1

loading...

Kamis, 01 November 2018

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur  sebagai hasil dari pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Tugas perkembangan adalah berbagai tugas dari perkembangan yang diharapkan timbul dan dimiliki setiap anak pada setiap masa dalam periode perkembangannya. Tugas perkembangan difokuskan pada upaya peningkatan sikap dan perilaku peserta didik serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku sesuai fasenya.
Pada umur-umur tertentu seseorang dapat dengan lebih cepat dan mudah memperoleh kecekatan dalam memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu dalam mempelajari pola-pola tingkah laku tertentu. perkembangan individu semenjak lahir tidak mengalir ibarat aliran air, melainkan berlangsung secara bertahap, yang mana setiap tahap perkembangan mempunyai sifatnya sendiri memunculkan masalah atau krisis-krisis tertentu yang berbeda dari tahapan sebelumnya, setiap tahap mengandung tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus diselesaikannya, yang mana jika tugas-tugas perkembangan pada tahapannya tidak diselesaikan dengan baik maka akan berakibat negatif terhadap perkembangan selanjutnya maka individu memerlukan pendidikan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sesuai tahap perkembangannya, dan sebab itu pula individu akan dapat didik.
Dalam keseluruhan proses hidupnya individu akan berusaha melakukan tugas perkembangan agar dia menemukan kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat. Tiap fase pertumbuhan perkembangan memiliki tugas perkembangan sendiri. Tugas ini timbul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu. Keberhasilan dalam mencapai tugas itu dapat membawa kebahagiaan dan berhasil dalam tugas berikutnya.
Sedangkan bila gagal dalam mencapai tugas itu akan membawa ketidak bahagiaan dan kekecewaan dalam masyarakat serta menemui kesulitan dalam tugas berikutnya. Tentu saja bentuk utama tugas perkembangan berakar pada pembentukan organ biologis yang kelak berkembang karena pengaruh faktor biologis, psikologis, dan sosiologis. Kekuatan dari dalam (biologis) dan kekuatan luar (psikologis-sosiologis) menempatkan individu kepada serangkaian tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar menjadi manusia yang berhasil.
Oleh karena itu, bagi seorang pendidik haruslah tahu keadaan peserta didiknya dan harus bisa mengarahkan pada hal-hal yang positif sehingga peserta didik pada usia remaja akan terarah pada hal-hal yang positif, pendidik juga harus mengetahui gejala-gejala yang terdapat pada peserta didik usia tersebut dan bisa memberikan solusi yang terbaik dalam menghadapi keadaan peserta didik seperti itu maka oleh karena itu diperlukan konsep dan tugas perkembangan peserta didik.
 Untuk mengembangkan potensi peserta didik dan menciptakan generasi-generasi masa depan yang berkualitas, maka diperlukan adanya pemahaman tentang perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Dengan demikian, sebagai pendidik kita diharuskan mengetahui dan memahami perkembangan dan pertumbuhan peserta didik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tugas-tugas perkembangan peserta didik itu?
2.      Apa saja faktor pendorong tugas perkembangan peserta didik?
3.      Bagaimana tugas perkembangan peserta didik terjadi pada setiap fase usia tingkat PAUD, SD, SMP dan SMA?
4.      Bagaimana upaya memfasilitasi tugas-tugas perkembangan?
C.    Tujuan Masalah
1.      Agar memahami apa itu tugs-tugas perkembangan peserta didik.
2.      Mengetahui faktor pendorong dari tugas perkembangan peserta didik.
3.      Untuk mengetahui tugas perkembangan peserta didik dalam setiap fase.
4.      Agar dapat memahami bagaimana upaya dalam memfasilitasi tugas-tugas perkembangan. 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tugas-Tugas Perkembangan Peserta Didik
Tugas perkembangan adalah sesuatu yang bisa diduga timbul dan konsisten atau sekitar periode tertentu dalam kehidupan individu. Konsep perkembangan didasari asumsi bahwa perkembangan manusia, termasuk peserta didik, dalam masyarakat modern ditandai oleh serangkaian tugas dimana individu harus belajar sepanjang hidupnya. Beberapa dari tugas perkembangan ini memiliki kesamaan dimasa kanak-kanak dan remaja. Sedangkan yang lain timbul pada saat ,mansusia memasuki usia dewasa dan usia tua. Keberhasilan pencapaian tugas perkembangan tertentu diharapkan dapat melahirkan kebahagiaan dan kesuksesan bagi individu untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan itu dapat mengakibatkan ketidakbahagiaan bagi individu, penolakan oleh masyarakat, dan kesulitan dengan tugas-tugas berikutnya.[1]
Menurut Havighurts tugas perkembangan yaitu tugas yang timbul pada saat sekitar suatu periode tertentu dari pada kehidupan seseorang, kemajuan yang baik dalam tugas akan membawa kebahagiaan dan akan berhasil dalam tugas-tugas yang akan datang. Sedangkan kegagalan akan membawa kekecewaan pada seseorang, penentangan dari masyarakat, dan akan menemui kesukaran dalam tugas-tugas berikutnya.[2]
Tugas-tugas perkembangan peserta didik yaitu suatu tugas dimana setiap individu akan menghadapi serangkaian tugas-tugas yang akan ia jumpai dalam setiap fase berkembangannya. Dimana dalam menjalankan tugas yang baik akan membawa keberhasilan dan kebahagiaan dalam tugas yang selanjutnya. Sedangkan jika menjalankan tugas tersebut tidak berhasil atau gagal, maka akan menimbulkan kekecewaan dan kesulitan dalam menghadapai tugas yang selanjutnya.
