1

loading...
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH FILSAFAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH FILSAFAT. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 November 2018

MAKALAH FILSAFAT


MAKALAH EMPIRISISME (FILSAFAT BERBASIS PENGALAMAN) 


BAB1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia mempunyai pengetahuan, binatang mempunyai pengetahuan, malaikat jugamempenyai pengetahuan. Lalu apa yang membendakan pengetahuan manusia denganpengetahuan binatang, malaikat, atau makhluk lainnya ?, bedanya, kalau pada makhluk selain manusia pengetahuannyabersifat statis, dari masa kemasabegitu saja. Sehinggamanusia terus menerus mengembangkan diri dan memajukan diriuntuk menghadapi aruskepuasaan yang tak terbatas, baik yang diperoleh dalam akal pikiran, pengalaman bahkanpada tataran intuisi belaka yang penuh khayalan dalam suatu objek manusia.
JohnLocke adalah tokoh pembawagerbang aliran empirisme dalam filsafat. Yaknisebuah, aliran yang mengimani bahwa semua pikiran dan gagasan manusia berasal darisesuatu yang didapat melalui indera dan pengalaman. Karenanya dia disebut filsuf inggrisdengan pandangan empirisme.
Disamping ajaran tentang filsafat pengetahuan, ajaranLocke tentang etika jugamenarik untuk disimak. Terutama berkaitan dengan teori-teoriumumnya tentangbagaimana manusiaberprilaku dan bagaimana seharusnya manusiaberprilaku. DimataLokce,manusia selalu digerakkan semata-mata oleh kegaiatan untuk memperolehkesenangan atau kebahagian. Dalam ajaran etika ini oleh kepentingan jangka panjang.Maksud jangka panjang disini maksudnyaadalah kebijaksanaan.
B. Tujuan
1.Untuk mengetahui sumber pengetahuan dalam aliran Filsafat Empirisme
2.Untuk mengetahui metodologi dalam aliran Filsafat Empirisme
3.Untuk mengetahui verifikasi dalam aliran Filsafat Empirisme
4.Untuk mengetahui tokoh filsafat sepert Locke dan Hume

