Makalah Ilmu Kalam
Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat Dan Tasawuf
BAB I
Ilmu Kalam lahir
setelah Nabi Muhammad wafat. Diawali dengan permasalahan pengangkatan khalifah
yang selanjutnya setelah Rasulullah, hingga membahas soal jabr (takdir)
yang nantinya di namai dengan kaum Jalbariyyah dan ikhtiyar (free
will) yang nantinya di namai dengan sebutan kaum Qadariyyah.
Akhirnya terpecahlah beberapa aliran yang membahas antara kedua itu dengan
dalilnya masing-masing. Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu yang
membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan
filsafat.
Seiring berjalannya
waktu semakin banyaklah sekte-sekte Islam yang mencoba menerangkan tentang
Sifat Tuhan dan apapun yang berhubungan dengan ketuhanan. Namun sekte-sekte ini
mempunyai metodologi yang berbeda, ada yang menggunakan Filsafat secara
mendominasi ada pula yang tidak memberikan kewenangan berfikir dalam mendalami
ilmu kalam ini.
Kajian agama erat
hubungannya dengan kajian filosofis, lantaran agama juga
menyangkut fundamental value dan ethnic values, untuk tidak
semata mata bersifat teologis. Hal demikian dapat dimaklumi, lantaran
pendekatan legal-formal dan lebih-lebih lagi pendekatan fiqh jauh
lebih dominan dari pada pendekatan yang lainnya. Baik ilmu kalam,filsafat,
maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam,
dengan metodenya berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan
dengan-Nya. Perbedaannya terletak pada aspek metodeloginya. Ilmu kalam, ilmu
yang menggunakan logika. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (
dialog keagamaan ). Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan
untuk memperoleh kebenaran rasional. Dan metode yang digunakan adalah rasional.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menekankan rasa dari pada rasio. Sebagian pakar
mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi
yang datang dari Tuhan.
Ilmu kalam memiliki
hubungan sengan disipin ilmu-ilmu keislaman lainnya. Ilmu kalam berhubungan
terutama dengan filsafat dan tasawuf dan yang lainnya misalnya fiqih dan ushul
fiqih ditinjau melalui objek kajian, hasil kajian (kebenaran) yang memuncukan
titik persamaan diantara ketiganya sedangkan metode, perkembangan keilmuan,
dasar argumentasi, dan dilihat dari aspek aksiologi sehingga muncul pula titik
perbedaan diantara ketiganya
1. Apa
definisi tentang Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
definisi tentang Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf.
2. Dapat
mengetahui hubungan antara Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf
1.
Ilmu
Kalam
Secara etimologi Kalam
berarti “kata-kata”. Kata-kata disini di maksudkan adalah kata-kata (firman)
Allah. Jadi ilmu kalam adalah ilmu yang mempermasalahkan kalam Allah, tetapi
ada juga sekelompok orang yang mengatakan maksud kalam disini adalah kata-kata
manusia, alasannya karena dulu sering terjadi ajang bersilat lidah untuk
mempertahankan persepsi masing-masing, mereka disebut mutakalimin yaitu
orang-orang yang ahli berbicara mengenai ketuhanan yang berlandaskan kepada
kalam Allah.
Ilmu Kalam membahas
iman dan akidah dari berbagai aspek dan memaparkan alasan-alasan yang
memperkuat pembahasan tersebut. Ilmu kalam ini merupakan studi tentang doktrin
(akidah) dan iman Islam. Secara sederhana Murtadha Muthahhari mendefinisikan
bahwa ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang mengkaji doktrin-doktrin dasar atau
akidah-akidah pokok Islam. Ilmu kalam mengidentifikasi akidah-akidah pokok dan
berupaya membuktikan keabsahannya dan menjawab keraguan terhadap akidah-akidah
pokok tersebut. karena sebagian besar perdebatan tentang akidah-akidah Islam
berkisar seputar huduts (kemakhlukan, keterciptaan,
temporalitas) atau qidam (keabadian) firman atau kalam Allah, maka disiplin
yang membahas akidah utama agama Islam pun mendapat sebutan “ilmu kalam”
(secara harfiah, ilmu firman).[1]
Ilmu
kalam berfungsi untuk menjaga kemurnian dasar-dasar agaman dan memberikan
dasar-dasar argumentasi yang kuat di hadapan para penentangnya. Memberikan
arahan dan petunjuk kepada orang-orang yang membutuhkan nasihat, khususnya jika
Islam bersinggungan dengan teologi agama lain dalam masyarakat yang heterogen.