Menurut Abu Ahmad dan Munawar Sholeh, yang dimaksud dengan tugas-tugas perkembangan anak dalam pembahasan ini adalah tinjauan teoritas mengenai dinamika dari perkembangan anak. Penjelasan dibawah ini akan menerangkan tentang daya dinamis yang mendasari perkembangan anak, sehingga anak mau secara aktif mengadakan percobaan-percobaan. Ia akan berusaha mencoba segenap potensi kemampuan untuk mencari pengalaman barunya. Sebab dengan kekayaan pengalaman yang dimiliki, anak akan tumbuh dan berkembang jiwanya secara cepat dan sehat.
Dengan demikian bagi anak yang sehat itu seperti halnya manusia sehat lainnya, yakni akan selalu melibatkan dirinya dengan kegiatan proses perkembangan dan proses realisasi diri untuk mencapai tujuan hidupnya. Jika mekanise untuk merangkak pada diri anak sudah matang, maka dengan sendirinya ia akan belajar merangkak, sekalipun tidak ada rangsangan didepannya. Jika kedua kakinya sudah cukup kuat untuk menyangga tubuhnya, maka ia akan berusaha berdiri sekalipun masih ada kesulitan.
Jika intelektualnya sudah mulai berkembang maka anak akan mulai belajar berbicara, dan seterusnya. Yang demikian ini disebabkan anak merupakan subjek yang aktif dalam memfungsikan segenap kemampuannya dalam proses perkembangannya. Segala sesuatu yang berlangsung selama perkembangan, sebenarnya akan membuahkan hasil sempurna bagi anak jika diproduksi oleh adanya interaksi faktor hereditas dan faktor lingkungan. Sehingga tampak betapa perlunya bagi orang tua atau pendidikan untuk selalu memperhatikan bakat dalam rangka pendidikan anak.
Didalam proses pengembangan diri seorang anak dapat menengok  pada pengalaman-pengalaman masa lampau, masa kini untuk kemudian membantu rencana hari esok ( cita-cita hidup) ). Sekalipun dalam kenyataan, lingkungan sosial ikut mempengaruhi perkembangan dirinya, tetapi sebagai subjek anak bebas menentukan pilihan antara hal yang perlu ditolak dan diterima. Oleh karena itu, dalam hal seorang anak melakukan latihan segenap kemampuan dan fungsi psiko fisiknya perlu adanya kelonggaran sedemikian rupa. Sebab anak adalah penguasa (author) bagi dirinya sendiri untuk hari sekarang dan hari mendatang.
Dra. Kartini Kartono berpendapat bahwa eksistensi anak dipastikan oleh adanya:
a.       Segenap kualitas hereditas.
b.      Pengalaman masa lampau dan masa sekarang, dalam suatu lingkungan sosial tertentu dan sebagai produk proses belajar secara kontinu.
c.       Idealitas dan tujuan yang ingin dicapai.
Maka pada prinsipnya, keyakinan anak manusia bahwa dirinya mampu  berbuat pilihan dan keputusan sendiri itu akan menumbuhkan rasa bangga, senang dan bahagia. Serta lambat laun akan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk terus maju melaksanakan tugas-tugas perkembangan dalam hidupnya.
Robert J. Havighurst (1953) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang itu ditandai ditandai oleh adanya  tugas-tugas yang harus dipenuhi. Tugas-tugas ini dalam batas-batas tertentu bersifat khas (spesifik) untuk masa-masa kehidupan seseorang. Secara garis besar, Havighurst menegaskan bahwa tugas-tugas perkembangan yang dilakukan seseorang dalam masa kehidupan tertentu adalah disesuaikan dengan norma-norma kebudayaannya.
Tugas-tugas perkembangan tadi menuntut adanya korelasi antara potensi diri dan pendidikan yang diterima anak, serta norma-norma sosial budaya yang ada. Sebab konsep diri dan harga seseorang akan dianggap turun jika ia tidak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Maka orang tersebut akan mendapatkan kecaman dan celaan dari masyarakat sekelilingnya. Selanjutnya orang tadi akan merasa sedih dan tidak bahagia. Akan tetapi apabila seseorang berhasil melaksanakan tugas-tugas perkembangan, maka orang tersebut akan membawa perasaan bahagia, rasa ia berhasil dalam hidupnya. Misalnya, jika mekanisme untuk berjalan pada diri anak telah matang, anak dapat melakukan berjalan dengan baik, maka ia akan bahagia, begitu pula sebaliknya. Jika seorang anak pada masa adolescence berhasil menemukan “teman hidup” maka ia akan merasa bahagia, dan jika gagal akan berakibat sebaliknya pula dan seterusnya.[3]
Dalam tugas-tugas perkembangan ini mempunyai tiga peranan atau manfaat, yaitu: Pertama, sebagai petunjuk bagi individu untuk membuat dirinya mengetahui apa yang dituntut oleh lingkungan dan perilaku yang diharapkan dalam periode tertentu. Kedua, sebagai sumber motivasi bagai individu untuk mewujudkan suatu perilaku yang diharapkan oleh lingkungan. Ketiga, tugas perkembangan memberikan petunjuk kepada individu tuntutan apa yang terbentang dihadapan dan apa yang diharapkan dilakukan untuk mencapai tugas dalam tahapan selanjutnya.[4]
Banyak tugas-tugas perkembangan itu tergantung pada kenyataan-kenyataan bio-sosial dan pada telitinya penguraian. Ada dua alasan tentang tugas-tugas perkembangan itu bermanfaat bagi pendidik menghadapi masa peka anak (the teachable moment), yaitu:
1.      Menolong kita untuk menentukan dan menerangkan maksud dan tujuan disekolah. Pendidikan dapat dipandang sebagai usaha dari masyarakat melalui sekolah untuk membantu individu mencapai tugas-tugas perkembangan tertentu.
2.      Menetapkan waktu bagi usaha-usaha pendidikan. Apabila tubuh sudah matang, masyarakat membutuhkan, dan diri sudah siap untuk mencapai suatu tugas tertentu. Usaha-usaha mengajar yang mungkin sia-sia apabila datangnya terlampau cepat, akan memberikan hasil yang memuaskan apabila dijalankan pada masa peka dari pada tugas yang harus dipelajari itu.[5]
Dalam peranan atau manfaat dari tugas-tugas perkembangan peserta didik yaitu, dimana dengan adanya tugas-tugas perkembangan menjadikan  individu pada setiap fasenya memberikan petunjuk agar individu dapat membuat dirinya mengetahui apa yang menjadi tuntutan dari lingkungan dan dapat memberikan motivasi dalam menjalankan tugas perkembangan pda setiap fase. Tugas tersebut harus di iringi dengan adanya proses belajar disekolah agar bisa membantu setiap individu menentukan maksud dan tujuan serta mencapai tugas perkembangan tersebut.