BABII
PEMBAHASAN
A.    Empirisme
Empiris berasal dari bahasa yunani emoeiria,empeiros (berarti berpengalaman dalam,berkenalaan dengan terampil untuk).Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yangmenyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.Berbedadengan anggapan rasionalis yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio,paham ini  berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumbersatu-satunya atau paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia,sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.Sumber ilmu pengetahuan dalamteori empirisme adalah pengalaman dan penginderaan inderawi.Dalam sejarah filsafat,klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran yang mulanya tidak ada dalam indera.Hal tersebut mengandung makna bahwa:
1.Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman
2.Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat menggabungkan apayang di alami
3.Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan
4.Akal budi tidak dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan dari pengalaman inderawi.
Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat di peroleh melalui indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Pengetahuanyang berupa pengalaman terdiri dari penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam-macam.
         B.           Metodologi Empirisme
Menurut Suparlan Suharto, metode adalah suatu proses atau prosedur yang sistemtis berdasarkan prinsip-prinsip dan tenik-teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin(bidang studi) utuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Jujun S.Suriasumantri, metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan lewat metode ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, polakerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru ataumemperkembangkan pengetahuan yang ada. Menurut pendapat penganut empirisme,metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat apriori tetapi posteriori, yaitu metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya kemudian.
Cara untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode ilmiah, berfikir secara rasional dan bertumpu pada data-data empiris. Metode ilmiah sebagai sumber dari ilmu yang dipandang sebagai suatu metode pengamatan atau penelitian, oleh sebab itu, dinyatakan bahwa “science as a method of inquiry a way of learning and knowing things about the world around as ”. Artinya, melalui metode penelituan banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari dunia sekeliling, kehidupan manusia di muka bumi. Namun, ilmu tetap memiliki ciri tertentu yang secara empiris ciri tersebut ada dalam aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi.
Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan ilmiah (scientific knowlledge) dan penjelasan gaib (mystical explanations). Berbagai macam metodelogi yang digunakan dalam memahami filsaafat empirisme diantaranya.
Metode induktif adalah suatu yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari  pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada penyataan-pernyataan universal. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanaskan akan mengembang, bertolak dari teoriin akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh diatas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik.Metode induktif adalah cara penanganan terhadap suatu objek teretentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap hal yang bersifat khusus.
jika seorang-orang akan melakukan penelitian dengan menggunkan metode induksi,maka harus melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Perumusanamasalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
2. Pengajuanhipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diujilebih lanjut melalui verifikasi
3. Pengambilansample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggapbisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut
4. Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagaihipotesa
5. Tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
Dalam ilmu filsafat dikenal juga metode empiris, seperti yang dipahami oleh ThomasHobbes, John Locke dan David Hume,Menurut mereka hanya pengalamanlah yang dapat menyajikan pengertian benar. Masih banyak metode-metode lain seperti metode intuitif,metode geometris, metode trasidental, metode fenomenologis dan metode-metode lainnya yang semuanya lahir dikarnakan keyakinan dan pengalaman mereka dalam memahami filsafat secara sungguh-sungguh sehingga menghasilkan bentuk metode yang berbeda-beda.Diantaranya terditi dari pengalaman, klarifikasi, kuantifikasi, penemuan hubungan-hubungan dan perkiraan kebenaran.
Pertama,Pengalaman jelas kiranya bahwa tolak ukur ilmu pada tahap paling permualaan adalah pengalaman, apakah hujan, badai gerhana atau ketarutan lain yang terlihat sehari-hari. Pada tahap ini ilmu harus berurusan pada pengalaman dan kritik pada pengalaman.
Kedua, klasifikasi. Prosedur yang paling dasar untuk mengubahdan terpisah menjadidasar fungsional adalah klarifikasi, makin persis klarisifikasi cubauat makin jelasdibawanya dan akan makin spesifik dasar yang membentuk klarisifikasi tersebut.Klarisifikasi harus didasarkan pada suatu tujuan tertentu, apakah jerukharusdiklarifikasikan bersama pisang atau bersam a bola baseball tergantung pada tujuan klarifikasi. Kesukaran timbul karena kebanyakan objek mempunyai sifat dan cirri banyak sekali, dan ini menjadikan mereka dapat di klarifikasikan dengan berbagi cara. Systemklarifikasi dilakukan dari yang paling sederhana ke yang paling rumit.
Ketiga kuantifikasi. Tahap pertama dalam perkembangan ilmu adalah pengumpulan dan penjelasan, dimana kemudian segera menyebabkan adanya kebutuhan untuk kuantifikasikan objek tersebut, karena meskipun obseervasi kuantitatif mungkin sudah cukup memuaskan, namun kuantitatif dapat memberikan ketelitian yang diperlukan klarifikasi dalam ilmu.
Keempat Penemuan hubungan-hubungan. Lewat berbagai klarifikasi yang berbeda-beda, sering terjadi bahwa kita melihat adanya hubungan fungsional antar aspek-aspek komponennya. Mengklafikasikan anak-anak berdasarkan jenis kelamin dan kekuatan jasmani secara bersamaan, umpanya, kemungkinan menyebabkan kita akan melihat hubungan bahwa anak laki-laki cenderung untuk lebih kuat dibanding anak perempuan.Pada tingkat lebih maju ilmu empiris berusaha untuk mengemukakan hukum alam dalambentuk persamaan angka-angka yang menghubungkan aspek kuantitatif dan variabelnya,umpanya panjang keliling sebuah lingkaran adalah 2 π r.
Kelima, perkiraan kebenaran. Ilmu umumnya menaruh perhatian kepada hubungan yang lebih fundamental daaripada hubungan yang hanya tampak pada kulitnya saja. Suatuperistiwa sering terjadi sedemikan rumitnya sehingga hubungan-hubungan yang mungkin terdapat tampak menjadi kabur. Oleh karena itu, perlu untuk menganalisis kejaidan tersebut dengan memerhatikan unsure-unsur yang bersifat dasar dengan tujuan untuk menentukan secara lebih jelas hubungan-hubungan dari eberapa aspeknya.
Metode deduktif adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris di olah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulanitu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisaditarik dari teori tersebut.Metode deduksi adalah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu denagan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas ketentuan hal hal yang bersifat umum.
Metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yangfaktual, yang positif. Ia mengeyampingkan segala uraian luar yang ada sebagai fakta.Oleh karena ini, ia menolak metaifiska. Apa yang diketahui secara postif, adalah segala yang tampak dan segalagejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat danilmu pengetahuan dinbatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Metode kompemplatif metode ini menagatakan adanya keterbatasan indara dan akalmausia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkanpun akanberbeda-beda, harusnya dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.Pengetahuan yang di peroleh lewat intuisi inibiasa di peroleh dengan cara templasiseperti yang dilakukan Al Ghazali.
Metode dialektis dalam filasafat, dialektika mula-mula berarti metode Tanya jawabuntuk mencapai kejerniahan filsafat. Metode ini diajarkan olehSocrates. NamunPlatomengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika., yang mengajarkankaidah-kaidah dan metode metode penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-ideuntuk mencapai apa yang terkandunng dalam pandangan.
        C.    Verifikasi empirisme
Pembuktian yang digunakan dalam rasionalisme biasanya dengan mengunakan koherensi berbanding terbalik dengan empiric yang lebih menekankan pada korespodensi yang lebih diutamakan. Korespodensi adalah sesuatu yang benar terjadi yang sesuai dengan realitas yang ada.Mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan di sampaikan kepada orang lain. Kemungkinan diperiksa kebenaran (verifikasi) dimaksud lah yang menjadi ciri pokok ilmu yang terakhir.