Ilmu
kalam berfungsi untuk menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran islam yang
terdiri dari 3 pilar.
a.
Iman sebagai landasan
akidah
b.
Islam sebagai
manifestasi syariat, ibadah dan muamalah
c.
Ihsan sebagai
aktualisasi akhlak
d.
Menjadi pijakan bagi
ilmu-ilmu syariah
Menjaga
kesucian niat dan keyakinan yang merupakan dasar dalam perbuatan untuk mencapai
kebahagiaan dunia akhirat.
2.
Filsafat
Filsafat berasal dari
bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yakni philos dan shopia,
philos mempunyai makna “mencintai” dan shopia mempunyai
makna ”kebijaksanaan atau kebenaran”. Secara singkat filsafat adalah mencintai
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam kebenaran suatu ilmu.
1)
Poedjawijatna (1974:11)
mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
2)
Al Farabi (wafat 950
M), filos terbesar sebelum Ibnu Sina mengatakan filosof adalah ilmu pengetahuan
tentang alam maujud dan bertujuan untuk menyelidiki hakekat yang sebenarnya.
Filsafat berusaha
untuk menafsirkan hidup itu sendiri yang menjadi sebab pokok bagi
partikel-partikel itu beserta fungsi-fungsinya. Cakupan filsafat Islam tidak
jauh berbeda dari objek filsafat ini. Hanya dalam proses pencarian itu Filsafat
Islam telah diwarnai oleh nilai-nilai yang Islami. Kebebasan pola pikirannya
pun digantungkan nilai etis yakni sebuah ketergantungan yang didasarkan pada
kebenaran ajaran ialah Islam. Tujuan mempelajari filsafat Islam ialah
mencintai kebenaran dan kebijaksanaan. Sedangkan manfaat mempelajarinya ialah:
a. Dapat
menolong dan menididik, menbangun diri sendiri untuk berfikir lebih mendalam
dan menyadari bahwa Ia mahluk Tuhan.
3.
Tasawuf
Samsul Munir
menuliskan dalam bukunya bahwa tasawuf berasal dari
kata shuf (shad, wawu dan fha) dan di dhomah shadnya, yang
mempunyai arti ”kain bulu domba yang kasar”, alasannya adalah karena dulu
orang-orang sufi selalu menjauhkan diri untuk
memakai kain sutra, karena waktu itu kain domba merupakan simbol
kesederhanaan.
Tasawuf juga berasal
dari kata Shafa (shad, fha, alif dan hamzah) yang berarti
suci, jernih dan bersih, maksudnya mereka mensucikan diri di hadapan Allah SWT
melalui latihan kerohania yang amat dalam yaitu melatih dirinya untuk menjauhi
segala sikap dan sifat yang kotor sehingga tercapai kesucian dan kebersihan
pada hatinya.
Tasawuf adalah ilmu
yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Muslim berada sedekat mungkin
dengan Allah. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada
rasio. Ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif, yakni sangat berkaitan dengan
pengalaman seseorang. Para sufi mengembangkan suatu cara bagaimana bisa
mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan yang hendak dicapainya adalah
kebahagiaan, yakni dengan persatuannya dengan Kekasih. Kesengsaraan yang
memilukan bagi mereka bukanlah masuk Neraka, tetapi apabila Tuhan telah
menjauhi dan tidak mau bicara dengan mereka. Objek kajian tasawuf
adalah Tuhan (Al-Haq), yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
Abu Al Wafa Al Ghanimi
At-Taftazani menurutnya tasawuf memiliki lima ciri umum diantaranya :
a. Peningkatan moral.
b. Pemenuhan fana(sirnal) dalam realitas mutlak.
c. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah dalam diri seorang sufi
karena tercapainya maqamat (maqam-maqam atau beberapa tingkatan).
d. Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian
harfiah dan tersirat.
