" atau naturwirseschaften (ilmu-ilmu
alam) dan ilmu tetang dunia "dalam" atau geisteswissenschaften
(ilmu-ilmu emanusiaan. IHumanities, human studies, cultural sciences). Dalam
ilmu-ilmu kemanusiaan terdapat sejarah, ilmu ekonom, sosiologi, filologi, dan
kritik satra.
Kekhasan ilmu ilmu searah itu jelas, yaitu harus ada pendekatan
khusu untuk menerangkan segala gejala sejarah (pristiwa, tokoh, perbuatan,
pikiran, dan perkataan). Pedektan yang digunakan untuk naturwissechafien tidak
sesuai dengan hakikat geistes-wissenschaften. Abrasi pentai, tanah longsor,
banjir bandang, dan peristiwa alam yang lain memang dapat di
"analisis" tetang sebab-akibat yang pasti berdasar teori ilmu yang di
peroleh secara komulaif. Demikian pula halnya dengan gejala teknik, kedokteran,
asrtonomi, peternakan, geologi, darn sebagainya, tidak sesuai dengan sejarah.
Istilah "penjelasan" memadai untuk menerangan segala gejala sejarah.[2]
Hakikat sejarah lain adalah bahwa sejarah memanjang dalam waktu,
dan terbatas dalam ruang waktu. Ada satu aspek sejarah yang di lupakan Dilthey:
sejarah adalah proses, sejarah adalah perkembangan.
Kekurangan itu dalam perjalanan disiplin ilmu sejarah digenapi Jhon Galtung
dalam thory and method of social resarh.
Menurut Galtung sejarah adalah ilmu diakronis dan chronicus,
sedangkan ilmu sosial yang lain adalah ilmu sinkronis dan chronicus. Sejarah
disebut ilmu diakronis sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang
dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas. Sebaliknya, ilmu sosial lain
(sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, antropologi) adalah ilmu sinkronis,
yaitu ilmu yang meneliti gejala-gejala yang meluas dalam ruang, tetapi dalam
waktu yang terbatas.
Hakikat Sejarah lainnya adalah bahwa sejarah menuturkan gejala
tunggal. Sejarah, sebagaimana social science yang lain, mempunyai penceritaan
(description) dan penjelasan (explanation). Akan tetapi, sejarah berbeda dengan
ilmu sosial lain. Dalam penceritaan, sejarah bersifat menuturkan gejala tunggal
(indiographic, singulahzing).
Apa yang dapat dipahami dari hakikat sejarah adalah sejarawan itu
harus jujur, tidak menyembunyikan data, dan bertanggung jawab terhadap
keabsahan datadatanya. Di sinilah, hakikat sejarah akan muncul dan terbuka.
B.
Sumber Prima Causa Gerak dan Tujuan Sejarah.
I.
Pendahuluan.
Filsafat sejarah adalah spekulatif merupakan suatu perenung
filsafati mengenai tabiat atau sifat-sifat gerak sejarah, schingga di ketahui
struktur dalamyang terkandung dalam proses gerak sejarah dalam keseluruhnya.
Menurut Ankersmit, umumnya terdapat 3 hal yang menjadi kajian filsafat sejarah
spekulatif, jatuh pola gerak sejarah motor yang menggerakan proses sejarah, dan
tujuan gerak sejarah melalui 3 hal ini lebih-lebih untuk hal ketiga, sistem
sejarah spekulatif tidak hanya berbeda dengan pengkajian sejarah
"biasa" tetapi juga, dalam mengungkapkannya mengenai masa silam.[3]
Mengenai motor penggerak sejarah, al-kudhri (1987: 54) menyebutkan bahwa
para pemikir berbeda pendapat mengenai faktor utama yang mengendalikan
perjalanan sejarah. Ia mencatat ada 3 pendapat berikut:
1.
Allah
adalah satu-satunya faktor yang mengendalikan perjalanan sejarah.
2.
Tokoh-tokoh
pahlawanlah yang membuat dan menggerakan sejarah (manusia).
3.
Faktor
ekonomi.
II.
Sumber.
Untuk memudahkan masalahn gerak sejarah, perlu di kaji secara
analitik tentang pelaku dan apa isi sejarah itu. Sejarah adalah sejarah
manusia, peran sejarah adalah manusia,
penulis dan peminat sejarah adalah manusia juga, maka manusia harus di pandang
sebagai inti permasalahan tersebut. Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa
munculnya masalah itu di pandang sebagai akibat pendapat manusia tentang
dirinya, yaitu:
1.