Pengetahuan, agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diujiatau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan akhirnya diakui benar. Ciriverifikasif ilmu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah padatercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilailuhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran tersebut dapatberupa azas-azas atau kaidah-kaidah yang berlaku umum atau universal mengenai pokok keilmuan yang bersangkutan. Melalui itu, manusia berharap dapat membuat ramalantentang peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya.
Contohnya, sebelum ada ilmu maka orang sulit mengerti dan meramalkan, sertamenguasai gejala atau peristiwa-peristiwa alam, seperti; hujan, banjir, gunung meletus,dan sebagainya. Orang, karena itu, lari kepada tahyul atau mitos yang gaib. Namun,demikian, setelah adanya ilmu, seperti; vulkanologi, geografi, fisis, dan kimia maka dapatmenjelaskan secara tepat dan cermat bermacam-macam peristiwa tersebut serta meramalkan hal-hal yang akan terjadi kemudian, dan dengan demikian dapatmenguasainya untuk kemanfaatan diri atau lingkungannya.
Berdasarkan kenyataan itu lah, orang cenderung mengartikan ilmu sebagaiseperangkat pengetahuan yang teratur dan telah disahkan secara baik, yang dirumuskanuntuk maksud menemukan kebenaran-kebenaran umum, serta tujuan penguasaan, dalamarti menguasai kebenaran-kebenaran ilmu demi kepentingan pribadi atau masyarakat, danalam lingkungan.Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslahdiuji melalui percobaan.
       D.    Tokoh Empirisme
1. John Locke
Fokus filsafatLocke adalah antithesis pemikiran Descartes. Baginya, pemikiran Descartes mengenai akal budi kurang sempurna. Ia menyarankan, sebagai akal budidan spekulasi abstrak, kita harus menaruh perhatian dan kepercayaan pada pengalaman dalam menangkap fenomena alam melalui pancaindera.Ia hadir secara aposterori. Pengenalan manusia terhadap seluruh pengalaman yang dilaluinya seperti mencium, merasa, mengecap dan mendengar menjadi dasar bagi hadirnya gagasan-gagasan dan pikiran sederhana.Tapi pikiran, kataLocke, bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan cara berpikir,bernalar, mempunyai dan meragukannya dan inilah akhirnya disebut bagian dari aktivitas merenung dan perenungan.
MelaluiLocke, tradisi emprisme diInggrisdimulai dan berkembang ke penjurudunia yang semenjak eraPlato tradisiini dibuang diBarat. FilsafatLockeinibelakangan juga dibawa Voltaire kePerancis. FilsafatLockeselalu menyarankanbahwa semua pengetahuan berasal dariindera. Ia juga segera diikuti olehUskupIrlandiaGeorge Berkeley dan filsufSkotlandiaDavid Hume.
Selain dikenal sebagai filsuf empirisme,Lockejuga dikenal sebagai fisikawan. Iatak suka hal-halyang berbelit-belit layaknya filsufPlatonian. Sejarah hidupnyapernah dibuang diBelanda akibat keterlibatan dia dalam politik praktis di Inggris dan akhirnya dia menjumpai kolegabarunya bernama William dan Marydar iOrange pada tahun 1683. Pengalamannya itu membuat dia membuat karya tulis mengenai pemerintahan seperti republic nya Plato. Berbeda dengan karyanya Plato, ia lebih memerinci persoalan hak-hak asasi manusia terutama hak kepemilikan pribadi.
Yang membedakanLockedengan yang lainnya adalah karakter pemikirannyayang empiris dibangun atas dasartunggal dan serbaguna. Semua pengalaman(pengetahuan) kataLocke, bersal dari pengalaman. Pengalaman memberikita sensasi-sensasi. Dari sensasi ini kita memperoleh berbagai macam ide baru yang lebihkompleks. Dan pikiran kita terpengaruh oleh perasaan dan refleksi. KendatiLockeberbeda pandangan dari filsuf lain, namunLockejuga menerima metafora sentralCartesian, pembedaan antara pikiran dan tubuh. Terbukti, dia memandang bahwa pengetahuan pertama-tama berkenaan dengan pemeriksaan pikiran.
Selain dari itu, locke membedakan antara apa yang dinamakannya “kualitas primer ” dan “Kualitas sekunder ”. Yang dimaksud dengan kualitas primer adalah luas,berat, gerakan,jumlah dan sebagainya. Jika sampai pada masalah seperti ini, kitadapat merasa yakin bahwa indera-indera menirunya secara objektif. Tapi kita jugaakan merasakan kualitas-kualitas lain dalamdalam benda-benda. Kita akanmengatakan bahwa sesuatu itu manis atau pahit, hijau atau merah. Locke menyebutini sebagai sesuatu yang sekunder. Pengindraan semacam ini tidak meniru kualitas-kualitas sejati yang melekat pada benda-benda itu sendiri.
Proyek epistimologi Locke mencapai puncaknya dalam positivisme. Inspirasi filosofis empirisme terhadap positivisme terutama adalah prinsip objektivitas ilmu pengetahuan, empirisme memiliki keyakian bahwa semesta adalah sesuatu yang hadir melalui data inderawi. Karenanya Pengetahuan harus bersumber pengalaman danpengamatan empiric.
John Locke, bapak empirisme dari Britania mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabularasa). Dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi.Menurut John Locke, seluruh sisa pengetahuan kita peroleh dengan jalan mengunakanserta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yangpertama dan seederhana itu. Ia memandang bahwa akal sebagai tempat penampunganyang secara pasif menerima hasil penginderaaan tersebut.
2. David Hume
PadaDavid Hume-lah aliran emprisme memuncak. Empirisme mendasarkanpengetahuan bersumber pada pengalaman. Bukan rasio. Hume memilih pengalamansebagai sumber utama pengetahuan. Penegtahuan itu dapat bersifat lahiriah (yangmenyangkut dunia) dan dapat pula .bersifat batiniah (yang menyangkut pribadimanusia). Oleh karean itu, pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang jelas dan sempurna.Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yangsingkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalumemiliki persepsi pada setiap pengalaman saya).
Dua hal dicermati oleh Humeadalah substansidan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami manusia hanya kesan-kesan tentang beberapaciriyang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalahpengindraan langsung atas lahiriah, sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan.
Contohnya, jika tangan kita terbakar api, kita akan mendapatkan kesan panasdengan segera. Dan seteleh itu kita mengingat bahwa tangan terbakar akan panas,ingatan inilah yang disebut gagasan,. Realitas masuk dalam diri kita melalui kesan.Apa yang dilihat indera kemudian tersimpan dalam ingatan (memori) itulah kesan.Sementara hasil ingatan mereproduksi kesan itulah gagasan.
Hume membagi kesan menjadi dua: kesan sensasi dan kesan refleksi. Kesan sensasi adalah kesan-kesanyang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebab-musababnya. Misalnya (kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat didepan adalah meja. Kesan refleksi adalah hasil dari gagasan. Jika gagasan jika munculkembali ke dalam jiwa akan membentuk kesan-kesan baru. Kesan baru hasilpencerminan dari ide sebelumnya inilah yang disebut dengan kesan refleksi.Misalnya, (kita melhat sebuah meja dari besi): itu meja besi. Kita dapat menentukanbahwa itu meja walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena sebelumnya kitasudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
Sama halnya dengan kausalitas (hubungan sebab akibat). jika gejala tertentu selaludiikuti oleh gejala lainnya, dengan sendirinya kitacendrung pada pikiran bahwagejala sebelumnya. Misalnya, gelas jatuh dari atas meja, gelas itu pecah. Pikiranumum akan menyimpulkan bahwa jatuh menyebabkan pecah. MenurutHume,kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberi kitaurutan gejala, tetapi tidak memeperlihatkan kita pada urusan sebab akibat.Karenadilain peristiwa, gelas jatuh ternyata tidak pecah.Yang disebut kepastian hanyamengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari probable(peluang). Hume lebih suka menyebutkan urutan kejadian. Maka hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang laintidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasankita. Hukum alam adalah hukum alam.Jika kita bicara tentang “hukum alam” atau sebab akibat , sebenarnya kita membicarakan apa ya ng kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebihdidikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja.
Hume adalah pelopor para empiris, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. MenurutHume, ada batasan-batasan yang tegastentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra kita.
Namun terlepas dari berbagai kritik yang muncul, pemikiran Hume umumnya merupakan wujud ekspresi dansikap naturalism dan skeptismenya. Dia sesungguhnya telah berupaya memberikan penjelasan tentang sifat dasar alamiah manusia, yang tidak dapat dia sahkan oleh nalar.
BABIII
PENUTUP