B.     Faktor Pendorong Tugas Perkembangan Peserta Didik
Faktor pendorong tugas perkembangan peserta didik adalah hal yang pasti, bahwa setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Tugas belajar yang muncul dalam setiap fase perkembangan merupakan keharusan universal dan idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar keterampilan melakukan sesuatu pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia normal. Dalam fase-fase perkembangan yang beriringan dan proses belajar itu terdapat tugas-tugas perkembangan. Selanjutnya, ada faktor-faktor pendorong yang memicu timbulnya tugas-tugas perkembangan tersebut, yaitu:
1.      Faktor kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu.
2.      Faktor dorongan cita-cita psikologi manusia yang sedang berkembang itu sendiri.
3.      Faktor tuntutan kultural masyarakat sekitar.
Dalam rangka memanfaatkan tahap-tahap perubahan yang menyertai perkembangannya, manusia harus belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu mislanya kebiasaan belajar berjalan dan berbicara pada usia 1-5 tahun. Belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu pada masa perkembangan yang tepat dipandang berkaitan langsung dengan tugas-tugas perkembangan berikutnya. Tugas-tugas perkembangan tersebut selalu diperhitungkan secara cermat oleh para orang tua dan guru sebagai sesuatu yang harus terjadi secara alamiah dan tepat pada waktunya[6]
Adapun sumber dari pada tugas-tugas perkembangan meliputi:
1.      Kematangan jasmaniah, misalnya belajar berjalan, belajar bersikap yang patas terhadap teman dan jenis kelamin pada masa remaja, serta penyesuaian diri pad saat menopause dimana dewasa lanjut (untuk perempuan).
2.      Tugus-tugas yang berasal dari tekanan budaya dari masyarakat, misalnya belajar membaca dan belajar mengambil bagian didalam masyarakat sebagai seorang warga negara yang bertanggung jawab.
3.      Nilai-nilai pribadi dan cita-cita seseorang yang merupakan sebagaian dari keperibadiannya.[7]
Tugas-tugas perkembangan manusia, termasuk peserta didik, muncul dari tiga sumber yang berbeda. Pertama, kematangan fisisk, misalnya untuk belajar berjalan. Kedua, kekuatan sosiostruktual dan budaya, misalnya umur minimum untuk perkawinan, umur minimum untuk memperoleh surat izizn mengemudi (SIM) dsan sebagainya. Ketiga, nilai-nilai pribadi dan aspirasi. Faktor-faktor pribadi merupa kan hasil dari interaksi antara faktor-faktor ontogenetic dan lingkungan, dan memainkan peran aktif dalam munculnya tugas perkembangan tertentu, misalnya memilih jalur pekerjaan tertentu.[8]
Tugas-tugas perkembangan berkenaan dengan sikap, perilaku dan ketentrmpilan idealnya harus dikuasai dan diselesaikan sesuai dengan fase usia perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan individu bersumber pada faktor-faktor kematangan fisik, tuntutan kultural kemasyarakatan, cita-cita dan norma-norma agama.
1.         Kematangan fisik
a.       belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki;
b.      belajar bertingkah laku, bergaul dengan jenis kelamin yang bebeda       pada masa remaja karena kematangan organ-organ seksual.
2.         Tuntutan masyarakat secara kultural
a.       belajar membaca
b.      belajar menulis
c.       belajar berhitung
d.      belajar berorganisasi.
3.         Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri
a.       memilih pekerjaan
b.      memilih teman hidup.
4.         Tuntutan norma-norma agama
a.       taat beribadah kepada Allah SWT
b.      barbuat baik kepada sesama manusia[9]
Menurut C. Chifford T. Morgan berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan keinginan, sekaligus sebagai  sumber daya penggerak melakukan sesuatu yang berasal dari dalam dirinya, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika kebutuhan (need) baik yang bersifat biologis atau sosiokultural tersebut belum terpenuhi, maka akan timbul ketegangan, iritasi (sakit hati) atau frustasi, maka terjadi keadaan tidak seimbang pada dirinya (disequilubrium). Maka motif utama dalam kehidupan manusia adalah usaha menghilangkan segenap ketegangan, iritasi dan frustasi guna mencapaikeseimbangan (equilibrium) kembali.[10]
Dalam upaya mewujudkan tugas-tugas perkembangan peserta didik, kegiatan mendorong dan memungkinkan hal-hal sebagai berikut: pertama, agar individu dapat mengenal dan memahami siapa dirinya, meliputi kekuatan dan kelemahan dirinya, serta masalah-masalah yang sedang atau mungkin dialami. Kedua, supaya individu dapat mengenal dan memahami lingkungannya, seperti lingkungan keluarga, tetangga dan lingkungan sekitarnya, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial dan budaya. Ketiga, pengenalan dan pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan itu diarahkan untuk pengembangan diri siswa dalam segenap aspek pribadinya, termasuk pengembangan arah karir yang hendak diraihnya dimasa yang akan datang.

C.    Tugas Perkembangan Peserta Didik Pada Setiap Fase
1.      Tugas Perkembangan Fase Kanak-kanak (PAUD/TK)
Masa usia prasekolah atau kanak-kanak terbagi menjadi dua, yaitu: Pertama Masa Vital yaitu pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu disebut Freud sebagai masa oral (mulut) karena mulut dipandang sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua, anak belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun ketiga, terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan implus-implus atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya. Kedua yaitu Masa Estetik yaitu dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui pancaindranya. Pada masa ini, panca indranya masih sangat peka.[11]
Secara kronologis, masa kanak-kanak berlangsung dari usia setahun hingga usia antara lima atau enam tahun. Tugas-tugas perkembngan pada fase ini meliputi kegiatan-kegiatan belajar sebagai berikut:
a.       Menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya.
b.      Masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu atau masa oral (mulut), karena mulut pertama dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.
c.       Belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh.
d.      Pembiasaan terhadap kebersihan.
e.       Mengendalikan implus-implus atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya.
f.       Perkembangan rasa keindahan.
g.      Bereksplorasi dan belajar melalui panca indra, karena pengindraan masih sangat peka.[12]