Manusia
bebas menentukan nasibnya sendiri, dalam istilah internasional otonom
2.
Manusia
tidak bebas menentukan nasibnya, nasib manusia di tentukan kekuatan diluar kekuatan
dirinya, manusia disebut heteronom.
Menurut para filsuf sejarah, mengikuti metode kontemplatif terdapat
tiga pola gerak sejarah berjalan sesuai dengannya, yaitu :
1.
Sejarah
berjalan menelusuri garis lurus melalui jalan kemajuan yang mengarah kedepan atau
kemunduran yang bergerak kebelakang.
2.
Sejarah
berjalan dalam daur kultural yang dilalui kemanusiaan baik daur saling
terputus, dan dalam kebudayaan yang tidak berkesinambungan atau daur-daur itu
saling berjalin dan berulang kembali.
3.
Gerak
sejarah tidak selalu mempunyai pola-pola tertentu Para filsuf sejarah sering
mencampur adukan krtiga pola ini dalam menginterpretasikan gerak sejarah.
C.
Gerak Sejarah dan Tujuannya
1.
Gerak
Sejarah Maju.
Ide gerak sejarah sering dikemukakan oleh para filsuf yang cenderung
mengkukuhkan perbuatan manusia dan pencapaiannya, dalam sejarah.[4]
Asal ini kemajuan ini bisa diacu pada pendapat-pendapat sahakian dan descartes,
dua panji kebangkitan ilmia di barat.
Pada akhir abad ke-19, ide ini semakin tersebar luas, yaitu pada
waktu terjadi polemik antara pengikut sastrawan dan kritisi lama dengan
sastrawan dan kritisi baru. Sejarah kemunculannya teori kemajuan erat kaitannya
dengan ilmu pengetahuan.seuam para penganut teori ini Pada dasarnya di tegakkan
di atas kemajuan yang di raih kemanusian dalam sebgai ilmu pengetahuan, yang
membuat tersingkaprya sebagian hal yang tidak diketahui sebelumnya, dan di
antara hasilnya adalah masa pencerahan dengan optimisme dan rasa percaya
terhadap masa depan yang erat berkaitan denganya, keinginan untuk mengendalikan
alam, peremehan masa lalu dengan segala khurafatmya, dan keinginan untuk
mengusai pembuatan sejarah.
Teori kemajuan ini di deskripsikan oleh para pendukungnya scbagai
suatu proses akumulatif sepanjang masa. Oleh karcna itu, orang-orang di zaman
modern, dengan sarana dan ilmu penegtahuan yang mereka miliki, lebih maju dari
pada orang-orang zaman dahulu di bidang ilmu pengetahuan dan idustri. Meskipun
ada harapan dan niat baik para pendukung teori kemajuan dengan berbagaia aliran
filosofinya, teori ini banyak mendapat keritikan sebagai kritikan lersebut
berkenaan dengan metode penelitian yang di pakai dan sebagian lagi berkenaan
dengan nilai-nilai yang mereka kemukakan. misalnya, seperti di kemukakan
beberapa peneliti, kritik mereka yang keras terhadap zaman pertengahan dengan
norma-norma zaman modern.[5]
2.
Gerak
sejarah mundur
Kini kita beralih pada bentuk lain dari konsep beberapa peneliti
tetang gerak sejarah. Sebagian ahli menganut icie gerak maju kemanusiaan
sebagian lagi menyatakan bahwa kemanuasiaan bergerak mundur. Akan tetapi, ide
gerak mundur historis ini tidak di perbincangkan bayak filsuf, tidak seperti
halnya dalam kalangan awam sering memunculkan keluhan terhadap zaman dan
kerinduan terhadap masa lalu, dengan kebaikan, kejayaan, dan keutamaan yang di
milikinya.
Pesimisme historis ini timbul, kadang-kadang, dari perasaan manusia
yang meresakan kebrutalan masanya dan runtuhn ya nilai-nilai estetis danetis
dalam kalangan banyak orang. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
keadaan demikian adalah terjadinya peperangan yang menghancurkan sirnanya harapan
atas perdamaian, dan perealisasian kemakmuran yang selalu berulang, dan sikap
para tokoh agama terhadap kritik sosial atas etika masa yang sedang berlangsung.
