MAKALAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK USIA 2 6
TAHUN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peserta didik adalah
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia membutuhkan orang lain untuk dapat
tumbuh kembang menjadi manusia yang utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan
sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling berpengaruh antar
sesama peserta didik maupun dengan proses sosialisasi. Dengan mempelajari
perkembangan hubungan sosial diharapkan dapat memahami pengertian dan proses
sosialisasi peserta didik.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat
sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman
bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah
dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia
lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti
senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara
keras) dan kasih sayang.
Perkembangan sosial pada masa usia dini
dan sekolah dasar berkembang kemampuan untuk memahami orang lain sebagai
individu yang unik. Baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, dan perasaan
sehingga mendorong runtuk bersosialisasi lebih akrab dengan lingkungan sebaya
atau lingkungan masyarakat baik. Seorang anak diharapkan memiliki penyesuaian
sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap
realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud perkembangan fisik?
2. Apa saja yang menjadi factor
pengembangan fisik?
3. Apa saja aspek-aspek kepribadian?
4. Bagaimana perkembangan kepribadian
peserta didik?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk
mengetahui bagaimana perkembangan kepribadian bagi peserta didik 2-6 tahun serta
penerapannya. Dan juga bertujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah.
BAB II
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Perkembangan Fisik
Umur 2 sampai 6
tahun adalah anak usia dini (early childhood) atau tahun- tahun prasekolah atau masa baik formal maupun
nonformal. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan dan
pengebangan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun. Memang, hingga kini masih banyak anak-anak Indonesia yang memasuki PAUD
karena aneka alasan dan keterjangkauan. Kegiatan itu dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[1]
Di dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal
berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain
(KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada
jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.
Seperti bayi
dan balita, anak-anak prasekolah tumbuh dengan cepat, baik secara fisik maupun
kognitif. Dengan perubahan yang cepat itu, bukan tidak mungkin se orang yang
tadinya gemuk pendek dan hampir tidak dapat
berbicara tiba-tiba menjadi seorang anak yang lebih tinggi dan ramping
yang mampu berbicara secara baik dan lancar. Terutama terlihat pada anak usia dini
adalah kenyataan bahwa perkembangannya benar-benar terintegrasi baik secara
biologis, psikologis, maupun perubahan sosial yang terjadi saat ini (serta
sepanjang sisa masa hidup) yang saling terkait.
Meskipun
perkembangan fisik pada anak-anak prasekolah sangat dramatis, perkembangan itu
cenderung lebih lambat dan lebih stabil dibandingkan dengan pada masa bayi.
Beberapa pengaruh penting pada perkembangan fisik selama masa prasekolah adalah
perubahan kemampuan otak, keterampilan motorik kasar dan halus, serta kesehatan
anak.
a.
Perubahan Fisik
Ketika masih
bayi anak-anak begitu banyak berlemak. Pada usia ini, anak- anak mulai
kehilangan lemak bayi atau kegemukan mereka, yaitu sekitar usia 3 tahun. Anak
balita segera tumbuh lebih ramping dan lebih atletis. Badan dan kaki anak
tumbuh, sementara bentuk otot-otot perut berubah dan pengalami pengetatan. Pada
tahap awal kehidupan, anak laki-laki cenderung memiliki massa otot lebih
dibandingkan dengan perempuan. Proporsi fisik anak-anak prasekolah juga terus
berubah, dengan besar kepala mereka yang masih tidak proporsional, tapi kurang
begitu tampak dibandingkan dengan pada masa balita. Tinggi dan berat badan anak
pada usia 2-6 tahun, seperti juga ketika mereka sudah dewasa berbeda tergantung
pada status sosial ekonomi, gizi, kesehatan, dan faktor keturunan.
b.
Perkembangan Otak
Perkembangan
otak dan sistem saraf pada anak usia dini juga terus berlangsung dramatis. Otak
dan sistem syaraf anak-anak berkembang lebih baik, disertai dengan perkembangan
perilaku dan kognitif yang lebih kompleks. Otak manusia terdiri dari dua
bagian, yaitu belahan otak kanan dan otak kiri yang bersifat lateral.
Lateralisasi mengacu pada lokalisasi berbagai macam fungsi, kompetensi, dan
keterampilan dalam salah satu atau kedua belahan otak. Secara khusus, bahasa,
menulis, logika, dan keterampilan matematika tampaknya terletak di belahan otak
kiri; sedangkan kreativitas, fantasi, artistik, dan keterampilan musik
tampaknya terletak dibelahan otak kanan. Meskipun belahan mungkin memiliki
fungsi yang terpisah, massa otak ini hampir selalu mengkoordinasikan fungsi dan
bekerja sama. [2]
Kedua belahan
otak berkembang dengan kecepatan yang berbeda. Relahan otak kiri berkembang
lebih penuh pada anak usia dini (umur 2 sampai
6 tahun) dan belahan otak kanan lebih lengkap dalam pengembangan masa
kanak-kanak tengah (usia 7 hingga 11 tahun). Otak kiri mendominasi awal
perkembangan dan lebih lama. Inilah yang mungkin bisa menjelaskan mengapa anak-anak
mampu mengakuisisi bahasa sangat dini dan cepat. Aspek lain dari perkembangan
otak adalah kidal atau preferensi untuk menggunakan satu tangan lebih dominan
daripada yang lain atau handedness. Kapasitas tangan tampaknya sangat
dibentuk oleh masa kanak - kanak menengah.[3]
Sekitar 90 persen dari populasi umum adalah "kidal" atau
preferensi menggunakan satu tangan lebih dominan daripada yang lain, sedangkan sisanya
adalah orang yang tidak menunjukkan preferensi satu tangan lebih dominan
dibandingkan dengan yang lain atau ambidextrous. Orang disebut ambidextrous
jika dia tidak menunjukkan preferensi kekuatan tangan yang satu di atas
kekuatan tangan yang lain. Biasanya, ambidextrous dikaitkan dengan dominasi
otak kiri dan handedness dengan dominasi otak kanan.
c.