2.      Tugas Perkembangan Fase Anak-anak (SD)
Masa anak-anak berlangsung antara usia 6-12 tahun. Tugas-tugas perkembangan pada masa perkembangan kedua ini meliputi kegiatan belajar dan mengembangkan hal-hal berikut:
a.       Adanya korelasi positif yang tertinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.
b.      Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
c.       Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
d.      Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
e.       Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
f.       Pada masa ini ( termasuk usia 6-8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
g.      Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
h.      Amat realistic, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
i.        Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
j.        Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
k.      Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
l.        Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terkait lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.[13]

3.      Tugas Perkembangan Fase Remaja
Masa remaja (adolescence) menurut sebagian ahli psikologi terdiri atas sub-sub masa perkembangan seperti sub perkembangan prepuber selama kurang lebih dua tahun sebelum masa puber, perkembangan puber selama sua setengah sampai tiga setengah tahun dan perkembangan post-puber, yakni saat perkembangan biologis sudah lambat tapi masih erus berlangsung pada bagian-bagaian organ tertentu. Saat ini merupakan akhir masa puber yang memulai menampakkan tanda-tanda kedewasaan.
Proses perkembangan pada masa emaja lazimnya berlangsung selama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 12-21 pada wanita dan 13-22 tahun pada pria. Masa perkembangan remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi remaja sendiri, melainkan juga bagi para orangtua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan tak jarang para penegak hukum pun turut direpotkan oleh ulah dan tindak tanduknya yang dipandang menyimpang.[14]

a.       Remaja Awal (10-12 tahun)
Sarwono mendefinisikan bahwa Remaja awal (early adolescent) adalah  Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Tugas perkembangn pada masa remaja awal yaitu dengan menerima keadaan fisik dirinya dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif. Hal ini karena remaja pada masa tersebut  meengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat drastis, seperti pertumbuhan tubuh yang meliputi tinggi badan, berat badan, panjang organ-organ tubuh, dan perubahan bentuk fisik seperti tumbuhnya rambut, payudara, panggul, dan sebagainya.
Secara umum, tugas perkembangan pada remaja awal adalah upaya untuk menghilangkan sifat-sifat ke kanak-kanakan serta berusaha untuk menepati kemampuan untuk bersikap dan berperilaku secara dewasa. Pada masa perkembangan remaja awal mereka membutuhkan kekuatan dan daya tahan tubuh serta perlindungan keamanan fisiknya. Kondisi fisik sangat penting dalam perkembangan dan pembentukan pribadi seseorang.
   Menurut Havighurst, remaja mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut:
  • Mencapai perkembangan diri sendiri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mempersiapkan diri menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
  • Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam perananya sebagai pria dan wanita.
  •  Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas
  •  Mengenal kemampuan bakat dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
  • Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.
  • Mengenal gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional sosial dan ekonomi.
  • Mengenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai pribadi, anggota masyarakat dan minat manusia.[15]
Pada fase remaja awal ini, disana remaja awal tersebut dapat mempersiapkan dirinya, baik dari segi fisik dan psikisnya yang terjadi yaitu seperti perubahan-perubahan pada diri nya sendiri serta dalam fase ini juga, remaja awal dapat mengembangkan kemampuan, pengatahuan, keterampilan, minat dan bakat yang terdapat pada dirinya.

b.         Remaja Tengah  atau Madya (13-15 tahun)

Menurut Sarwono, beliau berpendapat bahwa remaja tengah pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan.
Sedangkan menurut Havigurst, bahwa setiap tahap perkembangan memiliki tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan memiliki peranan penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal. Remaja diharapkan untuk dapat mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Pada masa awal, remaja masih belum mampu untuk mengatasi masalahnya sendiri, namun pada usia enam belasan remaja sudah mulai menunjukkan kemandirian, khususnya secara emosional.
Remaja diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab sesuai dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat. Remaja harus mampu untuk mengendalikan perilakunya sendiri. Piaget menekankan bahwa usia remaja harus sudah mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu proposisi.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja tengah (madya)
a.       Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
c.       Mencapai pola kehidupan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria dan wanita.
d.      Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
e.       Mengenal kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
f.       Mengebangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dana tau mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.
g.      Mengenal gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi.
h.      Mengenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat dan minat manusia.[16]
Berdasarkan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja tengah orientasi tugas perkembangan lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mencapai kemandirian secara emosional serta untuk lebih bertanggung jawab dengan perilakunya  dalam bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungannya dengan lebih bertanggung jawab. 

