1

loading...

Sunday, January 5, 2020

Resume Hakikat Pengetahuan


Resume Hakikat Pengetahuan 

Hakikat Pengetahuan
1.    Definisi Pengetahuan
a)         Pengertian Pengetahuan
      Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge, Secara terminologi  pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles pengetahuan bisa didapat berdasarkan pengamatan dan pengalaman.
      Pengetahuan menurut ahli Menurut Notoatmodjo(2003); Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.  
      Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior ). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku ynag tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seorang remaja di peroleh dari pengalaman yang berasal dari berbagi media masa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, orang tua, internet, media poster, teman dekat, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).
      Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu akan memberi arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterimanya meskipun stimuli itu sama. Pengetahuan mempunyai aspek pokok untuk mengubah perilaku seseorang yang disengaja (Nurhidayati, 2005). Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang tentang suatu hal melalui proses pembelajaran baik disengaja ataupun tidak disengaja.
      Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003:3), ada 6 tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu:
1)      Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat  pengetahuan yang paling rendah.
2)      Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah  paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3)      Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4)      Analisis (Analysys) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan seperti sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.
5)      Sintesa (Syntesis) Sintesa adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang, baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6)      Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b)         Jenis-jenis pengetahuan
Menurut Burhanuddin Salam pengetahuan yang dimiliki manusia itu ada empat yaitu:
1.      Pengetahuan Biasa
Adalah pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik.
2.       Pengetahuan Ilmu
Adalah ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia factual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi,  eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu obkektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta.
3.       pengetahuan Filsafat
Pengetahuan manusia itu ada tiga yaitu pengetahuan sains,pengetahuan filsafat dan pengetahuan mistik.Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang berdasarkan logika. Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit ,filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali.

4.       Pengetahuan Agama
Adalah pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beebrapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertical dan cara berhubungan dengan sesame manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal.
2.    Hakikat dan Sumber Pengetahuan
a.        Hakikat pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:
1)    Realisme
        Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah dari yang asli yang ada diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam sebuah foto. Dengan demikian, relisme  berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2)    Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benarKarena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang diberikan hanyalah gambaran menurut pendapat atau pengelihatan orang yang mengetahun.

b.        Sumber Pengetahuan
Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
1.      Empirisme
       Empirisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan bersumber dari pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Tokoh utama dalam aliran empirisme ini adalah Francos Bacon (1210-1292 M), berpendapat bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati.
2.      Rasionalisme
       Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan  diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan merangkap objek.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukunya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan  yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3.      Intuisi
       Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari revolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
       Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience).
4.      Wahyu
       Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi memeperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya.
       Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.
Kebenaran Ilmiah
1.      Arti Kebenaran
            Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
2.      Teori-teori Kebenaran
1)   Teori Corespondence 
 menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2)   Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3)   Teori Pragmatisme 
 Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4)   Kebenaran Religius 
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

3.      Sifat Kebenaran Ilmiah
1.      Pertama, kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki di lihat dari jenis pengetahuan yang dibangun, yakni: (1) pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense know-ledge; (2) pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan dari para ahli sejenis;  (3) pengetahuan filsafat yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif; (4) pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
2.      Kedua, kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.
3.      Ketiga, kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek mana yang dominan.
Hakikat Ilmu
       Definisi Kakekat ilmu terdiri dari dua kata yang berbeda. Masing-masing memiliki makna kata yang berbeda. Kata hakekat secara etimologis berarti terang, yakin, dan sebenarnya. Dalam filsafat, hakikat diartikan inti dari sesuatu, yang meskipun sifat-sifat yang melekat padanya dapat berubah-ubah, namun inti tersebut tetap lestari. Contoh, dalam Filsafat Yunani terdapat nama Thales, yang memiliki pokok pikiran bahwa hakikat segala sesuatu adalah air. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok, dan inti segalanya. Semua hal meskipun mempunyai sifat dan bentuk yang beraneka ragam, namun intinya adalah satu yaitu air. Hakikat dapat juga dipahami sebagai inti-sari, bisa pula berupa sifat-sifat umum dari pada sesuatu tertentu.
       Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan yang didapat secara ilmiah, atau bisa di sebutkan bagian dari pengetahuan.  Jadi, makna kata hakekat ilmu dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari arti atau makna dari ilmu tersebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut. Untuk lebih jelasnya tentang pengertian ilmu, dibawah ini akan kemukakan oleh beberapa ahli filsafat ilmu.
Menurut The Liang Gie (1996:88), ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu merupakan rangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiah. Menurut W. Atmojo (1998:324) ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (Pengetahuan) itu.
Dasar Ontologi Ilmu
Untuk mengetahui dasar ontologi ilmu ini, sebagai pertanyaan awal adalah apakah yang ingin diketahui ilmu? Atau dengan kata lain apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?. Dalam konteks pembahasan ini, Ilmu membatasi diri pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman panca indera manusia atau dengan perkataan lain hal-hal yang bersifat empiris.
Berlainan dengan agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris dan rasional. Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.