Kesimpulan
Ada bebrapa yang perlu kita buat sebagai sebuah khazanah ilmu pengetahuan terkait dengan aliran filsafat Empirisme ini diantaranya:
1.Pengalamanlah yang menagjarkan manusia tentang sebuah hakekat yang bisa kita pelajari sehingga manusia tidak terjerumus dalam sebuah penyesalan yang sama.
2.Memberikan arah yang baik bagi setiap manusia untuk terus belajar tanpa harus menyalahkan orang lain dalam kehidupan ynag diajalani oleh manusia itu sendiri.
3.Mengungkapkan perasaan yang dialami tanpa harus menyalahkan orang lain yang berada disekitar kita.
4.Mengajarkan bahwasanya segala perbuatan yang kita perbuat akan terpendam dalam pikiran dan menjadi pertimbangan dalam melangkah kedepannya dan sebaliknya kepada orang lain maka, perbaiki segala bentuk tingkah laku yang sudah kita lakukan.


DAFTAR PUSTAKA
Ali Makmun,2014 PengantarFilsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Lorens Bagus, 1997, Kamus Filsafat, Jakarta : Gramedia,
Abd. Gafur,2007 Filsafat Ilmu, Malang : Kantor Jaminan Mutu KJM UIN Malang
Zubaedi,2007 Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi
Sains ala Thomas Khun, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, Ontology, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Ahmad Nawawi,2011, Perspektif Teologi dan Filsafat : Kritik Dekonstruktif Nalar
Kausalitas Dalam Teologi dan Filsafat , Malang : Intrans.