c.       Remaja Akhir (16-21 tahun)
Remaja akhir (late adolescent) yaitu, Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu :
a.       Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b.      Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
c.       Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d.      Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e.       Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum.
Menurut pendapat para ahli psikologi tugas dari fase remaja akhir yaitu:
a.       Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan wanita.
c.       Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat.
d.      Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kurikulum, persiapan karier dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
e.       Mencapai kematangan dalam pilihan karier.
f.       Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
g.      Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
h.      Mengembangakan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual serta aspirasi seni.
i.        Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai.[17]
Untuk fase remaja ahkhir ini, remaja sudah mencapai tingakat kematangan, yaitu dari segi hubungan dengan teman sebaya, pemilihan karier, pertumbuhan jasmaniah yang sehat,  dapat mengembangkan ilmu yang sudah didapat serta remaja mampu mempersiapkan karier atau dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga menjadikan remaja tersebut mempunyai wawasan yang lebih luas lagi serta dapat lebih baik lagi dalam ber etika dan memiliki nilai-nilai yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya.
D.    Upaya Memfasilitasi Tugas-Tugas Perkembangan
Penuntasan tugas - tugas perkembangan tidak selau berjalan mulus, karena adanya berbagai hambatan yang muncul, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang terkait dengan individu itu sendiri seperti contoh anak yang dari kecilnya menderita sakit, mungkin tugas perkembangannya akan tersendat. Sementara faktor eksternal adalah yang berasal dari ingkungan, contohnya keluarga. Keluarga yang memperlakuakn anak secara otoriter akan menghambat tugas perkembangan anak dalam aspek kemandirian, atau kemampuan bergaul dengan orang lain secara baik. Faktor eksternal lainnya adalah sekolah. Pihak sekolah, mulai dari kepala sekolah, wakil, wali kelas,guru - guru, peru memiliki pemahaman dan komitmen untuk memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tugas tugas perkembangannya. Beberapa upaya yang seharusnya diperhatikan oleh pihak sekolah adalah sebagi berikut:
a.       Menciptakan iklim religious yang dapat memfasilitasi perkembangan kesadaran beragam, akhlak mulia, etika atau karakter peserta didik.pihak sekolah perlu menyedikan sarana dan prasarana peribadatan, memberikan contoh atau suritauladan dalam melaksanakan ibadah, dan berakhlak mulia, seperti menyangkut aspek kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kejujuran, dan tanngung jawab.
b.      Membangun suasana sosio-emosional yang kondusif bagi perkembangan keterampilan sosial dan kematangan emosi peserta didik, seperti memelihara hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru-guru. Guru-guru bersikap ramah dan respek terhadap peserta didik, begitu pun peserta didik kepada guru.
c.       Membangun iklim intelektual yang memfasilitasi perkembangan berfikir, nalar, dan kemampuan mengambil keputusan yang baik. Penciptaan iklim untelektual ini bisa berlangsung dalam proses pembelajaran dikelas (seperti, guru menerapkan metode pembelajaran yang variatif, menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan multimedia atau memanfaatkan laboratorium secara efektif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat atau gagasan). Dan kegiatan kelompok-kelompok belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya.
d.      Mengoptimalkan program bimbingan dan konsling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar atau akademik, maupun karir (sekolah lanjutan atau dunia karir).[18]
Setiap individu dituntut untuk dapat menuntas setiap tugas-tugas perkembangan dalam tahapan-tahapan yang telah ditentukan, namun penuntasan tersebut tidak selamanya berjalan mulus, karena sering terjadinya hambatan-hambatan baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terkait dengan kondisi individu itu sendiri sedangkan faktor eksternal adalah yang berasal dari lingkungan, seperti faktor keluarga.
Jika dilihat dari tugas perkembangan bagi setiap periode/usia perkembangan, sebenarnya penuntasan perkembangan anak dan remaja dipengaruhi juga oleh pencapaian tugas orang dewasa. Jika mereka telah berhasil menuntaskan tugas-tugas perkembangan tersebut, berarti secara tidak langsung telah memfasilitasi anak dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangannya. Upaya sekolah untuk memfasilitasi tugas-tugas perkembangan siswa, akan berjalan dengan baik apabila disekolah tersebut telah tercipta iklim atau atmosfer yang sehat atau efektif, baik yang menyangkut aspek manajemennya, maupun profesionalisme para personalnya.
Menurut David W. Johnson sekolah yang efektif dapat didefinisikan melalui pengukuran tentang:
a.         Biaya pendidikan bagi setiap siswa untuk mencapai tingkat kompetensi atau sosialisasi pendidikan tertentu.
b.         Motivasi atau semangat para personel sekoah dan siswa.
c.         Kemampuan sekolah untuk memiliki personel fasilitas material dan siswa yang baik.
d.        Kemampuan sekoah untuk menempatkan para lulusannya ke sekolah lanjutan (perguruan tinggi) atau dunia kerja.[19]
Sekolah yang efektif yaitu sekolah yang memajukan, meningkatkan dan mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen siswa, dan memberikan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan siswa dapat bekerja. Sedangkan sekolah yang sehat didefinisikan sebagai kemampuan sekolah untuk berkembang dan berubah dalam cara-cara yang produktif.
Dengan adanya sekolah memfasilitasi tugas-tugas perkembangan, maka dapat menjadikan setiap individu bisa berjalan dengan aktif dan efesien dalam  menjalankan tugasnya, serta dalam sebuah lembaga pendidikan harus ada Bimbingan Konseling (BK) untuk memecahkan atau mengatasi setiap masalah  serta memberikan arahan yang baik untuk kemajuan yang lebih baik lagi dan kesuliatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan konstrukti

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tugas-tugas perkembangan peserta didik yaitu suatu tugas dimana setiap individu akan mrnghadapi serangkaian tugas-tugas yang akan ia jumpai dalam setiap fase berkembangannya. Dimana dalam menjalankan tugas yang baik akan membawa keberhasilan dan kebahagiaan dalam tugas yang selanjutnya. Sedangkan jika menjalankan tugas tersebut tidak berhasil atau gagal, maka akan menimbulkan kekecewaan dan kesulitan dalam menghadapai tugas yang selanjutnya.
Dalam upaya mewujudkan tugas-tugas perkembangan peserta didik, kegiatan mendorong dan memungkinkan hal-hal sebagai berikut: pertama, agar individu dapat mengenal dan memahami siapa dirinya, meliputi kekuatan dan kelemahan dirinya, serta masalah-masalah yang sedang atau mungkin dialami. Kedua, supaya individu dapat mengenal dan memahami lingkungannya, seperti lingkungan keluarga, tetangga dan lingkungan sekitarnya, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial dan budaya. Ketiga, pengenalan dan pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan itu diarahkan untuk pengembangan diri siswa dalam segenap aspek pribadinya, termasuk pengembangan arah karir yang hendak diraihnya dimasa yang akan datang.
Kemudian fase dan tugas dari perkambangan peserta didik yaitu dimulai dari fase bayi, prasekolah, remaja, dewasa, setengah sebaya dan usia tua. Dimana dalam setiap fase mempunyai tugas nya sesuai dengan setiap fase. Dengan adanya sekolah memfasilitasi tugas-tugas perkembangan, maka dapat menjadikan setiap individu bisa berjalan dengan aktif dan efesien dalam  menjalankan tugasnya, serta dalam sebuah lembaga pendidikan harus ada Bimbingan Konseling (BK) untuk memecahkan atau mengatasi setiap masalah  serta memberikan arahan yang baik untuk kemajuan yang lebih baik lagi dan kesuliatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
B.     Saran
Pembaca yang budiman, semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam pembelajaran Perkembangan Peserta Didik khususnya pada pembahasan Perkembangan Peserta Didik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Sholeh, Munawar. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu.(2005).Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Baharuddin. (2014). Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Danim Sudarwan dan Khairil. (2010). Psikologi Pendidikan (dalam perspektif baru), Bandung: ALFABETA.
Danim, Sudarwan.(2011).Perkembangan Peserta Didik. Bandung: ALFABETA,CV
Hikmawati, Fenti. (2012). Bimbingan Konseling, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Surya, Mohamad. (2014), Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi Dari Guru, Untuk Guru.Bandung: ALFABETA, CV.
Syah, Muhibbin. (2014). Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSEDA.
Yusuf L.N, Syamsu dan  Sugandhi M. Nani.(2014).Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSEDA.