Keterampilan Motorik
Keterampilan
motorik (motor skills) terdiri dari dua jenis, yaitu keterampilan motorik kasar
(gross motor skills) dan keterampilan motorik halus (fine motor skills).
Keterampilan motorik adalah kemampuan fisik atau keterampilan motorik kasar
yang meliputi berjalan, melompat, melocat, berputar, melempar, menyeimbangkan,
dan menari yang melibatkan penggunaan gerakan tubuh besar. Keterampilan motorik
halus meliputi menggambar, menulis, dan mengikat tali sepatu, dan aktivitas
yang melibatkan penggunaan gerakan tubuh kecil. Kedua keterampilan motorik
kasar dan halus berkembang dan disempurnakan pada anak usia dini. Namun
demikian, keterampilan motorik halus berkembang lebih lambat pada anak-anak prasekolah.
Jika kita membandingkan
kemampuan berjalan anak pada usia 2 tahun dan 6 tahun, misalnya, mungkin kita
akan melihat keterampilan berjalan itu tidaklah berbeda. Tentu saja, perbedaan
ini lebih mencolok ketika membandingkan 2 tahun dan 6 tahun yang mengikat tali
sepatu. Anak usia 2 tahun memiliki kesulitan menangkap konsep sebelum mulai
mencoba atau menyelesaikan tugas.
Teori belajar
observasional (observational learning theory) yang dikembangkan oleh
Albert Bandura dapat diterapkan pada pembelajaran keterampilan motorik kasar
dan halus bagi anak prasekolah. Bandura menyatakan bahwa setelah anak-anak
secara biologis mampu belajar perilaku tertentu, mereka harus melakukan hal
berikut dalam rangka untuk[4]
·
mengembangkan
keterampilan barunya:
·
mengamati
perilaku orang lain,
·
membentuk
citra mental dari perilaku itu,
·
meniru
perilaku tersebut,
·
praktik
perilaku, dan
·
termotivasi
untuk mengulangi perilaku tersebut
Dengan kata lain, anak-anak harus siap, memiliki kesempatan yang memadai,
dan tertarik untuk mengembangkan keterampilan motorik. Dengan cara ini anak
akan menjadi kompeten pada keterampilan-keterampilan yang ingin atau akan
diakuisisi.[5]
d.
Kesehatan
Anak-anak
prasekolah umumnya cukup sehat, tetapi mungkin sebagian mengalami masalah
masalah medis. Penyakit ringan khas yang biasanya diderita berlangsung tidak
lebih dari 14 hari, termasuk pilek, batuk, dan sakit perut. Penyakit pernapasan
paling umum diderita oleh anak-anak pada usia ini karena paru-paru mereka
memang masih rentan. Kebanyakan penyakit anak-anak biasanya tidak memerlukan
perhatian dokter atau perawat. Selain itu, penyakit ringan dapat membantu
anak-anak untuk belajar menghadapi keterampilan, khususnya bagaimana menghadapi
ketidaknyamanan fisik dan marabahaya.
Penyakit ringan
juga dapat membantu anak-anak belajar empati atau belajar cara memahami
ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain. Sebaliknya, penyakit utama dari
anak usia dini, yang parah dan berlangsung lebih lama dari 14 hari, termasuk
influenza, radang paru-paru, kanker, dan lain-lain. Selain masalah fisik,
anak-anak menderita penyakit jangka panjang
memiliki hambatan psikologis yang signifikan untuk mengatasinya, termasuk
memperlambat perkembangan, kecemasan, dan rasa sakit. Selain itu, anak anak
yang menderita sakit harus belajar mengatasi stres di rumah tangga, depresi,
dan potensi kerugian perawat mereka.
Kemiskinan,
stres keluarga, berada di tempat penitipan anak, atau menjadi bagian dari
keluarga besar (anggota keluarga lebih meningkatkan risiko seseorang bisa sakit
dan penyakit menular kepada anggota keluarga lain) berkorelasi dengan
peningkatan risiko penyakit pada kelompok usia anak prasekolah. Kebanyakan dari
kematian pada anak usia dini lebih dominan karena cedera ketimbang akibat
penyakit.
Di beberapa
bahkan hampir di semua negara, sumber yang paling umum penyebab adalah
kecelakaan yang mematikan bagi anak-anak prasekolah adalah mobil, sepeda motor,
dan kendaraan lainnya. Penyebab kematian lain dari anak-anak prasekolah adalah
tenggelam, tercekik, dibakar, diracun, dan jatuh dari ketinggian. Memang,
petualangan anak-anak sering melampaui pemahaman mereka tentang bahaya yang
melekat dalam berbagai kegiatan dan situasi. Oleh karena itu, pengawasan orang
dewasa yang memadai sangat diperlukan oleh setiap saat, baik di rumah, di
tempat penitipan anak, maupun di tempat bermain.