Walaupun terjadi kemajuan berbgai sistem sosial yang bisa diamati, beberapa
pemikir sering menyatakan ketidakmampuan kemanusiaan untuk mencapai kemajuan
yang real.
Goethe, misalnya berpendapat,"kini, manusia menjadi lebih
cerdas dan sadar, tetapi ia tidak menjadi lebih berbahagia dan bermoral
sementara Georges Sorel menentang para filsuf kemajuan dan para penyusun
teoriteori perkembangan sosial politik memandang para tokoh yang searah dengan Fovilles
sebagai para penipu yang berkelebihan, sewaktu mereka menyatakan bahwa
menyadari terjadinya peningkatan perasaan kehormatan manusiawi, kebehasan, dan
individualitas dalam kalangan masyarakat dengan maju dan tersebar luasnya
demokrasi.
Pesimisme dalam memahami sejarah seperti itu, meskipun pada
substansinya mengandung penghancur konsepsi kemajuan seperti yang dikenal,
tidak menyatakan secara tewrang-terangan gerak sejarah yang mundur sebab ia mengungkapkan
sinanya keyakinan atas keintegralan rasio maniusia, kesempurnaannya, dan
kemampuannya untuk berhasil mengaktualisasikan diri dan berkembang, yaitu
keyakinan yang begitu besar daya tarik dan pengaruhnya selama abad-abad pertama
zaman modern. Oleh karena itu, masih banyak penulis modern yang menganut ide
kemajuan, meskipun ide itu sendiri mendapat banyak kritikan dan meskipun
sejumlah filsuf merasa bahwa kebudayaan manusia modern hampir di ambang
kehancuran.[6]
Sebagai penutup uraian ringkas tentang ide gerak sejarah yang
mundur menuju kehancuran, seperti dikemukakan sejumlah pengkaji, dapat
dinyatakan bahwa seorang penelitih yang jujur tidak bisa membatasi perjalanan
tertentu dari kebudayaan bahwa bergerak maju kedepan atau mundur ke belakang.
Ini karena setiap kebudayaan mengalami kemajuan atau kemunduran sebab masa
lalunya tidak selalu bisa menjadi indikator masa depannya dan penguasaan
intelektualnya terhadap alam pun tidak selalu menunjukkan kemajuannya yang
menyeluruh. Untuk itu, perbincangan tentang masalah ini tidak akan diperpanjang
lagi dan kini kita beralih pada pola
lain dari gerak sejarah, seperti dikemukakan para penulisan modern.
3.
Gerak
Sejarah Daur Kultural.
Teori daur kultural merupakan salah satu teori para pengasas
filsafat kontemplatif sejarah, yaitu konsepsi mereka tentang gerak sejarah
biasanya tidak lepas dari upaya untuk menyingkapkan pala dan waktu ritmenya. Di
samping kelompok yang menganut ide gerak sejarah yang maju atau mundur, seperti
telah diuraikan, ada kelompok yang menyatakan bahwa sejarah mempunyai daur
kultural yang mengulang kembali dirinya sendiri dalam satu bentuk atau lainnya.
Ibn Khaldun, Vico, Spengler, dan Toynbee dipandang sebagai para tokoh teori
ini, meskipun sesama mereka tidak seiring pendapat mengenai perincian teori ini
dan dimensi-dimensi sosial, historis, dan filosofinya.[7]
4.
Gerak
Sejarah Menurut Hukum Fatum.
Alam pikiran Yunani menjadi dasar alam pikiran Barat. Salah satu
sendi penting adalah anggapan tentang manusia dan alam.pada dasmya, alam raya
sama dengan alam kecil, yaitu manusia, macrocosmos sama dengan microcosmos.
Cosmos menunjukkan bahwa alam itu teratur dan di alam itu, hukum alam
berkuasa. Cosmos bukan chaos atau kekacauan. Hukum apakah yang
berlaku dalam macro dan microcosmos? Alam raya dan alam manusia
dikuasai oleh nabi (qadar), yaitu suatu kekuatan gaib yang menguasai microcosmos
dan microcosmos. Perjalanan alam semesta ditentukan oleh nasib,
perjalanan matahari, bulan, bintang, manusia, dan sebagainya tidak dapat
menyimpang dari jalan yang sudah ditentukan oleh nasib. Hukum alam yang menjadi
dasar scgala hukum cosmos adalah hukum lingkaran atau hukum siklus. Setiap
kejadian atau setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Arti hukum siklus adalah bahwa setiap kejadian atau peristiwa
tertentu akan terulang (siklus A, B, dan C). Seperti matahari yang setiap pagi
terbit, demikian pula setiap peristiwa akan terulang kembali. Oleh karena itu
terdapat dalil bahwa di dunia tidak terdapat sesuatu (peristiwa) yang baru
sebab segala sesuatu berulang hukum siklus.