Jumat, 02 November 2018

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara umum hukum Islam memiliki makna segala upaya yang dilakukan para ahli fiqh dalam menetapkan hukum sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya pada saat itu. Selain itu hukum Islam didefinisikan dalam dua hal, yaitu syari’at dan fiqih. Syari’at adalah segala khitab (ketentuan) Allah yang berhubungan dengan tindak tanduk manusia selain akhlak atau amaliyah manusia. Pada awalnya kata syari’ah ini dimaknai sebagai agama seperti yang tercantum dalam surah Asy Syura ayat 13. Pada perkembangannya kata tersebut mengalami penyempitan makna yang oleh para ulama kemudian didefinisikan sebagai hukum amaliyah yang berbeda menurut perbedaan yang dibawa para Rasul yang membawanya dan orang lain yang datang kemudian untuk mengoreksi  hukum yang terdahulu. Qatadah mengartikan kata syari’at sebagai hal-hal yang menyangkut kewajiban, batasan-batasan perintah dan larangan selain akidah, hikmah-hikmah dan ibarat-ibarat yang tercakup di dalam agama. Sedangkan menurut Muhammad Syaltut, syari’at adalah hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah untuk hambanya agar diikuti dalam hubungannya kepada Allah dan hubungan manusia sesamanya. Adapun menurut Farouk Abu Zaid, syariat adalah apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan nabi-Nya.

1)      Adapun kata fiqih secara bahasa memiliki makna menegetahui sesuatu dan memahaminya secara baik.
2)      Sedangkan menurut Abu Zahrah, fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah  yang dikaji dari dalil-dalil yang terperinci.
3)      Menurut al-Amidi, fiqih berarti ilmu tentang seperangkat hukum syara’ yang bersifat Furu’iyah yang didapatkan melalui penalaran dan istidlal (dalil-dali).