B.
Perkembangan Kognitif
Usia prasekolah
memberikan contoh luar biasa bagaimana anak-anak memainkan peran aktif dalam
pengembangan kognitif mereka sendiri, khususnya dalam upaya memahami,
menjelaskan, mengorganisasikan, memanipulasi, membangun, dan memprediksi.
Anak-anak muda juga melihat pola dalam objek dan peristiwa dunia dan kemudian
berusaha mengatur pola-pola untuk menjelaskan dunia itu. Pada saat yang sama,
anak- anak prasekolah memiliki keterbatasan kognitif. Anak-anak prasekolah mengalami
kesulitan mengendalikan perhatian mereka sendiri dan fungsi memori, bingung
dalam menampilkan diri, dangkal dengan realitas, dan fokus pada satu aspek
pengalaman pada suatu waktu. Anak-anak prasekolah cenderung membuat kesalahan
lintas budaya yang sama karena kemampuan kognitif yang belum matang [6]
Menurut Piaget
perkembangan kognitif terjadi antara umur 2 dan 7 tahun sebagai tahap
praoperasional. Pada tahap ini, anak-anak meningkatkan penggunaan bahasa dan
simbol lainnya, mereka meniru perilaku dan permainan orang dewasa. Anak-anak
mengembangkan daya tarik dengan bahasa atau kata-kata baik dan buruk. Anak-anak
juga memainkan permainan membuat-percaya: menggunakan kotak kosong sebagai
mobil, bermain dalam keluarga dengan saudara, dan memelihara persahabatan imajiner.
Piaget juga menggambarkan tahap praoperasional dalam hal apa yang anak-anak
tidak bisa lakukan.
Setelah
melewati masa preoperasional, anak memasuki fase operasional Piaget menggunakan
istilah operasional untuk mengacu pada kemampuan reversible, bahwa anak-anak
belum berkembang. Dengan reversibel, Piaget menyebut tindakan mental atau fisik
yang bisa berulangatau menggunakan cara lain yang mirip -yang berarti bahwa
mereka dapat menggunakan di lebih dari satu cara atau arah. Menambahkan (3 + 3
= 6) dan mengurangkan (6-33) adalah cotoh dari tindakan revervibel.
Anak- anak pada tahap ini, menurut pendapat Piager, membuat pemikiran magis
misalnya ketika ketika berbicara dengan orang tua mereka melalui telepon dan
kemudian meminta hadiah, mengharapkan untuk memperoleh hadiah melalui pembicaan
telepon itu.
Piaget percaya
bahwa kemampuan kognitif anak-anak prasekolah dibatasi oleh egosentrisme atau
ketidakmampuan untuk membedakan antara titik pandang mereka sendiri dan sudut
pandang orang lain. Kapasitas egosentris jelas pada semua tahap perkembangan
kognitif. tetapi egosentrisme sangat jelas pada tahun-tahun prasekolah.
Anak-anak kecil akhirnya mengatasi bentuk egosentrisme awal ketika belajar
bahwa orang lain memiliki pandangan, perasaan, dan keinginan yang berbeda.
Kemudian. anak-anak bisa menafsirkan motif orang lain dan menggunakan mereka untuk
berkomunikasi saling memberi interpretasi dan karena itu lebih efektif dengan
orang lain.
Akhirnya,
anak-anak prasekolah belajar untuk menyesuaikan irama vokal mereka, nada, dan
kecepatan untuk mencocokkannya dengan para pendengar. Karena aktivitas
komunikasi saling membutuhkan antarpihak dan anak-anak prasekolah masih
egosentris, mereka dapat terjerumus ke dalam pidato egosentris (nonmutual),
bahkan melahirkan masa frustrasi. Dengan kata lain, anak-anak (dan orang
dewasa) dapat mundur ke pola perilaku sebelumnya ketika sumber daya kognitif
mereka stres dan kewalahan.
Piaget
menunjukkan bahwa anak-anak belum menguasai klasifikasi atau kemampuan
mengelompokkan agar sesuai dengan fitur. Juga mereka belum menguasai serial
keteraturan (serial ordering) atau kemampuan mengelompokkan untuk menyesuaikan
dengan perkembangan yang logis. Piaget juga percaya bahwa anak-anak tidak dapat
memahami konservasi (conservation) atau konsep bahwa sifat fisik dan penampilan
tetap konstan dan akhirnya mengubah bentuk. Anak-anak kecil memiliki pernahaman
bahwa zat yang sama-sama cair dituangkan ke dalam wadah dengan berbagai bentuk,
tetap sama. Menurut Piaget, ketika anak-anak mengembangkan kemampuan kognitif
untuk konservasi atau pelestarian (sekitar usia 7 tahun) anak-anak pindah ke
tahap pengembangan berikutnya, yaitu operasi konkret
Penelitian yang
lebih kekinian menunjukkan bahwa anak-anak tidak seperti apa yang dikemukakan
oleh Piaget sebagai fase operasional, magis, atau egosentris. Dalam mempelajari
penggunaan simbol-simbol anak-anak herpikir representasi. Renee Baillargeon
dalam penelitiannya menemukan bahwa anak-anak prasekolah seusia 2,5 tahun dapat
menerapkan berpikir mental reversibel. Penelitian Baillargeon melibatkan
percobaan berikut: Dua obiek -bantal merah besar dan bantal merah miniatur-
disembunyikan di uangan besar dan sebuah replika miniatur ruangan,
masing-masing ditampilkan; di mana bantal miniatur disembunyikan di ruang miniature
ternyata seorang anak menempatkan bantal besar yang sesuai di ruang besar Baillargeon
menyarankan bahwa kemampuan tersebut adalah indikasi pemikiran simbolis, di
mana objek tidak hanya merupakan objek itu sendiri, melainkan juga terkait
dengan obyek lain.