5.
Paham
Santo Agustinus.
Paham fatum Yunani kemudian menjelma dalam agama Nasrani sebagai
paham ketuhanan dengan sifat-sifat yang sama:
a.
Kekuatan
tunggal fatum menjadi Tuhan.
b.
Serba
keharusan, menurut rencana alam, menurut ketentuan paham yang menjadi kehendak
Tuhan.
c.
Sejarah
sebagai wujud qadar menjadi sejarah sebagai wujud kehendak Tuhan.
Kesimpulan
dari penjelasan hukum cakra manggilingan, adalah bahwa manusia bebas meneatukan
nasibnya sendiri.
Tujuan gerak sejarah adalah terwujudnya kehendak Tuhan, yaitu
Civitas Dei atau kerajaan Tuhan. Apabila Civitas Dei itu menjadi wujud belum
diketahui, yaitu sebelum dan sesudah kiamat, nyatalah bahwa Tuhan akan
mengadakan pemilihan. Barang siapa taat dan menerimam kehendak Tuhan akan
diterima di surga, dan barang siapa menentang kehendak Tuhan akan menjadi
penduduk neraka. [8]
Menurut paham ini, masa sejarah adalah masa percobaan, masa ujian
bagi manusia. Kehendak Tuhan harus diterima dengan rela dan iklas, dan manusia
tidak dapat melepaskan diri dari kodrat ilahi. Keharusan kodrat ilahi menurut
paham ini ditambah dengan ancaman di akhirat, yaitu masuk civitas diaboli
(kerajaan iblis) atau neraka.
Zaman lampau sebagai perwujudan kehendak Tuhan merupakan ceminan
atau hikmah mengetahui kodrat ilahi. Zaman yang akan datang adalah medan perjuangan
untuk mendapat tempat di civitas Dei. Oleh karena itu, peri kemanusian ditunjukan pada Civitas Dei, pada akhirat,
kecemasan dan ketakutan meliputi seluruh alam pikiran itu. Apakah nasib yang
akan diterima kelak? Fiat Voluntas tua, kehendak Tuhan terlaksanalah. Manusia
menyelah kepada kendak Tuhan, ia menerima segala sesuatu, menyerahkan nasib
kepada gereja.
Demikianlah, pandangan sejarah Eropa masa abad pertengahan, manusia
hanya menanti-nantikan kedatangan Civitas Dei. Gerak sejarah bermata air kodrat
ilahi dan bermuara pada Civitas Dei.
6.
Masa
Renaisans.
Pada masa reaisans, pengaruh gereja mulai berkurang. Perhatian
manusia berubah dari dunia-akhirat pada dunia-fana, kepercayaan pada diri
pribadi sendiri bertambah dalam diri manusia. Sifat menyerah pada nasib
berkurang dan harga diri memperkuat semangat terdorong ke arah pengertian
tentang kehendak Tuhan. [9]
Gerak sejarah berpangkal pada kemajuan (evolusi), vaitu keharusan
yang memaksa segala sesuatu untuk maju. Gerak sejarah menuju arah kemajuan yang
tidak ada batasnya. Evolusi tak terbatas adalah tujuan manusia. Abad ke-18 dan
19 merupakan masa revolusi jiwa yang luar biasa, yaitu suatu revolusi yang mematahkan
kekuatan heteronomi. Hukum siklus yang mengekang daya pencipta menjadi lenyap
kekuatannya. Lingkaran cakra manggilingan diterobos dan gerak sejarah tidak
berputar-putar lagi, tetapi maju menurut garis lurus yang tidak ada akhimya.
Paham historical materialism menerangkan bahwa pangkal gerak
sejarah adalah ekonomi. Gerak sejarah ditentukan oleh cara-cara menghasilkan
barang kebutuhan masyarakat (produksi). Cara produksi menentukan perubahan
dalam masyarakat. Perubahan itu ditimbulkan oleh pertentangan kelas. Gerak
sejarah terlaksana dengan pasti menuju arah masyarakat yang tidak mengenal
pertentangan kelas. Tujuan sejarah adalah menciptakan kebahagiaan untuk setiap
manusia. Dengan demikian, kelas manusia istimewa akan lenyap pada saat
masyarakat tanpa kelas dapat diwujudkan.