4)      Dari definisi diatas, fiqih dapat dipahami sebagai:
1.      Ilmu tentang syara’
2.      Membicarakan hal-hal yang bersifat amaliyah furu’iyyah (praktis dan bercabang).
3.      Pengetahuan tenntang hukum syara’ didasarkan pada dalil tafsili yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal mujtahid.
5)      Adapun definisi filsafat hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar atau menganalisis hukum Islam secara ilmiah dengan menggunakan metode filsafat. Sedangkan menurut Azhar Ba’asyir, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum Islam. Secara umum filsafat hukum Islam dimadefiniskan sebagai pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan hukum Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya; atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di muka bumi untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat diketahui bahwasanya filsafat hukum Islam telah lahir sejak masa Rasulullah saw. Kemunculan filsafat ini diawali ketika Rasulullah mengizinkan Mu’az bin Jabal untuk berijtihad sesuai dengan sabdanya: “Diriwayatkan dari Mu’az bin Jabal, bahwa Rasulullah saw. ketika berkeinginan untuk mengutus Mu’az ke Yaman, Beliau bertanya: ”Apabila dihadapkan padamu suatu kasus hukum, bagaimanakah cara anda memutuskannya?” Mu’az menjawab: “Saya akan memutuskannya berdasarkan Al-Qur’an”. Nabi bertanya lagi: “Jika Kasus tersebut tidak anda temukan di dalam Al-Qur’an?” Mu’az menjawab : “Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah” Nabi bertanya lagi: “Jika kasus tersebut tidak terdapat di dalam Sunnah dan Al-Qur’an?” Mu’az menjawab: “Aku akan berijtihad dengan seksama”. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Mu’az dengan tangannya seraya berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridhai-Nya”. (HR. Abu Daud).
6)      Setelah Nabi saw wafat, pemikiran filsafat (ijtihad) ini dilanjutkan oleh para sahabat terutama oleh Umar bin Khattab yaitu dengan menghapuskan hukum potong tangan bagi pencuri, zakat bagi muallaf, dan lain-lain yang disesuaikan dengan keadaan umat pada masa itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Filsafat Islam ?
2.      Bagaimana Pertumbuhan Fisafat Hukum Islam ?
3.      Bagaiaman Perkembangan Filsafat Hukum Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat Islam
Sebelum lebih lanjut membicarakan filsafat Islam, terlebih dulu perlu ditegaskan apa yang dimaksud dengan filsafat Islam di sini. Filsafat Islam dimaksudkan adalah filsafat dalam perspektif pemikiran orang Islam. Seperti juga pendidikan Islam adalah dimaksudkan pendidikan dalam perspektif orang Islam. Karena berdasarkan perspektif pemikiran orang, maka kemungkinan keliru dan bertentangan satu sama lain adalah hal yang wajar.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Sedang menurut istilah, filsafat diartikan sebagai upaya manusia untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan tersebut.[1]
Harun Nasution menggunakan istilah filsafat dengan “falsafat” atau  “falsafah”. Karena menurutnya, filsafat berasal dari kata Yunani, Philein dan Sophos. Kemudian orang Arab menyesuaikan dengan bahasa mereka falsafah atau falsafat dari akar kata  falsafa-yufalsifu-falsafatan wa filsafan dengan akar kata (wazan)  fa’lala.
Musa Asy’arie (2002:6) menjelaskan, bahwa hakikat filsafat Islam adalah filsafat yang bercorak Islami, yang dalam bahasa Inggris dibahasakan menjadi Islamic Philosophy, bukan the Philosophy of Islam yang berarti berpikir tentang Islam. Dengan demikian, Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal (radix) yang berada pada taraf makna, yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang dapat memberikan keselamatan dan kedamaian hati. Dengan demikian, Filsafat Islam tidak netral, melainkan memiliki keberpihakan (komitmen) kepada keselamatan dan kedamaian (baca: Islam).
Menurut Al-Farabi dalam kitabnya Tahshil as-Sa’adah,  filsafat berasal dari Keldania (Babilonia), kemudian pindah ke Mesir, lalu pindah  ke Yunani, Suryani dan akhirnya sampai ke Arab. Filsafat pindah ke negeri Arab setelah datangnya Islam. Karena itu filsafat yang pindah ke negeri Arab ini dinamakan filsafat Islam. Walaupun di kalangan para sejarawan banyak yang berbeda pendapat dalam penamaan filsafat yang pindah ke Arab tersebut. Namun kebanyakan di antara mereka menyimpulkan, bahwa filsafat yang pindah tersebut adalah filsafat Islam (Al-Ahwani, 1984:2).
Dalam perspektif Islam, filsafat merupakan upaya untuk menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran atau yang haq dengan bahasa pemikiran yang rasional. Sebagaimana kata Al-Kindi (801-873M), bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat hal-ihwal dalam batas-batas kemungkinan manusia. Ibn Sina (980-1037M) juga mengatakan, bahwa filsafat adalah menyempurnakan jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan penimbangan kebenaran teoretis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia. Karena dalam ajaran Islam  di antara nama-nama Allah juga terdapat kebenaran, maka tidak terelakkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara filsafat dan agama (C.A Qadir, 1989: 8).
Pada zaman dulu di kalangan umat Islam, filsafat Islam merupakan kisah perkembangan dan kemajuan ruh. Begitu pula mengenai ilmu pengetahuan Islam, sebab menurut al-Qur’an seluruh fenomena alam ini merupakan petunjuk Allah, sebagaimana diakui oleh Rosental, bahwa tujuan filsafat Islam adalah untuk membuktikan kebenaran wahyu sebagai hukum Allah dan ketidakmampuan akal untuk memahami Allah sepenuhnya, juga untuk menegaskan bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal (C.A. Qadir, 1989: ix).
Filsafat Islam jika dibandingkan dengan filsafat  umum lainnya, telah mempunyai ciri tersendiri sekalipun objeknya sama. Hal ini karena filsafat Islam itu tunduk dan terikat oleh norma-norma Islam. Filsafat Islam berpedoman pada ajaran Islam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah merupakan hasil pemikiran manusia secara radikal, sistematis dan universal tentang hakikat Tuhan, alam semesta dan manusia berdasarkan  ajaran Islam.

B.     Pertumbuhan Fisafat Hukum Islam
Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam diawali oleh adanya doktrin Islam yang memperbolehkan ijtihad. Ijtihad merupakan pendekatan akal dalam mengambil putusan hukum jika tidak ada dalil yang pasti, baik dai al-Qur’an maupun Sunnah.[2]
Hal tersebut terjadi pada peristiwa Muadz Ibn Jabal
كيف تقض إذاعرض لك قضاء؟ قال : أقض بكتاب الله قال: فإن لم تجد فى كتاب الله ؟ قال فبسنة رسول الله ص.م. فإن لم تجد فى سنة رسول الله ولا فى كتاب الله ؟ أجتهد برأى ولا الو قال معاد. فضرب رسول الله ص.م. صدره وقال الحمد لله الذى وفق رسول الله لما يرضى رسول الله.
Al-Qur’a juga mendorong adanya penelaran akal dalam memahami hukum seperti Q.S. Al-Baqarah ayat 179:

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيَوةٌ يُا ولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Umar Bin Khaththab: Memutuskan hukum dengan melihat roh syari’ah. Muhammad Iqbal (1873-1938) pernah menyatakan “apakah hukum Islam dapat berkembang?” Ia menjawb sendiri, “bisa, asalkan dunia Islam mau memasuki jiwa Umar.” Kontroversi Ijtihad Umar Pendapatnya tentang Hasbuna Kitaballah. Menggugurkan hukum potong tangan bagi pencuri dengan berdasarkan argumen subyektif sosiologis. Membatasi kebolehan menikahi wanita ahlul kitab karena khawatir menikahi dengan wanita muslimah akan kurang disukai. Tidak memberikan zakat kepada muallaf.  Faktor-faktor pendorong dalam putusan Umar : Beradaptasi dengan tantangan baru, karena perubahan sosial, ekonomi, dan demografi.
Karakteristik Mazhab Umar : Mengutamakan ra’yu dari pada sunnah Menekankan aspek maqasid asy-syari’ah Imam Syafi’i (150-204 H.) Tokoh yang terkenal dengan qaul qodim (pendapatnya ketika di Irak) dan qaul jadidnya (pendapatnya ketika di Mesir). Qaul qadim cendrung lebih rasional sedangkan qaul jadid lebih bersifat naqli (hadis.). Secara metodologis perubahan atas suatu pemikiran merupakan realitas dinamis dalam pemikiran hukum Syafi’i yang sangat terkait dengan keadaan ruang dan waktu. 
Penelitian Filsafat Hukum Islam ditekankan pada maqasid as-Syari’ah. Al-Juwaini, menyakatakan seseorang tidak dikatakan mampu menetapkan hukum Islam, sebelum ia dapat memahami benar tujuan Allah menetapkan perintah dan larangan-larangan-Nya. Maqasid Syari’ah menurut Juwaini dibagi pada lima bagian; daruriyyat, hajjah al-ammah, makramah, hal-hal yang tidak termasuk daruriyah dan hajjiyah, dan hal yang tidak termasuk pada daruri, hajjah al-ammah dan makramat. 
Dikembangkan oleh muridnya yaitu Al-Ghazali. Maqasid Syari’ah diletakkan dalam konteks illat dalam qiyas maupun dalam konteks istislah. Masalahat ialah memelihara maksud syari’ (pembuat hukum).  Maslahat itu menurut al-Gazali ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan ini diletakkan dalam dlaruriyyah, hajjiyah dan tahsiniyah.
Izz al-Din Ibnu ‘Abd Salam, dalam kitabnya Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, masalahat diletakkan dalam konteks dar’ul mafasid wa jalbul manafi’ (menghindari mafsadat menarik manfaat). Maslahat di dunia tidak bisa dilepaskan dari daruriyah, hajjiyyat, tatimmat atau taklimat. Taklif bermuara pada kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akirat.
Abu Ishaq Al-Syatibi (730-790 H.) dalam kitabnya al-Muwafaqat menyatakan bahwa tujuan Alah SWT. Mensyari’atkan hukum-Nya adalah untuk kemaslahatan manusia. Ia membagi peringkat kemaslahatan kepada dharuriyat, hajjiyat dan tahsiniyyat.
Dharuriyyat (musti) bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan esensial itu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Hajjiyat, (diperlukan) tidak termasuk esensial tapi merupakan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan dalam kehidupannya baik di dunia maupun diakhirat.
Tahsiniyat (pujian), sifatnya emnunjang peningkatn martabat seseorang baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Najmuddin Al-Thufi (657-716 H.) Pemikirannya tentang masalah bertolak dari hadis لَاضَرَرَ وَلَاضِرَارَ (tidak boleh memadartkan dan tidak boleh pula memeadaratkan. (HR. Hakim, Daruqutni, Ibnu Majjah dan Ahmad Bin Hambal). Inti seluruh ajaran Islam yang termuat dalam nash adalah maslahah bagi manusia. Seluruh kemaslahatan itu disyari’atkan. Setiap maslahat tidak pelu mendapatkan dukungan dari nash.
Maslahat merupakan dalil paling kuat yang secara mandiri dapat dijadikan alasan dalam menentukan hukum syara. Prinsip Masalahat dalam pemikitan al-Thufi meliputi: Akal bebas menentukan kemasalahat dan kemadaratan, khususnya dalam bidang muamalah dan adat. Maslahah merupakan dalil mandiri dalam menentukan hukum. Maslahah hanya berlaku dalam masalah muamalah Maslahah merupakan dalil syara’ yang paling kuat. Apabila nash atau ijma bertentangan dengan maslahah didahulukan maslahah engn cara takhsis dan bayan.