Berbeda dengan
teori Piaget mengenai egosentrisme masa kanak- kanak, studi yang sama
menunjukkan bahwa anak-anak dapat dan melakukan sesuatu berkaitan dengan
kerangka acuan orang lain. Anak berusia 2 atau 3 tahun, misalnya, telah
menunjukkan kemampuan untuk memodifikasilisan mereka dalam upaya berkomunikasi
dengan lebih jelas dengan anak- anak muda. Peneliti John Flavell menyarankan
bahwa kemajuan anak prasekolah melalui dua tahap empati atau berbagi perspektif.
Pada tingkat pertama, sekitar usia 2 sampai 3 tahun, anak memahami bahwa orang
lain memiliki pengalaman mereka sendiri. Pada tingkat kedua, sekitar umur 4 sampai
5, anak-anak menafsirkan pengalaman orang lain, termasuk pikiran dan perasaan
mereka. Pergeseran dalam perspektif ini adalah indikasi perubahan kognitif:
pada tingkat pertama, anak berfokus pada penampilan, pada tingkat kedua pada
realitas saat mereka memahaminya., Oleh karena itu, anak-anak muda
mengembangkan kognisi sosial (social cognition) atau mengetahui dunia sosial
mereka, namun mungkin belum menghasilkan pemahaman.
Khusus anak
berusia lima tahun, tertarik pada bagaimana pikiran mereka dan pikiran orang
lain bekerja. Anak-anak akhirnya membentuk sebuah teori pikiran (theory of
mind), kesadaran, dan pemahaman tentang state of thinking lain serta tindakan
yang menyertainya. Anak-anak Kemudian dapat memprediksi bagaimana orang lain
akan berpikir dan bereaksi, terutama berdasarkan pengalaman mereka sendiri di
dunianya berdasarkan hasil penelitian ini, khusus anak yang berusia 2 sampai 5
tahun jelas menunjukkan bahwa Piaget salah mengasumsikan bahwa anak-anak praoperasional
hanya berpikiran secara harfiah. Bahkan, anak-anak dapat berpikir logis,
memproyeksikan diri sendiri ke dalam situasi orang lain, dan menafsirkan
lingkungannya. Jadi, untuk sementara kualitas kognitif tahap praoperasional
versi Piaget mungkin berlaku bagi beberapa atau bahkan banyak anak, sifat-sifat
ini tidak berlaku untuk semua anak.
a.
Ingatan
Memori adalah
kemampuan untuk menyandikan, mempertahankan, dan mengingat kembali informasi
yang diperoleh dari waktu ke waktu. Anak- anak harus belajar mengkodekan objek,
orang, dan tempat-tempat; kemudian bisa mengingatnya dengan memori jangka
panjang. Anak-anak kecil bisa mengingat, seperti halnya anak-anak lain dan
orang dewasa. Selain itu, anak- anak ini lebih baik dari pada sekadar pengakuan
mengingat memori tugas. Para peneliti menduga beberapa kemungkinan penyebab
perkembangan ini. Salah satu penjelasan yang relevan adalah bahwa anak-anak
prasekolah mungkin kekurangan dalam aspek tertentu dari perkembangan otak yang diperlukan
untuk kemampuan memori dibandingkan dengan orang dewasa. Bahwa anak-anak
prasekolah tidak memiliki kemampuan numerik yang sama dan jenis pengalaman
menarik pada pengolahan informasi sebagaimana dimiliki oleh orang dewasa.
Mereka cenderung kurang perhatian selektif (selective attention), yang berarti
ia lebih mudah terganggu. Pada sisi lain anak-anak tidak memiliki kualitas dan
kuantitas yang sama, serta strategi mnemonic efektif sebagai orang dewasa.
Anak-anak
prasekolah menunjukkan minat yang inten dalam belajar keterampilan dan
mengembangkan inisiatif. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang melekat
tentang dunianya, yang menuntut kebutuhan untuk belajar sebanyak dan secepat
mungkin. Beberapa anak muda mungkin menjadi frustasi ketika belajar tidak
terjadi secepat atau seefisien yang diinginkan. Ketika situasi belajar
terstruktur anak-anak mungkin berhasil –menetapkan tujuan cukup terjangkau dan
memberikan bimbingan dan dukungan- mereka bisa sangat matang dalam kemampuan
memproses informasi.
b.