Manusia pada dasarnya tidak bebas, tidak otonom dalam arti luas,
sebab, semua perabahan terjadi tanpa persetujuan manusia. Manusia hanya dapat
mempercepat jalan gerak sejarah dan tidak dapat mengubah atau menahan gerak
sejarah. Kebebasan manusia sangat terbatas oleh keharusan ekonomi. Gerak
sejarah tidak memerlukan Tuhan, tidak memerlukan fatum, tidak memerlukan
manusia agar terlaksana. Sejarah berlangsung dengan sendirinya, yaitu karena
pertentangan kelas. Gerak sejarah bersifat mekanis, seperti jam tangan yang
setelah diputar berjalan dengan sendirinya, manusia menjadi alat dari dinamika
ekonomi. [10]
Demikianlah, secara singkat paham historical materialism yang
dicetuskan oleh Karl Marx dan Frederick Engels di jelaskan bahwa otonomi yang
dibanggakan manusia abad 19 sebetulnya hanya pembebasan dari Tuhan dan
penambatan dari hukum ekonomi. Dunia yang tersedia ini tidak untuk dipikirkan,
tetapi harus diubah menurut kehendak manusia menurut hukum alam. Sejarah
menjadi perjuangan manusia untuk menciptakan dunia baru untuk kebahagian
manusia. Pada abad ke-20 historical materialism diperjuangkan olch Partai
Komunis.
7.
Tafsiran
Sejarah Menurut Oswald Spengler (1880-1936)
Karya Oswald Spengler yang berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes
(Decline of the West) atau keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan
keruntuhan Eropa yang didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentykan
oleh hukum alam. Dalil Spengler adalah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam
segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia, dan alam
semesta.persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus
sebagai wujud dari fatum.
Gerak sejarah tidak bertujuan apa pun, kecuali melahirkan,
membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan. Spengler menyelidiki
kebudayaan Barat. Setelah membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah
kebudayaankebudayaan yang sudah tenggelam, ia berkesimpulan:
a.
Kebudayaan
Barat sampai pada masa tua (musim dingin), yaitu civilization
b.
Sesudah
civilization itu, kebudayaan Barat pasti akan runtuh
c.
Bangsa
Barat harus bersikap berani menghadapi keruntuhan itu
Tujuan mempelajari sejarah adalah mengetahui cara suatu kebudayaan
didiagnosis, seperti seorang dokter menentukan penyakit si penderita. Nasib
kebudayaan dapat diramalkan, sehinggal untuk seterusnya, kebudayaan itu dapat
menentukan sikap hidupnya.
8.
Tafsiran
Arnold J. Toynbee.
Arnort J. Toynbee mengarang buku A Study of hitory tahun 1933.
Teori Toynbe di dasarkan atas penel itian terhadap 21 kebudayaan yang sempurna
dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. Kebudayaan yang sempurna antara lain:
yunani, romawi, maya, hindu, barat/atau eropa, dan yang kurang sempurna, anatara
lain eskimo, sparta, polinesia, turki. Kesimpulan Toynbee adalah bahwa gerak
sejarah tidak memiliki hukum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul
tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti. Kebudayaan (civilization)
menurut Toynbee adalah wujud kehidupan golongan seluruhnya. Menurutnya, gerak
sejarah berjalan menurut tingkatan-tingkatan berikut:[11]
a.
genesis
of civilizations, yaitu
lahirnya kebudayaan
b.
grawth
of civilizations, yaitu
perkembangan kebudayaan
c.
declein
of civilizations, yaitu
keruntuhan kebudahyaan
d.
breakdown
of cilivizations, yaitu
kemerosotan kebudayaan
e.
disintragion
of cilivizations, yaitu
kehancuran kebudayaan
f.
disolution
of cilivizations,yaitu hilang
dan lenyapnya kebudayaan.
9.