[1] Sudarwan Danim, Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: CV, ALFABETA, 2011), hlm. 96
[2] Baharuddin, Pendidikan & Psikologi Perkembangan,( Jogjakarta: ar-ruzz media, 2014), hlm. 78
[3] Abu Ahmadi – Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 67-70
[4] Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi dari Guru Untuk Guriu, (Bandung: CV, ALFABETA, 2014), hlm.29.
[5] Baharudin, Pendidikan & psikologi perkembangan, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), hlm.79.
[6] Muhibbin Syah, Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 70-71.
[7] Baharudin, Pendidikan & psikologi perkembangan, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), hlm.78.
[8] Sudarwan Danim, Perkembangan Peserta Didik,  (Bandung: cv, ALFABETA, 2013), hlm. 96.
[9] Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan (dalam perspektif Baru), (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 83.
[10] Abu Ahmadi – Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 67-68.
[11] Sudarwin Danim. Perkembangan Peserta Didik. ( Bandung: Alfabeta,2013), hlm.349.
[12] Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan (dalam perspektif baru), (Bandung: ALFABETA, 2010), hlm. 85-86.
[13] Ibid, hlm. 86-87.
[14] Muhibbn syah, Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 49-51.
[15] Sudarwan Danim - Khairil, Psikologi Pendidikan (dalam perspektif baru), (Bandung: Alfabeta, 2010).hlm.87-89.
[16] Ibid, hlm. 87.
[17] Ibid, hlm. 89.
[18] Syamsu Yusuf L.N dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2014), hlm. 18-20.
[19] Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hlm.16-18.

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR “PROBLEMATIKA KEBUDAYAAN ”

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR  “PROBLEMATIKA KEBUDAYAAN ”
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekertayaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Secara istilah, budaya adalah hasil cipta karsa manusia yang dihasilkan melalui proses belajar dan dijadikan milik bersama.
Wujud dari kebudayaan ini adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain.
Kebudayaan ini sendiri berfungsi untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang tersebut di atas, maka setidaknya ada beberapa masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apakah pengertian dari kebudayaan dan ISBD?
2.      Dalam problematika kebudayaan apa saja hambatan-hambatan kebudayaan yang terjadi?
3.      Apasaja problematika yang terkait dengan kebudayaan?
4.      Apakah yang dimaksud dengan pewarisan, perubahan, dan penyebaran kebudayaan?
5.      Bagaimana sikap Etnosantrisme dan tradisionalisme?
6.      Bagaimanakah problematika kebudayaan di Indonesia?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini untuk mengetahui makna kebudayaan, apa saja problematika kebudayaan, apasaja hambatan yang terjadi dalam kebudayaan, serta bagaimana problematika kebudayaan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian ISBD
ISBD merupakan sebagai program umum yang bersifat mengantar mahasiswa yamg memiliki kemampuan personal.Kemampuan personal merupakan kaitan dengan kemampuan individu untuk menempatkan diri sebagai anggota masuyarakat yang tidak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri.
ISBD juga merupakan sebagai integrasi dari ISD dan IBD yang memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada mahasiswa sehingga mampu mengkaji masalah sosial, kemanusian, dan budaya. Pendekatan ISBD juga merupakan akan memperluas pandangan bahwa masalah sosial, kemanusian, dan budaya dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Dengan wawasan sehingga mampu mengkaji sebuah masalah kemasyarakatan yang lebih kompleks, demikian pula dengan solusi pemecahannya.
Problematika kebudayaan adalah sesuatu yang indah jika kebudayaan yang merupakan harta yang turun temurun dari nenek moyang kita, dapat kita pertahankan kelestariannya. Tapi perkembangan jaman tidak dapat dibendung, seiring dengan berjalanya waktu, maka kelestarian kebudayaan tersebut harus dijaga karena kebudayaan hanyalah identitas diri dan merupakan identitas bangsa. Bangsa yang memiliki identitas akan menjadi bangsa yang kuat dan menjadi bangsa yang tidak mudah untuk dijajah oleh bangsa lain. Problematika kebudayaan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena kebudayaan merupkan jati diri bangsa, bila itu hilang maka dengan sangat mudah bangsa itu akan hancur dan dijajah oleh bangsa lain. Oleh sebab itu bagaimanapun juga caranya kita harus mempertahankan identitas bangsa kita yaitu kebudayaan. Mulailah dengan mencintai kebudayaan daerah, dan serukan dalam hati yaitu: Aku Cinta Indonesia.