Bahasa
Kemampuan
bahasa juga terus mengalami perbaikan selama anak usia dini. Bahasa merupakan
hasil dari kemampuan seorang anak untuk menggunakan dan memaknai simbol-simbol,
sesuai dengan tingkat penalaran mereka. Jadi sebagai otak manusia mengembangkan
dan memperoleh kapasitas untuk berpikir representasional, anak-anak juga
memperoleh dan memperbaiki kemampuan bahasa. Beberapa peneliti, seperti Roger
Brown, telah mengukur perkembangan bahasa dengan jumlah rata-rata kata dalam
kalimat yang dikuasai oleh anak. Semakin banyak anak menggunakan kata-kata
dalam kalimat, semakin canggih perkembangan bahasa anak. Brown berkesimpulan bahwa
bahasa berkembang secara bertahap berurutan: ujaran, frasa dengan nada, kalimat
sederhana dan kalimat kompleks. Menurut Brown, sintaks dasar tidak sepenuhnya
disadari oleh anak sampai sekitar usia 10 tahun.
Pada fase
prasekolah anak-anak belajar banyak kata-kata baru. Orang tua, saudara, teman sebaya,
guru, dan media memberikan kesempatan bagi anak-anak prasekolah untuk
meningkatkan kosa kata mereka. Dengan demikian makin muncul keyakinan bahwa
perolehan bahasa terjadi dalam konteks sosial dan budaya. Tentu saja, guru,
orang tua, dan orang dewasa lainnya harus mengajari anak-anak bagaimana
berpikir dan bertindak dengan cara yang diterima secara sosial. Anak-anak
belajar tentang masyarakat sekaligus belajar tentang bahasa atau sebaliknya.
Nilai-nilai, norma, folkways (aturan perilaku informal yang dapat diterima),
dan adat-istiadat (aturan formal dari perilaku yang dapat diterima) yang
dikirim oleh orang tua dan orang lain menjukkan bagaimana penggunaan kata-kata.
Di banyak
negara, beberapa anak muda adalah bilingual, atau dapat berbicara lebih dari
satu bahasa. Anak-anak belajar dua bahasa secara bersamaan, biasanya sebagai
akibat dari tumbuh dengan orang tua yang berbicara dua bahasa bahasa kedua di
rumah. Banyak dari anak-anak bilingual dapat berbicara lancar dengan dua bahasa
pada usia 4 tahun.
Beberapa anak
belajar berbicara dialek etnis atau variasi bahasa, sebelum mereka belajar
berbicara bahasa Inggris standar. Memang, ketika berbicara mengenai dialek
etnis merebak perdebatan mengenai apakah dialek etnis harus dianggap atau tidak
sama dengan nilai untuk bahasa konvensional. Sebagai contoh, beberapa guru
percaya bahwa dialek seperti Economics (bahasa Inggris warga kulit hitam) dan
Spanglish (bahasa Inggris Spanyol) harus diajarkan di kelas bahasa Inggris
Amerika tradisional. Banyak guru yang khawatir bahwa Ebonics dan Spanglish
menempatkan anak-anak berisiko tidak menguasai bahasa Inggris standar, yang
pada gilirannya menempatkan mereka pada posisi yang kurang menguntungkan dalam mempersiapkan
untuk kuliah dan dunia kerja.
c.
Pengembangan Kepribadian
Tahun-tahun
prasekolah erat kaitannya dengan keutamaan pengembangan kepribadian dan
sosialisasi bagi anak-anak muda. Masa prasekolah anak- anak tidak lagi
sepenuhnya bergantung pada orang tua mere ka, di mana anak-anak prasekolah mulai menempuh perjalanan
panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada dunia mereka sendiri. Selama anak
usia dini (usia 2-6 tahun), anak-anak mendapatkan beberapa rasa yang terpisah
dan independen dari orang tua mereka. Menurut Erikson, tugas anak prasekolah
adalah untuk mengembangkan otonomi atau arah-diri (usia 1-3 tahun), serta
inisiatif atau kemandirian (usia 3 - 6 tahun).[7]
Kepribadian
meliputi ciri-ciri psikologis yang stabil yang mendefinisikan bahwa setiap
manusia merupakan pribadi unik. Baik anak-anak maupun orang dewasa memiliki
ciri-ciri kepribadian (karakteristik jangka panjang, seperti temperamen) dan
sikap dasar (karakteristik yang berubah, seperti kemurungan). Sementara beragam
penjelasan di mana kebanyakan ahli sepakat bahwa apa pun penyebabnya,
kepribadian individu adalah kokoh didirikan pada akhir anak usia dini. Menurut
Freud, tahun kedua dari masa kanak-kanak adalah tahap perkembangan psikoseksual
anal, ketika orang tua menghadapi banyak tantangan baru untuk melatih anak-anak
mereka. Fiksasi pada tahap ini dapat menimbulkan ciri-ciri kepribadian
selayaknya karakteristik yang muncul di usia dewasa. Ciri-ciri kepribadian
termasuk retensi dubur (anal retentionanal expulsion), seperti kerapian yang
berlebihan atau kekacauan dan altruisme. Teoritikus kepribadian setelah Freud
berusaha menjelaskan pengembangan kepribadian anak usia dini. Teori belajar
menyatakan bahwa kepribadian berkembang sebagai hasil dari pengkondisian klasik
atau classical conditioning operant (Ivan Pavlov, belajar melalui asosiasi); BF
Skinner belajar dengan penguatan; dan belajar observasional (Albert Bandura,
belajar dengan peniruan). Kategori yang terakhir ini melibatkan identifikasi
atau internalisasi, di mana anak-anak mengamati dan mengadopsi nilai-nilai,
ide, dan standar lain yang signifikan. Psikolog kognitif berspekulasi bahwa kepribadian
muncul (sebagian) dari sikap dan bias yang diungkapkan oleh orang dewasa di
sekitar mereka. Teori jender mengklaim bahwa kepribadian berkembang dari
"identifikasi jender" dan "sosialisasi gender". Teori genetis
lebih berspekulasi bahwa kepribadian lebih ditimbulkan oleh "kabel
dalam" genetik dan pengaruh biokimia ketimabang dari faktor-faktor
psikososial.