Tasawuf sebagai mana
disebutkan dalam artinya di atas, bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung
dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di
hadirat Tuhandan intisari dari itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan
dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan
berkontemplasi. Kesadaran dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad
atau menyatu dengan Tuhan.
Dalam ajaran Tasawuf,
seorang sufi tidak begitu saja dapat dekat dengan Tuhan, melainkan terlebih
dahulu ia harus menempuh maqamat . mengenai jumlah maqomat yang harus di tempuh
sufi bebrbeda-beda, Abu Nasr Al- Sarraj menyebutkan tujuh maqomat yaitu tobat,
wara, zuhud, kefakiran, kesabaran, tawakkal, dan kerelaan hati.
B.
Persamaan
Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf
Ilmu
kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian
ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya, objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di
samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek
kajian tasawuf adalah tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadapnya.Jadi,
dilihat dari aspek objeknya ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan
dengan ketuhanan.
Bagi
ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama yaitu kebenaran.
Ilmu kalam dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan
yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha
menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau tidak
dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuaan karena berada di luar atau di atas
jangkauanya), atau tentang Tuhan. Sementara itu, tasawuf juga dengan metodenya
yang tipikai berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan
spritual menuju Tuhan.
ilmu
kalam, filsafat maupun tasawuf memiliki kesamaan dalam segi ojek kajiannya,
yaitu tentang Tuhan dan segala yang berkaitan dengan-Nya. Namun dalam kajian
objek tersebut hanya dibedakan dalam penamaannya saja. Ilmu kalam dalam objek
kajiannya dikenal dengan sebutan kajian tentang Tuhan, sedangkan dalam filsafat
di kenal dengan sebutan kajian tentang Wujud dan dalam ilmu tasawuf dikenal
dengan sebutan kajian tentang Al-Haq. Akan tetapi pada dasarnya ketiga ilmu
tersebut mengkaji kajian tentang Tuhan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan-Nya.
Objek
kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia, dan
segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni
upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi dilihat dari objeknya ketiga ilmu itu
membahas tentang ketuhanan. Menurut argument filsafat, ilmu kalam dibangun di
atas dasar logika. Oleh karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan
yang tak bisa dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Kerelatifan
logika menyebabkan beragamnya kebenaran yang dihasilkan. Baik ilmu kalam,
filsafat, maupun tasawuf berususan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.
C.
Perbedaan Ilmu Kalam, Filsafat dan
Tasawuf
1. Ilmu Kalam
Setelah membahas
tentang persamaan dari ketiga ilmu tersebut, yaitu terdapat persamaan dalam
objek kajiannya, maka akan ditemukan juga titik perbedaannya. Perbedaan di
antara ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya.
Ilmu kalam, sebagai
ilmu yang menggunakan logika di samping
argumentasi-argumentasi naqliah berfungsi untuk mempertahankan
keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada
dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog
keagamaan. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi
keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta
pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional. Meskipun ilmu
kalam merupakan sebuah disiplin ilmu yang rasional dan logis, namun kalau
dilihat adari asas-asas yang dipakai dalam argumentasinyaterdiri dari dua
bagian, yaitu; Aqli dan Naqli.
Dari segi pembinaan,
ilmu kalam timbulnya berangsur-angsur dan dimulai dari beberapa persoalan yang
terpisah-pisah, akhirnya tumbuh aliran-aliran ilmu kalam. Sementara itu,
filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
Dan metode yang digunakan adalah rasional. Filsafat menghampiri kebenaran
dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar), intelegral
(menyeluruh) dan universal (mengalam), tidak terikat oleh ikatan apapun,
kecuali oleh ikatan tangan nya sendiri yang bernama logika. Dan berpijak dari
akal pikiran dan kesadaran akan wujud diri sendiri.
Bagian Aqli ini
terbangun dengan dasar pemikiran yang rasional murni, itupun kalau ada
relevansinya dengan Naqli. Karena naqli tersebut adalah untuk
menjelaskan dan menegaskan pertimbangan rasional supaya memperkuat
argumen-argumennya.[3]
2.
Ilmu
Filsafat
Filsafat adalah sebuah
ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang
digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar)
dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam)
tidak merasa terikatat oleh apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri
yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana dikatakan Socrates
adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan
konsep-konsep the gaining of conceptual clarity.