B.    Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah bentuk jama’ dari Budi dan Daya yang berarti Cinta, kasra, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta Budaya yaitu bentuk jama’ dari kata Budhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata Culture, dalam bahasa Latin berasal dari kata ColeraColera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti Culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kebudayaaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat di pengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang menyatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih konpleks.
C.    Problematika Kebudayaan
Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam kelompok dan wilayah yang berbeda-beda menghasilkan keragaman kebudayaan. Tiap persekutuan hidup manusian (masyarakat, suku, atau bangsa) memiliki kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan kelompok lain. Kebudayaan yang dimiliki sekelompok manusia membentuk ciri dan menjadi pembeda dengan kelompok lain. Dengan demikian, kebudayaan merupakan identitas dari persekutuan hidup manusia.
Dalam rangka memenuhi hidupnya manusia akan berinteraksi dengan manusia lain, masyarakat berhubungan dengan masyarakat lain, demikian pula terjadi hubungan antar persekutuan hidup manusiadari waktu ke waktu dan terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Kebudayaan yang ada ikut pula mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai pemilik kebudayaan. Berkaitan dengan hal tersebut kita mengenal adanya pewarisan kebudayaan, perubahan kebudayaan, dan penyebaran kebudayaan.
Bahwa dalam rangka pemenuhan hidupnya manusia akan berinteraksi dengan sesama,masyarakat dengan masyarakat lain yang terjadi antar persekutuan hidup manusia sepanjang hidup manusia. Berkaitan dengan hal tersebut kita mengenal adanya tentang kebudayaan yaitu:
1.      Pewaris kebudayaan yaitu proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan pemakaian dari generasi ke generasi
2.      Perubahan kebudayaan yaitu perubahan yang terjadi karena ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya
3.      Penyebaran kebudayaan atau difusi adalah proses menyebarnya unsur-unsur kebudayaa dari suatu kelompok ke kelompok yang lain atau dari masyarakat ke masyarakat yang lain.
            Berikut beberapa promblematika yang berkaiatan dengan kebudayaan:
1.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sitem kepercayaan. Keterkaitan orang jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun-temurun di yakini sebagai peberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalakankampong halamannya atau beralih pola hidup hidup sebagai petani, padahal hidup mereka umumnya miskin.
2.      Hambatan budaya berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang. Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Contonhnya: Program keluarga KB semula di tolak masyarakat, mereka beranggapan banyak anak banyak rezeki.
3.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologo atau kejiwaan. Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami kesulitan. Hal ini di sebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yamg baru hidup mereka lebih sengsara di bandingkan dengan hidup mereka di tempat yang lama.
4.      Masyrakat yang tersaing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luas. Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luas, karena pengetahuan serba terbatas, seolah-olah tertutup untuk menerima program pembangunan.
D.    Pewarisan Kebudayaan
Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan, dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan. Pewarisan budaya bersifat vertical artinya budaya diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk digunakan, dan selanjutnya diteruskan kepada generasi yang akan datang.
Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan mmelaluiekulturasi dan sosialisasi, enkulturasi, atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan hidup dalam kebudayaan. Proses enkulturasi di mulai sejak dini, yaitu masa kanak-kanak, bermulai dari lingkungan keluarga, teman-teman sepermainan, dan masyarakat luas.
Dalam hal pewarisan budaya bisa muncul masalah antara lain: sesuai atau tidaknya budaya barisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.
Dalam suatu khusus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak diwariskan oleh generasi pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai dengan kepentingan hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya baru yang diterima sekarang ini.
E.     Perubahan Kebudayaan
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya katidaksesuaian di antara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan. Perubahan kebudayaan mencakup banyak aspek, baik bentuk, sifat perubahan, dampak perubahan, dan mekanisme yang dilaluinya. Perubahan kebudayaan di dalamnya mencakup perkembangan kebudayaan. Pembangunan dan modernisasi termasuk pula perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah, antara lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regres (kemunduran) bukan progres (kemajuan); perubahan bisa berdampak buruk atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan diluar kendali manusia.
F.     Penyebaran kebudayaan
Penyebaran kebudayaan atau difuusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu kelompok ke kelompok lain atau suatu masyarakat ke masyarakat lain. Kebudayaan kelompok masyarakat di suatu wilayah bisa menyebar ke masyarakat wilayah lain. Misalnya, kebudayaan dari masyarakat barat (Negara-Negara Eropa) masuk dan mempengaruhi kebudayaan timur (bangsa Asia dsan Afrika). Globalisasi budaya bisa dikatakan pula sebagai penyebaran suatu kebudayaan secara meluas.
Dalam hal penyebaran kebudayaan, seorang sejarawan Arnold J. Toynbee merumuskan beberapa dalil tentang radiasi budaya sebagai berikut.
Pertama, aspek atau unsur budaya selalu masuk tidak secara keseluruhan, melainkan individual. Kebudayaan barat yang masuk ke dunia timur pada abad ke-19 tidak masuk secara keseluruhan. Dunia timur tidak mengambil budaya barat secara keseluruhan, tetapi unsur tertentu, yaitu teknologi. Teknologi merupakan unsur yang paling mudah di serap. Industrialisasi di Negara-negar timur merupakan pengaruh dari kebudayaan barat.
Kedua, kekuatan menermbus suatu buda bebanding terbalik dengan nilainya. Makin tinggi dan dalam aspek budayanya, makin sulit untuk diterima. Contoh religi adalah lapis dalam dari budaya. Religi orang barat (Kristen) sulit di terima oleh orang timur dibanding teknologinya. Alasannya, religi merupakan lapisan budaya yang paling dalam dan tinggi, sedangkan teknologi merupakan lapis luar dari budaya.
Ketiga, jika satu unsure budaya masuk maka akan menarik unsure budaya lain. Unsure teknologi asing yang diadopsi akan membawa masuk pula nilai budaya asing melalui orang-orang asing yang bekerja di industri teknologi tersebut.