Dalam analisis
akhir, tidak ada perspektif sendiri yang cukup bisa menjelaskan proses kompleks
pengembangan kepribadian. Kombinasi nengaruh psikososial, orang tua, dan biologislah
yang mungkin bertanggungjawab untuk penentuan sifat-sifat utama manusia dan
kebiasaannya.
d.
Hubungan Keluarga
Hubungan
keluarga sangat penting untuk perkembangan kesehatan fisik, mental, dan sosial
anak prasekolah. Banyak aspek dan dimensi teknis yang terkait dengan pengasuhan
keluarga, seperti disiplin, jumlah dan urutan kelahiran saudara kandung,
keuangan, keadaan atau kondisi, dan kesehatan keluarga yang memberi kontribusi
bagi perkembangan psikososial anak-anak muda.
Fungsi orang
tua antara lain adalah mengasuh anak dengan baik, seperti halnya guru kepada
peserta didiknya. Orang tua yang berbeda menggunakan teknik pengasuhan yang
berbeda pula kepada anak-anaknya. Teknik kepengasuhan para orang tua tergantung
pada standar budaya dan masyarakat, situasi, dan perilaku anak-anak pada waktu
itu. Para orang tua menggunakan teknik kepengasuhan dalam berhubungan dengan
anak-anak mereka dicirikan oleh derajat kontrol dan kehangatan orang tua. Ada
orang tua yang mengunakan kontrol
kepengasuhan yang ketat, ada pula yang dilakukan dengan penuh kehangatan dan
rasa cinta. Orang tua yang otoriter menunjukkan kontrol yang tinggi dan
kehangatan rendah.
Orang tua yang
demokratis cenderung menggunakan kontrol relative dan dengan hubungan
kehangatan yang tinggi. Orang tua yang permisif menunjukkan kehangatan tinggi
dan kontrol orang tua rendah, seperti halnya terjadi pada keluarga yang
demokratis. Namun, keluarga yang permisif cenderung kebablasam, sehingga
mengesankan serba boleh dan membiarkan anak bertindak dan berperilaku sesuai
dengan keinginannya. Persoalan sekarang, bagaimana orang tua bisa mengontrol
perilaku anaknya dengan penuh kehangatan. Hal yang sama juga harus dilakukan
oleh guru kepada peserta didiknya, kontrol tetap diperlukan sesuai dengan
standar disiplin yang disepakati bersama atau ditetapkan oleh sekolah, namun
hubungan yang hangat tetap terjaga.
Gaya
kepengasuhan keluarga dan orang tua memiliki dampak tertentu pada anak-anak,
seperti halnya kepengasuhan guru kepada peserta didiknya. Gaya demokratis orang
tua menumbuhkan komunikasi dan pemecahan masalah secara terbuka antara orang
tua dan anak-anak mereka. Sebaliknya, orang tua yang otoriter dapat
menghasilkan anak-anak takut dan tergantung. Guru yang otoriter juga
menimbulkan rasa takut dan antikreatif kepada siswanya, disamping
ketergantungan yang laten. Orang tua yang permisif dapat mengakibatkan anak
memberontak. Dengan cara itu pula orang tua dapat membuat anak acuh tak acuh, bermusuhan,
dan menyisakan persepsi yang buruk akibat ketidakjelasan sikap. Pemberontakan
semacam itu juga dalam jangka panjang bisa muncul dari peserta didik yang oleh
gurunya diperlakukan secara permisif.
Dalam keluarga
dengan dua orang tua, di mana masing-masingnya, katakanlah ayah pada satu sisi
dan ibu pada sisi lain memiliki gaya pengasuhan yang berbeda, gaya satu orang
tua yang sering positif menjadi counterbalances gaya orang tua lainnya. Sebagai
contoh, gaya permisif ibu bisa mengimbangi gaya otoriter suaminya. Namun
demikian, hal ini sulit berlaku di sekolah. Misalnya, gaya permisif guru mata
Matematika tidak cukup logis jika diasumsikan dapat diimbangi oleh gaya
demokratis guru Fisika.
Keinginan orang
tua bernegosiasi dengan anak-anak mereka untuk mencapai tujuan bersama adalah
sangat diinginkan. Negosiasi untuk penugasan atau ketika muncul perbedaan
pendapat antara guru dan peserta didik pun sangat dipentingkan. Bagaimana pun
kesediaan ini tidak berarti bahwa segala sesuatu dalam sistem keluarga dan
sekolah bisa dinegosiasikan. Baik orang tua maupun anak-anak mereka harus
bertanggungjawab pada semua waktu dan situasi, seperti tingkat kontrol yang
tidak sehat menyebabkan "perebutan kekuasaan" dalam keluarga.