Epistemologi : Cara Mendapatkan Pengetahuan
Dasar Epistemologi Ilmu
Teori untuk memperoleh pengetahuan atau yang disebut dengan epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan dengan metode keilmuan. Metode keilmuan inilah yang membedakan antara ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah, agar kita tidak terjadi kekacauan antara pengertian “ilmu” (science) dan “pengetahuan” (knowledge), maka mempergunakan istilah “ilmu” untuk “ilmu pengetahuan” Suriasumantri (2006:9).
      Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan. Orang bisa membahas suatu kejadian sehari-hari secara keilmuan, asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia memenuhi persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua yang diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan

Aksiologi : Nilai Kegunaan Ilmu
Dasar Axiologi
Ilmu bersifat netral, ilmu tidak mengenal baik dan buruk, dan si pemiliki pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan yang besar itu terletak pada sistem nilai pemilik pengetahuan tersebut. Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologisnya saja: jika hitam katakana hitam dan jika ternyata putih maka katakana putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaran yang nyata. Secara ontologis dan axiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Kekuasaan ilmu yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1)        Hakikat Ilmu diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari ilmu terssebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut.
2)        Pengertian ilmu dalam konteks Ilmu pengetahuan ilmiah dapat diartikan sebagai sebuah pengetahuan dari hasil proses yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan atau ketentuan-ketentuan keilmiahan.
3)        Falsafah dari ilmu pengetahuan adalah jawaban atas pertanyaan untuk apa ilmu itu (ontologi)? bagaimana cara memperolehnya (epistemologi) dan apa manfaatnya ilmu tersebut (aksiologi).
4)        Dasar ontology Ilmu adalah ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia selama itu bisa dijangkau oleh panca indera manusia.
5)        Dasar epistemology ilmu merupakan kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan.
6)        Metode keilmuan adalah berpikir secara rasional dan empiris. Gabungan kedua hal tersebut, disebut dengan metode keilmuan.
7)        Kelebihan berpikir keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis serta telah teruji kebenarannya. karena tingkat kepercayaan masyarakar yang tinggi, memungkinkan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dalam bentuk suatu konsesus yang disetujui bersama, setidak-tidaknya untuk sementara, sampai ditemukannya pemecahan lain yang lebih diandalkan.
8)        konsep dalam keilmuan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:  pertama induksi adalah suatu cara pengambilan ssuatu keputusan dari kasus-kasus yang bersifat individu menjadi kesimpulan yang umum. Contoh, semua logam bila dipanaskan akan memuai. Untuk mengambil sebuah kesimpulan yang bersifat umum tersebut dan bisa dipercaya dan diandalkan maka harus menggunakan dengan istilah statistik. Konsep keilmuan yang kedua ada yang dinamakan dengan deduktif adalah proses penarikan kesimpulan dari yang bersifat umum ke kesimpulan yang bersifat pribadi atau khusus. Contoh, logam jika dipanaskan akan memuai.
9)        kegiatan keilmuan merupakan proses untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baik pengetahuan yang sudah ada sebelumnya (penelitian terapan) maupun pengetahuan-pengetahuan baru yang belum pernah ada sebelumnya (penelitian murni). 
10)    secara axiology ilmu pengetahuan menyerahkan sepenuhnya kepada si pemilik ilmu tersebut. Namun secaca ontology dan epistemology ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap.

