MAKALAH PENDIDIKAN ANAL DALAM KELUARGA
“Inetraksi Perngasuhan dalam Keluarga”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat yang memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak
hingga menjadi dewasa. Karena itu keluarga sebagai lembaga pertama dalam
kehidupan anak akan memberikan pola dan corak bagi konsep diri anak yang
berbeda-beda sesuai dengan perkembangannya. Pengalaman interaksi dalam keluarga
akan menentukan pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat.
Kesalahan interaksi dalam keluarga yang dikarenakan kurang optimalnya anggota
keluarga dalam melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dapat menimbulkan
berbagai permasalahan dalam keluarga. Pandangan konstruksi perkembangan percaya
bahwa ketika individu itu tumbuh mereka mendapatkan model berhubungan dengan
orang lain. Ada dua variasi utama dalam pandangan ini yang satu menekankan
kontinuitas dan stabilitas dalam hubungan (pandangan kontinuoitas) dan satu
lagi berfokus pada diskontinuitas dan perubahan dan hubungan (pandangan
diskontinuitas). Bagi sebagian orang, peran orang tua direncanakan dan
dikoordinasikan dengan baik. Bagi orang lain, peran orang tua datang sebagai
kejutan.
Ada banyak mitos tentang pengasuhan, termasuk
mitos bahwa kelahiran anak akan menyelamatkan perkawinan yang gagal. Tren yang
makin berkembang adalah memandang orang tua sebagai manajer atas kehidupan
anak. Orang tua memegang peranan penting sebagai manajer atas kesempatan anak,
dalam memantau hubungan anak dan sebagai inisiator dan pengatur hubungan
sosial. Orang tua perlu menyesuaikan pengasuhan mereka seiring dengan bertambahnya
usia anak, mengurangi penggunaan manipulasi fisik dan lebih menggunakan logika
dan prosesnya. Orang tua menghabiskan waktu yang lebih sedikit dalam perawatan,
instruksi, membaca, berbincang dan bermain dengan anak pada pertengahan masa
kanak-kanak dibandingkan dengan pada awal masa perkembangan anak. Pada
pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, kontrol menjadi lebih bersifat regulasi
bersama. Otoritarian, otoritatif, mengabaikan dan menuruti adalah empat
kategori utama gaya pengasuhan. Pengasuhan otoritatif diasosiasikan dengan
perilaku sosial anak yang lebih kompeten dibanding dengan gaya yang lain. Ada
sejumlah alasan untuk tidak menggunakan hukuman fisik dalam mendisiplinkan anak
dan dibeberapa negara hukuman fisik telah dilarang. Perlakuan yang salah
terhadap anak adalah dengan banyak sisi. Memahami perlakuan yang salah terhadap
anak membutuhkan informasi tentang konteks budaya dan pengaruh keluarga.
Perlakuan yang salah terhadap anak membuat anak beresiko mengalami sejumlah
masalah perkembangan. Pengasuhan yang baik membutuhkan waktu dan usaha.
B.
Rumusan Masala
1.
Bagaimana Definisi Interaksi?
2.
Bagaimana Pengasuhan Anak Dalam Keluarga?
3.
Bagaimana Fungsi Keluarga Dalam Menerapkan Pola Asuh Terhadap Anak Dalam
Keluarga?
4.
Bagaimana Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi ?
5.
Bagaimana Keterkaitan Antara Interaksi Dengan Pola Pengasuhan Anak Dalam
Keluarga?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui Definisi Interaksi
2.
Untuk mengetahui Pengasuhan Anak Dalam Keluarga
3. Untuk mengetahui Fungsi Keluarga Dalam Menerapkan Pola Asuh Terhadap Anak
Dalam Keluarga
4.
Untuk mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi
5.
Untuk mengetahui Keterkaitan Antara Interaksi Dengan Pola Pengasuhan Anak
Dalam Keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Interaksi
Interaksi adalah hubungan timbal balik antarindividu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok lainnya. merupakan
hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu
(seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.[1]
Menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang
atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau
mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Menurut Shaw. Interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi
yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain, dan masing-
masing perilaku mempengaruhi satu sama lain.
Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai
peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir
bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu
sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi individu lain.
Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi
1.
kontak sosial
Kontak sosial tidak hanya dengan
bersentuhan fisik, seperti berkomunikasi secara langsung/tatap muka,
berdiskusi, bermain dan lain sebagainya.
2.
komunikasi sosial
Dengan perkembangan teknologi
manusia dapat berhubungan tanpa bersentuhan, tanpa bertemu langsung.
Misalnya melalui telepon, telegrap dan lain-lain.
B. Pengasuhan Anak Dalam
Keluarga
1.
Pengertian pengasuhan
Pengasuhan
merupakan cara mengasuh anak mencakup yaitu pengalaman, keahlian,
kualitas, dan tanggungjawab yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat
anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga
dan masyarakat dimana ia berada atau tinggal. Pengasuhan
sering disebut juga “parenting” adalah proses menumbuhkan dan mendidik
anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa dan mampu menjadi
individu yang mandiri.[2]
2.
Pola asuhan anak dalam keluarga
Usaha orang tua dalam
membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai
dewasa (18 tahun). Selain itu, yang dimaksud dengan pola asuh adalah
kegiatan kompleks yang meliputi banyak perilaku spesifik yang bekerja sendiri
atau bersama yang memiliki dampak pada anak. Tujuan utama pola asuh yang normal
adalah menciptakan kontrol. Meskipun tiap orang tua berbeda dalam cara mengasuh
anaknya, namun tujuan utama orang tua dalam mengasuh anak adalah sama yaitu
untuk mempengaruhi, mengajari dan mengontrol anak mereka.[3]
Beberapa cara yang
bisa dilakukan untuk membuat anak menjadi lebih pintar sebagai berikut:
a.
pemberian ASI, asi merupakan makanan otak yang paling dasar. Anak yang
mengkomsumsi asi eksklusif akan memiliki tingkat kepintaran yang tinggi.
b.
Bermain permainan yang berfikir, bermain catur, teka-teki, selain
menyenagkan juga mendukung strategi berfikir anak, bagaimana cara menyelesaikan
masalah dan membuat keputusan yang kompleks.
c.
Bermain musik,
d.
Membiasakan berolahraga, hubungan yang kuat antara kebugaran dan prestasi
akademik, semakin anak sehat maka semakin semangat anak untuk belajar.
e.
Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif
adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak. Jadi apa pun yang mau
dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak
kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya.
Anak yang diasuh
orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang
kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan
sosialisasi yang buruk, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya
f.
Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter
adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana
orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh
anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Anak yang besar dengan teknik
asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, mudah sedih dan tertekan.
g.
Pola Asuh Otoritatif
P ola
asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada
anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan
anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua.
3.
Pola Asuh Orang Tua Dalam
Mengembangakan Kecerdasan Motorik, Kognitif, Emosi, Intelektual,Dan Sosial Anak
Anak selain tumbuh
secara fisik, juga berkembang secara psikologi. Ada fase-fase perkembangan yang
dilalui dan anak menapilkan perilaku sesuai dengan cirri-ciri fase perkembangan
tersebut. anak pada dasar senang meniru, karena salah satu proses pembentukan
perilaku meka peroleh dengan cara meniru. Orang tua dituntut untuk memberikan
contoh-contoh yang baik yang nyata akan hal-hal yang baik.
a.
Pengasuhan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan kognitif anak antara
lain:
b.
Meceritakan dongeng pada anak sebelum tidur.
c.
Memperdengarkan dan mengajari anak dalam bernyanyi serta bermain musik.
d.
Mengajak anak untuk mengimajinasikan dalam bentuk gambar atau lukisan.
e.
Mengajak anak untuk melakukan eksperimen, misalnya mengajak anak untuk
memasak bersama.
f.
Mengasah kemampuan mengingat anak dengan bermain puzzle.
g.
Mengajak anak dengan bermain tebak-tebakan.
h.
Mengajak anak dengan bermain peran/drama.
i.
Pengasuhan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan motorik anak antara
lain:
j.
Mengajak anak bermain dihalaman rumah, seperti main ayunan, menanam bunga
dan lain-lain.
k.
Mengajak anak dengan bermain petak umpet
l.
Mengajak anak membersihkan halaman dan lain sebagainya.
Motorik dapat
diartikan sebagai proses belajar keahlian gerak dan penghalusan kemampuan
motorik yang memdukung kemahiran dan tumbuh kembang anak.[4]
Perkembangan motorik
kasar pada anak usia dini, memiliki rangkaian tahapan yang berurutan, anak
harus melalui tahapan-tahapan khusus dan menguasai setiap tahapan sebelum
menuju ketahapan selanjutnya. Pembelajaran motorik kasar merupakan gerakan
fisik yang membutuhkan keseimbangan anggota tubuh anak.
Perkembangan motorik
halus ialah pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan fisik anak yang
melibatkan otot kecil serta koordinasi antara mata dan tangan. Koordinasi ini
dimulai dengan pembawaan dan stimulus yang diperolehnya.
a.
Perkembangan emosi anak
Emosi pada anak
berkembang sesuai dengan usia anak pada umumnya. Anak-anak usia 1-2 tahun, umumnya
menujukkan rasa ketidaksukaannya atau marah, menangis, dan lain sebagainya.
Sebenarnya ituklah cara mereka mengungkapkan emosinya.
b.
Perkembangan intelektual
Perkembangan
intelektual adalah perkembangan yang datang secara alami. Perkembangan ini berhubungan
dengan perkembangan kemampuan berbicara atau berbahasa pada anak.setiap hari
anak akan mendengar, menangkap pembicaraan dan mengeluarkan pembicaraan lewat
untaian kata-kata.
c.
Perkembangan sosial anak
Anak usia dua tahun
lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain. Mereka juga lebih egois dan
memiliki rasa ingin menang sendiri yang tinggi, seperti berebut mainan dengan
teman seusianya atau mengambil sesuatu yang dia sukai walau bukan miliknya.
Selain bermain anak-anak juga akan melakukan komunikasi dengan teman
bermainnya.
C. Fungsi Keluarga Dalam
Menerapkan Pola Asuh Terhadap Anak Dalam Keluarga
Pola asuh di atas harus disesuaikan dengan determinasi yang jelas antara
hak dan kewajiban anak, tetapi terutama hak anak. Hak anak yang dimaksud ialah
bermain, belajar, kasih sayang, nama baik, perlindungan, dan
perhatian. Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau
rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan
untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang sedang dalam
masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya. Keluarga juga merupakan
pendidik paling vital bagi anak yang menjadi tempat anak untuk menemukan
pengetahuan yang berada di lingkungan keluarga.[5]
1.
Fungsi Biologis.
Secara biologis,
keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang,
dan papan dengan syarat-syarat tertentu. Berkaitan dengan fungsi ini, pola asuh
anak di bidang kesehatan juga harus mendapat perhatian para orangtua.
2.
Fungsi Pendidikan dan Fungsi Perlindungan
Orangtua menjadi
pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di kala
mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain melalui asuhan, bimbingan dan
pendampingan, dan teladan nyata. Fungsi perlindungan dalam keluarga ialah untuk
menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif
yang mungkin timbul.
3.
Fungsi Religius
Para orangtua
dituntut untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak
serta anggota keluarga lainnya mengenal kaidah-kaidah agama dan perilaku
keagamaan. Di sini para orangtua diharuskan menjadi tokoh inti dan panutan
dalam keluarga, untuk menciptakan iklim keagamaan dalam kehidupan
keluarganya. Berkatian dengan pola asuh anak di bidang agama, banyak
orangtua sepakat bahwa agama adalah solusi terakhir dan tertinggi bagi setiap
persoalan hidup anak-anak mereka. Di titik ini para orangtua harus
menyadari fungsi mereka sebagai teladan atau pemberi contoh terlebih
dahulu.
D. Faktor Yang
Mempengaruhi Interaksi
1.
Imitasi
Faktor imitasi
mempunyai peran yang sangat penting dalam prosesi interaksi. Imitasi adalah
proses meniru perilaku dan gaya seseorang yang menjadi idolanya. Tindakan
meniru dilakukan dengan belajar dan mengikuti perbuatan orang lain yang menarik
perhatiannya. Imitasi dapat terjadi contohnya cara berpakaian, model rambut,
gaya bicara, cara bertingkah laku, dan sebagainya. Imitasi dapat bersifat
positif jika mendorong seseorang untuk mempertahankan, melestarikan, serta
menaati norma dan nilai yang berlaku.[6]
2.
Sugesti
Sugesti adalah pandangan atau
sikap seseorang yang kemudian diterima dan diikuti oleh pihak lain. Pihak
pemberi sugesti biasanya adalah orang yang beribawa dan dihormati, seperti
dokter dan psikiater. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak
penerima sugesti sedang berada dalam keadaan kalut atau emosi yang tidak stabil
sehingga menghambat daya pikirnya
3.
Identifikasi
Identifikasi adalah keinginan
seseorang untuk sama dengan orang lain. Sifat identifikasi lebih mendalam dari
pada imitasi karena dalam proses ini kepribadian seseorang turut terbentuk.
Proses identifikasi dapat berlangsung tanpasengaja atau dengan sengaja. Melalui
identifikasi, diri seseorang seolah-olah menjadi pihak lain atau identik dengan
tokoh idolanya. Prosesi identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang.
simpati adalah proses ketika
seseorang merasa tertarik dengan pihak lain. Simpat akan dapat berkembang jika
terdapat saling pengertian dari kedua belah pihak. Simpati disampaikan kepada
seseorang pada saat-saat tertentu, bisa saat bergembira bisa pula saat
bersedih.
Motivasi adalah
dorongan yang diberikan kepada seseorang individu kepada individu lainnya.
Motivasi bertujuan agar orang yang diberi motibasi tersebut menuruti atau
melaksanakan apa yang dimotivasikan. Selain diberikan kepada individu, motivasi
juga dapat diberikan individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, dan
kelompok kepada individu.
6.
Empati
Empati adalah keadaan
mental yang membuat seseorang merasa atau mengindentifikasi dirinya dalam keadaan
perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Misalnya, jika
melihat seseorang mengalami kecelakaan dan luka berat. kita berempati
seolah-olah juga ikut merasakan sakit orang tersebut. Dengan kata lain, kita
memposisikan diri kita pada orang lain.
E. Keterkaitan Antara
Interaksi Dengan Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga
Keterkaitan antara interaksi dengan pengasuhan anak dalam keluarga terlihat
sangat jelas, karena didalam pengasuhan orang tua sering kali mengajak anaknya
untuk berkomunikasi, bercengkrama, bersosialaisa dan lain sebagainya. Untuk
mejalin hubungan yang baik dengan anak-anaknya orang tua harus mampu meluangkan
waktu dengan anak mereka. Karena dengan adanya interaksi anak dan orang tua
akan menjadi hubungan yang lebih dekat dan harmonis. Interaksi terjadi karena
adanya reaksi, dan adanya reaksi dari orang tua maka anak akan melakukan aksi.
Interaksi pengasuhan pada anak yaitu pola hubungan timbale-balik antara
pengasuh/orang tua dan anak yang di asuh. Interaksi atau perilaku seorang anak
sangat dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tua, jika pengasuhan orang tua
baik maka anak akan menjadi individu yang baik begitupun sebaliknya jika orang
tua melakukan pengasuhan yang kurang baik maka anak pun akan tumbuh menjadi individu
yang kurang baik.
Tanpa adanya interaksi orang tua dengan anak akan menimbulkan kejenuhandan
kejangguhan antara anak dengan orang tuanya, kurangnya komunikasi antara
mereka. Namun disetia keluarga pastilah terjalin komunikasi antara anak dan
orang tua dan anggota lainnya yang saling membutuhkan satu sama lain yang
sering melakukuan percakapan dan lain sebagainya.
Mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak dapat berkembang
dengan baik dan ketika dewasa menjadi orang yang mandiri dan bertanggung jawab.
Mengasuh anak bukanlah dimulai saat anak dapat berkomunikasi dengan baik,
tetapi dilakukan sendiri oleh orang tua sedini mungkin (sejak lahir).[7]
1.
Sejak lahir sampai 1 tahun
Dalam kandungan, anak
hidup serba teratur, hangat, dan penuh penlindungan. Setelah dilahinkan, anak
sepenuhnya bengantung terutama pada ibu atau pengasuhnya. Pencapaian pada tahap
ini untuk mengembangkan rasa percaya pada lingkungannya. Bila rasa percaya tak
didapat, maka timbul rasa tak aman, rasa ketakutan dan kecemasan. Bayi belum
bisa bercakap-cakap untuk menyampaikan keingmnannya, ia menangis untuk menarik
perhatian orang. Segala hal yang dapat mengganggu proses menyusui dalam
hubungan ibu anak pada tahap ini akan menyebabkan terganggunya pembentukan rasa
percaya dan rasa aman.
2.
Usia 1 – 3 tahun
Pada tahap ini
umumnya anak sudah dapat berjalan. Ia mulai menyadari bahwa gerakan badannya
dapat diatur sendiri, dikuasai dan digunakannya untuk suatu maksud. Tahap ini
merupakan tahap pembentukan kepercayaan diri. Orang tua hendaknya mendorong
agar anak dapat bergerak bebas, menghargai dan meyakini kemampuannya. Usahakan
anak mau bermain dengan anak yang lain untuk mengetahui aturan permainan. Hal
ini jadi dasar terbentuknya rasa yakin pada diri dan harga diri di kemudian
hari.
3.
Usia 3 – 6 tahun,
Tahap ini anak dapat
meningkatnya kemampuan berbahasa dan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang
bertujuan, anak mulai memperhatikan dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya.
4.
Usia 6 – 12 tahun,
Pada usia ini teman
sangat penting dan ketrampilan sosial mereka semakin berkembang. Hubungan
mereka menjadi lebih baik dalam berteman, mereka juga mudah untuk mendekati
teman baru dan menjaga hubungan pertemanan yang sudah ada.
5.
Usia 12 – 18 tahun,
Masa remaja
bervariasi pada setiap anak, tapi pada umumnya berlangsung antara usia 11
sampai 18 tahun. Di dalam masa remaja pembentukan identitas diri merupakan
salah satu tugas utama, sehingga saat masa remaja selesai sudah terbentuk
identitas diri yang mantap.
Sejak anak masih ada didalam
kandungan ibunya seorang ibu sudah melakukuan interaksi dengan buah hatinya,
dengan mengajaknya berbcara dan lain sebagainya. Jadi hubungan interasi dengan
pengasuhan orang tua sudah ada sejak anak dalam kandungan sampai anak lahir dan
tumbuh dewasa serta mampu menjadi individu yang mandiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang posisi strategis
bagi perkembangan kepribadian anak. keluarga yang ideal akan membentuk
pribadi-pribadi anak-anak yang ideal pula dan pada akhirnya anak-anak yang
ideal akan mewujudkan masa depan masyarakat dan Negara yang ideal juga.
Perwujudan kesejahteraan keluarga tidak terlepas dari pelaksanaan fungsi-fungsi
keluarga yaitu dalam suatu keluarga diharapkan ada suatu keharmonisan, hubungan
yang penuh kemesraan dan kasih sayang yang merupakan dambaan setiap orang.
Keharmonisan tersebut akan diperlihatkan melalui jalinan relasi baik yang
bersifat fisik maupun relasi psikis. Pengasuhan (parenting)
keluarga pada anak-anak memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan
mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan formal
mengenai tugas ini. Kebanyakan orang tua mempelajari praktek pengasuhan dari
orang tua mereka sendiri. Sebagian praktik tersebut mereka terima, namun
sebagian lagi mereka tinggalkan. Suami dan istri mungkin saja membawa pandangan
yang berbeda mengenai pengasuhan ke dalam pernikahan.
B. Saran
- Pengasuhan dalam keluarga tidak boleh di abaikan atau berjalan
seadanya, namun pengasuhan adalah tugas utama didalam hidup berumah tangga
dan jangan sampai kesibukan pekerjaan melupakan tugas pengasuhan.
- Konflik perkawinan, berbagai bentuk kekerasan, dan penggunaan hukuman
harus dihindari dalam proses pengasuhan terhadap anak.
- Pemerintah, diharapkan dapat membuat kebijakan yang ketat berupa
perumusan undang-undang dalam hal pengasuhan keluarga pada anaknya karena
apabila pengasuhan anak baik, maka akan tumbuh menjadi manusia yang baik
dan berprestasi serta akan memajukan negara di masa mendatang.
- Sosialisasi pentingnya pola pengasuhan keluarga terhadap anak harus terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah Syaiful Bahri. Pola
Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. (Jakarta : Asdi Mahasatya. 2014)
Hermawati. Pendidikan keluarga.
(Bandung : Remaja Rosdakaria. 2014)
Littlejohn, Stephen W dan Karen
A. Foss. Teori Komunikasi(Edisi 9). Jakarta: Salemba Humanika. 2009)
Moleong, Lexy J. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2007)
Wadyaningrum, Damayanti. (2010). Pola
Komunikasi Keluarga dalam Menentukan Konsumsi Nutrisi bagi Anggota Keluarga.
Jurnal Ilmu KomunikasiFISIP UPN Yogyakarta 8 (3): 289-298.
[1] Djamarah Syaiful Bahri. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga. (Jakarta : Asdi Mahasatya.
2014) h. 78
[2] Littlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss. Teori Komunikasi(Edisi 9).
Jakarta: Salemba Humanika. 2009) h. 33
[3] Wadyaningrum, Damayanti. (2010). Pola Komunikasi Keluarga dalam
Menentukan Konsumsi Nutrisi bagi Anggota Keluarga. Jurnal Ilmu
KomunikasiFISIP UPN Yogyakarta 8 (3): 289-298.
[6] Djamarah Syaiful Bahri. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga. (Jakarta : Asdi Mahasatya.
2014) h. 124
[7] Wadyaningrum, Damayanti. (2010). Pola Komunikasi Keluarga dalam
Menentukan Konsumsi Nutrisi bagi Anggota Keluarga. Jurnal Ilmu KomunikasiFISIP
UPN Yogyakarta 8 (3): 289-298.
No comments:
Post a Comment