Keempat, aspek atau unsur budaya yang ditanah asalnya tidak berbahaya, bisa menjadi berbahaya bagi masyarakat yang di datangi. Dalam hal ini, Toynbee memberikan contoh nasionalisme. Nasionalisme sebagai hasil evolusi sosial budaya yang menjadi sebab tumbuhnya Negara-negara nasional di Eropa abad ke-19 justru memecah belah system kenegaraan di dunia Timur, seperti kesultanan dan kekhalifahan di Timur tengah.
Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah. Masyarakat penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya local sebagai akibat kuatnya budaya asing yang masuk. Contoh globalisasi budaya yang bersumber dari kebudayaan Barat pada era sekarang ini adalah masuknya nilai-nilai budaya global yang dapat memberi dapat negatif bagi perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Misalnya, pola hidup konsumtif, hedonism, pragmatis, dan individualistic. Akibatnya, nilai budaya bangsa seperti rasa kebersamaan dan kekeluargaan lambat laun bisa hilang dari masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya, divusi merupakan bentuk kontak antar kebudayaan. Selain difusi, kontak kebudayaan dapat pula berupa akulturasi dan asimilasi. Akulturasi berarti pertemuan antara dua kebudayaan atau lebih yang berbeda. Akulturasi merupakan kontak antar kebudayaan, namun masing-masing memperlihatkan unsure-unsur budayanya. Asimilasi berarti peleburan antar kebudayaan yang bertemu. Asimilasi terjadi karna proses yang berlangsung lama dan intensiif antara mereka yang berlainan latar belakang ras, suku, bangsa, dan kebudayaan. Pada umumnya, asimilasi menghasilkan kebudayaan baru.
G.    Sikap Etnosantrisme
     Sikap Etnosantrisme yang mengagung-agungkan budaya, suku bangsa sendiri dan menganggap rendah suku budaya lain. Sikap ini akan mudah memicu timbulnya kasus-kasus sara. Yakni pertentangan suku, agama, ras dan antar golongan.
1.      Sikap tradisionalisme
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal baru itu merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.
Perkembangan IPTEK sebagai hasil kebudayaan, sering kali disalah gunakan oleh manusia, sebagai contoh: Nuklir dan Bom di buat justru untuk saling menyakiti bahkan saling membunuh bukan untuk melestarikan generasi. Dan obat-obatan diciptakan dalam salah gunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan mengandung unsur antara lain; Kenyakinan, Mata pencarian, Bahasa, pengetahuan, Teknologi, Sistem sosial, Kekerabatan, penanggalan, Tata pemukiman. Berkembangnya kebudanyaan dikarenakan adanya kesadarn manusia, kondisi masyarakat dan hubungan dan kebudaan lain.
Aktivitas Kebudayaan
     Terminologi yang menunjukanaktifitas kebudayaan antara akulturasi, asimilasi, difusi, dan lain-lain. Kebudayaan itu memiliki jiwa, ibarat manusia hidup yang dinamis dan tidak statis. Selain kebudaaan itu hidup, kebudayaan pun dapat terkena kematian. Kematian kebudayaan terjadi karena manusia yang dulu hidup di dalam sebuah kebudayaan, meninggalkan – baik secara sadar atau tidak – kebudayaan itu, biasanya, karena ketertarikan kepada kebudayaan lain.Manusia adalah “jiwa” kebudayaan.Ketika manusia meninggalkan kebudayaan yang telah melembaga tersebut kematian bagi sebuah kebudayaan.
Keunggulan kebudayaan Indonesia
1) Kekayaan akan keragaman kebudayaan daerah Indonesia
2) Sumber daya alam yang melimpah dan berkualitas
3) Wilayah yang strategis
H.    Problematika Kebudayaan Indonesia
Menelusuri pergulatan kebudayaan di Indonesia, akan ditemukan sebuah fenomena yang lazim dihidupi yaitu, ke-rendah-diri-an masyarakat Indonesia terhadap kebudayaannya sendiri. Ke-rendah-diri-an ini muncul dari hubungan antara kebudayaan Barat dengan kebudayaan daerah di Indonesia, Barat yang sering diposisikan sebagai pihak superior dan kebudayaan daerah di Indonesia sebagai pihak inferior.Rendah diri ini disebabkan oleh penjajahan, kerusakan perilaku masyarakat Indonesia, dan pencitraan yang kuat dari media tentang keunggulan kebudayaan Barat. Namun, dari beberapa sebab tersebut, yang terus terjadi hingga saat ini dan yang paling mendasar adalah pencitraan. Dikatakan mendasar karena pada saat penjajahan pun sudah terjadi pencitraan tersebut.
Ungkapan khusus seperti, ilmiah, keren, funky, dan gaul adalah ungkapan yang menujukkan kondisi rendah diri. Ungkapan-ungkapan tersebut seringkali dilekatkan kepada kebudayaan Barat, sedangkan kebudayaan daerah di Indonesia, sepertinya jauh dari ungkapan–ungkapan tersebut. Hal ini memang tidak sepenuhnya bermasalah, karena Barat memang memiliki keunggulan dalam bidang-bidang tertentu, seperti sains. Namun, penilaian kebudayaan Barat lebih superior dan kemudian fenomena masyarakat Indonesia meninggalkan kebudayaan yang sudah lama dihidupi, tentu menjadi suatu masalah. Kebudayaan daerah di Indonesia ditingglakan hanya karena dicitrakan tidak ilmiah, keren dan sebagainya. Padahal, mulai disadari bahwa kebudayaan daerah di Indonesia memiliki keunggulan–mulai dari pandangan tentang alam hingga pranata sosial. Dan juga masyarakat Barat mulai menyadari kekurangan kebudayaan mereka sendiri-yang terlihat lewat gairah dan ketertarikan kebudayaan Timur sebagai penawar kegelisahan mereka.
Secara singkat, dapat dikatakan permasalahan ini muncul karena pencitraan dan harus juga diselesaikan dengan pencitraan. Sudah saatnya kita melihat bahwa kebudayaan Indonesia memiliki kesejajaran dengan kebudayaan Barat, hanya saja kebudayaan Indonesia kurang dicitrakan dan kurang dikenali oleh sebagian masyarakat Indonesia yang hidup mulai masa 70-an. Tentu, usaha untuk mengenali kebudayaan Indonesia adalah tugas yang diemban oleh setiap warga negara Indonesia.Pengenalan ini merupakan salah satu modal untuk memiliki dan mengembangkan kebudayaan Indonesia. Minimnya pengenalan ini, merupakan salah satu faktor yang membuat rendahnya rasa kepemilikan dan keinginan untuk mengembangkan kebudayaan. Mengembangkan kebudayaan, adalah hal yang harus dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jangan tinggalkan kebudayaan Indonesia karena kekayaannya menunggu untuk dikenali, dikembangkan, hingga akhirnya dapat hidup mencapai kebesarannya, yang dulu pernah dimiliki.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah penulis menyelesaikan pembahasan tentang “Problematika Kebudayaan“ maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa :
Problematika itu adalah hambatan-hambatan atau kesulitan-kesulitan dalam mengebangkan pola pikir dan pola hidup dalam masyarakat. Di Negara kita, Indonesia juga sering di jumpai hal-hal yang menghambat atau hal-ahal yang berkaitan dengan problematika kebudayaan.
B.     Saran 
Marilah kita menjaga dan melestarikan kebudayaan kita sehingga apa yang menjadi milik kita tidak di a mbil alih oleh Negara lain, karna apa yang menjadi milik kita harus kita jaga dengan sepenuhnya, jangan setelah di ambil alih oleh Negara lain kita baru bertindak.

DAFTAR PUSTAKA
Hermanto.,Winarno.(2011).Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, jakarta:Penerbit Bumi Aksara.
Puturistik(2010).problematikakebudayaan.from http://puturistik.blogspot.com/2 010/06/promatika kebudayaan.html
Yahwaki,(2011).problematikakebudayaan.from