Moralitas Ilmu Pengetahuan
1.    Tanggung Jawab Ilmuwan
       Ilmu menggahasilkan teknologi yang diperagakan masyarakat.penarapan ilmu dimasyarakat juga menjadi kebekarhan bagi masyarakat dan dapat mengubah beradaban bagi manusia, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia apabila menyalagunakan hasil karya para ilmuwan. Disinilah pemanfaatkan dan teknologi perlu diperhatikan sebaik-baiknya.
Dihadapkan masalah moral dan akses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, maka para ilmuwan bisa dinobatkan sebagai dua golongan pendapat, Ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secra ontologis maupun maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanya bisa menemukan penemuan terserah mau dipakai oleh para pengguna yang bersifat positif maupun negatif ilmu itu sifatnya netral.
2.    Ilmu : Bebas Nilai Atau Tidak
       Rasioamal ilmu terjadi sejak rene Descartes bersikap sepkeptis sebagai metode yang meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap ini masih berlanjut pada masa aufklarung, suatu era yang merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam.
Persoalanya ilmu berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksut Josep Situmorang (1996) bebas nilai artinya tuntutan setiap kegiatan ilmiah atas didasarkan pada hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengethuan itu sendiri
1.      Ilmu Bebas Nilai
Minimal sebagai tiga factor sebagai indicator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu
a)    ilmu harus bebas dari factor eksternal seperti factor politis, ideologis, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainya .
b)   perlunya kebebasan ilmiah, yang mendorong terjadinya otonomi ilmu pengaetahuan. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan untuk menentukan diri sendiri.
c)    Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan dari etis (yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu), karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Indikator pertama dan kedua menujjukan upaya para ilmuan untuk menjaga objektivitas ilmiah, sedangkan indicator kedua menujukan adanya factor yang tak terhindarkan perkembangan ilmu, pertimbangan etis. Hapir dipastikan bahwa mustahil bagi para ilmuan untuk menafikan pertimbangan etis ini, karena setiap manusia mempunyai hati nurani sebagai institusi moral terkecil yang ada dalam dirinya sendiri  Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas.[4] Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmian disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
2.      Terikat Nilai
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang terikat nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus dikembangan dengan mempertimbangkan aspek nilai dan terutama nilai.Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, religius, ekologis, dan lain-lain sebagainya.Dalam pandangan terikat nilai ini kata “nilai” juga memiliki makna yang lebih luas.Pertama, makna nilai bukan hanya dalam konteks baik buruk tetapi juga dalam konteks ada kepentingan atau tidak.Kedua, terikat nilai tidak hanya berlaku bagi ilmuan tetapi juga bagi ilmu itu sendiri, sehingga memasuki wilayah epistemologis.Keduanya saling tekait.
Sosiolog, Weber, bahwa ilmu social menyatakan harus bebas nilai, tetapi ia juga mengatakan ilmu-ilmu social harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin bahwa para ilmuan social melakukan aktivitasnya seperti mengejar atau menulis bidang ilmu social itu, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan kedalam bagian-bagian praktis ilmu social jika praktik itu mengandung tujuan atau rasional.Tanpa keinginan melayani kepentintgan orang, budaya, maka ilmu social tidak beralasan untuk tidak diajarkan.Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah (Rizal Mutansyir dan Misnal Minir 2001)
Tokoh lain habermas sebagaimana yang ditulis Rizal Mustasir (2001)berpendirian teori sebagai produk ilmiah tidak bebas nilai. Pendirian ini diwarisi Hebermas dari pandangan Huseri yang melihat fakta dari objek alam diperlukan ilmu pengetahuan sebagai kenyataan yang sudah jadi.Fakta atau objek itu sebenarnya sudah tersusun secara sepontan dan primodial dalam pengalaman sehari-hari, dalam libenswelt atau dunia sebagaimana dihayati. Setiap ilmu pengetahuan mengambil dari libensweltitu sejumlah fakta sebagai fakta yang kemudian diilmiakan berdasarkan kepentingan praktis
Habermas menegaskan lebih lanjut bahwa ilmu pengatahuan alam terbentuk berdasarkan kepentingan teknis. Ilmu pengatahuan alam tidaklah netral, karena isinya tidak lepas sama sekali dari kepentingan praktis. Ilmu sejarah dan hermeneutika juga ditentukan oleh kepentingan praktis kendati dengan cara yang berbeda. Kegiatan teoritis yangmelibatkan pola subjek selalumengandung kepentingan tertentu.Kepentingan itu bekerja pada tiga bindang, yaitu pekerjaan.bahasa , dan otoritas. Pekerjaan merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, sedangkan otoritas merupakan kepentingan ilmu social.