C.    Perkembangan Filsafat Hukum Islam
Kegiatan penelitian terhadap hukum Islam telah banyak dilakukan oleh para ulama yang dikenal dengan sebutan ushul fiqh. Ulama generasi awal yang sudah melakukan kegiatan ijtihad ini dikenal dengan sebutan imam empat mazhab, yaitu Malik ibn Anas, Abu Hanifah, Asy-Syafi’iy dan Ahmad bin Hambal.[3]
Kegiatan filsafat hukum Islam ini terus berlanjut oleh generasi berikutnya. Al-Juwaini yang dikenal sebagai ulama ushul fiqh generasi awal menekankan pentingnya memahami maqashid al-syariah (tujuan hukum) dalam menetapkan hukum. Ia secara tegas menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum ia dapat memahami dengan benar tujuan Allah menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangannya. Kemudian ia mengaitkan tujuan hukum tersebut dalam kaitannya pada pembahasan ‘illah dalam masalah qiyas. Menurut pendapatnya, dalam kaitan dengan ‘illah, ashl dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu daruriyat, hajiyyat, dan makramat.
Kerangka berpikir al-Juwaini diatas dikembangkan oleh muridnya al-Ghazali. Dalam kitabnya Syifa’ al-Ghalil, Ghazali menjelaskan maksud syariat dalam kaitannya dengan pembahasan al-munasabat al-mashlahiyat dalam qiyas. Sementara dalam kitabnya yang lain ia membicarakannya dalam pembahasan istishlah. Menurut al-Ghazali, mashlahat adalah memelihara maksud al-Syar’i (pembuat hukum). Kemudian ia memerinci mashlahat itu menjadi lima, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[4]
Pada era sekarang, kegiatan berfilsafat (ijtihad) dalam hukum Islam ini telah dinaungi dalam sebuah organisasi keislaman yang bertugas mencari ketetapan hukum terhadap masalah-masalah baru yang terdapat di dalam masyarakatnya. Pada masyarakat Indonesia, proses ijtihad ini dilakukan oleh organisisai Islam yang disebut dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas memberikan jawaban-jawaban atas permasalahan baru yang muncul di kalangan umat Islam di Indonesia. Dalam menetapkan hukum, MUI menggunakan suatu istilah yang disebut dengan fatwa, yaitu keputusan atau ketetapan hukum baru terhadap permasalahan yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an, hadis, maupun kitab-kitab hukum Islam terdahulu agar terpeliharanya keamanan dan kesejahteraan umat Islam di Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan limafungsi dan peran utama MUI yaitu:
1.     Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
2.     Sebagai pemberi fatwa (mufti)
3.     Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)
4.     Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
5.     Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.
Dalam menegakkan hukum Islam di Indonesia, MUI menggunakan mufti untuk memberikan fatwa. Adapun contoh fatwa yang diberikan MUI sebagai proses ijtihad dalam hukum Islam yaitu: fatwa MUI tentang bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya. Hal ini disebabkan karena pada zaman Nabi saw lembaga pengatur keuangan sdengan sistem ekonomi seperti bank belum ada. Berdasarkan Al-Qur’an, hadis, ijma’ dan qiyas, empat landasan dasar dalam pengambilan hukum Islam di Indonesia, MUI memutuskan bahwasanya Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sebelum lebih lanjut membicarakan filsafat Islam, terlebih dulu perlu ditegaskan apa yang dimaksud dengan filsafat Islam di sini. Filsafat Islam dimaksudkan adalah filsafat dalam perspektif pemikiran orang Islam. Seperti juga pendidikan Islam adalah dimaksudkan pendidikan dalam perspektif orang Islam. Karena berdasarkan perspektif pemikiran orang, maka kemungkinan keliru dan bertentangan satu sama lain adalah hal yang wajar.
Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam diawali oleh adanya doktrin Islam yang memperbolehkan ijtihad. Ijtihad merupakan pendekatan akal dalam mengambil putusan hukum jika tidak ada dalil yang pasti, baik dai al-Qur’an maupun Sunnah.
Kegiatan penelitian terhadap hukum Islam telah banyak dilakukan oleh para ulama yang dikenal dengan sebutan ushul fiqh. Ulama generasi awal yang sudah melakukan kegiatan ijtihad ini dikenal dengan sebutan imam empat mazhab, yaitu Malik ibn Anas, Abu Hanifah, Asy-Syafi’iy dan Ahmad bin Hambal.

B.     Saran
Untuk mendapatkan manfaat yang sempurna dari Makalah yang penulis buat  ini, hedaknya Pembaca  Memberikan Kritik dan saran serta melakukan Pengkajian Ulang (diskusi) terhadap penulisan sehingga penulis terhindar dari Kekeliruan.

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1982. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Jalaluddin, dkk. 1998. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1973).

zainuddin. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Islam. Lecturer UIN-Malang 2013.



[1] Barnadib, Imam. 1982. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
[2] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
[3]  Al-Juwaini, al-Burhan fi Ushul al-Fiqh (Dar al-Anshar, 1979), jilid 1, hal. 295.
[4] Al-Ghazali, al-Mustashfa min Ilmi al-Ushul (Kairo: Sayyid al-Husein), hal. 250.