Negosiasi orang tua harus menunjukkan pembelajaran kepada anak-anak bahwa
kualitas hubungan bisa berjalan adil atau sama dalam hal hak berbagi (sharing),
tanggung jawab, dan pengambilan keputusan. Negosiasi di lingkungan rumah yang
hangat, menampung ide, dan saling mendukung adalah kondisi ideal. Menjadi ideal
pula, jika hal ini bisa dilakukan oleh guru dengan peserta didik, kepala
sekolah dengan guru, dan sebagainya.
e.
Saudara Kandung
Saudara adalah
kelompok sepermainan (peer group) pertama dan terutama bagi anak-anak di dalam
keluarga dan dalam pendampingan untuk pergaulan sosial. Sebutan pendampingan
mengandung makna bahwa ketika berinteraksi dengan individu atau kelompok di
luar keluarga, mereka nyaris selalu ditemani oleh saudara kandung, keluarga
dekat, atau orangtuanya. Anak- anak prasekolah dapat belajar banyak atau lebih
dari saudara mereka sebagai dari rang
tua. Terlepas dari perbedaan usia, hubungan saudara merupakan cermin hubungan
sosial lainnya, menyediakan persiapan dasar untuk berhubungan dengan orang di
luar rumah. Biasanya saudara hanya dapat
memberikan kesempatan (baik yang diinginkan atau tidak) bagi anak-anak untuk
berlatih menghadapi sisi positif dan negatif hubungan antarmanusia. Tentu saja
anak-anak yang tanpa saudara tidak selalu mengalami kerugian dalam
perkembangannya. Penelitian membuktikan bahwa anak- anak yang dibesarkan
sendiri di dalam keluarga berpotensi sama untuk berkembang dibandingkan dengan
anak-anak yang memiliki saudara kandung -jika tidak lebih baik dari yang lain-
dilihat dari perkembangan kepribadian, kecerdasan, dan prestasi. Salah satu
penjelasan yang mungkin dikedepankan di sini, bahwa anak yang pertama dalam
urutan kelahiran anak-anak hanya dapat memiliki perhatian penuh atau hampir
penuh perhatian orangtuanya, yang pada gilirannya memiliki lebih banyak menghabiskan
waktu secara berkualitas dalam berinteraksi dengan anak satu- satunya.
f.
Keadaan Keluarga dan Kelas Sosial
Keadaan
keluarga secara pasti mempengaruhi perkembangan anak-anak muda. Karenanya,
dengan keluarga yang aman dan utuh serta mempunyai kemampuan keuangan yang baik
anak-anaknya pun cenderung berkembang dengan baik. Sayangnya, tidak semua
keluarga memiliki sumber daya yang memungkinkan orang tua tetap di rumah pada
siang hari atau untuk membeli layanan penitipan anak sebaik mungkin. Selain
itu, tidak semua keluarga mampu mengakses layanan kesehatan yang diperlukan.
Konsekuensi emosional jangka panjang bagi anak-anak yang berasal dari keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah sangat mungkin memerlukan perhatian yang lebih
serius Untuk melihat seberapa jauh efek dari kelas sosial pada sikap dan perkembangan
anak, sosiolog Melvin Kohn mempelajari perbedaan dalam gaya pengasuhan orang
tua kelas pekerja dan kelas menengah. Kohn menemukan bahwa orang tua kelas
pekerja cenderung stres pada anak-anak mereka ketika ke luar, sementara orang
tua kelas menengah cenderung stress pada aspek ekspresi diri, motivasi, dan
rasa ingin tahu pada anak-anak mereka. Kohn menyimpulkan bahwa kelas sosial -di
mana sikap dan perilaku orang tua diturunkan kepada anak-anak-juga mereka
memainkan peran dalam pengembangan psikososial anak-anak muda.
Pada sisi lain,
dari dialog dengan para guru terungkap beberapa pendapat subjektif. Anak-anak
yang berasal dari kelas bawah menjadi sumber keluhan mereka selama mengajar,
meski tidak ada bukti bahwa anak-anak dari keluarga miskin itu akan
"miskin" pula prestasinya. Anak-anak yang berasal dari kelas menengah umumnya tidak menjadi
sumber keluhan para guru, meski tidak juga ada bukti bahwa prestasi mereka akan
mengungguli anak- anak lain pada umumnya. Bahkan, anak-anak dari keluarga kelas
menengah sering berulah yang mengesankan arogan di mata kawan-kawannya, sementara
guru menanggung beban psikologis untuk menertibkannya.
Sebutan kelas
menengah itu menggunakan indikator posisi orang tua, birokrasi pemerintahan,
jabatan politik, keluarga "terpandang" atau "darahbiru",
dan kondisi ekonomi.
g.
Teman dan Sahabat Bermain
Kontak awal
yang baik di dalam keluarga dapat menentukan kemudahan anak-anak untuk
membangun persahabatan dan hubungan lainnya. Anak- anak yang memiliki hubungan
yang penuh kasih, stabil, dan menerima asuhan yang baik dari orang tua dan
saudara kandung pada umumnya lebih cenderung membentuk karakter yang baik.