Teori
pitirim sorokin
Pitirin sorokin adalah ilmuan Rusia yang mengungsi ke Amerika
Serikat sejak revolusi komunis 1917. la adalah seorang sosiolog. Karangannya
yang terkenal adalah: cocial cultural and Dynamics (1941), the Crisis Of Our
Age (1941), dan Society, culture, and personality (1947). Sorokim mengemukakan teori
yang berbeda. Ia menerima teori siklus seperti hukum ala Spengler dan menolak
teori Karl Marx. Sorokim juga menolak teori Agustinus dan Toynbee yang menuju
arah kerajaan Tuhan.
la menilai gerak sejarah dengan gaya, irama, dan corak ragam
kayaraya yang di permuda, dipersingkat, dan di sederhanakan sehingga menjadi
teori siklus. la menyatakan gerak sejarah menuju fluctuation of agtuag, yaitu
naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. la menyatakan adanya cultural
universal dan di dalam alam kebudayaan terdapat masyarakat dan aliran
kebudayaan. Di alam yang luas ini terdapat tiga tipe tertentu, yaitu:
1.
Ideational,
yaitu kerohanian, ketuhanan, keagamaan, dan kepercayaan.
2.
Sensate,
yaitu serba jasmania, mengenai keduniawian, bersifat pada panca indra.
3.
Paduan
antara ideational-sensate yaitu idealistik, yaitu suatu komromis.
D.
Sifat Gerak Sejarah.
Berdasarkan teori-teori yang menberikan arah dan tujuan dari geraka
sejarah dapat di simpulkan sebagai berikut:
1.
Pelaksanaan
kehendak tuhan, gerak sejarah di tentukana oleh kehendak Tuhan dan menuju arah
kesempurnaan manusia menuju kehendak mengubah nasibnya. Akhir gerak sejarah
adalah kerajaan Tuhan (civitas dei) bagi yang dapat di terima tuhan dan
kerajaan setan (cuvitas diabolli) bagi yang ditolak oleh tuhan.
2.
Paham
evolusi, terdapat pula paham historical materialism yang menentukan sejarah
tanpa kelas adalah tujuan sejarah masyarakat tak berkelas adalah tujuan gerak
sejarah setelah melalui masa kapitalis.
3.
Reaksi
terhadap paham evolusi menghasilkan beberapa aliran baru yaitu sebagai berikut:[12]
a.
Aliran
menuju ketuhanan
b.
Aliran
irama gerak sejarah
c.
Aliran
kemanusiaan
Demikianlah, sifat gerak sejarah sebagai daya penggerak manusia
untuk menciptakan dunia baru yang bersifat positif dan optimistis. Manusia
mampu dan dapat mengubah dunia serta menentukan iasib sendiri sampai merai
tujuan geraknya sendiri, sehingga gerak, sifat dan tujuan menjadi satu paket
yang tidak dapat di pisahkan dalam rentetan sejarah.[13]
BAB
III
PENUTUP
Pada dasarnya manusia adalah makhluk berpikir, dan pengetahuan,
dengan
pikiran
manusia mendapatkan ilmu, dan dengan kehendaknya manusia memperoleh pengetahuan.
Berpikir merupakan cara manusia mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Filsafat
adalah hasil dari berpikir. Namun tidak semua berpikir bisa disebut filsafat. Karena
filsafat adalah berpikir menggunakan nalar. Untuk mengkaji ilmu di perlukan
filsafat ilmu. Sebab filsafat sejarah merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal
kajian sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi , Dr. H. Darun, M,Si, 2012. Filsafat Sejarah, Bandung
: CV. Pustaka Setia.
[2]
Dr. H. Darun Setiadi, M,Si, Filsafat Sejarah”, (Bandung : CV. Pustaka
Setia, 2012), hlm 47.
[4]
Dr.
H. Darun Setíadi, M.Si, "Flsafat Sejarah"... hlm. 58
[6]
Dr. H. Darun Setiadi, M.Si, "Filsafat Sejarah"...hlm.
65.
[7]
Dr. H. Darun Setiadi, M.Si, "Filsafat Sejarah"...hlm.
66
[8]
Dr. H. Darun Setiadi, M.Si, "Filsafat Sejarah"...him.
67
[9]
Dr. H. Darun Setiadi, M.Si, "Filsafat Sejarah"...him.
68.
[10]
Dr. H. Darun Setiadi, M.Si, "Filsafat Sejarah"...him.
69
[11]
Dr. H. Darun Setiadi, M.SI, "Fisafat Sejarah"...hlm.
71.
[12]
Dr. H. Darun Setiadi, M.Si, "Filsafat Sejarah"...hlm.
72.
[13]
Dr.
H. Darun Setíadi, M.Si, "Flsafat Sejarah"... hlm. 73-75.
No comments:
Post a Comment