3.    Moralitas Ilmu Pengetahuan
       Manusia sebagai manipulator dan articulator dalam mengambil manfaat dalam ilmu pengetahuan. Dalam psigkologi, dikenal konsep diri dan freud menyebut sebagai “id”, “ego” dan “super ego” , “id” adalah bagian kepribadian yang dorongan biologi (hawa nafsu dalam agama ) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua insting: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” penyelaras antara “Id” dan realitas dunia luar.“super ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (jalaludin Rahmat, 1989). Dalam agama ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).
       Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya mefungsikan “id” nya, seingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan diaarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Misalnya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara superego tidak berfungsi optimal, maka tentu atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tidak manusia mejatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan  amatlah nihil kebaikan yang diperolehmanusia,atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super ego”nya.
       Etika adalah pembahasan mengenai baik, buruk, semestinya, benar, dan salah. Yang paling menonjol tentang baik dan kuwajiban .keduanya bertalian denga hati nurani. Bernaung dibahwa filasafat moral (Herman Soerwardi 1999). Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kuwajiban itu, dengan argument bahwa sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika adalah seperangkat kewajiban tentang kebaikan yang melaksanakanya tidak ditunjuk.  Exekutornya menjadi jelas ketika sang subjek berhadap opsi baik atau buruk yang baik itulah kuwajiban executor dalam kehidupan ini.
Ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Adalah sangat bijaksana apabila manusia-manusia di muka bumi ini dapat memanfaatkan ilmunya untuk memperlajari berbagai gejala atau peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan ilmu pengetahuan hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang asasi, dan semua orang akan menyambut gembira bila ilmu pengetahuan ini benar-benar dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia.
       Ilmu pengetahuan hendaknya dikembangkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Ilmu pengetahuan yang dikendalikan oleh manusia-manusia yang tidak bermoral telah membawa maut dan penderitaan yang begitu dahsyat kepada umat manusia, sehingga manusia di dunia ini tetap mendambakan perdamaian abadi dengan penemuan-penemuan ilmu yang modern dan canggih ini. Descartes menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan serba budi; Immanuel Kant menyatakan ilmu pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Ilmu pengetahuan selain tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran juga harus mengandung nilai etis atau moral, dikatakan beretis atau bermoral adalah harus mengandung nilai yang bermakna dan berarti, berguna bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan bukan saja mengandung kebenaran-kebenaran tapi juga kebaikan-kebaikan.
Dalam menggerayangi hakekat ilmu, sewaktu kita mulai menyentuh nilainya yang dalam, di situ kita terdorong untuk bersikap hormat kepada ilmu. Hormat pertama-tama tak ditujukan kepada ilmu murni tetapi ilmu sebagaimana telah diterapkan dalam kehidupan. Sebenarnya nilai ilmu terletak pada penerapannya. Ilmu mengabdi masyarakat sehingga ia menjadi sarana kemajuan. Boleh saja orang mengatakan bahwa ilmu itu mengejar kebenaran dan kebenaran itu merupakan inti etika ilmu, tetapi jangan dilupakan bahwa kebenaran itu ditentukan oleh derajat penerapan praktis dari ilmu. Pandangan yang demikian itu termasuk faham pragmatisme tentang kebenaran. Di situ kebenaran merupakan suatu ide yang berlandaskan efek-efek praktis[8]
Teknologi yang merupakan konsep ilmiah yang menjelma dalam bentuk konkret telah mengalihkan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi ini masalah moral muncul kembali berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Dihadapkan dengan masalah moral, ilmuwan terbagi menjadi dua.
       Golongan pertama menginginkan ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis. Sehingga tugas ilmwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah pada penggunanya untuk menggunakan pengetahuan tersebut demi tujuan baik atau buruk.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Charles Darwin mengatakan bahwa tahapan tertinggi dalam kebudayaan moral manusia adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita


No comments:

Post a Comment