Murthadha muthahari
berkata bahwa metode filsafat hanya bertumpu pada silogisme (qiyas),
argumentasi rasional (istidal ‘aqli) dan demonstrasi
rasional (burhan ‘aqli).[4]
Menurut Titus, Smith
dan Novland tentang definisi filsafat berdasarkan watak dan fungsi adalah :
a.
Informal : Sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis.
b.
Formal : Suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
yang sangat kita junjung tinggi.
c.
Spekulatif : Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, artinya filsafat
berusaha untuk mengkombinasikan bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam.
3.
Ilmu Tasawuf
Adapun ilmu tasawuf
adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu,
filsafat dan tasawuf sangat distingtif atau sangat berbeda. `Sebagai sebuah
ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifat subjektif,
yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Itulah sebabnya, bahasa
tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini karena
pengalaman rasa sulit dibahasan. Pengalaman rasa lebih muda dirasakan langsung
oleh orang yang ingin memperoleh kebenaranya dan mudah digambarkan dengan
bahasa lambang, sehingga sangat interpretable dapat (di
interpretasikan bermacam-macam).
Harun Nasution
mendefinisikan tasawuf sebagai ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana
orang Islam dapat sedekat mungkin dengan Alloh agar memperoleh hubungan
langsung dan disadari dengan Tuhan bahwa seseorang betul-betul berada di
hadirat Tuhan.Ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau
menggunakan istilah serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang
berarti bahwa mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian
"hati", dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai
maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat
Dia, dengan mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat
mereka. Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.
Para pakar mengatakan
bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang
datang dari tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan
istilah kebenaran hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya
datang dari dalam diri subjek sendiri. Itulah sebabnya dalam sains dikenal
istilah objeknya tidak objektif.[5]
Perbedaan
antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam,
sebagai ilmu yang menggunakan logika (aqliyah landasan pemahaman yang cenderung
menggunakan metode berfikir filosofis) dan argumentasi naqliyah yang berfungsi
untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama.
D.
Hubungan
antara Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf
Setelah
abad ke-6 Hijriah terjadi percampuran antara filsafat dengan ilmu kalam,
sehingga ilmu kalam menelan filsafat secara mentah-mentah dan dituangkan dalam
berbagai bukti dengan mana Ilmu Tauhid. Yaitu pembahasan problema ilmu kalam
dengan menekankan penggunanaan semantic (logika) Aristoteles sebagai metode, sama
dengan metode yang ditempuh para filosof. Kendatipun Ilmu Kalam tetap
menjadikan nash-nash agama sebagai sumber pokok, tetapi dalam kenyataannya
penggunaan dalil naqli juga tampak pada perbincangan mutakalimin. Atas dasar
itulah sejumlah pakar memasukkan Ilmu Kalam dalam lingkup Filsafat Islam.
Ilmu
kalam merupakan bagian atu ruang lingkup dari filsafat (Ibn Khadun, A-Iji,
Musthafa Abd al-Razik, Renant) terutama filsafat islam karena
persoalan-persoalan ketuhanan meluas yang dalam kenyataanya penggunaan dalil
aqli melebihi penggunaan dalil naqli.
Filsafat
dijadikan sebagai aat untuk membenarkan nash agama. Filsafat mengawali
pembuktiannya dengan argumentasi akal, barulah pembenarannya diberikan wahyu
sedangkan ilmu kalam mencari wahyu yang berbicara tentang keberadaan Tuhan baru
kemudian didukung oleh argumentasi akal.
Jadi
Filsafat Islam bertujuan untuk menyelaraskan antara firman dan akal, ilmu
pengetahuan dengan keyakinan, agama dengan filsafat serta menunjukkan bahwa
akal dan firman tidak bertentangan satu sama lain. Walaupun orientasinya
bersifat religius, namun isu-isu penting dalam filsafat tidak diabaikan,
seperti waktu, ruang, materi, kehidupan dan masalah-masalah kontemporer.
Menurut
Hasyimah Nasution Filsafat Islam dan ilmu kalam sangat kuat pengaruhnya satu
sama lain. Kalam mencuatkan masalah-masalah baru bagi filsafat, dan filsafat
membantu memperluas area, bidang, atau jangkauan kalam, dalam pengertian bahwa
pembahasan tentang banyak masalah filsafat jadi dianggap penting dalam kalam.
Filsafat Islam mengandalkan akal dalam mengkaji objeknya-Allah, Alam dan
Manusia-tanpa terikat dengan pendapat yang ada (pemikiran-pemikiran yang sama
sifatnya, hanya berfungsi sebatas masukan dan relative). Nash-nash
agama hanya sebagai bukti untuk membenarkan hasil temuan akal. Sebaliknya, ilmu
kalam mengambil dalil akidah sebagaimana tertera dalam wahyu, yang mutlak
kebenarannya untuk menguji objeknya – Allah dan sifat-sifatnya, serta hubungan
dengan Allah dengan Alam dan Manusia sebagaimana tertuang dalam kitab suci –
menjadikan filsafat sebagai alat untuk membenarkan nash agama. Seperti
keberadaan Allah, Filsafat Islam mengawali pembuktiannya dengan argumentasi
akal, barulah pembenarannya diberikan oleh wahyu, sementara ilmu kalam mencari
wahyu yang berbicara tentang keberadaan Allah, baru kemudian didukung oleh
argumentasi akal. Walaupun objek dan metode kedua ilmu ini berbeda, tapi saling
melengkapi dalam memahami Islam dan pembentukan akidah Muslim.
Sedangkan
Tasawuf sebagai ilmu yang mempelajari cara dan jalan untuk semakin mendekatkan
diri kepada Allah terbagi ke dalam dua bagian, yakni Tasawuf Amali/Akhlaqi dan
Tasawuf Falsafi (Ibn Arabi dan Al-Hallaj). Dari pengelompokkan ini
tergambar adanya unsur-unsur filsafat dalam ajaran tasawuf, seperti logika dalam
penjelasan maqomat (wahdat al-wujud).[6]
M.T.
Mishbah Yazdi. Buku Daras Filsafat Islam halaman Tasawuf Falsafi yang biasanya
juga disebut dengan irfan yakni secara teknis diterapkan pada persepsi-persepsi
khas yang ditangkap melalui pemusatan perhatian relung terdalam jiwa dan tidak
melalui pengalaman inderawi dan rasional. Irfan sejati diperoleh semata-mata
melalui keterikatan Allah dan ketaatan kepada segenap perintah-Nya. Keterikatan
tanpa pengetahuan mustahil adanya, dan pengetahuan ini mesti bersandar pada
sejumlah prinsip filsafat. Penyingkapan dan visi irfan memunculkan
masalah-masalah baru untuk diuraikan dan dikupas tuntas oleh filosof, dan
memperluas cakrawala pandang filsafat. Dalam pemecahan berbagai masalah dalam
ilmu-ilmu kefilsafatan, visi-visi irfan bisa dianggap sebagai pendamping.
Banyak hal yang terbukti secara rasional dalam filsafat, terungkap pula melalui
penglihatan kalbu.
Kajian-kajian
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali tentang jiwa dalam pendekatan
kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga
bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan
roh itu pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan
tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf.[7]
Dalam
kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai:
1. pemberi
wawasan spiritual dalam pemahaman kalam.
2. Penghayatan
yang mendalam lewat hati (dzauq dan widjan) terhadap ilmu tauhid dan ilmu kalam
agar lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku.
3. penyempurnaan
ilmu tauhid (ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid).
4. pemberi
kesadaran rohaniah dan perdebatan-perdebatan kalam agar ilmu kalam tidak
dikesani sebagai dialetika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran
penghayatan atau sentuhan secara qabliyah (hati).
Dalam
kaitannya dengan Ilmu Tasawuf, Ilmu kalam berfungsi sebagai:
Pengendali
ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan
dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf,
hal itu harus ditolak.[8]
E. Ilmu kalam dengan Fiqih
dan Ushu Fiqih
Menurut
Abu Hanifah hokum islam (Fikih) terbagi kedalam dua yaitu Fiqih Al-akbar dan
Fiqih Al-Asghar, Fiqih al-Akbar merupakan keyakinan, pokok agama, ketauhidan
sedangkan fiqih al-Asghar adalah cabang agama berupa cara-cara beribadah
seperti muamalah. Dari pendapat Abu Hanifah bahwa adanya hubungan antara ilmu
kalam dengan fiqih. Ilmu kalam membahas soal-soal dasar dan pokok, pandangan
lebih luas, tinjauan dapat memberi sikap toleran, member keyakinan yang
mendalam berdasarkan pada landasan yang kuat sedangkan Fiqh membahas soa furu’
atau cabang dan ranting, pandangannyapun lebih detai dan rinci
Dalam
memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan hokum
diperlukan ijtihad yaitu suatu usaha dengan mempergunakan akal dan prinsip
kelogisan untuk mengeluarkan ketentuan hokum dari sumbernya. Misalnya adalah
qiyas yaitu menyamakan hokum sesuatu yang tidak ada nask hukumnya dengan hokum
sesuatu yang lain atas dasar persamaan illat. Dalam menentukan persamaan
diperlukan pemikiran. Artinya, pertimbangan akal diniai lebih baik bagi kehidupan
masyarakat dan perorangan.
Aliran-aliran
teologi dalam islam semuanya memakai akal dalam menyelesaikan persoalan
teologinya dan berpedoman kepada wahyu, yang membedakannya yatu dalam derajat
kekuataan yang diberikan kepada akal dan dalam interpretasi mengenai teks
al-Quran dan Hadits. Teolog yang berpendapat akal memiliki daya yang kuat
memberi interpretasi yang liberal mengenai teks ayat al-Quran dan hadits
(terikat ayat qath’i) sehingga dinamakan teologi liberal yang bebas berkehendak
(contoh:mu’tazilah) yang berpegang teguh pada logika namun sukar ditangkap
golongan awam dan Teolog yang berpendapat akal memiliki daya yang lemah memberi
interpretasi harfi/dekat mengenai teks ayat al-Quran dan hadits (terikat ayat
zanni) sehingga dinamakan teologi tradisional yang terbatas dalam berkehendak
(contoh: as’ariyah) yang berpegang pada arti harfi dan kurang menggunakan
logika namun mudah diterima kaum awam. Begitupun madzhab-madzhab dalam fiqih
adanya perbedaan dikarenakan kemampuan akal dalam menginterpretasikan teks
Al-Quran dan Hadits.
BAB III
A. Simpulan
Secara etimologi Kalam berarti “kata-kata”. Kata-kata
disini di maksudkan adalah kata-kata (firman) Allah. Jadi ilmu kalam adalah
ilmu yang mempermasalahkan kalam Allah, Filsafat berasal dari bahasa yunani
yang terdiri dari dua kata yakni philos dan shopia, philos mempunyai makna
“mencintai” dan shopia mempunyai makna ”kebijaksanaan atau kebenaran” Samsul
Munir menuliskan dalam bukunya bahwa tasawuf berasal dari kata shuf
(shad, wawu dan fha) dan di dhomah shadnya, yang mempunyai arti ”kain bulu
domba yang kasar”, alasannya adalah karena dulu orang-orang sufi
selalu menjauhkan diri untuk memakai kain sutra, karena
waktu itu kain domba merupakan simbol kesederhanaan.
Bagi ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan
dengan hal yang sama yaitu kebenaran. Ilmu kalam dengan metodenya sendiri
berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat
dengan wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam
maupun manusia (yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuaan
karena berada di luar atau di atas jangkauanya), atau tentang Tuhan. Sementara
itu, tasawuf juga dengan metodenya yang tipikai berusaha menghampiri kebenaran
yang berkaitan dengan perjalanan spritual menuju Tuhan.
B. Saran
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
keterbatasannya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Razak Dan
Rosidin Anwar. 2009. Ilmu Kalam Untuk
Uin, Stain, Ptais. Bandung: Pustaka Setia.
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Tasawuf.
Jakarta: Amzah.
Hasyim Syah Nasution. 2005. Filsafat Islam. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Murtadha, Muthahari. 2003. Pengantar ilmu-ilmu
Islam. Jakarta: Zahra Pustaka.
Yazdi, Muhammad Taqi Misbah. 2003. Buku
Daras Filsafat Islam, (Terj. Musa Kazim & Saleh Bagir). Bandung:Mizan.
No comments:
Post a Comment