Sama seperti
orang dewasa, anak-anak prasekolah cenderung mengembangkan persahabatan dengan
anak-anak dan yang memiliki kepentingan bersama, menyenangkan, menawarkan
dukungan, dan mirip dalam ukuran dan penampilannya. Usia persahabatan
menciptakan kesempatan bagi anak anak untuk belajar bagaimana menangani situasi
-memancing kemarahan, berbagi, belajar nilai-nilai, dan mempraktikkan perilaku
yang lebih matang.
Anak-anak
prasekolah yang populer dengan rekan-rekan mereka unggul dalam kegiatan ini, di
mana mereka tahu bagaimana menjadi seorang teman, tidak hanya bagaimana
memiliki teman.
Di sisi lain,
anak-anak yang "pengoceh secara tidak atau kurang bersahabat" atau
menciptakan permusuhan langsung kepada teman-teman mereka cenderung kurang
populer. Pada gilirannya, anak-anak yang agresif sering mempunyai teman lebih sedikit
dan cenderung menjadi "bahan bakar permusuhan. Di sekolah pun, anak-anak
yang egois disertai dengan ketidakunggulan pada hampir semua mata pelajaran dan
kegiatan ekstrakurikuler cenderung terasing di mata kawan-kawannya. Mereka
mungkin saja bukan diasingkan, melainkan mengasingkan diri. Mereka yang
berpenampilan seperti ini sering merepotkan guru ketika berada di kelas dan di
sekolah serta sangat kuat potensinya berbuat onar.
Anak usia 3- 6
tahun ditandai dengan tahap perkembangan psikoseksual falik (phallic stage),
ketika mereka telah melalui pengalaman konkret pada alat kelaminnya. Freud
berspekulasi bahwa pada fase tertentu anak-anak secara erotis tertarik pada
orang tua yang berlawanan jenis. Anak-anak lagi- laki cenderung mengakami
oedipal kompleks, sedangkan anak-anak perempuan mengalami elektra kompleks,
sebagaimana telah dijelaskan.
Sebagian besar
anak melakukan masturbasi di beberapa titik selama tahap falik (phallic stage).
Orang tua mungkin perlu diingatkan bahwa mendukung preposisi bahwa masturbasi
berbahaya dengan cara apapun, masturbasi tersebar luas di kalangan anak-anak.
Tidak ada bukti ilmiah yang dengan pengecualian pada rasa bersalah dan emosi
negatif lainnya yang timbul dari reaksi orang lain.
Meskipun orang
tua mungkin akan terkejut ketika mengetahui bahwa anak-anak mereka masturbasi,
namun melarang keras praktik semacam itu dapat merusak psikologis anak-anak
dari waktu ke waktu. Sebaliknya, orang tua harus membantu anak-anak mereka
belajar lebih banyak tentang fungsi yang tepat dari alat kelamin mereka dalam kerangka
pergaulan sosial. Selain minat yang tumbuh di tubuh mereka sendiri, anak-anak
prasekolah menjadi penasaran terhadap perilaku serupa dari saudara mereka dan
teman-teman bermain, terutama dalam kaitannya dengan perbedaan laki-laki dan
perempuan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Umur 2 sampai 6
tahun adalah anak usia dini (early childhood) atau tahun- tahun prasekolah atau masa baik formal maupun
nonformal. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan dan pengebangan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Memang,
hingga kini masih banyak anak-anak Indonesia yang memasuki PAUD karena aneka
alasan dan keterjangkauan. Kegiatan itu dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Di dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal
berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain
(KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada
jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.
Perkembangan
peserta didik usia 2-6 tahun juga dipengaruhi beberapa factor, seperti keadaan
lingkungan, keluarga, teman sebaya serta apa yang diwariskan atau diajarkan
oleh orang tua.
B.
Saran
Penulis menyadari akan kekurangan bahan
dari materi makalah ini jadi penulis menyarankan apabila terdapat kekurangan
atau isi dari makalah ini maka saran – saran kritik dari pembaca adalah penutup
dari semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan
untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Mohammad
Asrori. 2004. Psikologi Remaja
(Perkembangan Peseta didik). Jakarta. PT. Bumi Aksara.
Danim ,Sundarwan .2013. Perkembangan
Peserta Didik .Bandung. Alfabeta
Davidof, Linda L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta.
Erlangga.
Desmita.
2009. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik. Bandung. PT. Remaja Rosadakarya.
Muhibbin, Syah. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Padmonodewo, Soemiarti. 2000. Buku Ajar Pendidikan Pra Sekolah.
Jakarta. Depdikbud, Dirjen Dikti.
Sholehuddin, M. Drs. 1997. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah.
IKIP Bandung.
[1] Davidof, Linda L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta.
Erlangga.
[2] Danim ,Sundarwan .2013. Perkembangan
Peserta Didik .Bandung. Alfabeta
[3] Desmita. 2009. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung. PT. Remaja Rosadakarya.
[4]
Muhibbin, Syah. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
[5]
Sholehuddin, M. Drs. 1997. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. IKIP Bandung.
[6]
Padmonodewo, Soemiarti. 2000. Buku Ajar Pendidikan Pra Sekolah.
Jakarta. Depdikbud, Dirjen Dikti.
[7] Ali, Mohammad dan Mohammad
Asrori. 2004. Psikologi Remaja
(Perkembangan Peseta didik). Jakarta. PT. Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment