Resume Hakikat Pengetahuan
Hakikat Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
a)
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata
dalam bahasa inggris yaitu knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles pengetahuan bisa didapat berdasarkan
pengamatan dan pengalaman.
Pengetahuan menurut ahli Menurut Notoatmodjo(2003); Pengetahuan
adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga.
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior ).
Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku ynag tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan seorang remaja di peroleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagi media masa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan,
orang tua, internet, media poster, teman dekat, dan sebagainya (Notoatmojo,
2003).
Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau
individu untuk memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing
individu akan memberi arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterimanya
meskipun stimuli itu sama. Pengetahuan mempunyai aspek pokok untuk mengubah
perilaku seseorang yang disengaja (Nurhidayati, 2005). Pengetahuan merupakan
hasil tahu seseorang tentang suatu hal melalui proses pembelajaran baik
disengaja ataupun tidak disengaja.
Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003:3), ada 6 tingkat
pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu:
1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
4) Analisis (Analysys) Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan seperti sebagainya. Analisis
merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.
5) Sintesa (Syntesis) Sintesa adalah suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang, baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat
menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek.
b)
Jenis-jenis pengetahuan
Menurut Burhanuddin
Salam pengetahuan yang dimiliki manusia itu ada empat yaitu:
1.
Pengetahuan Biasa
Adalah pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common
sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang
memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik.
2.
Pengetahuan Ilmu
Adalah ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian
yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu
pengetahuan alam. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective
thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia
factual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui
observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu obkektif dan
menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti
tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena
dimulai dengan fakta.
3.
pengetahuan Filsafat
Pengetahuan manusia itu ada tiga yaitu pengetahuan sains,pengetahuan
filsafat dan pengetahuan mistik.Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang
berdasarkan logika. Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat
kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada
universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. kalau ilmu hanya
pada satu bidang pengetahuan yang sempit ,filsafat membahas hal yang lebih luas
dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan
kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar
kembali.
4.
Pengetahuan Agama
Adalah pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pengetahuan mengandung beebrapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara
berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertical dan
cara berhubungan dengan sesame manusia, yang sering juga disebut dengan
hubungan horizontal.
2. Hakikat dan Sumber Pengetahuan
a.
Hakikat pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state).
Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata
lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal. Ada dua teori untuk
mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:
1) Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut
realisme adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari
fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah dari
yang asli yang ada diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang
terdapat dalam sebuah foto. Dengan demikian, relisme berpendapat bahwa
pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2) Idealisme
Ajaran idealisme
menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benarKarena itu,
pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang
diberikan hanyalah gambaran menurut pendapat atau pengelihatan orang yang
mengetahun.
b.
Sumber Pengetahuan
Dalam hal ini ada beberapa pendapat
tentang sumber pengetahuan antara lain:
1.
Empirisme
Empirisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa
pengetahuan bersumber dari pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan
pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Tokoh utama dalam aliran
empirisme ini adalah Francos Bacon (1210-1292 M), berpendapat bahwa pengetahuan
yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan
indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati.
2.
Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan diukur dengan akal. Manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan merangkap objek.
Para penganut
rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukunya
di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya dapat
ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3.
Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari revolusi
pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda
dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi)
memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu
pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai
dasar untuk menyusun pengetahuan secara intuisi tidak dapat diandalkan.
Pengetahuan intuisi dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya
dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi
dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran. Bagi
Nietzchen intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow
intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience).
4.
Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada
manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi memeperoleh pengetahuan dari
Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk
memperolehnya.
Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai
kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, seperti latar belakang dan
tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat
nanti.
Kebenaran Ilmiah
1.
Arti Kebenaran
Kebenaran
adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
2.
Teori-teori Kebenaran
1) Teori Corespondence
menerangkan
bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan
objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2)
Teori
Consistency
Teori
ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan
eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu
penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan
penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3)
Teori
Pragmatisme
Paragmatisme
menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode
project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar
hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu
itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan
tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya
manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu
melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4)
Kebenaran
Religius
Kebenaran
tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat
objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini
secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui
wahyu.
3.
Sifat Kebenaran Ilmiah
1.
Pertama,
kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang
dimiliki di lihat dari jenis pengetahuan yang dibangun, yakni: (1) pengetahuan
biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense know-ledge; (2)
pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas
atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan
dari para ahli sejenis; (3) pengetahuan filsafat yaitu jenis pengetahuan
yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan
menyeluruh dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif; (4)
pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang bersifat dogmatis yang selalu dihampiri
oleh keyakinan yang tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama
memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk
memahaminya.
2.
Kedua,
kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau
dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dari
penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik
kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk
membuktikannya.
3.
Ketiga,
kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Membangun
pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek mana yang dominan.
Hakikat Ilmu
Definisi Kakekat ilmu terdiri dari dua
kata yang berbeda. Masing-masing memiliki makna kata yang berbeda. Kata
hakekat secara etimologis berarti terang,
yakin, dan sebenarnya. Dalam filsafat, hakikat diartikan inti dari sesuatu,
yang meskipun sifat-sifat yang melekat padanya dapat berubah-ubah, namun inti
tersebut tetap lestari. Contoh, dalam Filsafat Yunani terdapat nama Thales,
yang memiliki pokok pikiran bahwa hakikat segala sesuatu adalah air. Air yang
cair itu adalah pangkal, pokok, dan inti segalanya. Semua hal meskipun
mempunyai sifat dan bentuk yang beraneka ragam, namun intinya adalah satu yaitu
air. Hakikat dapat juga dipahami sebagai inti-sari, bisa pula berupa
sifat-sifat umum dari pada sesuatu tertentu.
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan yang didapat secara ilmiah, atau bisa di sebutkan bagian dari
pengetahuan. Jadi, makna kata hakekat ilmu dapat
diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari arti atau makna dari ilmu tersebut. Hakekat
Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut. Untuk lebih jelasnya
tentang pengertian ilmu, dibawah ini akan kemukakan oleh beberapa ahli filsafat
ilmu.
Menurut The Liang Gie (1996:88), ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau
metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu merupakan rangkaian
aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya
metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiah. Menurut W. Atmojo (1998:324) ilmu
ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang (Pengetahuan) itu.
Dasar Ontologi Ilmu
Untuk mengetahui dasar ontologi ilmu ini, sebagai pertanyaan awal adalah
apakah yang ingin diketahui ilmu? Atau dengan kata lain apakah yang menjadi
bidang telaah ilmu?. Dalam konteks pembahasan
ini, Ilmu membatasi diri pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman
panca indera manusia atau dengan perkataan lain hal-hal yang bersifat empiris.
Berlainan dengan agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, maka ilmu
membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris dan rasional. Objek penelaahan ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh
panca indera manusia. Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari
objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuhan, hewan atau manusia
itu sendiri. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi
terhadap dunia empiris.
Epistemologi : Cara Mendapatkan Pengetahuan
Dasar Epistemologi Ilmu
Teori untuk memperoleh pengetahuan atau yang disebut dengan epistemologi
membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk
memperoleh pengetahuan dengan metode keilmuan. Metode keilmuan inilah yang
membedakan antara ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Karena ilmu
merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki
sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk
tujuan inilah, agar kita tidak terjadi kekacauan antara pengertian “ilmu” (science)
dan “pengetahuan” (knowledge), maka mempergunakan istilah “ilmu” untuk
“ilmu pengetahuan” Suriasumantri (2006:9).
Kegiatan dalam mencari pengetahuan
tentang apapun, selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut
diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah syah untuk disebut
keilmuan. Orang bisa membahas suatu kejadian sehari-hari secara keilmuan,
asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia memenuhi persyaratan yang
telah digariskan. Sebaliknya tidak semua yang diasosiasikan dengan eksistensi
ilmu adalah keilmuan
Aksiologi : Nilai Kegunaan Ilmu
Dasar Axiologi
Ilmu bersifat netral, ilmu
tidak mengenal baik dan buruk, dan si pemiliki pengetahuan itulah yang harus
mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan
yang besar itu terletak pada sistem nilai pemilik pengetahuan tersebut.
Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologisnya saja: jika
hitam katakana hitam dan jika ternyata putih maka katakana putih; tanpa
berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaran yang nyata. Secara
ontologis dan axiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang
buruk, sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Kekuasaan
ilmu yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang
kuat.
Kesimpulan
Dari uraian
di atas, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1)
Hakikat
Ilmu diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari
ilmu terssebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut.
2)
Pengertian
ilmu dalam konteks Ilmu pengetahuan ilmiah dapat diartikan sebagai sebuah
pengetahuan dari hasil proses yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan atau
ketentuan-ketentuan keilmiahan.
3)
Falsafah
dari ilmu pengetahuan adalah jawaban atas pertanyaan untuk apa ilmu itu
(ontologi)? bagaimana cara memperolehnya (epistemologi) dan apa manfaatnya ilmu
tersebut (aksiologi).
4)
Dasar
ontology Ilmu adalah ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat
empiris yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia selama itu bisa dijangkau
oleh panca indera manusia.
5)
Dasar
epistemology ilmu merupakan kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun,
selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh
dengan mempergunakan metode keilmuan.
6)
Metode
keilmuan adalah berpikir secara rasional dan empiris. Gabungan kedua hal
tersebut, disebut dengan metode keilmuan.
7)
Kelebihan
berpikir keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan
logis serta telah teruji kebenarannya. karena tingkat kepercayaan masyarakar
yang tinggi, memungkinkan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dalam bentuk
suatu konsesus yang disetujui bersama, setidak-tidaknya untuk sementara, sampai
ditemukannya pemecahan lain yang lebih diandalkan.
8)
konsep
dalam keilmuan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama induksi adalah
suatu cara pengambilan ssuatu keputusan dari kasus-kasus yang bersifat individu
menjadi kesimpulan yang umum. Contoh, semua logam bila dipanaskan akan memuai. Untuk mengambil sebuah
kesimpulan yang bersifat umum tersebut dan bisa dipercaya dan diandalkan maka
harus menggunakan dengan istilah statistik. Konsep keilmuan yang kedua ada yang
dinamakan dengan deduktif adalah proses penarikan kesimpulan dari yang bersifat
umum ke kesimpulan yang bersifat pribadi atau khusus. Contoh, logam jika
dipanaskan akan memuai.
9)
kegiatan
keilmuan merupakan proses untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baik
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya (penelitian terapan) maupun
pengetahuan-pengetahuan baru yang belum pernah ada sebelumnya (penelitian
murni).
10) secara axiology ilmu pengetahuan menyerahkan
sepenuhnya kepada si pemilik ilmu tersebut. Namun secaca ontology dan
epistemology ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk,
sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap.
Moralitas
Ilmu Pengetahuan
1. Tanggung Jawab Ilmuwan
Ilmu
menggahasilkan teknologi yang diperagakan masyarakat.penarapan ilmu
dimasyarakat juga menjadi kebekarhan bagi masyarakat dan dapat mengubah
beradaban bagi manusia, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia
apabila menyalagunakan hasil karya para ilmuwan. Disinilah pemanfaatkan dan
teknologi perlu diperhatikan sebaik-baiknya.
Dihadapkan masalah moral dan akses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, maka para ilmuwan bisa dinobatkan sebagai dua golongan pendapat, Ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secra ontologis maupun maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanya bisa menemukan penemuan terserah mau dipakai oleh para pengguna yang bersifat positif maupun negatif ilmu itu sifatnya netral.
Dihadapkan masalah moral dan akses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, maka para ilmuwan bisa dinobatkan sebagai dua golongan pendapat, Ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secra ontologis maupun maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanya bisa menemukan penemuan terserah mau dipakai oleh para pengguna yang bersifat positif maupun negatif ilmu itu sifatnya netral.
2. Ilmu : Bebas Nilai Atau Tidak
Rasioamal ilmu
terjadi sejak rene Descartes bersikap sepkeptis sebagai metode yang meragukan
segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap ini masih
berlanjut pada masa aufklarung, suatu era yang merupakan usaha manusia untuk
mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam.
Persoalanya ilmu berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksut Josep Situmorang (1996) bebas nilai artinya tuntutan setiap kegiatan ilmiah atas didasarkan pada hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengethuan itu sendiri
Persoalanya ilmu berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksut Josep Situmorang (1996) bebas nilai artinya tuntutan setiap kegiatan ilmiah atas didasarkan pada hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengethuan itu sendiri
1.
Ilmu Bebas
Nilai
Minimal sebagai
tiga factor sebagai indicator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu
a)
ilmu harus
bebas dari factor eksternal seperti factor politis, ideologis, agama, budaya,
dan unsur kemasyarakatan lainya .
b)
perlunya
kebebasan ilmiah, yang mendorong terjadinya otonomi ilmu pengaetahuan.
Kebebasan itu menyangkut kemungkinan untuk menentukan diri sendiri.
c)
Penelitian
ilmiah tidak luput dari pertimbangan dari etis (yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu), karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Indikator
pertama dan kedua menujjukan upaya para ilmuan untuk menjaga objektivitas
ilmiah, sedangkan indicator kedua menujukan adanya factor yang tak terhindarkan
perkembangan ilmu, pertimbangan etis. Hapir dipastikan bahwa mustahil bagi para
ilmuan untuk menafikan pertimbangan etis ini, karena setiap manusia mempunyai
hati nurani sebagai institusi moral terkecil yang ada dalam dirinya sendiri Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh
nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di
ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya
bebas.[4] Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan
kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat
kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam
suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori
yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu
pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi
petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri
berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu
wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmian
disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh –
sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan diri ini sungguh bebas,
karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti
subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
2.
Terikat Nilai
Berbeda dengan
ilmu yang bebas nilai, ilmu yang terikat nilai (value bond) memandang bahwa
ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus dikembangan dengan
mempertimbangkan aspek nilai dan terutama nilai.Pengembangan ilmu jelas tidak
mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik
politis, ekonomis, religius, ekologis, dan
lain-lain sebagainya.Dalam pandangan terikat nilai ini kata “nilai”
juga memiliki makna yang lebih luas.Pertama, makna nilai bukan hanya dalam
konteks baik buruk tetapi juga dalam konteks ada kepentingan
atau tidak.Kedua, terikat nilai tidak hanya berlaku bagi ilmuan tetapi
juga bagi ilmu itu sendiri, sehingga memasuki wilayah epistemologis.Keduanya
saling tekait.
Sosiolog, Weber, bahwa ilmu social menyatakan
harus bebas nilai, tetapi ia juga mengatakan ilmu-ilmu social harus menjadi
nilai yang relevan. Weber tidak yakin bahwa para ilmuan social melakukan
aktivitasnya seperti mengejar atau menulis bidang ilmu social itu, mereka tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan
kedalam bagian-bagian praktis ilmu social jika praktik itu mengandung tujuan
atau rasional.Tanpa keinginan melayani kepentintgan orang, budaya,
maka ilmu social tidak beralasan untuk tidak diajarkan.Suatu sikap
moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah (Rizal
Mutansyir dan Misnal Minir 2001)
Tokoh lain habermas sebagaimana yang ditulis Rizal Mustasir (2001)berpendirian teori sebagai produk ilmiah tidak bebas nilai. Pendirian ini diwarisi Hebermas dari pandangan Huseri yang melihat fakta dari objek alam diperlukan ilmu pengetahuan sebagai kenyataan yang sudah jadi.Fakta atau objek itu sebenarnya sudah tersusun secara sepontan dan primodial dalam pengalaman sehari-hari, dalam libenswelt atau dunia sebagaimana dihayati. Setiap ilmu pengetahuan mengambil dari libensweltitu sejumlah fakta sebagai fakta yang kemudian diilmiakan berdasarkan kepentingan praktis
Tokoh lain habermas sebagaimana yang ditulis Rizal Mustasir (2001)berpendirian teori sebagai produk ilmiah tidak bebas nilai. Pendirian ini diwarisi Hebermas dari pandangan Huseri yang melihat fakta dari objek alam diperlukan ilmu pengetahuan sebagai kenyataan yang sudah jadi.Fakta atau objek itu sebenarnya sudah tersusun secara sepontan dan primodial dalam pengalaman sehari-hari, dalam libenswelt atau dunia sebagaimana dihayati. Setiap ilmu pengetahuan mengambil dari libensweltitu sejumlah fakta sebagai fakta yang kemudian diilmiakan berdasarkan kepentingan praktis
Habermas menegaskan
lebih lanjut bahwa ilmu pengatahuan alam terbentuk berdasarkan kepentingan
teknis. Ilmu pengatahuan alam tidaklah netral, karena isinya tidak lepas sama
sekali dari kepentingan praktis. Ilmu sejarah dan hermeneutika juga ditentukan
oleh kepentingan praktis kendati dengan cara yang berbeda. Kegiatan teoritis
yangmelibatkan pola subjek selalumengandung kepentingan tertentu.Kepentingan
itu bekerja pada tiga bindang, yaitu pekerjaan.bahasa , dan otoritas. Pekerjaan
merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, sedangkan otoritas
merupakan kepentingan ilmu social.
3. Moralitas Ilmu Pengetahuan
Manusia sebagai
manipulator dan articulator dalam mengambil manfaat dalam ilmu pengetahuan.
Dalam psigkologi, dikenal konsep diri dan freud menyebut sebagai “id”, “ego”
dan “super ego” , “id” adalah bagian kepribadian yang dorongan biologi (hawa
nafsu dalam agama ) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua insting: libido
(konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” penyelaras antara
“Id” dan realitas dunia luar.“super ego” adalah polisi kepribadian yang
mewakili ideal, hati nurani (jalaludin Rahmat, 1989). Dalam agama ada sisi
destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).
Ketika manusia memanfaatkan ilmu
pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya mefungsikan “id” nya,
seingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan diaarahkan untuk hal-hal
yang destruktif. Misalnya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah
sementara superego tidak berfungsi optimal, maka tentu atau juga nafsu angkara
murka yang mengendalikan tidak manusia mejatuhkan pilihan dalam memanfaatkan
ilmu pengetahuan amatlah nihil kebaikan yang diperolehmanusia,atau malah
mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan
lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan
“ego” maupun “super ego”nya.
Etika adalah pembahasan mengenai baik,
buruk, semestinya, benar, dan salah. Yang paling menonjol tentang baik dan
kuwajiban .keduanya bertalian denga hati nurani. Bernaung dibahwa filasafat
moral (Herman Soerwardi 1999). Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan
kuwajiban itu, dengan argument bahwa sesuatu tidak dijalankan berarti akan
mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika adalah
seperangkat kewajiban tentang kebaikan yang melaksanakanya tidak
ditunjuk. Exekutornya menjadi jelas ketika sang subjek berhadap opsi baik
atau buruk yang baik itulah kuwajiban executor dalam kehidupan ini.
Ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Adalah sangat bijaksana apabila manusia-manusia di muka bumi ini dapat memanfaatkan ilmunya untuk memperlajari berbagai gejala atau peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan ilmu pengetahuan hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang asasi, dan semua orang akan menyambut gembira bila ilmu pengetahuan ini benar-benar dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia.
Ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Adalah sangat bijaksana apabila manusia-manusia di muka bumi ini dapat memanfaatkan ilmunya untuk memperlajari berbagai gejala atau peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan ilmu pengetahuan hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang asasi, dan semua orang akan menyambut gembira bila ilmu pengetahuan ini benar-benar dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia.
Ilmu pengetahuan hendaknya dikembangkan
manusia untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Ilmu pengetahuan yang
dikendalikan oleh manusia-manusia yang tidak bermoral telah membawa maut dan
penderitaan yang begitu dahsyat kepada umat manusia, sehingga manusia di dunia
ini tetap mendambakan perdamaian abadi dengan penemuan-penemuan ilmu yang
modern dan canggih ini. Descartes menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan
serba budi; Immanuel Kant menyatakan ilmu pengetahuan merupakan persatuan
antara budi dan pengalaman. Ilmu pengetahuan selain tersusun secara sistematis
dengan menggunakan kekuatan pemikiran juga harus mengandung nilai etis atau
moral, dikatakan beretis atau bermoral adalah harus mengandung nilai yang bermakna
dan berarti, berguna bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan bukan saja
mengandung kebenaran-kebenaran tapi juga kebaikan-kebaikan.
Dalam
menggerayangi hakekat ilmu, sewaktu kita mulai menyentuh nilainya yang dalam,
di situ kita terdorong untuk bersikap hormat kepada ilmu. Hormat pertama-tama
tak ditujukan kepada ilmu murni tetapi ilmu sebagaimana telah diterapkan dalam
kehidupan. Sebenarnya nilai ilmu terletak pada penerapannya. Ilmu mengabdi
masyarakat sehingga ia menjadi sarana kemajuan. Boleh saja orang mengatakan
bahwa ilmu itu mengejar kebenaran dan kebenaran itu merupakan inti etika ilmu,
tetapi jangan dilupakan bahwa kebenaran itu ditentukan oleh derajat penerapan
praktis dari ilmu. Pandangan yang demikian itu termasuk faham pragmatisme tentang
kebenaran. Di situ kebenaran merupakan suatu ide yang berlandaskan efek-efek
praktis[8]
Teknologi yang merupakan konsep ilmiah yang menjelma dalam bentuk konkret telah mengalihkan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi ini masalah moral muncul kembali berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Dihadapkan dengan masalah moral, ilmuwan terbagi menjadi dua.
Teknologi yang merupakan konsep ilmiah yang menjelma dalam bentuk konkret telah mengalihkan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi ini masalah moral muncul kembali berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Dihadapkan dengan masalah moral, ilmuwan terbagi menjadi dua.
Golongan pertama menginginkan ilmu harus
bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis.
Sehingga tugas ilmwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah pada
penggunanya untuk menggunakan pengetahuan tersebut demi tujuan baik atau buruk.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Charles Darwin mengatakan bahwa tahapan tertinggi dalam kebudayaan moral manusia adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Charles Darwin mengatakan bahwa tahapan tertinggi dalam kebudayaan moral manusia adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita
No comments:
Post a Comment